Beranda / Romansa / Wanita Untuk Sang CEO / 29. Ketakutan Hana

Share

29. Ketakutan Hana

Penulis: Yetti S
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mobil yang Hana tumpangi tiba di depan rumah orang tuanya. Matanya berbinar ketika melihat sang ibu tengah berada di teras bersama dengan Renata, adiknya. Hana bergegas turun dari dalam mobil, dan melangkah menuju ke teras rumahnya yang tak luas.

“Assalamualaikum.”

“Wa’ alaikumsalam. Akhirnya datang juga. Kita sudah menunggu dari tadi lho, Han,” ucap Widya menyambut kedatangan anaknya dengan mata berbinar. Dia beranjak dari kursi dan melangkah mendekati anak sulungnya, kemudian memeluknya erat. “Ibu kangen sama kamu.”

“Aku juga, Bu. Baru sekarang aku bisa kemari. Sebetulnya minggu lalu aku mau kemari saat baru pulang dari Singapura. Tapi, Mbak Mutia memberitahu agar aku segera melakukan pemotretan yang tertunda akibat aku cuti karena menikah. Maafkan aku ya, Bu,” bisik Hana parau karena dia tak sanggup menahan air matanya, saking rindu pada sang ibu.

“Iya, nggak apa-apa. Ibu tahu kesibukan kamu, Han. Apalagi sekarang sudah punya suami yang butuh perhatian kamu. Pasti semakin sibuk deh
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Untuk Sang CEO   30. Anak Angkat

    Sambungan telepon itu berakhir setelah Noval menyanggupi akan menjaga istri Andhika. Mulai besok pria itu akan bekerja sebagai bodyguard Hana.“Akhirnya pancinganku berhasil juga. Istrinya rupanya ketakutan setelah aku buntuti tadi, dan langsung lapor Pak Dhika. Ini akan memuluskan rencanaku untuk melaksanakan perintah dari Bu Tari. Beruntung sekali alat pelacak yang aku pasang nggak lepas. Padahal itu masangnya buru-buru, dan pesimis kalau terus terpasang di sana. Akhirnya berhasil juga sehingga aku bisa memantau pergerakan si Hana, dan bisa membuntutinya untuk meneror dia,” gumam Noval seorang diri. Dia lalu tertawa kecil karena mulai besok akan bekerja pada dua orang, tapi dengan target yang sama. Tawanya tiba-tiba saja terhenti ketika dirinya dihantui rasa bersalah pada Andhika, karena dia akan menikam pria itu dari belakang atas perintah dari ibu kandung Andhika sendiri.“Maafkan aku, Pak Dhika. Aku terpaksa melakukan ini. Bukan karena uang yang diberikan oleh Bu Tari. Tapi, kare

  • Wanita Untuk Sang CEO   31. Memulai Aksi

    “Pak Dhika, bagaimana kalau saya yang sekaligus menjadi sopirnya istri Bapak?” tawar Noval ketika Andhika dan Hana sudah berada di teras rumah, dan bersiap akan berangkat ke tempat aktivitas masing-masing.“Nggak! Biar Mang Udin yang tetap menjadi sopirnya. Tugas kamu hanya menjaga istriku kalau ada orang yang usil sama dia!” tegas Andhika.“Ok, kalau begitu,” sahut Noval. Dia lantas melangkah mendekati mobil yang nanti akan digunakan oleh Hana. Dia membuka pintu penumpang belakang, dan berdiri di samping mobil. Menunggu Hana yang sedang berbincang dengan Andhika.Sepeninggal Noval, Andhika meraih pinggang ramping Hana dan mengecup singkat bibir ranum istrinya.“Aku pergi dulu, ya. Kamu tenang saja. Ada Noval yang akan menjaga kamu. Setelah selesai pemotretan langsung pulang, ok,” ucap Andhika.“Iya, Mas.”“Oh ya, hari ini aku kayaknya pulang telat deh, Han. Soalnya ada acara makan malam dengan rekan bisnis. Bagus mengingatkan aku tadi pagi. Jadi nanti malam, kamu makan sendiri saja.

  • Wanita Untuk Sang CEO   32. Buket Bunga

    Noval kembali ke gedung tempat Hana sedang melakukan sesi pemotretan dengan senyum mengembang di bibirnya. Setidaknya perintah Lestari sudah dia jalankan. Meskipun belum tahu apakah cara tersebut akan berhasil atau tidak. Setidaknya dia sudah berusaha. Andaikan belum berhasil, dia akan mencoba cara lain hingga keinginan Lestari dapat tercapai. Andhika membenci Hana dan mengusirnya dari rumah mewah itu.‘Maafkan aku, Bu Hana,’ ucap Noval dalam hati ketika dirinya sudah kembali berada di studio foto. Dia melihat Hana masih sibuk melakukan pemotretan.“Sudah selesai?” sapa Mutia dengan senyuman, karena dia kira Noval baru buang hajat di toilet.“Sudah, Mbak. Sekarang sudah plong,” sahut Noval dengan menampilkan senyumannya yang khas.Mutia tertawa kecil dan kembali menatap Hana yang sedang berpose, sesuai dengan arahan pengarah gaya.Di saat waktu menunjukkan pukul dua belas siang, pengarah gaya menghentikan sesi pemotretan itu.“Kita istirahat dulu, ya. Kita makan siang dulu. Kita balik

  • Wanita Untuk Sang CEO   33. Fitnah

    “Salah itu, Mas! Jangan mengambil kesimpulan dulu. Biar aku jelaskan, ya,” ucap Hana berusaha tenang. Dia tahu kalau Andhika mulai cemburu padanya, sehingga langsung mengambil kesimpulan kalau Heru adalah mantan kekasihnya.“Baik, memang kamu harus jelaskan semuanya padaku! Ayo, kita bicara di ruang kerjaku!” ajak Andhika. Dia lalu melangkah ke sebuah ruangan yang ada di sebelah ruang keluarga di lantai bawah, diikuti oleh Hana.Setibanya di ruang kerja Andhika, Hana duduk di sebuah sofa yang ada di tengah ruangan. Sedangkan Andhika, berdiri sambil melipat kedua lengannya di depan dada.“Begini, Mas. Si Heru ini dulunya memang pernah menyatakan cintanya padaku. Itu terjadi ketika aku baru saja menjadi bintang iklan untuk pertama kalinya. Dia saat itu menjabat sebagai manager pemasaran di sebuah perusahaan, yang mengontrak aku sebagai bintang iklannya. Katanya, dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi, cintanya itu aku tolak. Jadi aku sama dia nggak pernah punya hubungan khusus. Te

  • Wanita Untuk Sang CEO   34. Aksi Kedua

    “Menyelidiki si pengirim buket bunga ini?” tanya Noval terkejut. Namun, dia berusaha untuk bersikap wajar di depan Hana.“Iya, ada orang iseng yang kirim buket bunga ini. Saya curiga ada orang yang ingin memfitnah saya,” pancing Hana dengan terus memperhatikan raut wajah Noval. Namun sialnya, dia tak menemukan apa-apa di wajah pria itu. Raut wajah Noval tampak datar seperti biasanya.‘Ck, dia nggak berekspresi apa-apa. Andaikan dia terkejut, tapi nggak kelihatan. Aku jadi sanksi. Dia atau bukan sih pelakunya,’ ucap Hana dalam hati.“Apa buket bunga ini begitu mengganggu Bu Hana?” pancing Noval dengan wajah tak berekspresi.“Iya, sangat mengganggu. Makanya saya minta tolong kamu untuk menyelidikinya. Hari ini saya nggak ada kegiatan di luar rumah. Jadi waktu kamu bisa digunakan untuk menyelidiki siapa si pengirim buket bunga ini. Kamu nggak usah menjaga saya, karena saya merasa aman di rumah,” sahut Hana.‘Sepertinya dia menaruh curiga padaku. Hm, aku nggak boleh kalah oleh perempuan m

  • Wanita Untuk Sang CEO   35. Amarah Andhika

    -Tiga puluh menit sebelumnya-Noval yang tahu beberapa ruangan di rumah Andhika dipasang kamera CCTV, lantas melangkah mendekati pos keamanan yang ada di dekat pintu gerbang. Dia bermaksud untuk mengatur kamera CCTV itu agar tak menyala selama dia melancarkan aksi.Setibanya di pos penjagaan, Noval tersenyum kala melihat Rusli-si penjaga rumah, yang sepertinya mengantuk. Pria berusia di awal empat puluh itu sudah lelah setelah menjalani tugas shif malam. Kini sedang menunggu rekannya yang akan bertugas di pagi hingga sore hari.“Ngantuk, Pak Rusli?” sapa Noval ramah.“Eh, Mas Noval. Iya, nih. Menunggu Amir datang dulu baru saya bisa pulang,” sahut Rusli.“Mata Pak Rusli sudah merah itu. Kalau mau pulang, ya sudah pulang saja. Biar saya saja yang menggantikan menjaga pos ini sampai Amir datang. Kebetulan Bu Hana hari ini nggak keluar, jadi saya nggak ngapa-ngapain ini,” ucap Noval dengan senyuman.“Tapi, nanti kalau tiba-tiba Bu Hana mau keluar, bagaimana?” tanya Rusli meragu.“Paling

  • Wanita Untuk Sang CEO   36. Pupus

    Andhika hanya melihat reaksi Hana, yang kini menutupi tubuh polosnya dengan selimut rapat-rapat. Dia melipat kedua lengannya di depan dada. Menatap sinis ke arah sang istri.“Akting terus saja, Han. Aku akan mendengarkan pengakuanmu. Lebih baik kamu jujur dan katakan siapa lelaki itu!” ucap Andhika datar dan dingin. Sosok Andhika yang hangat, yang dikenal Hana setelah mereka menikah kini menguap entah ke mana.“Mas, a-aku. Aku nggak tahu kenapa aku bisa begini. Tadi setelah sarapan, aku sangat mengantuk. Aku masuk ke dalam kamar dengan pakaian masih lengkap. Pasti ada yang berbuat jahat padaku. Tadi aku lupa apakah pintu sudah terkunci atau belum. Tapi, kalau keadaanku sekarang kayak begini, sepertinya aku lupa mengunci pintu kamar,” sahut Hana tercekat karena menahan tangis. Air matanya kini sudah menganak sungai. Hatinya hancur karena suaminya yang diam-diam membuatnya jatuh cinta, kini termakan fitnah yang dilancarkan oleh seseorang.“Nggak usah mengelak lagi kamu, Han. Nggak usah

  • Wanita Untuk Sang CEO   37. Hati Seorang Ibu

    Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Hana terus menangis. Dia tak menyangka kalau perpisahannya dengan Andhika harus seperti ini, dan secepat ini. Awalnya dia berharap bisa berpisah dengan Andhika secara baik-baik, tahun depan. Namun, belum juga satu tahun pernikahan kontraknya dengan Andhika sudah harus kandas.Sopir taksi menyaksikan kesedihan Hana dari kaca spion tengah dengan tatapan iba.“Mbak, kita sudah sampai,” ucap sopir taksi dengan suara pelan.Tangisan Hana terhenti. Wanita itu lalu menatap ke arah luar jendela mobil, dan benar saja kalau dirinya sudah berada di depan rumah orang tuanya.Hana sigap menghapus air matanya dan memoles kembali wajahnya dengan bedak, untuk menyamarkan wajahnya yang sembab.“Tunggu sebentar ya, Pak,” ucap Hana pada sopir taksi yang dengan setia menunggu.“Iya, nggak apa. Saya tahu kalau Mbak sedang ada masalah. Santai saja, hapus saja dulu air matanya.”“Saya nggak mau ibu saya tahu kesedihan saya, Pak. Makanya saya berusaha sewajar mungkin di

Bab terbaru

  • Wanita Untuk Sang CEO   121. Extra Part

    Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja

  • Wanita Untuk Sang CEO   120. Extra Part

    Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo

  • Wanita Untuk Sang CEO   119. Extra Part

    Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k

  • Wanita Untuk Sang CEO   118. Extra Part

    Sementara itu, Aryo yang tengah berada di apartemen tampak tak tenang. Semenjak kepergiannya dari rumah meninggalkan Lestari yang marah, dan Andhika yang menangis dengan kening yang berdarah, membuat rasa bersalah menyelimuti hati Aryo. Tiba-tiba rasa penyesalan hinggap di hatinya, karena dia tak menuruti permintaan anak sulungnya, anak kesayangannya.‘Dhika maafkan Papa ya, Nak,’ ucap Aryo dalam hati.Aryo memejamkan matanya dan menjambak rambutnya karena kesal pada dirinya sendiri. Ingin dia berteriak sekedar meringankan sesak di hati. Namun, dia tak ingin Widya mengetahui masalahnya.Widya yang baru saja meninabobokan Kartika, tercenung melihat Aryo yang tampak gusar di ruang tengah. Wanita itu melangkah menghampiri sang suami.“Ada apa, Mas?” tanya Widya dengan perlahan.Aryo membuka kelopak mata dan menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa kok, Wid. Aku hanya pusing saja. Aku mau tidur saja sekarang. Mungkin dengan tidur, sakit kepalaku akan hilang.”Tak menunggu jawaban dari

  • Wanita Untuk Sang CEO   117. Extra Part

    Aryo sedikit tersentak mendengar pengakuan Widya. Namun, tak lama dia pun tersenyum karena sadar apa yang mereka lakukan selama ini akan membuahkan hasil.“Aku akan menikahi kamu. Tapi, aku nggak bisa menikahi kamu secara resmi.”“Lho, kenapa?” tanya Widya bingung. “Kamu ini ngakunya bujangan, Mas. Masak menikahi aku nggak menikah resmi sih? Atau...kamu sudah punya keluarga?”Aryo tampak sedikit gugup. Dia melihat wajah Widya yang menatapnya dengan penuh selidik.“Bu-bukan begitu, Widya. Tapi, aku ada ikatan dinas di kantorku yang melarang karyawannya untuk menikah dulu selama lima tahun. Nanti kalau ikatan dinas itu sudah selesai, aku akan meresmikan pernikahan kita. Jadi nanti kita menikah di Bogor saja, ya. Kalau di Jakarta nanti ada teman-temanku yang tahu. Bisa bahaya untuk karirku,” sahut Aryo berbohong. Tentu saja dia tak mau menikah di Jakarta, karena Lestari atau keluarga yang lainnya yang juga tinggal di Jakarta akan tahu. Aryo tak ingin itu terjadi.“Oh, ya sudah kalau begi

  • Wanita Untuk Sang CEO   116. Extra Part

    Aryo menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala.“Aku nggak akan macam-macam, apalagi selingkuh, Tari,” ucap Aryo serius.“Aku hanya jaga-jaga saja, Mas. Aku lakukan ini demi anak kita. Kalau nanti kamu macam-macam, aku bisa mengambil tindakan tegas. Lalu aku pastikan kalau masa depan anakku juga aman. Aku berkata begini bukan sombong, tapi aku hanya mengambil tindakan yang tepat untuk anakku kelak,” sahut Lestari yang juga serius.Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil mendirikan CV Barata yang bergerak di bidang kontraktor kecil-kecilan. Lestari sendiri yang menangani dibantu oleh empat orang karyawan. Sedangkan Aryo masih tetap bekerja sambil mencari klien untuk CV Barata. Bahkan Aryo pun mulai berani ikut tender proyek pendirian sekolah swasta. Proyek itu pun sukses. Dari situlah lambat laun CV Barata mulai dikenal orang. Hingga dua tahun pendirian badan usaha itu yang semula bernama CV Barata, kini berubah menjadi PT. Barata.Usaha mereka pun semakin maju pesat. Omsetnya

  • Wanita Untuk Sang CEO   115. Extra Part

    Beberapa minggu kemudian, hubungan Aryo dan Lestari semakin akrab. Hal itu diketahui oleh orang tua mereka. Sehingga Wiryo dan Dirjo sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan mereka.Aryo dan Lestari hanya menuruti keinginan orang tua mereka. Meskipun belum ada perasaan cinta di hati keduanya, namun kedua insan itu telah berkomitmen untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain. Mereka juga sepakat akan membina rumah tangga dengan baik, sehingga bisa menjadikan rumah tangga mereka rukun dan tenteram.Lima bulan pasca pernikahan, Lestari telah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Selain itu, dia juga telah mengandung anak Aryo. Hal itu tentu saja membuat pasangan suami istri sangat bahagia karena mendapat hadiah yang terindah dari Yang Maha Kuasa.“Alhamdulillah, di saat aku telah lulus kuliah, aku hamil,” ucap Lestari suatu malam ketika dia dan Aryo sudah berada di peraduan.“Iya, Tari. Aku sangat bahagia sekali. Kamu jaga ya kandungan kamu ini. Biar bayi kita tumbuh deng

  • Wanita Untuk Sang CEO   114. Extra Part

    Aryo hanya diam. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia berikan pada kedua orang tuanya. Dia ingin menolak, tapi tak mau mengecewakan orang tuanya. Kalau dia menerima, itu bertentangan dengan hati nuraninya.“Nak, cinta itu bisa tumbuh setelah tinggal bersama nanti setelah kalian menikah. Dulu Bapak dan Ibu juga menikah tanpa adanya cinta. Tapi, pernikahan kami langgeng sampai sekarang,” ucap Narti-sang ibu, seolah tahu dilema yang Aryo rasakan saat ini.Aryo hanya menghela napas panjang. “Lalu bagaimana dengan Lestari sendiri? Apa dia bersedia punya suami kere seperti aku ini. Aku nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk dia. Ya...hanya gajiku saja sebagai staf keuangan di perusahaan swasta, yang bisa aku berikan untuknya. Tentunya nggak seratus persen, karena aku juga ingin memberi uang untuk kalian. Aku ingin membantu perekonomian orang tua.”Dirjo dan Narti tersenyum mendengar penuturan anak sulung mereka.“Terima kasih kamu sudah punya niat baik untuk kami, Nak. Bapak yakin kalau

  • Wanita Untuk Sang CEO   113. Extra Part

    Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me

DMCA.com Protection Status