“Salah itu, Mas! Jangan mengambil kesimpulan dulu. Biar aku jelaskan, ya,” ucap Hana berusaha tenang. Dia tahu kalau Andhika mulai cemburu padanya, sehingga langsung mengambil kesimpulan kalau Heru adalah mantan kekasihnya.“Baik, memang kamu harus jelaskan semuanya padaku! Ayo, kita bicara di ruang kerjaku!” ajak Andhika. Dia lalu melangkah ke sebuah ruangan yang ada di sebelah ruang keluarga di lantai bawah, diikuti oleh Hana.Setibanya di ruang kerja Andhika, Hana duduk di sebuah sofa yang ada di tengah ruangan. Sedangkan Andhika, berdiri sambil melipat kedua lengannya di depan dada.“Begini, Mas. Si Heru ini dulunya memang pernah menyatakan cintanya padaku. Itu terjadi ketika aku baru saja menjadi bintang iklan untuk pertama kalinya. Dia saat itu menjabat sebagai manager pemasaran di sebuah perusahaan, yang mengontrak aku sebagai bintang iklannya. Katanya, dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi, cintanya itu aku tolak. Jadi aku sama dia nggak pernah punya hubungan khusus. Te
“Menyelidiki si pengirim buket bunga ini?” tanya Noval terkejut. Namun, dia berusaha untuk bersikap wajar di depan Hana.“Iya, ada orang iseng yang kirim buket bunga ini. Saya curiga ada orang yang ingin memfitnah saya,” pancing Hana dengan terus memperhatikan raut wajah Noval. Namun sialnya, dia tak menemukan apa-apa di wajah pria itu. Raut wajah Noval tampak datar seperti biasanya.‘Ck, dia nggak berekspresi apa-apa. Andaikan dia terkejut, tapi nggak kelihatan. Aku jadi sanksi. Dia atau bukan sih pelakunya,’ ucap Hana dalam hati.“Apa buket bunga ini begitu mengganggu Bu Hana?” pancing Noval dengan wajah tak berekspresi.“Iya, sangat mengganggu. Makanya saya minta tolong kamu untuk menyelidikinya. Hari ini saya nggak ada kegiatan di luar rumah. Jadi waktu kamu bisa digunakan untuk menyelidiki siapa si pengirim buket bunga ini. Kamu nggak usah menjaga saya, karena saya merasa aman di rumah,” sahut Hana.‘Sepertinya dia menaruh curiga padaku. Hm, aku nggak boleh kalah oleh perempuan m
-Tiga puluh menit sebelumnya-Noval yang tahu beberapa ruangan di rumah Andhika dipasang kamera CCTV, lantas melangkah mendekati pos keamanan yang ada di dekat pintu gerbang. Dia bermaksud untuk mengatur kamera CCTV itu agar tak menyala selama dia melancarkan aksi.Setibanya di pos penjagaan, Noval tersenyum kala melihat Rusli-si penjaga rumah, yang sepertinya mengantuk. Pria berusia di awal empat puluh itu sudah lelah setelah menjalani tugas shif malam. Kini sedang menunggu rekannya yang akan bertugas di pagi hingga sore hari.“Ngantuk, Pak Rusli?” sapa Noval ramah.“Eh, Mas Noval. Iya, nih. Menunggu Amir datang dulu baru saya bisa pulang,” sahut Rusli.“Mata Pak Rusli sudah merah itu. Kalau mau pulang, ya sudah pulang saja. Biar saya saja yang menggantikan menjaga pos ini sampai Amir datang. Kebetulan Bu Hana hari ini nggak keluar, jadi saya nggak ngapa-ngapain ini,” ucap Noval dengan senyuman.“Tapi, nanti kalau tiba-tiba Bu Hana mau keluar, bagaimana?” tanya Rusli meragu.“Paling
Andhika hanya melihat reaksi Hana, yang kini menutupi tubuh polosnya dengan selimut rapat-rapat. Dia melipat kedua lengannya di depan dada. Menatap sinis ke arah sang istri.“Akting terus saja, Han. Aku akan mendengarkan pengakuanmu. Lebih baik kamu jujur dan katakan siapa lelaki itu!” ucap Andhika datar dan dingin. Sosok Andhika yang hangat, yang dikenal Hana setelah mereka menikah kini menguap entah ke mana.“Mas, a-aku. Aku nggak tahu kenapa aku bisa begini. Tadi setelah sarapan, aku sangat mengantuk. Aku masuk ke dalam kamar dengan pakaian masih lengkap. Pasti ada yang berbuat jahat padaku. Tadi aku lupa apakah pintu sudah terkunci atau belum. Tapi, kalau keadaanku sekarang kayak begini, sepertinya aku lupa mengunci pintu kamar,” sahut Hana tercekat karena menahan tangis. Air matanya kini sudah menganak sungai. Hatinya hancur karena suaminya yang diam-diam membuatnya jatuh cinta, kini termakan fitnah yang dilancarkan oleh seseorang.“Nggak usah mengelak lagi kamu, Han. Nggak usah
Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Hana terus menangis. Dia tak menyangka kalau perpisahannya dengan Andhika harus seperti ini, dan secepat ini. Awalnya dia berharap bisa berpisah dengan Andhika secara baik-baik, tahun depan. Namun, belum juga satu tahun pernikahan kontraknya dengan Andhika sudah harus kandas.Sopir taksi menyaksikan kesedihan Hana dari kaca spion tengah dengan tatapan iba.“Mbak, kita sudah sampai,” ucap sopir taksi dengan suara pelan.Tangisan Hana terhenti. Wanita itu lalu menatap ke arah luar jendela mobil, dan benar saja kalau dirinya sudah berada di depan rumah orang tuanya.Hana sigap menghapus air matanya dan memoles kembali wajahnya dengan bedak, untuk menyamarkan wajahnya yang sembab.“Tunggu sebentar ya, Pak,” ucap Hana pada sopir taksi yang dengan setia menunggu.“Iya, nggak apa. Saya tahu kalau Mbak sedang ada masalah. Santai saja, hapus saja dulu air matanya.”“Saya nggak mau ibu saya tahu kesedihan saya, Pak. Makanya saya berusaha sewajar mungkin di
“Memangnya kenapa, Tan? Kok Tante kayaknya marah sekali sama Pak Andhika,” ucap Mutia di seberang sana dengan nada cemas.“Dia rupanya mengontrak Hana untuk jadi istrinya selama satu tahun. Memangnya anak Tante sebuah rumah yang bisa dikontrakkan? Enak saja dia. Setelah selesai maunya, anakku dilemparkan ke jalan seperti sampah,” omel Widya.“Tunggu dulu deh, Tan. Ini sebenarnya ada apa sih?”“Hana pulang ke rumah, Mutia. Dia difitnah dengan sangat keji. Dia dilucuti pakaiannya saat dia tidur. Kurang ajar kan ini. Kalau sudah nggak mau sama Hana, ya bilang saja. Nggak usah membuat fitnah segala yang bikin nama Hana jadi jelek di matanya,” sahut Widya dengan napas memburu saking emosinya.“Hah?! Pak Dhika melucuti pakaian Hana dan membuat fitnah, begitu?” tanya Mutia memastikan.“Siapa lagi kalau bukan dia?! Di rumahnya nggak ada siapa-siapa kok. Dia pasti sudah menyuruh orang, makanya bebas masuk ke dalam rumahnya. Bahkan sampai masuk ke kamarnya di saat Hana tidur. Kurang ajar kan it
Kedua bola mata Widya membulat, ketika melihat pria paruh baya yang kini mematung di ambang pintu. Dia lalu menatap Andhika dan Aryo bergantian, kemudian menghela napas panjang ketika melihat ada kemiripan di antara keduanya.“Jadi dia ini anak kamu, iya?” ucap Widya dengan mata yang memicing.“Iya, Wid. Andhika adalah anak sulungku. Dia menggantikan posisiku memimpin perusahaan ini, karena kesehatanku yang mengharuskan aku banyak istirahat di rumah. Tapi, aku selalu datang kemari kalau ada rapat pemegang saham,” sahut Aryo. Dia lalu menutup pintu dan melangkah masuk mendekati Widya. Dia lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan wanita itu. “Apa kabar, Wid? Senang bertemu kembali denganmu.”Widya menyalami Aryo sekilas. Dia menyentuh tangan pria itu hanya di ujung jemari nya saja. Selebihnya dia turunkan kembali tangannya itu.“Oh, jadi like father like son. Pantas saja kelakuan dia sangat biadab, karena ternyata kelakuannya itu menurun darimu. Nggak heran!” sahut Widya ketus
“Untuk apa kamu kemari, Mas?”“Aku ingin bicara sama kamu. Biarkan aku masuk, Han. Nggak enak kalau pembicaraan kita didengar oleh orang lain,” ucap Andhika dengan tatapan memohon pada wanita yang masih sah sebagai istrinya.Hana terdiam sejenak. Akhirnya dia membiarkan suaminya untuk masuk ke dalam rumah, dan duduk di sofa di ruang tamu. Kini mereka duduk saling berhadapan, yang hanya dibatasi oleh meja.“Langsung saja ngomong pada intinya, Mas. Jangan lama-lama di sini karena nggak ada orang di rumah. Apa kata orang nanti kalau tahu aku menerima tamu laki-laki di rumah di saat ibu dan adikku nggak ada? Meskipun menurutmu aku ini wanita murahan, tapi di lingkungan sini mereka mengenalku sebagai wanita baik-baik,” cetus Hana, yang membuat Andhika menghela napas panjang dan mengusap wajahnya kasar.Andhika menatap Hana dengan tatapan penuh penyesalan. Sedangkan Hana memalingkan muka, menatap ke arah teras.“Han, aku ini kan suami kamu. Tetangga kamu juga tahu kok kalau aku ini suami ka
Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja
Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo
Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k
Sementara itu, Aryo yang tengah berada di apartemen tampak tak tenang. Semenjak kepergiannya dari rumah meninggalkan Lestari yang marah, dan Andhika yang menangis dengan kening yang berdarah, membuat rasa bersalah menyelimuti hati Aryo. Tiba-tiba rasa penyesalan hinggap di hatinya, karena dia tak menuruti permintaan anak sulungnya, anak kesayangannya.‘Dhika maafkan Papa ya, Nak,’ ucap Aryo dalam hati.Aryo memejamkan matanya dan menjambak rambutnya karena kesal pada dirinya sendiri. Ingin dia berteriak sekedar meringankan sesak di hati. Namun, dia tak ingin Widya mengetahui masalahnya.Widya yang baru saja meninabobokan Kartika, tercenung melihat Aryo yang tampak gusar di ruang tengah. Wanita itu melangkah menghampiri sang suami.“Ada apa, Mas?” tanya Widya dengan perlahan.Aryo membuka kelopak mata dan menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa kok, Wid. Aku hanya pusing saja. Aku mau tidur saja sekarang. Mungkin dengan tidur, sakit kepalaku akan hilang.”Tak menunggu jawaban dari
Aryo sedikit tersentak mendengar pengakuan Widya. Namun, tak lama dia pun tersenyum karena sadar apa yang mereka lakukan selama ini akan membuahkan hasil.“Aku akan menikahi kamu. Tapi, aku nggak bisa menikahi kamu secara resmi.”“Lho, kenapa?” tanya Widya bingung. “Kamu ini ngakunya bujangan, Mas. Masak menikahi aku nggak menikah resmi sih? Atau...kamu sudah punya keluarga?”Aryo tampak sedikit gugup. Dia melihat wajah Widya yang menatapnya dengan penuh selidik.“Bu-bukan begitu, Widya. Tapi, aku ada ikatan dinas di kantorku yang melarang karyawannya untuk menikah dulu selama lima tahun. Nanti kalau ikatan dinas itu sudah selesai, aku akan meresmikan pernikahan kita. Jadi nanti kita menikah di Bogor saja, ya. Kalau di Jakarta nanti ada teman-temanku yang tahu. Bisa bahaya untuk karirku,” sahut Aryo berbohong. Tentu saja dia tak mau menikah di Jakarta, karena Lestari atau keluarga yang lainnya yang juga tinggal di Jakarta akan tahu. Aryo tak ingin itu terjadi.“Oh, ya sudah kalau begi
Aryo menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala.“Aku nggak akan macam-macam, apalagi selingkuh, Tari,” ucap Aryo serius.“Aku hanya jaga-jaga saja, Mas. Aku lakukan ini demi anak kita. Kalau nanti kamu macam-macam, aku bisa mengambil tindakan tegas. Lalu aku pastikan kalau masa depan anakku juga aman. Aku berkata begini bukan sombong, tapi aku hanya mengambil tindakan yang tepat untuk anakku kelak,” sahut Lestari yang juga serius.Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil mendirikan CV Barata yang bergerak di bidang kontraktor kecil-kecilan. Lestari sendiri yang menangani dibantu oleh empat orang karyawan. Sedangkan Aryo masih tetap bekerja sambil mencari klien untuk CV Barata. Bahkan Aryo pun mulai berani ikut tender proyek pendirian sekolah swasta. Proyek itu pun sukses. Dari situlah lambat laun CV Barata mulai dikenal orang. Hingga dua tahun pendirian badan usaha itu yang semula bernama CV Barata, kini berubah menjadi PT. Barata.Usaha mereka pun semakin maju pesat. Omsetnya
Beberapa minggu kemudian, hubungan Aryo dan Lestari semakin akrab. Hal itu diketahui oleh orang tua mereka. Sehingga Wiryo dan Dirjo sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan mereka.Aryo dan Lestari hanya menuruti keinginan orang tua mereka. Meskipun belum ada perasaan cinta di hati keduanya, namun kedua insan itu telah berkomitmen untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain. Mereka juga sepakat akan membina rumah tangga dengan baik, sehingga bisa menjadikan rumah tangga mereka rukun dan tenteram.Lima bulan pasca pernikahan, Lestari telah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Selain itu, dia juga telah mengandung anak Aryo. Hal itu tentu saja membuat pasangan suami istri sangat bahagia karena mendapat hadiah yang terindah dari Yang Maha Kuasa.“Alhamdulillah, di saat aku telah lulus kuliah, aku hamil,” ucap Lestari suatu malam ketika dia dan Aryo sudah berada di peraduan.“Iya, Tari. Aku sangat bahagia sekali. Kamu jaga ya kandungan kamu ini. Biar bayi kita tumbuh deng
Aryo hanya diam. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia berikan pada kedua orang tuanya. Dia ingin menolak, tapi tak mau mengecewakan orang tuanya. Kalau dia menerima, itu bertentangan dengan hati nuraninya.“Nak, cinta itu bisa tumbuh setelah tinggal bersama nanti setelah kalian menikah. Dulu Bapak dan Ibu juga menikah tanpa adanya cinta. Tapi, pernikahan kami langgeng sampai sekarang,” ucap Narti-sang ibu, seolah tahu dilema yang Aryo rasakan saat ini.Aryo hanya menghela napas panjang. “Lalu bagaimana dengan Lestari sendiri? Apa dia bersedia punya suami kere seperti aku ini. Aku nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk dia. Ya...hanya gajiku saja sebagai staf keuangan di perusahaan swasta, yang bisa aku berikan untuknya. Tentunya nggak seratus persen, karena aku juga ingin memberi uang untuk kalian. Aku ingin membantu perekonomian orang tua.”Dirjo dan Narti tersenyum mendengar penuturan anak sulung mereka.“Terima kasih kamu sudah punya niat baik untuk kami, Nak. Bapak yakin kalau
Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me