"Apa yang terjadi semalam?" Mata Aldo memandang tajam pada Siska."Yang seharusnya terjadi pada ranjang setiap pengantin baru, mas," jawab Siska santai.Mata Aldo menyipit begitu mendengarnya. Seakan tidak percaya dengan dirinya, mungkinkah tubuhnya semalam mengkhianati dirinya. Yang di ingatnya hanyalah semalam ia begitu tergoda untuk menyentuh istri keduanya itu.Kembali ia memijat kepalanya yang masih begitu pusing. Dipandanginya Siska yang masih menatapnya sambil tersenyum penuh arti."Kau sangat menikmatinya semalam, mas! Lebih baik jika kita berdamai dan menata hidup kita. Bagaimana? Kedengarannya tidak buruk kan. Apalagi beberapa bulan lagi anak kita akan lahir. Sebaiknya mulailah menerima kenyataan," ucap Siska bersikap realistis."Kau mencampur sesuatu pada teh yang ku minum semalam, iyakan?" Tanya Aldo yang mulai menyadari sesuatu."Aku hanya mencampur sedikit Brandy saja, kebetulan ada temanku yang bekerja sebagai bartender dan sering membawa pulang sebotol Brandy saat pula
Hanna membawa mobilnya dengan kecepatan rata-rata ketika melintas di jalanan ibukota yang selalu ramai lancar. Rasanya hari ini begitu melelahkan baginya karena tumpukan pekerjaan yang meminta untuk segera diperiksa.Matahari hampir tergelincir, ketika mobil yang dikemudikan Hanna berbelok menuju sebuah kompleks perumahan. Wajah yang tertutup oleh kacamata hitam itu nampak tersenyum tipis ketika melihat sebuah bangunan rumah mewah yang begitu di kenalnya.Hanna menepikan mobilnya dan berhenti ketika seorang asisten rumah tangga membuka pagarnya, tanpa membuang waktu, segera ia memacu pelan mobilnya masuk ke halaman rumah.Ponselnya berbunyi ketika ia hendak melepas kacamata hitam yang sedari tadi di pakainya menyetir. Nama sang sepupu tertera di layar pipih itu."Aku sudah berada di depan rumahmu, Dina!" Ujar Hanna begitu menggeser tombol hijaunya. Tak lama terlihat tangannya menyimpan benda pipih itu ke dalam tasnya.Wajah Dina langsung menyambutnya gembira ketika pintu rumah itu ter
Keesokkan harinya,Bangunan itu terdiri dari lima petak dengan satu kamar mandi dan kamar tidur di setiap petaknya. Tampak cat luarnya yang sedikit mengelupas dan retak. Membuat tampilan luar bangunan petakan itu tidak terlalu menarik.Sebuah pohon Palm dan Flamboyan tampak tidak terurus yang ditanam di sisi kiri bangunan. Tampak ranting dan dedaunan kering berserakan di bawahnya. Membuat kesan suram halaman depan petakan tersebut.Setidaknya, point utama bangunan ini karena berada di dalam gang yang berjarak sekitar seratus meter dari jalan raya. Membuat lokasi petakan ini cukup strategis. Karena mudah bagi seseorang untuk mencari lokasinya.Mata Siska tampak menyipit melihat bangunan petakan tersebut. Tampak beberapa penghuni sedang melirik padanya, membuat wanita itu terlihat tidak nyaman."Mas, kau yakin kita akan tinggal petakan kecil seperti ini?" Tanya Siska ragu."Iya, hanya ini yang bisa kudapat. Jika kau tidak mau, kau bisa cari saja tempat lain," sungut Aldo ketus.Sebenarn
"Tutup mulutmu, mas. Aku tak suka bila terus di bandingkan dengan mantan istrimu itu," tuding Siska geram.Suara bising kendaraan bermotor yang lalu lalang melintas dan terik matahari yang menyengat membuat wajah pasangan pengantin baru itu terlihat masam dan lelah, tampak Siska mulai menyeka keringatnya yang mengucur dengan bebas. Beberapa orang yang berdiri di sekitar mereka juga terlihat melakukan hal yang sama. Menghapus jejak keringat di wajah mereka.Sebuah bus akhirnya berhenti di halte, tampak orang orang yang tadi berdiri kini bergerombol hendak masuk ke dalam, melihat pemandangan tersebut, tak ayal membuat Siska spontan mengelus perutnya."Aku ingin naik taksi saja, mas.""Tadi kita sudah naik taksi. Jika kau tidak mau naik bus, naik angkot saja," tolak Aldo."Tapi mas ..." Siska menghentikan ucapannya karena melihat Aldo yang segera memalingkan wajahnya.Perlahan, bus tadi bergerak meninggalkan mereka. Kini yang tertinggal di halte itu hanyalah mereka berdua saja."Aku akan
Hanna tersenyum tipis memandang mereka dengan tatapan datar. Wajah wanita itu terlihat ramah tak seperti saat pertemuan mereka sebelumnya yang di warnai pertengkaran dan perdebatan.Lalu lalang kendaraan masih ramai lancar, bunyi klakson yang sesekali terdengar seakan menjadi melodi tengah hari di jalanan. Kemacetan sudah menjadi rutinitas yang wajib bagi para pengendara kendaraan bermotor.Sesekali angin lembut menyapa dan menyentuh wajahnya. Seakan ingin membelai dan memberikan sedikit ketenangan di tengah panasnya sang surya yang begitu garang menampakkan kekuasaannya.Wajah Siska tampak gelisah, karena bertemu dengan Hanna tidak pernah ada dalam daftar keinginannya. Wanita itu telanjur teramat membencinya."Kurasa kami tak ada hubungan apapun lagi denganmu?" Sindir Siska dengan tatapan sinis ."Ah iya, kau benar. Kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi, tapi sepertinya kalian berdua lupa masih berhutang padaku," Jawab Hanna santai.Mendengar kalimat yang diucapkan Hanna, Ekor ma
Rumah bertingkat dua dengan desain mediterania klasik ini kini terlihat sedikit berbeda, tampilan luarnya tak sama seperti terakhir kali Aldo mengunjunginya. Warna cat dan posisi beberapa tanaman dalam pot juga berubah. Membuat halaman rumah tampak lebih lega dan rindang.Perlahan, Aldo mulai membuka kunci pagarnya, suara berderit karena gesekan besi menyebabkan seorang tetangga wanitanya yang kebetulan duduk teras seketika menoleh."Eh, Mas Aldo! Ada apa datang kesini, bukannya sudah cerai ya dengan Mbak Hanna?" Ketus wanita itu menyapa."Saya ada perlu sebentar dengan Hanna.""Oh ya? nggak bikin masalah kan? Ini sudah malam, bukankah lebih bertamu itu di siang hari saja? Saat ini, mbak Hanna itu janda. Nggak enak dilihat orang kalau mbak Hanna di kunjungi laki laki malam-malam, nanti bisa timbul fitnah. Meskipun itu mantan suaminya." Ucap lantang wanita berambut pendek sebahu itu.Mendengar semua tuduhan, membuat Aldo hanya bisa menggangguk pelan. "Saya hanya berkunjung sebentar ka
Siska memandang Aldo dengan tatapan penuh selidik begitu lelaki itu pulang ke kontrakan baru mereka. Di liriknya wajah suaminya yang kaku dan muram, seolah begitu lelah.Sudah dua hari mereka pindah ke kontrakan kecil ini, sebuah rumah sederhana dengan satu kamar tidur yang terletak di belakang pasar, yang di dapat Siska dari Mayang.Hanya ada tiga ruangan di rumah itu, ruang tamu, kamar dan dapur. Kecil tapi setidaknya lebih baik dari kamar kos yang sesak. Di dalam kamar ada sebuah kipas angin yang masih menyala meski sudah menjelang larut malam dan suara televisi yang terdengar seakan menjadi teman sang penghuni rumah. Di bawah tatapan mata Siska yang masih menghujam, Aldo melepas sepatunya dan berjalan ke kamar. Diletakkannya tas kerjanya di atas ranjang. Rasa lelah dan lapar begitu menderanya, karena perjalanan dari rumah Hanna ke kontrakan ini cukup memakan waktu."Darimana saja kau mas?" ketus Siska bertanya, ketika melihat Aldo sedang berusaha melepas dasinya."Kantor, aku le
Pagi pagi sekali Siska sudah terlihat sibuk di dapur, menu nasi goreng dengan taburan abon, irisan bawang goreng dan telur dadar baru saja ia buat. Harum aroma bawang goreng menguar membuat rasa lapar menekan lambungnya.Sebuah tikar plastik ia gelar di ruang tamu itu, lalu meletakkan sebuah meja kecil di sana. Tak lama ia melangkah ke dapur dan kembali ke ruang tamu dengan membawa dua buah piring nasi goreng beserta teh hangat yang baru saja dibuatnya.Suara derit pintu yang kamar terbuka, sontak membuat Siska menoleh, tampak di sana, Aldo sudah terlihat begitu rapi dengan kemeja kotak-kotak kecil berwarna abu-abu terang yang membungkus tubuhnya."Ayo makan dulu mas, aku sudah membuatkan nasi goreng spesial untukmu," ajak Siska yang langsung berdiri menyambutnya."Maaf ya hanya ada nasi goreng saja, uang yang kauberikan tidak cukup untuk membuat nasi goreng yang enak." Sindir Siska."Tak usah merepotkan diri untuk memasak makanan untukku, aku bisa cari makanan sendiri. Lagipula, hari