Share

29. Doa Ibu

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-16 17:28:19

Sang mama mengangguk dan tersenyum lebar. “Karena itu mama minta kalian ke sini untuk periksa kandungan.”

Eh? Siapa yang hamil?

Laksa dan Luna saling pandang mendengar perkataan wanita paruh baya itu. Dengan kondisi hubungannya dengan Laksa saat ini Luna rasanya belum siap untuk itu, bagaimana nasib anaknya jika mereka berpisah?

“Luna nggak hamil, Ma,” bantah Luna tak berdaya. Gadis itu memandang kosong, tangannya meremas bajunya dengan kuat, Luna tak siap untuk ini. “Luna nggak hamil,” ulangnya lagi yang membuat ibu Laksa memandangnya prihatin juga Laksa yang mengerutkan keningnya melihat reaksi Luna.

“Waktu itu aku dalam keadaan tidak sadar dan tak memakai pengaman, bukankah aku pernah mengatakannya,” bisik Laksa lirih takut di dengar ibunya.

Luna memandang Laksa dengan mata yang sudah berkaca-kaca, dia menggeleng dengan panik, Luna bukannya tak mau punya anak, tapi dia hanya khawatir dengan masa depan anaknya.

Diperkosa lalu menikah dengan laki-laki ya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Wanita Yang Kau Pilih   30. Kalah Sebelum Perang

    “Maafkan mama, dia hanya khawatir saja jadi memaksamu untuk periksa sekarang.” Luna menoleh pada laki-laki yang berjalan di sampingnya, lalu mengerutkan kening. Dari pada minta maaf untuk sang ibu yang memang khawatir padanya apa tidak lebih baik kalau laki-laki ini yang minta maaf padanya, untuk semua yang dia perbuat. Tapi Luna langsung sadar kalau Laksa sama sekali tak merasa bersalah untuk kejadian waktu itu, Lunalah disini penjahatnya, begitulah yang ada dipikiran laki-laki itu. Mungkin ada benarnya juga, Luna di sini yang salah, dia salah karena sudah datang ke pesta itu, dia salah kerena memberikan minuman pada Laksa yang terlihat sedang haus. Yah itu salahnya.. “Bukan masalah,” jawab Luna tak ingin memperpanjang hal itu, dia sunguh tidak masalah dengan permintaan ibu mertuanya, dia tadi hanya terkejut dan berharap hal itu tidak terjadi. Bagaiamanapun dia masih kehilangan arah sampai sekarang.Laksa menghentikan langkahnya dan memandang Luna dengan sek

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Wanita Yang Kau Pilih   31. Pasangan Romantis

    "Mama sudah sehat, jadi kita boleh pulang sekarang." Luna memandang ibu mertuanya yang terlihat sangat bersemangat, tidak ada lagi wanita pucat yang dia temukan tiga hari yang lalu. Hari ini memang Laksa kembali membawa Luna untuk menjenguk mamanya di rumah sakit. "Mama yakin, bukankah dokter bilang....""Mama sudah nggak punya harapan lagi, makanya papamu ingin mama berobat ke luar negeri yang lebih canggih peralatannya." Laksa hanya menunduk, diagnosis itu tentu saja menghancurkannya, meski setelah dewasa dia tak terlalu dekat lagi dengan ibunya seperti dulu, karena sibuk bekerja, tapi bagaimanapun dia sangat menyayangi mamanya itu, baginya sang mama adalah ibu terbaik yang pernah dia temui. Mamanya adalah orang yang sangat perhatian padanya, dia mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengurusi sang ayah dan dirinya, berperan menjadi istri, ibu dan Nyonya besar Sanjaya dengan baik. Di mata Laksa sosok mamanya begitu berkilau. Tak heran kalau dia mau m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Wanita Yang Kau Pilih   32. Ketakutan Luna

    Luna duduk di depan toilet dengan menopangkan kedua tangan di dagunya. Hatinya bergitu penasaran dan takut secara bersamaan. Dia hanya mengikuti saran Viira, mengecek urinnya dengan testpeck. Sahabatnya itu bahkan dengan baik hatinya memberikan Luna tutorial bagaimana cara menggunakannya, meski Luna ragu Vira sendiri pernah memakainya.Sudah lebih dari tiga hari dia terlambat datang bulan, biasanya Luna akan cuek saja mengingat jadwalnya yang memang tidak teratur, tapi tidak untuk saat ini setelah apa yang terjadi padanya. Dengan tak sabar Luna memandang alat itu lekat. “Lun, sudah selesai belum aku mau buang air ini.” Terdengar suara Laksa yang mengetuk pintu kamar mandi dengan tak sabar. Luna langsung berdiri dan dengan panik dia membawa gelas yang berisi air seninya itu. “Bagaimana kalau Laksa tahu?” gumam Luna panik, dia menoleh ke kanan dan kekiri, mencari tempat yang bisa dia gunakan untuk menyembunyikan hasil karyanya ini. Suara ketukan di pintupu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Wanita Yang Kau Pilih   33. Tamu Tak Diundang

    Pak Erwin memasuki rumahnya dengan kening berkerut, bau pisang goreng menyeruak sampai ruang tamu rumahnya, senyum lebar langsung mengembang di bibirnya saat tahu siapa yang ada di rumah.“Kamu harus membuat banyak pisang goreng untuk dibagikan pada tetangga, satu RT bisa mencium harum baunya,” katanya saat melihat Luna yang sibuk dengan sutil dan penggorengan di depan kompor. “Ayah, kok aku nggak dengar ayah datang.” Luna langsung meletakkan peralatan perangnya dan mengecup punggung tangan sang ayah. “Ayah sudah mengucap salam tadi begitu mencium bau pisang goreng,” kata sang ayah. “Benarkah?” “Sejak kapan ayah suka berbohong pada putri ayah yang cantik ini.” Luna memberikan segelas air putih pada ayahnya yang langsung menghabiskannya begitu dia duduk di kursi. “Kamu kapan datang, Nak?”Luna yang kembali sibuk di depan kompor, menoleh pada sang ayah. “Pagi tadi, Yah, kebetulan aku tidak ada jadwal mengajar hari ini.” Sang ayah memang sudah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Wanita Yang Kau Pilih   34. Pelangi di Hati

    Seharusnya malam ini Luna bisa menuntaskan rasa rindunya pada kamar yang selama ini dia tempati dengan puas, kamar yang banyak memiliki kenangan untuk Luna. Kamar ini memang jauh lebih kecil dari kamar yang dia tempati di kamar Laksa, tapi tetap saja bagi Luna kamar ini adalah kamar paling nyaman yang pernah ada. Tapi keinginan temu kangen itu harus gagal karena Laksa menyusul kemari dan tentu saja mau tak mau mereka harus berbagi tempat di kamar yang sempit ini.“Ranjangku memang kecil, itu hanya cukup untukku saja.” Laksa terdiam terlihat sedang berpikir. Dia pasti akan langsung pulang karena tak biasa dengan tempat yang tidak nyaman. Batin Luna bersorak. Toh Luna tidak pernah mengajak Laksa untuk menginap di rumahnya, laki-laki itu sendiri yang tiba-tiba datang kemari dan memaksa menginap. “Aku tidak masalah tidur di bawah.”“Eh?”“Lantainya sangat dingin kalau malam hari.” “Bukan masalah aku biasa pake pendingin ruangan saat tidur.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Wanita Yang Kau Pilih   35. Sepasang Merpati

    Pagi ini Luna sudah menyiapkan sarapan di atas meja makan, rutinitas yang selalu dia lakukan sebelum menikah dengan Laksa dulu, dan Luna sangat menyukainya, berasal dari keluarga sederhana dan sudah tak memiliki sosok ibu memaksanya harus mandiri di usianya yang masih tergolong muda. Tapi pagi ini sedikit berbeda, dia juga harus menyiapkan sarapan untuk suaminya dengan masakan hasil buatan tangannya, meski bukan hal yang mudah untuk Luna, kehamilan yang baru saja dia ketahui secara pasti kemarin membuat satu persatu gejala kehamilan bermunculan.“Jadi ada yang ingin kamu katakan padaku?” tanya Laksa saat mereka telah menyelesaikan sarapan pagi bersama, sang ayah juga sudah berangkat ke sekolah, meninggalkan Luna dan Laksa hanya berdua saja di rumah ini. “Apa?” tanya Luna tak mengerti. Laksa menghela napas dalam, Luna memang sangat memperhatikan kebutuhan fisiknya selama mereka menikah, wanita itu menyiapkan semua kebutuhannya dari bangun tidur sampai tidur kemba

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Wanita Yang Kau Pilih   36. Kok Enak?

    Laksa sengaja mengambil cuti hari ini untuk mengantar Luna pergi ke dokter kandungan. Hal itu Luna ketahui setelah mereka sarapan pagi, sebenarnya Luna akan lebih senang kalau diantar oleh ayahnya atau dia pergi sendiripun bukan masalah yang besar. Bukan tidak senang jika sang suami yang menemaninya, istri mana yang tidak mau ditemani suaminya saat periksa ke dokter kandungan, Luna hanya ingin menjaga hatinya saja, dia tak ingin semakin berharap pada Laksa. Apalagi setalah tahu kalau Luna sedang hamil, Laksa malah bersikap sangat baik padanya, dan itu membuat Luna takut. Sangat takut. Hatinya benar-benar rapuh. “Apa tidak sebaiknya Kak Laksa kerja saja, aku bisa berangkat sendiri,” kata Luna. “Aku tidak punya jadwal penting pagi ini, jadi mengantarmu sebentar bukan masalah.” “Tapi kak-“ “Kenapa kamu terlihat keberatan aku antar ke dokter, apa ada yang kamu sembunyikan dariku?” kata Laksa dengan pandangan curiga. Luna tentu saja gelagapan dia t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Wanita Yang Kau Pilih   37. Anak Ilang

    Laksa sesekali melirik kepada Luna yang masih diam membisu setalah kecupan yang dia berikan tadi, dalam hati laki-laki itu merasa geli sendiri, entah setan mana yang merasukinya sampai membuatnya berbuat begitu. Luna terlihat lebih diam dari biasanya dan juga menjaga jarak. “Kita sudah sampai, apa kamu sudah selesai mencatat semuanya?’ tanya Laksa pada Luna yang masih diam membisu. “Luna,” panggilnya lagi karena Luna ada diam saja. “Eh, apa, kak?” “Kamu kenapa diam saja, aku tanya.” Luna memandang Laksa dengan melotot. “Masak tadi ada yang kecup bbir aku sembarangan, nggak ada permisi lagi.” “Wah siapa? Biar aku gampar orangnya berani sekali dia berbuat begitu pada istriku.” Luna semakin kesal dengan jawaban Laksa. “Tau ah kenapa kak Laksa jadi menyebalkan begini.” Laksa menggaruk rambutnya salah tingkah. “Siapa suruh kamu ngomong terus.” “Dasar modus.” “Mending modus sama istri sendiri dari pada istri orang.” Suasana langs

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18

Bab terbaru

  • Wanita Yang Kau Pilih   116. Wanita Sepertimu

    Luna meremas rok yang dipakainya saat ini, setelah makan siang yang sangat terlambat yang mereka lakukan Luna kira Laksa akan langsung kembali ke kantornya tapi ternyata dia salah, suaminya itu malah duduk berselonjor di atas karpet tebal di depan televisi besar yang ada di ruangan itu. Luna membulatkan tekad, menekan gengsi dan rasa malunya yang setinggi gunung itu, dia sadar jika ingin hubungan mereka berhasil bukan hanya Laksa yang harus berjuang, dia juga tak boleh pasif dan hanya bisa menerima saja, dan salah satu cara untuk semakin meningkatkan hubungan mereka yang diajarkan guru besarnya -VIRA- adalah dengan menjalin komunikasi yang baik dengan Laksa, hal kecil yang sejak dulu adalah penyakit Luna yang sangat sulit dicari obatnya. Luna berjalan pelan mendekati Laksa, dengan sedikit canggung dia duduk tepat di samping Laksa, tapi laki-laki itu rupanya cepat tanggap tangan kirinya yang sedang tidak memegang remot televisi merengkuh tubuh Luna hingga tak ada jarak

  • Wanita Yang Kau Pilih   115. Rencana Jahat

    Luna kembali berguling-guling di atas ranjang hotel yang empuk itu, ternyata menjadi tidak hanya saat bekerja dia bisa kelelahan, menjadi pengangguran seperti sekarang ini juga membuatnya lelah. Yah, meski Laksa memberikannya fasilitas mewah di hotel ini, tetap saja Luna yang biasa bekerja dan bergerak ke sana kemari sangat bosan kalau harus tiduran saja. Dia sedang tidak ingin menonton drama yang biasanya sangat dia sukai itu, pun demikian ebook yang sering dia baca juga terlihat tak menarik lagi. Intinya Luna sangat bosan, dia ingin berbicara dengan seseorang, oh... Ini memang bukan kebiasaannya, biasanya Luna bahkan begitu betah mendekam di dalam kamar semdirian.Dilihatnya jarum jam berdetak dengan sangat lambat menurut Luna dan berat. Kapan Laksa akan kembali?Luna menghela napas berat. Kalau tahu dia dianggurin seperti ini, lebih baik tadi dia pulang ke rumah keluarga Sanjaya saja, setidaknya di sana ada mama mertuanya atau para asisten rumah tangga yang meski tidak terlalu r

  • Wanita Yang Kau Pilih   114. Dia yang Tak Merindu

    Seperti memahami suasana hati Laksa yang segelap malam, Luna memutuskan diam saja di kursinya, kalau bisa ingin sekali berkamuflase agar sama dengan kursi mobil Laksa. Suasana hati suaminya ini benar-benar sedang tidak baik. Setelah mereka mengantarkan nenek ke stasiun tadi, Laksa memang akan langsung mengantar Luna ke rumah keluarganya, tapi siapa sangka tepat saat mereka akan keluar dari stasiun, mereka bertemu dengan ibu kandung Laksa bersama seorang laki-laki yang mungkin usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari suaminya itu, mereka terlihat mesra bergandengan berdua. Luna sampai meringis karena Laksa mencengkeram tangannya terlalu kuat. Tapi tanpa Luna duga Laksa memutuskan untuk mengikuti mereka. Laki-laki yang bersama ibu Laksa itu langsung naik begitu kereta yang akan menuju ke Jakarta datang, meninggalkan sang ibu yang tersenyum lebar setelah memeluknya sebentar. Pemandangan yang jamak memang, tapi tidak untuk Laksa, meski mereka tak tahu apa hubungan keduanya tapi dari

  • Wanita Yang Kau Pilih   112. Jujur lebih Baik

    Luna masih sibuk dengan ponsel di tangannya saat Laksa masuk kamar dan mengerutkan kening tak suka. Dengan pelan dia mendekati Luna dan mengintip apa yang sedang dilakukan sang istri sampai mengabaikan mahluk setampan dirinya begitu saja. “Kukira ngapain ternyata ngasih makan zombie.” Luna yang sedang sangat sibuk memberi makan zombienya langsung mendongak mendengar Laksa sudah ada didekatnya. Sejak kapan? “Aku kira kakak akan menemani ayah sampai malam,” kata Luna sambil meletakkan ponsel di sampingnya dan melupan kalau masih ada zombie kelaparan di sana. Laksa mengangguk. “Hanya ngobrol ringan, kami sudah selesai ngobrol serius tadi sore.” Mereka memang baru saja makan malam dengan makanan buatan nenek yang lezat itu, tapi nenek memutuskan tidur lebih awal, karena badannya terasa pegal setelah menempuh perjalanan jauh dan dia juga memerintahkan Luna untuk cepat masuk kamar dan tidur juga. Meninggalkan Pak Edwin dan Laksa yang atas perintah nenek, harus membersihkan mej

  • Wanita Yang Kau Pilih   113. Bimbang

    Malam sudah sangat larut saat Laksa memasuki pelataran rumah mertuanya, dia menengok pada arloji yang melingkar di tangannya, sudah hampir pukul sebelas malam memang, pantas saja semua rumah di kiri kanan sudha tertutup rapat. Untunglah Laksa sempat meminta kunci cadangan pada Luna, khawatir dia pulang cukup larut dan harus membangunkan orang rumah. Saat pintu terbuka dia masih bisa mendegar suara televisi yang dinyalakan di ruang tengah. Ternyata ayah mertuanya belum tidur, dalam hati Laksa sedikit mengeluh, tubuh dan pikirannya terasa lelah, dan dia ingin sekali langsung istirahat, tapi dia tak mungkin melewati ayah mertuanya begitu saja tanpa berbasa-basi sebentar minimal menanyakan apa yang dia tonton. Laksa tidak bisa bersikap seperti saat berada di rumahnya ayah mertuanya bukan papanya yang terlihat tidak peduli padanya. “Malam, Yah, belum tidur,” sapa Laksa berbasa basi. “Belum, ayah masih nonton bola.” Mau tak mau Laksa duduk sebentar menanyakan skor pero

  • Wanita Yang Kau Pilih   111. Cinta dan Luka

    Kalau mau tahu rasanya jatuh cinta sama cowok dan sudah dari laaama... tapi si cowok nggak notice juga yang berujung pada putus asa, Luna sangat tahu jawabannya. Sakitnya nylekit banget lebih sakit dari pada saat Luna digigit kalajengking waktu kecil. Dulu waktu Laksa bersikap sangat baik padanya –dan itu terjadi mungkin karena tidak sengaja– Luna sudah menggelepar kegeeran tidak karuan, dia selalu ingin melihat Laksa setiap saat., meskipun secara sembunyi-sembunyi dari tempat yang agak jauh dan yang pasti tidak ada yang curiga kalau dia sedang memperhatikan :Laksa. Saat Laksa jadian dengan teman seangkatannyanyapun yang terkenal sebagai primadona kampus, Luna tak langsung patah hati, dia selalu percaya kalau suatu saat dialah yang akan jadi jodoh Laksa, kepercayaan konyol memang yang langsung terkikis begitu dia bertemu Laksa pertama kali di tempat kerja dan tampak sangat tidak mengenali Luna, yang selama ini diam-diam memendam asa untuknya. Bego memang, Luna tahu it

  • Wanita Yang Kau Pilih   110. Usaha Dong

    Laksa bukan orang yang suka menunda masalah memang, baginya lebih cepat masalah bisa diselesaikan lebih cepat pula hasilnya akan kelihatan, begitulah yang dia lakukan selama ini. Akan tertapi serang bukan waktunya untuk memikirkan tentang hal lain, Luna masih sangat perlu perhatian darinya, apalagi hubungan mereka yang barusan membaik membuat Laksa berharap banyak. “Ada apa, Kak? Siapa yang menelepon?” tanya Luna yang melihat Laksa tiba-tiba terdiam di tempat duduknya. Laksa memandang Luna sejenak, menimbang apa akan mengatakan semuanya atau tidak, sejujurnya dia tak ingin membebani pikiran Luna dengan perkara itu, tapidia sudah banyak belajar dari kesalahan sebelumnya. Sekarang dia bukan lagi laki-laki lajang yang bisa memutuskan apapun sekehendak hatinya, ada Luna di sisinya yang akanberbagi suka dan duka dengannya. “Aku harap kamu tidak berpikir yang berlebihan.” Dirga menghela napasnya sebentar dan memandang Luna dalam. “Beberapa hari yang lalu aku min

  • Wanita Yang Kau Pilih   109. Bahagia dalam Gelap

    “Dua menit sepuluh detik.” Dirga mematikan stopwatch dari ponselnya dengan gembira. “Kamu menghitung apa?” tanya Laksa penasaran. Saat ini mereka sedang duduk di taman rumah sakit, saat Laksa dan Luna terlibat percakapan tadi, tiba-tiba sang mama datang bersama Dirga, membawakan makanan kesukaan Laksa dan Luna. Sungguh perhatian yang membuat dada Laksa menghangat, meski rasa malu dan gengsi masih membatasinya untuk kembali masuk dalam pelukan mamanya. Dirga menoleh pada Laksa, terlihat sangat gembira, membuat Laksa mengerutkan keningnya bingung. “Rekor sebelumnya ternyata sudah terpecahkan.” “Rekor apa? sebenarnya apa yang sedang kamu bicarakan?” Dirga mengarahkan telunjuknya pada Luna dan mama mertuanya yang sedang asyik bersenda gurau. “Bagiamana menurutmu pemandangan di sana, maksudku saat dua orang itu tertawa lepas?” Laksa tersenyum, “sangat indah, aku suka melihatnya.” “Keduanya atau salah satu?” “Keduanya tentu saja, a

  • Wanita Yang Kau Pilih   108. Ada Kamu di Dompetku

    Hal yang paling dibenci Luna adalah mencurahkan isi hati pada seseorang, selain ayah dan Bundanya juga Vira, belum pernah sekalipun Luna bicara panjang lebar menyangkut tetang perasaan di hatinya. Sekarang dia tentu saja sangat kesulitan untuk mengungkapkan semua isi hatinya pada Laksa, meski sudah tak terhitung jumlahnya mereka berbagi keringat bersama. Bahkan beberapa kali Vira sudah mendorongnya untuk berbicara pada Laksa secara terus terang, Luna sangat kesulitan mengatakan maksud hatinya. “Bagaimana jika aku tak ada di sini?” Laksa menatap Luna dengan kening berkerrut. “Apa maksudmu?” Luna menghela napas, kali ini dia ingi menguatkan tekad, mengatakan apa yang menjadi kehendak hatinya. Vira benar ini hidupnya dan jika dia ingin bahagia, maka dia harus tegas untuk menyikapi semua. “Hubungan kita hanya sebuah kecelakaan yang direncanakan seseorang, dasarnya sama sekali tak kuat, banyak faktor yang menyebabkan kita sangat berbeda, dan aku rasa kak Lak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status