***
Abrisam memeluk umi Laila yang sedang terisak pilu melihat keadaan Adnan yang tak kunjung membaik. Bahkan hari ini dokter mengatakan kalau kondisi Adnan semakin buruk. Itulah kenapa Abi meminta Isam untuk datang ke rumah sakit.
Usai mengisi pengajian gus mudah itu langsung datang ke tempat ini. “Umi yang sabar, Umi. Adnan akan sedih melihat Umi seperti ini,” ucapnya sambil menenangkan Nyai Laila.
“Maafkan Umi Isam, bagaimanapun juga Umi ndak kuat melihat Adnan menderita. Ini salah Umi karena ndak becus menjaganya,” Umi mulai menyalahkan diri.
Kyai hanya diam saja melihat ratapan istrinya. Ia berusaha menguatkan diri untuk tak ikut menangis. Sejujurnya hatinya pun hancur melihat Adnan terbaring kaku dengan alat-alat yang setiap hari berdenging membantu pernapasannya.
“Apa sudah saatnya kita melepas Adnan, Umi?” tanya Isam hati-hati.
Nyai Laila langsung menoleh padanya. “Namun, kehidupan Adnan masi
***Nayra menggeliat manja dalam pelukan Ferdian, lelaki yang menjadi teman tidurnya selama Dua bulan ini. Wanita itu tampak tersenyum ketika bangun dari tidurnya. “Sudah lama kamu bangun?” tanyanya pada Ferdian.“Baru saja. Kamu langsung pulang?” tanya Ferdian.Nayra pura-pura berpikir, padahal ia sudah memiliki jawabannya.“Hey?” Ferdian menegurnya, dan Nayra terkekeh karena teguran itu. “Kenapa selalu nggak sabaran? Kamu nggak mau berpisah dari aku?” tanyanya.Ferdian mengeratkan pelukannya pada wanita yang sudah bersuami itu. “Aku selalu nggak mau berpisah dari kamu, Nay. Maunya dekat kamu terus. Gimana kalau kamu bercerai dari Adit dan menikah denganku saja?” tanyanya.Nayra menganggap itu hanya sebuah candaan, tapi bagi Ferdian itu bukan hanya sekadar bercanda. Ia serius ingin Nayra menjadi miliknya. Tak perlu lagi mereka bermain kucing-kucingan seperti ini. Apalagi alasananya
***Diah tergopoh menghampiri kamar anak dan menantunya sejak mendengar ada keributan. Pupil matanya melebar begitu melihat pemandangan di dalam kamar. “Adit lepaskan Nayra!” ujarnya panik saat Nayra hampir kehabisan napas akibat dicekik oleh Adit.Namun, Adit terlihat tak ingin mendengarkan mamanya kali ini. Emosinya terlanjur memuncak mengingat kelakuan Nayra malam kemarin.“Adit dengarkan Mama! Lepaskan Nayra sekarang juga!” Diah meraih tangan kekar Adit. Kepanikan terlihat jelas di wajahnya saat melirik permukaan kulit Nayra mulai memucat. “Nak jangan sakiti istrimu. Jangan sampai kamu menyesal!” ujarnya.“Kita bisa selesaikan semuanya baik-baik. Mama mohon. Demi mama Dit!”Nayra benar-benar sudah kehabisan napas. Ia tak berdaya. Adit terlalu kuat untuk dirinya lawan.Sementara itu, karena Adit tak mempan dengan ucapan permohonannya, Diah pun tak punya pilihan untuk menampar Adit.
***Melihat mama dan istrinya saling berpelukan membuat Adit memutuskan untuk keluar dari kamar. Ia membanting pintu karena masih dipenuhi oleh kekesalan. Lelaki itu memilih keluar rumah sekalian.Adit menghubungi Senja, akan tetapi tak diangkat oleh wanita simpanannya itu. Adit kesal hingga memaki. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi tanpa tujuan.Dua jam Adit mengitari Ibu Kota dengan perasaan yang sama kesalnya saat di rumah tadi. Hingga akhirnya petang menghampiri. Adit membelokan mobilnya menuju sebuah bar bergengsi di tengah Kota.Hari yang sudah sore membuat bar tersebut sudah dibuka. Adit masuk dengan bebas, sebab ia sudah menjadi pelanggan tetap.“Mas Adit?” tegur seseorang. Ketika Adit menoleh, ia mendapati Tika di sana.Adit tersenyum tipis, tapi tak berniat menghampiri wanita yang telah mengenalkannya pada Senja tersebut.“Mas Adit ngapain sore-sore sudah nongkrong di sini? Di mana Senja?” tanya Tika
***“Agak enakan perasaannya?” tanya Senja saat ia dan Adit duduk berdua di dalam mobil. Adit yang memaksa wanita itu untuk masuk. Katanya dingin.Tak ingin berdebat, Senja akhirnya menurut saja.“Masih galau lah! Istri selingkuh siapa yang nggak pusing?”Senja terkekeh. “Tapi Mas Adit kan juga selingkuh,” sindirnya.“Tapi … ”Tck!“Apapun alasannya kelakuan Mas Adit juga nggak pantas untuk dibenarkan. Mas sudah punya istri,”“Terus kenapa kamu mau jadi selingkuhanku?” Adit memutar balikan ucapan Senja.Terang saja hal itu membuat Senja salah tingkah. Sumpah demi apapun bukan karena ia menyukai Adit hingga masih menjadi wanita simpanan sampai detik ini. Bahkan mau-mau saja diajak Adit masuk ke dalam mobilnya.“Nggak bisa jawab?”“Apa karena uang seratus juta yang kamu butuhkan itu, Nja?”Senja gelis
***Dokter Kinan memeriksa keadaan Andra agar semua persiapan perjalan dengan lancar. Tampak senyum lega menghiasi bibir dokter muda tersebut. “Syukurlah semua baik-baik saja,” ucapnya pada Senja yang juga ada di sana.Senja ikut tersenyum. “Alhamdulillah. Terima kasih, dok,” ucapnya.“Semua sudah siap, Bu. Kita hanya perlu memindahkan Andra ke rumah sakit yang baru besok malam,” ucap dokter muda itu.Senja mengangguk. “Baik dok, saya dan Andra ikut arahan dokter Kinan saja,” balasnya.“Nanti saya akan beritahu Bu Senja apa saja yang perlu dipersiapkan!”“Terima kasih, dok.”“Saya permisi dulu, Bu.” Dokter Kinan meninggalkan ruang rawat Andra setelah memastikan sekali lagi kondisi Andra.Senja mengiringi langkahnya lalu masuk lagi ke kamar rawat anaknya.“Bu, peluk Andra!” ujar bocah lelaki itu.Senja tersenyum sambil m
***Dengan jantung yang semakin berdetak kencang Senja menghampiri dokter Kinan. “Apa yang terjadi pada Andra dok?” tanyanya.“Andra tiba-tiba mengalami kritis Bu,”“Apa?”“Tapi tadi dia baik-baik saja, dok. Kami bahkan sempat bercanda sebelum saya pulang ke kontrakan,”Dokter Kinan juga tak bisa menahan kesedihannya. “Seperti yang saya katakan, kondisi Andra sewaktu-waktu memang bisa drop seperti ini Bu,” terangnya.“Tapi dokter tadi Andra masih tersenyum denganku!” Senja terlihat tidak terima.Dokter Kinan hanya bisa menepuk bahu Senja. “Sabar Bu, temui dulu Andra. Kita lihat apakah Andra sanggup melewati masa kritisnya. Setelah itu kita putuskan apakah harus mempercepat kepindahan Andra malam ini juga!” tegasnya.Senja tak bisa menahan tangisnya lagi. Pedih hatinya melihat kondisi Andra saat ini. Padahal Dua jam yang lalu mereka masih bersahu
***Keluarga kyai Ahmad juga sedang dilanda duka yang dalam. Adnan pun telah dinyatakan meninggal dunia oleh tenaga medis yang menanganinya. Nyai Laila terus menangis tersedu karena pada akhirnya ia harus merelakan anak bungsunya tersebut.“Relakan Adnan, Umi. Ini jalan terbaik untuknya,” ucap Isam yang tak henti memeluk dan mengusap punggung Uminya yang sedang rapuh.Nyai Laila mengangguk. Isam benar, ini adalah jalan terbaik untuk Adnan. Kini Adnan tak perlu tersiksa lagi akibat luka yang tak kunjung bisa terobati pada tubuhnya. Anak itu telah tenang di sisi Allah.Sudah menjadi jalan takdir bagi Adnan harus kembali pada Sang Maha Pencipta secepat ini.“Kita jangan terlalu sedih ya Umi agar Adnan tenang di sana,”“Iya Isam. Maafkan Umi yang masih saja belum sepenuhnya rela Adnan tiada,” ucap Umi Laila.Kyai Ahmad pun menangis, tapi ia telah merelakan kepergian putra keduanya itu. Kyai Ahmad sadar
***Adit menatap Senja dengan tatapan iba miliknya. Wanita itu belum juga bicara sejak pulang dari pemakaman Andra dua hari yang lalu. Asal Senja tahu saja, begitu mendengar kabar dari Tika, Adit langsung terbang dari luar Kota meninggalkan pekerjaannya.Entahlah, saat itu yang ia pikirkan hanya Senja. Tak peduli rasa kehilangan yang Senja miliki adalah berasal dari Andra. Adit hanya ingin berada di sisi wanita itu, menghiburnya kalau bisa.Namun, lihatlah, hingga detik ini Adit tak bisa melakukan apa-apa. Senja tak juga bicara.“Nja, kamu belum makan? Tika bilang … ”“Pulanglah Mas, aku ingin sendiri,” Akhirnya Senja bicara juga, tapi ia justru meminta Adit untuk meninggalkannya.“Tapi, Nja … ”“Aku nggak apa-apa. Mas Adit nggak perlu ke sini terus. Kita nggak sedekat itu,” ucap Senja kembali memotong ucapan Adit.Mendengar pernyataan itu membuat Adit terhenyak. Nam
Bab 43***“Itu! Mobil putih di depan yang aku lihat pergi dari depan gang kontrakan Senja!” ujar Tika setelah merasa yakin mobil berwarna putih yang bergerak tak lazim di depan sana.“Mbak yakin tidak salah menuduh?” tanya Abrisam memastikan.Tika menganggukkan kepalanya. Dia yakin sekali mobil itu lah yang tadi dirinya lihat meninggalkan kontrakan Senja setelah menyeret Senja ke dalamnya. “Benar! Aku nggak mungkin salah,” ucapnya.Abrisam kemudian meminta pak Parman untuk sedikit menaikan kecepatan. Tak usah ragu dengan keandalan Pak Parman dalam menyetir meskipun dia tidak muda lagi. Pria itu memiliki pengalaman yang dapat diandalkan.Mobil pun bergerak cepat memepet minibus merk Toyota berwarna putih tersebut. Namun, tak terlalu dekat agar tidak ketahuan.“Tetap hati-hati Pak,” pinta Abrisam. Bagaimanapun juga dia tak ingin membahayakan nyawa siapa-siapa dalam misi penyelamatan ini.Pak Parman mengangguk paham akan kekhawatiran gus Isam.Sementara Tika terlihat semakin gelisah. Ja
***Senja merasa jantungnya berdegup kencang setelah pintu kontrakannya tertutup rapat dari dalam, meninggalkan Adit yang masih terpaku di tempat yang sama. Senja menggeleng, mengabaikan keberadaan lelaki beristri itu adalah hal yang sudah seharusnya dirinya lakukan.Sementara di luar, akhirnya Adit menyerah. Adit meninggalkan kontrakan Senja dengan perasaan yang penuh beban. Sepenuhnya Adit sadar Senja menjauh, dan alasan wanita itu menjauh pun dapat Adit mengerti. Senja tak ingin merusak bahtera rumah tangga yang saat ini masih mengikatnya bersama Nayra.Setidaknya itu yang Aditya pikirkan.***Tika baru saja selesai dengan urusannya ketika jam di ponselnya menunjukkan pukul dua pagi. Wanita itu menghela napas dengan berat. Kadang dia lelah dengan pekerjaannya ini, tetapi ke mana dirinya harus pergi jika ingin berhenti. Dia hidup sebatang kara. Tak ada siapa-siapa yang bisa dirinya andalkan.Tika juga tak sekuat Senja yang sanggup hidup dalam kekurangan. Dia suka kemewahan meskipun
*** Tentu saja tidak ada siapa pun yang Adit temukan di kontrakan mungil Senja saat dia sampai di sana, karena Senja sedang berada di masjid. Adit pun tampak kesal. Dia bahkan tak segan mengumpat karena tak melihat keberadaan pujaan hatinya. Adit tidak tahu kalau Senja telah bertaubat. Wanita itu kini fokus dengan ibadahnya. Dia tak ingin mengecewakan Andra dan suaminya di alam lain sana. Di depan gang kontrakan Senja yang sempit, Adit menunggu Senja pulang meskipun dalam keadaan kesal. Sampai akhirnya sekitar pukul Sembilan malam Senja menampakan batang hidungnya. Betapa terkejutnya Senja melihat keberadaan Adit di depan gang kontrakannya. “Mas Adit ngapain di sini?” tanya wanita itu masih dengan intonasi suaranya yang biasa. Tak ada emosi di sana meskipun dia tak suka melihat keberadaan Aditya. Mendengar suara Senja, Adit yang tadinya sedang menunggu di dalam mobil sambil memejamkan mata pun tampak terkejut. Matanya terbuka lebar, lalu disusul tebukanya pintu mobil hingga dirin
***“Adit!”Setibanya di rumah, Adit melihat ibunya sudah menunggu di ruang tamu. Wanita yang pernah melahirkannya itu menunggunya menghampiri.Adit tahu apa yang ingin ibunya dengar. “Nayra baik-baik saja, Ma,” ucapnya tanpa menunggu tanya.Ada helaan napas lega yang Adit lihat dari mama.“Kamu nggak menemaninya di rumah sakit?”“Adit ada pekerjaan, Ma.”“Itu hanya alasan, kan?” tanya mama curiga.Sesungguhnya iya, itu hanya alasan Adit saja.“Jangan begitu. Nayra istrimu!” tegur mama tahu jawaban Adit tanpa harus menunggu jawaban.Adit mengembuskan napas dengan berat. “Nanti Adit balik ke sana lagi, Ma,” ucapnya terpaksa. Sebenarnya melihat Nayra untuk saat ini bukan keinginan Adit. Dia lebih memilih memperhatikan aktifitas Senja.Namun, karena tak ingin membuat mamanya cemas, Adit berjanji akan datang lagi nanti.“Mama ikut saja kalau begitu!”“Nggak usah Ma, mama istirahat saja,” ucap Adit.Namun, mama menggeleng tegas. Dia akan memastikan sendiri kondisi Nayra. Bagaimanapun juga
*** Nayra sudah tenang, kini Maya menyusul Bayu yang tadi pergi. Maya menyusuri kantin rumah sakit karena Bayu sempat mengatakan akan mencari kopi. “Pa?” Maya duduk tepat di depan Bayu begitu menemukannya. “Ada apa sebenarnya? Kenapa papa seakan sangat marah pada Nay?” tanyanya tanpa menunggu lama. Bayu yang memang sudah menantikan pertanyaan ini dari Maya pun akhirnya menceritakan apa yang tadi dia dan Adit bicarakan. Maya tampak syok. Dia tak menyangka Nayra akan berbuat seperti itu. “Mama yakin ini semua salah Adit! Nay pasti tidak puas pada Adit hingga berselingkuh!” ujar Maya tidak terima. “Tetap saja Nayra salah Ma.” “Adit juga bersalah. Kenapa dia membalas Nay dengan cara yang sama? Pantas saja Nay sakit, Adit selingkuh!” Maya benar-benar tampak kesal. Bayu hanya bisa mengembuskan napas dengan berat. Maya memang selalu mendahulukan emosi dibanding logika. “Pokoknya aku nggak terima Nayra diperlakukan seperti ini, Pa!” “Papa juga. Oleh karena itu ayo bujuk Nay untuk ber
*** Adit menghampiri papa Bayu yang memilih duduk di taman rumah sakit. Lelaki itu tak bertanya perihal apa yang ingin mertuanya bicarakan. Dia hanya menunggu sampai Bayu membuka mulutnya.Sementara itu, Bayu tampak sedang menimbang kata yang pantas agar tak terkesan ikut campur.“Adit jangan menganggap Papa ikut campur, tapi apakah rumah tangga kalian baik-baik saja?” tanya Bayu akhirnya. Dia tak bisa diam saja melihat Nayra yang sepertinya banyak sekali menanggung beban pikiran.“Papa curiga kalian sedang ada masalah sehingga Nayra sering kali tidur di rumah. Dugaan papa benar, kan?”Adit mengangguk. Dia tak akan menutupi apa pun dari papa Bayu. “Benar Pa, kami memang sedang memiliki masalah pelik,” ucapnya menjawab segala resah dalam hati Bayu.“Apa masalah kalian, Nak?”“Papa tidak akan percaya jika aku bilang Nayra main hati dengan lelaki lain.”Bayu tersentak mendengar pengakuan menantunya. Pikiran lelaki parubaya itu mendadak kacau. Benar, dia tidak percaya putri semata wayang
***“Apa?” pekik Adit saat mendengar penjelasan Tika soal Nayra yang mencoba membunuh Senja.Tika memutar bola matanya. “Nggak usah sok kaget gitu Mas, sekarang tolong urus isterimu! Jangan sampai mencelakai Senja. Dia sudah terlalu banyak menderita!” ujarnya tak suka.Sepulang dari kontrakan Senja tadi, Tika langsung meluncur ke tempatnya bekerja. Dia pun membuat janji temu dengan Aditya. Lelaki itu tak pernah menolak jika tentang Senja. Oleh karena itu sekarang keduanya sedang berada di ruangan yang sama.“Aku benar-benar terkejut, Tika!” geram Adit. Dia tak menyangka Nayra berani menyakiti Senja. Bahkan hampir saja membunuhnya. “Asal kamu tahu, sejak kamarin aku dan Nayra tidak bertemu. Entah di mana dia sekarang berada. Rupanya dia sembunyi karena hampir merenggut nyawa Senja,” ucapnya menahan amarah.Tika mendengus. Sungguh, dia tak tertarik mendengar soal Nayra yang hilang entah ke mana. Tujuannya meminta bertemu dengan Adit adalah untuk mengembalikan uang yang pernah lelaki itu
***Usai sholat magrib berjamaah, Senja benar-benar meminta izin untuk pulang. Bahkan wanita yang sebenarnya memiliki paras lembut itu tak sempat ikut makan. Dia beralasan kunci kontrakannya tertinggal di butik tempatnya bekerja, dan harus segera dijemput sebelum butik tutup. Padahal, sejak sore butik memang sudah tidak buka.“Mbak Senja bukannya pergi karena sikap Umi saya, kan?” Abrisam tampak tak nyaman melihat kepergian Senja. Dia tak ingin mencurigai apa pun terutama mencurigai sikap Uminya, namun sejak awal Umi memang tidak ramah kepada Senja.Senja tersenyum tipis sambil mengenakan kembali sepatu lusuhnya. Dia menggeleng meskipun tebakan gus Isam benar. Mana mungkin dirinya tetap berada di meja makan yang sama dengan orang-orang yang tidak menginginkan kehadirannya di sana. “Bukan Mas … ” Senja terdiam. Kepalanya yang tadi tertunduk kini mendongak menatap gus. “Maksud saya Gus. Maaf salah menyebut panggilan,” ucapnya merasa tidak enak. Entah kenapa mulutnya terus saja salah men
***Abi tampak tak suka mendengar ucapan Umi. “Jangan sembarangan kalau bicara, Umi. Jangan mendahului Allah,” komentar Abi. Umi sedikit terkejut, tetapi dia mengalah. Dalam hati membenarkan apa yang Abi ucapkan. Dia tak boleh terlalu berharap akan sosok Hafa untuk menjadi menantunya.Abi mengabaikannya. Abi menoleh sesaat kepada Senja. “Kalau boleh tahu siapa yang sedang bersamamu ini, ustadzah?” tanyanya kepada Hafa.Hafa yang tengah sibuk mengajak Umi bicara mengalihkan perhatiannya pada Senja. Namun, baru saja dia ingin membuka mulutnya, Abrisam sudah mendahului menjawab pertanyaan Abinya. Lelaki itu baru saja kembali dari kamarnya.“Namanya Senja, Bi,” ucap lelaki itu sambil mendudukkan diri.Sejenak dia melirik Senja yang ternyata tengah menatapnya. Secepat kilat keduanya berpaling.Senja bahkan merutuk dirinya karena terlalu lekat menatap gus Isam. Senja terpaku pada penampilan Abrisam ketika di rum