Hana yang tak terima dirinya dibentak oleh Andhika, langsung mendekatkan wajahnya ke telinga Andhika.“Ingat perjanjian kita, Mas! Kalau kamu menyakiti hati maupun fisikku, perjanjian kita batal!” bisik Hana yang membuat Andhika tersentak, karena lupa akan isi perjanjian yang telah mereka sepakati.Andhika yang tersentak, tapi hanya sesaat. Sedetik kemudian, dia tersenyum tipis ketika menatap Hana. Dia juga mendekatkan wajahnya ke telinga sang istri dan berbisik di sana.“Di perjanjian itu juga disebutkan supaya kamu harus setia padaku, walaupun hanya satu tahun. Aku sama sekali nggak menyangka kalau kamu ada kenalan di sini. Apa sudah lama kenalnya? Apa kamu ada hubungan dengannya?”Hana membulatkan kedua matanya mendengar ucapan Andhika yang seolah dia sudah tak setia.“Aku dan dia hanya berteman, Mas. Nggak lebih!” desis Hana penuh penegasan.“Benar?”“Iya!”Setelah itu, tak ada lagi perbincangan di antara mereka. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Hingga akhirnya mobil
Andhika menggandeng tangan Hana ketika mereka sedang menuruni anak tangga pesawat.“Mas, aku nanti mau ke rumah ibuku, boleh kan?”“Boleh dong. Nanti sama aku ke sana. Aku juga mau silaturahmi ke rumah mertua.”Hana tersenyum mendengar penuturan suaminya yang menyejukkan hati. Dia pun menyandarkan kepalanya di bahu sang suami. Tak peduli dengan kehadiran Bagus yang melangkah di belakang mereka. Semenjak penyatuan mereka tadi malam, hubungan mereka menjadi mesra. Jika awalnya Hana merasa canggung bergelayut manja di lengan kekar suaminya, kini dia tak ragu lagi melakukan semuanya itu. Bergelayut manja di lengan kekar Andhika maupun menyandarkan kepalanya di bahu pria itu.Setelah selesai urusan bagasi, mereka pun melangkah ke pintu keluar bandara. Di sana sudah menunggu sopir pribadi Andhika.“Selamat pagi, Pak.” Sopir Andhika mengangguk sopan dan membuka pintu mobil penumpang belakang.“Selamat pagi, Mang Udin,” sahut Andhika ramah. Dia lalu mempersilakan Hana untuk masuk terlebih dah
Hentakan high heels milik Lestari menggema di lorong lantai enam sebuah gedung apartemen. Langkahnya terhenti ketika sudah tiba di salah satu unit apartemen. Wanita paruh baya itu menekan bel yang ada di daun pintu.Tak lama, seorang pria muda berusia di kisaran tiga puluhan muncul di ambang pintu. Pria itu pun tersenyum dan mengangguk hormat pada Lestari.“Selamat pagi, Bu Tari. Silakan masuk!” ucap pria itu. Dia lalu membuka daun pintu tersebut lebar-lebar, dan menggeser tubuhnya ke samping agar Lestari dapat masuk ke dalam unit apartemennya.“Terima kasih, Noval,” sahut Lestari. Dia lalu melangkah masuk ke dalam unit apartemen dan duduk di sofa. Lestari lalu menunjuk sofa yang ada di hadapannya, mengkode agar Noval duduk di sana.Noval pun menuruti titah Lestari. Dia duduk di sofa tersebut dan menatap lekat wajah Lestari.“Ada apa, Bu? Apa yang bisa saya bantu?” tanya Noval.“Aku ingin kamu memberi pelajaran pada seorang wanita. Aku geram padanya, karena dia sudah berani menikahi A
Mobil yang Hana tumpangi tiba di depan rumah orang tuanya. Matanya berbinar ketika melihat sang ibu tengah berada di teras bersama dengan Renata, adiknya. Hana bergegas turun dari dalam mobil, dan melangkah menuju ke teras rumahnya yang tak luas.“Assalamualaikum.”“Wa’ alaikumsalam. Akhirnya datang juga. Kita sudah menunggu dari tadi lho, Han,” ucap Widya menyambut kedatangan anaknya dengan mata berbinar. Dia beranjak dari kursi dan melangkah mendekati anak sulungnya, kemudian memeluknya erat. “Ibu kangen sama kamu.”“Aku juga, Bu. Baru sekarang aku bisa kemari. Sebetulnya minggu lalu aku mau kemari saat baru pulang dari Singapura. Tapi, Mbak Mutia memberitahu agar aku segera melakukan pemotretan yang tertunda akibat aku cuti karena menikah. Maafkan aku ya, Bu,” bisik Hana parau karena dia tak sanggup menahan air matanya, saking rindu pada sang ibu.“Iya, nggak apa-apa. Ibu tahu kesibukan kamu, Han. Apalagi sekarang sudah punya suami yang butuh perhatian kamu. Pasti semakin sibuk deh
Sambungan telepon itu berakhir setelah Noval menyanggupi akan menjaga istri Andhika. Mulai besok pria itu akan bekerja sebagai bodyguard Hana.“Akhirnya pancinganku berhasil juga. Istrinya rupanya ketakutan setelah aku buntuti tadi, dan langsung lapor Pak Dhika. Ini akan memuluskan rencanaku untuk melaksanakan perintah dari Bu Tari. Beruntung sekali alat pelacak yang aku pasang nggak lepas. Padahal itu masangnya buru-buru, dan pesimis kalau terus terpasang di sana. Akhirnya berhasil juga sehingga aku bisa memantau pergerakan si Hana, dan bisa membuntutinya untuk meneror dia,” gumam Noval seorang diri. Dia lalu tertawa kecil karena mulai besok akan bekerja pada dua orang, tapi dengan target yang sama. Tawanya tiba-tiba saja terhenti ketika dirinya dihantui rasa bersalah pada Andhika, karena dia akan menikam pria itu dari belakang atas perintah dari ibu kandung Andhika sendiri.“Maafkan aku, Pak Dhika. Aku terpaksa melakukan ini. Bukan karena uang yang diberikan oleh Bu Tari. Tapi, kare
“Pak Dhika, bagaimana kalau saya yang sekaligus menjadi sopirnya istri Bapak?” tawar Noval ketika Andhika dan Hana sudah berada di teras rumah, dan bersiap akan berangkat ke tempat aktivitas masing-masing.“Nggak! Biar Mang Udin yang tetap menjadi sopirnya. Tugas kamu hanya menjaga istriku kalau ada orang yang usil sama dia!” tegas Andhika.“Ok, kalau begitu,” sahut Noval. Dia lantas melangkah mendekati mobil yang nanti akan digunakan oleh Hana. Dia membuka pintu penumpang belakang, dan berdiri di samping mobil. Menunggu Hana yang sedang berbincang dengan Andhika.Sepeninggal Noval, Andhika meraih pinggang ramping Hana dan mengecup singkat bibir ranum istrinya.“Aku pergi dulu, ya. Kamu tenang saja. Ada Noval yang akan menjaga kamu. Setelah selesai pemotretan langsung pulang, ok,” ucap Andhika.“Iya, Mas.”“Oh ya, hari ini aku kayaknya pulang telat deh, Han. Soalnya ada acara makan malam dengan rekan bisnis. Bagus mengingatkan aku tadi pagi. Jadi nanti malam, kamu makan sendiri saja.
Noval kembali ke gedung tempat Hana sedang melakukan sesi pemotretan dengan senyum mengembang di bibirnya. Setidaknya perintah Lestari sudah dia jalankan. Meskipun belum tahu apakah cara tersebut akan berhasil atau tidak. Setidaknya dia sudah berusaha. Andaikan belum berhasil, dia akan mencoba cara lain hingga keinginan Lestari dapat tercapai. Andhika membenci Hana dan mengusirnya dari rumah mewah itu.‘Maafkan aku, Bu Hana,’ ucap Noval dalam hati ketika dirinya sudah kembali berada di studio foto. Dia melihat Hana masih sibuk melakukan pemotretan.“Sudah selesai?” sapa Mutia dengan senyuman, karena dia kira Noval baru buang hajat di toilet.“Sudah, Mbak. Sekarang sudah plong,” sahut Noval dengan menampilkan senyumannya yang khas.Mutia tertawa kecil dan kembali menatap Hana yang sedang berpose, sesuai dengan arahan pengarah gaya.Di saat waktu menunjukkan pukul dua belas siang, pengarah gaya menghentikan sesi pemotretan itu.“Kita istirahat dulu, ya. Kita makan siang dulu. Kita balik
“Salah itu, Mas! Jangan mengambil kesimpulan dulu. Biar aku jelaskan, ya,” ucap Hana berusaha tenang. Dia tahu kalau Andhika mulai cemburu padanya, sehingga langsung mengambil kesimpulan kalau Heru adalah mantan kekasihnya.“Baik, memang kamu harus jelaskan semuanya padaku! Ayo, kita bicara di ruang kerjaku!” ajak Andhika. Dia lalu melangkah ke sebuah ruangan yang ada di sebelah ruang keluarga di lantai bawah, diikuti oleh Hana.Setibanya di ruang kerja Andhika, Hana duduk di sebuah sofa yang ada di tengah ruangan. Sedangkan Andhika, berdiri sambil melipat kedua lengannya di depan dada.“Begini, Mas. Si Heru ini dulunya memang pernah menyatakan cintanya padaku. Itu terjadi ketika aku baru saja menjadi bintang iklan untuk pertama kalinya. Dia saat itu menjabat sebagai manager pemasaran di sebuah perusahaan, yang mengontrak aku sebagai bintang iklannya. Katanya, dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi, cintanya itu aku tolak. Jadi aku sama dia nggak pernah punya hubungan khusus. Te
Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja
Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo
Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k
Sementara itu, Aryo yang tengah berada di apartemen tampak tak tenang. Semenjak kepergiannya dari rumah meninggalkan Lestari yang marah, dan Andhika yang menangis dengan kening yang berdarah, membuat rasa bersalah menyelimuti hati Aryo. Tiba-tiba rasa penyesalan hinggap di hatinya, karena dia tak menuruti permintaan anak sulungnya, anak kesayangannya.‘Dhika maafkan Papa ya, Nak,’ ucap Aryo dalam hati.Aryo memejamkan matanya dan menjambak rambutnya karena kesal pada dirinya sendiri. Ingin dia berteriak sekedar meringankan sesak di hati. Namun, dia tak ingin Widya mengetahui masalahnya.Widya yang baru saja meninabobokan Kartika, tercenung melihat Aryo yang tampak gusar di ruang tengah. Wanita itu melangkah menghampiri sang suami.“Ada apa, Mas?” tanya Widya dengan perlahan.Aryo membuka kelopak mata dan menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa kok, Wid. Aku hanya pusing saja. Aku mau tidur saja sekarang. Mungkin dengan tidur, sakit kepalaku akan hilang.”Tak menunggu jawaban dari
Aryo sedikit tersentak mendengar pengakuan Widya. Namun, tak lama dia pun tersenyum karena sadar apa yang mereka lakukan selama ini akan membuahkan hasil.“Aku akan menikahi kamu. Tapi, aku nggak bisa menikahi kamu secara resmi.”“Lho, kenapa?” tanya Widya bingung. “Kamu ini ngakunya bujangan, Mas. Masak menikahi aku nggak menikah resmi sih? Atau...kamu sudah punya keluarga?”Aryo tampak sedikit gugup. Dia melihat wajah Widya yang menatapnya dengan penuh selidik.“Bu-bukan begitu, Widya. Tapi, aku ada ikatan dinas di kantorku yang melarang karyawannya untuk menikah dulu selama lima tahun. Nanti kalau ikatan dinas itu sudah selesai, aku akan meresmikan pernikahan kita. Jadi nanti kita menikah di Bogor saja, ya. Kalau di Jakarta nanti ada teman-temanku yang tahu. Bisa bahaya untuk karirku,” sahut Aryo berbohong. Tentu saja dia tak mau menikah di Jakarta, karena Lestari atau keluarga yang lainnya yang juga tinggal di Jakarta akan tahu. Aryo tak ingin itu terjadi.“Oh, ya sudah kalau begi
Aryo menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala.“Aku nggak akan macam-macam, apalagi selingkuh, Tari,” ucap Aryo serius.“Aku hanya jaga-jaga saja, Mas. Aku lakukan ini demi anak kita. Kalau nanti kamu macam-macam, aku bisa mengambil tindakan tegas. Lalu aku pastikan kalau masa depan anakku juga aman. Aku berkata begini bukan sombong, tapi aku hanya mengambil tindakan yang tepat untuk anakku kelak,” sahut Lestari yang juga serius.Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil mendirikan CV Barata yang bergerak di bidang kontraktor kecil-kecilan. Lestari sendiri yang menangani dibantu oleh empat orang karyawan. Sedangkan Aryo masih tetap bekerja sambil mencari klien untuk CV Barata. Bahkan Aryo pun mulai berani ikut tender proyek pendirian sekolah swasta. Proyek itu pun sukses. Dari situlah lambat laun CV Barata mulai dikenal orang. Hingga dua tahun pendirian badan usaha itu yang semula bernama CV Barata, kini berubah menjadi PT. Barata.Usaha mereka pun semakin maju pesat. Omsetnya
Beberapa minggu kemudian, hubungan Aryo dan Lestari semakin akrab. Hal itu diketahui oleh orang tua mereka. Sehingga Wiryo dan Dirjo sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan mereka.Aryo dan Lestari hanya menuruti keinginan orang tua mereka. Meskipun belum ada perasaan cinta di hati keduanya, namun kedua insan itu telah berkomitmen untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain. Mereka juga sepakat akan membina rumah tangga dengan baik, sehingga bisa menjadikan rumah tangga mereka rukun dan tenteram.Lima bulan pasca pernikahan, Lestari telah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Selain itu, dia juga telah mengandung anak Aryo. Hal itu tentu saja membuat pasangan suami istri sangat bahagia karena mendapat hadiah yang terindah dari Yang Maha Kuasa.“Alhamdulillah, di saat aku telah lulus kuliah, aku hamil,” ucap Lestari suatu malam ketika dia dan Aryo sudah berada di peraduan.“Iya, Tari. Aku sangat bahagia sekali. Kamu jaga ya kandungan kamu ini. Biar bayi kita tumbuh deng
Aryo hanya diam. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia berikan pada kedua orang tuanya. Dia ingin menolak, tapi tak mau mengecewakan orang tuanya. Kalau dia menerima, itu bertentangan dengan hati nuraninya.“Nak, cinta itu bisa tumbuh setelah tinggal bersama nanti setelah kalian menikah. Dulu Bapak dan Ibu juga menikah tanpa adanya cinta. Tapi, pernikahan kami langgeng sampai sekarang,” ucap Narti-sang ibu, seolah tahu dilema yang Aryo rasakan saat ini.Aryo hanya menghela napas panjang. “Lalu bagaimana dengan Lestari sendiri? Apa dia bersedia punya suami kere seperti aku ini. Aku nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk dia. Ya...hanya gajiku saja sebagai staf keuangan di perusahaan swasta, yang bisa aku berikan untuknya. Tentunya nggak seratus persen, karena aku juga ingin memberi uang untuk kalian. Aku ingin membantu perekonomian orang tua.”Dirjo dan Narti tersenyum mendengar penuturan anak sulung mereka.“Terima kasih kamu sudah punya niat baik untuk kami, Nak. Bapak yakin kalau
Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me