Mata Aldo membulat ketika melihat wajah istrinya yang sedang mengulas senyum disana, laksana melihat sosok tak kasat mata yang membuat rasa takut seketika melanda. Hal yang juga di rasakan Siska, wanita itu bahkan mengedipkan mata berulang kali demi memastikan apa yang dilihatnya saat ini."Ha-hanna!? Tidak mungkin," ujar Aldo tak percaya."Kok tidak mungkin, mas?" ejek Hanna menyeringai."Ke-napa bisa ada Hanna di sini? Mas, kau bilang jika wanita itu tidak akan datang," Bisik Siska pelan ditelinga Aldo."A-aku juga tidak tahu, lebih baik diamlah!" Balas Aldo pelan.Hanna yang melihat pasangan pengantin baru itu saling berbisik, hanya tersenyum saja menanggapinya.Mendadak suasana hening sesaat. Hampir semua orang yang berada dalam ruangan itu kini memandang Hanna dengan penuh tanya dalam benak mereka, karena melihat tak ada satupun dari mereka yang mempersilakan Hanna masuk membuat ibu Iis, ibunya Siska segera berdiri dan menghampirinya."Nak Hanna, ayo masuk! Akad nikahnya baru saj
"Mas, ibu mertuamu bertanya padaku, apakah kita saling mengenal, menurutmu, apa aku harus menjawabnya?" Hanna melempar pertanyaan itu kepada Aldo.Aldo memilih diam. Sayang keputusan nya yang memilih bungkam. Membuat Hanna sedikit kesal "Mas Aldo dan Hanna adalah teman kuliah, bu. Mereka kuliah di universitas yang sama, jadi mereka memang saling mengenal," jawab Siska gugup."Iya kan mas?!" Siska menyenggol lengan Aldo meminta agar lelaki itu mendukung apa yang baru saja dikatakannya."Ah, I-iya, tentu saja. Aku dan Hanna dulu satu universitas." Sahut Aldo dengan keringat dingin yang mulai mengucur.Mendengar pernyataan itu Hanna terkekeh. Sungguh, ia suka melihat ekspresi pasangan pengantin baru itu yang tampak gugup di sana."Oh, begitu. Wajar saja jika mereka saling mengenal, aku sempat berpikir yang bukan -bukan tadi." Terdengar suara seorang wanita bersuara. Hanna menoleh mencari wanita itu, ia tersenyum ketika mendapati seorang tetangga Siska di sana, mungkin ibu Iis yang meng
Manik mata Iis menatap wajah putrinya dengan kemarahan. Garis keriput wajahnya tampak jelas terlihat. Wanita paruh baya itu begitu emosional saat mengetahui perbuatan putrinya yang begitu rendah.Suara giginya terdengar gemeretak, tangan keriputnya mencengkram lengan Siska begitu erat membuat wanita itu merintih kesakitan."Ibu ... Lepaskan tanganku, sakit!""Sakit kau bilang? Apa kau pernah memikirkan perasaan istri yang suaminya kau rebut, Hah! Rasanya lebih sakit dari ini, Siska!"Mendengar ucapan ibunya, spontan Siska memalingkan wajahnya. Melihat sikap penolakan yang di tunjukkan putrinya, membuat wanita paruh baya itu meraung."Apa kau tidak belajar dari pengalaman yang menimpa keluargamu sendiri. Kau tidak melihat bagaimana sakitnya hati ibu ketika seorang wanita l4cur merebut ayahmu dari sisi kalian?!" Iis berteriak.Melihat emosi ibunya yang mulai tak terkendali, Sari melangkah cepat, memegang lengan ibunya. Dengan lembut gadis remaja itu mengelus punggung ibunya, berharap ke
"Apa kau juga tidak menginginkan kehadiranku di sini, mas?" "Seret saja wanita itu keluar dari sini, mas!" Siska berteriak keras sambil melirik Aldo yang masih bungkam."Berhenti Siska! Jaga sikapmu!" Suara Iis terdengar menggelegar.Melihat pembelaan yang dilakukan Iis untuknya, membuat Hanna tersenyum lalu menghampirinya. Diraihnya tangan keriput itu lalu mengengamnya sebentar."Tidak apa apa bu, Siska hanya terlena sesaat. Terima kasih sudah membelaku," ucap Hanna tulus, lalu melepas genggaman tangannya.Wajah Siska tampak begitu meradang, ingin sekali tangannya mencakar atau menarik tangan Hanna dan menyeretnya keluar dari tempat ini, namun, niatan itu hanya ada dalam kepalanya saja, karena dua orang pengawal yang berdiri siaga di sisi kiri dan kanannya membuat niat tersebut hanya sebatas angan.Pandangannya kini beralih pada Aldo yang masih duduk diam, dengan cepat tangan wanita itu menarik lengan Aldo dan meminta lelaki itu berdiri."Bangun mas, dan usir wanita itu dari sini?"
"Kuberitahu padamu, bahwa uang yang kau pikir adalah pinjaman dari Erick, sebenarnya adalah uangku. Aku meminta bantuannya karena aku yakin kau pasti akan mencari pinjaman uang setelah gagal memerasku.""Kau ingin tahu mengapa aku melakukannya?"Bibir Hanna tersenyum sinis."Karena aku ingin memastikan kau menikahinya sebelum sidang pembacaan putusan kita di pengadilan."Wajah Aldo mengeras ketika mengetahui semua itu, ingin rasanya ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini dengan menyeret Hanna keluar dari ruangan itu, namun, saat menyadari tatapan dua pasang mata orang yang mengawalnya, membuat laki laki itu hanya bisa menahan diri."Kau sudah merencanakan semua dan sengaja membuatku menikahinya, mengapa?"Menikahinya adalah hukuman dariku untukmu, mas. Sebentar lagi kau akan tahu alasannya mengapa aku merencanakan semua ini dan memastikan kalian berdua menikah," senyum tipis terlukis di wajah Hanna."Uangmu, apa maksudnya. Mas Aldo mendapat pinjaman uang dari temannya, benar kan
Hembusan angin malam yang lembut dan sejuk seolah ingin menenangkan kemarahan Hanna. Cahaya bulan yang begitu terang di langit pun tak ingin kalah untuk menjadi penunjuk arah.Dengan hati -hati Hanna melangkah menuju mobilnya yang terparkir sekitar seratus meter dari villa. Di iringi dua orang pengawal yang membantunya, mereka bergegas meninggalkan villa."Hati hati melangkah, Mbak Hanna!" Ujar seseorang dari mereka ketika ujung sepatu Hanna hampir membuatnya tersandung."Iya, aku tak apa-apa, terima kasih."Mereka bertiga meneruskan langkah, sesekali nampak Hanna menoleh ke belakang. Seakan merasa ada yang mengikutinya. Namun, itu hanya kecemasannya saja, karena tak seorangpun yang terlihat mengejar mereka.Tinggal sepuluh meter lagi mereka akan tiba. Ada rasa lega di wajah Hanna ketika ia melihat mobilnya terparkir manis di sana. Namun, sedetik kemudian raut wajahnya berubah, ketika melihat seorang lelaki yang bersandar di belakang mobilnya.Lelaki itu menoleh lalu melambaikan tanga
"Boleh aku tahu darimana kau tahu bahwa aku membiarkan mereka menikah? Bukankah aku belum memberi tahu kejadian di dalam villa tadi padamu?" tanya Hanna dengan tatapan selidik."Tidak seperti itu," bantah Reza."Lalu ...?""Astaga, jangan bilang jika kau mengintip dari jauh?" Tebak Hanna asal bicara.Tampak Reza terkekeh mendengarnya."Aku meminta bantuan dari salah seorang pengawal sewaanmu agar membuat ponselnya terhubung dengan ponselku. Aku mendengar semua yang terjadi di dalam melalui sambungan telepon." Hanna menggeleng lalu tersenyum."Kau memang mengejutkan, mas!" Hanna memuji."Sudahlah, ayo masuk ke mobilmu. Kembalilah dulu ke hotel, kau butuh istirahat," ucap Reza sambil menggeser tubuhnya yang menghalangi langkah Hanna."Entah mengapa, aku merasa seperti memiliki seorang dokter pribadi." Hanna bergurau sambil membuka pintu mobilnya."Aku senang mendengarnya, berarti lamaranku akan di terima," jawab Reza optimis yang di balas tawa renyah Hanna.Satu persatu mobil yang mere
Sudah dua minggu berlalu akad nikah mereka dilaksanakan, berarti sudah selama itu pula Siska dan Aldo hidup sebagai suami istri.Jika pasangan lain akan terlihat begitu mesra dan berbahagia karena dapat selalu bersama seseorang yang mereka cintai, hal itu tidak berlaku bagi Aldo. Lelaki itu tampak jengah menghabiskan hari bersama istri mudanya.Selepas menikah di villa malam itu, Siska memutuskan untuk pindah ke kost-kostan Aldo. Meskipun awalnya Aldo menolak, namun begitu Siska mengancam akan menyakiti dirinya sendiri akhirnya membuat lelaki itu mengalah dan membiarkan istri barunya itu memindahkan semua barang barangnya ke kamar kostnya.Dan sudah dua minggu pula Siska diabaikan Aldo. Wanita itu tiap malam harus meratapi dan mengeluhkan sikap Aldo yang kini berubah dingin, tak seperti sebelum mereka menikah.Derit pintu terdengar ketika Siska meletakkan beberapa pakaian yang baru saja dilipat ke dalam lemari pakaian Aldo. Spontan, wanita itu menoleh, dan melihat suaminya yang baru s