Evelyn terlena mendengar semua ucapan tulus dari dalam hati Zach. Apalagi, ia juga tak dapat menyangkal bahwa rasa cintanya untuk Zach masih sangat besar—hanya saja selalu berusaha disembunyikan olehnya.Zach menyentuh dagu Evelyn. “Cantik,” bisiknya dengan suara serak yang khas.Evelyn tersipu. Namun, ia mencoba untuk tidak terlihat gugup dan salah tingkah. Maka ia pun melengos, menghindari tatapan mata Zach yang begitu dalam menembus hingga ke dasar jantungnya.“Aku mungkin akan menginap beberapa malam di sini,” kata Evelyn yang kini sudah memiringkan badan membelakangi pria itu.Zach mendengkus melihat Evelyn yang terkesan enggan sekali menatap wajahnya. “Hanya beberapa malam?”“Memangnya perlu berapa lama?” tanya wanita yang tubuhnya semakin bertambah berat karena kehamilannya itu.“Selama masih suami-istri, aku rasa kau bisa menetap di sini selama ... selamanya.” Zach masih telungkup, menopang badannya dengan kedua lengan sambil memandang bahu mulus dan daun telinga Evelyn.“Terim
Sebelum menghadiri konferensi pers, Zach sudah jauh-jauh hari memantapkan hatinya untuk mengungkap kebenaran mengenai kasus kematian pria yang seharusnya sekarang ia panggil ayah mertua.“Di tempat ini, saya juga ingin menyampaikan permohonan maaf kepada seorang wanita yang telah saya hancurkan hati, harapan, masa depan, bahkan seluruh kebahagiaan yang dia miliki di hidupnya.” Zach mengambil napas sejenak, sebelum kembali mendekatkan bibir ke mikrofon rapat di depannya.“Kepada Evelyn Smith, yang dengan brengseknya telah saya patahkan hatinya berkali-kali ... hari ini saya kembali bicara untuk mengatakan maaf. Meskipun saya mungkin harus mendengar penolakan yang sama, tetapi saya adalah orang yang bebal dan keras kepala. Saya tidak akan berhenti menunggu pintu maaf darinya,” ujar pria itu.Seluruh kamera menyorot pada Zach, diiringi cahaya blitz yang tak terhitung jumlahnya.“Jadi, kematian Tuan Victor yang katanya disebabkan oleh Greyson Muff itu tidaklah benar. Begitu, Tuan Zach?” ta
Evelyn berbicara di hadapan publik. Mendekatkan mikrofon rapat ke bibirnya. “Saya Evelyn, putri semata wayang Victor Smith, dengan ini menyampaikan bahwa mulai hari ini ... saya tidak akan menuntut apa pun soal kematian ayah saya.”Zach terus menggenggam telapak tangan Evelyn. Ia merasa sangat bersalah, tetapi lihatlah! Evelyn bahkan tidak menghukum perbuatannya sedikit pun.“Meski ikhlas terasa berat dan terdengar naif, tetapi saya akan melakukannya demi kedamaian Ayah di surga. Saya ingin Ayah tenang di alam yang berbeda, sedangkan, balas dendam dan kebencian saya mungkin hanya akan membuatnya menangis di sana.” Evelyn tersenyum getir, menghapus air mata yang hampir mengalir ke pipi.“Teruntuk Zach, suami tercinta saya ...” tambah wanita itu. Melirik sekilas pria di sampingnya yang sudah tersenyum tulus. “Saya percaya, dia sudah berubah menjadi jauh lebih baik. Dia berusaha keras untuk meyakinkan saya tentang penyesalan dan besarnya cinta yang terpendam di ulu hati.”Jeda sejenak.“
Evelyn menyentuh telapak tangan Zach, mengelusnya dengan lembut. “Menurutmu, apa aku tidak terluka selama jauh darimu?”Pertanyaan Evelyn membuat Zach terpaku dalam hening. Menyelami bola mata yang masih seindah sejak pertama kali ia jatuh cinta pada wanita itu. “Apa buktinya kalau kau terluka?”Sejenak Evelyn menghela napas panjang. “Dalam kegelapan malam, ketika orang lain mungkin sedang terlelap dalam mimpi yang indah, aku justru terisak diam-diam,” ujarnya serius. “Sama sepertimu ... aku tak pernah lagi menemukan tenang dan nyenyak dalam tidurku.”“Meskipun sudah lari sejauh mungkin, mencoba meninggalkan bayang-bayang menyakitkan tentangmu, tapi jejak-jejak masa lalu tetap tidak terhapus oleh apa pun.” Evelyn berbicara dengan hati yang masih teriris-iris. Setiap kali mengingat momen pedih itu, ia seakan terlempar ke saat-saat di mana hanya luka yang bisa dipeluk dan dijadikan teman.“Sampai akhirnya ... aku sadar, bersama denganmu aku jauh lebih tenang. Aku tidak lagi merasa sendi
Tatapan Evelyn yang memohon membuat Zach luluh dan akhirnya tak bisa menolak permintaannya. “Aku akan mengurusnya. Tapi tidak semua selir aku bebaskan.”“Kenapa?”“Mana mungkin aku membebaskan wanita sialan yang telah bersikap kurang ajar pada istriku?” Zach terlihat tidak terima. “Wanita itu harus menjadi babumu selama-lamanya. Jika dia bebas, rasanya sangat mengganjal di hati. Bahkan kematian tidak akan pernah cukup untuk memaafkannya. Aku ... harus membuatnya menderita.”Sekarang Evelyn paham, wanita yang dimaksud oleh Zach adalah Veronica. Ia hampir salah paham, mengira bahwa Zach memiliki satu selir kesayangan, sehingga pria itu tidak mau melepaskannya.“Aku tidak ingin berurusan dengan orang-orang jahat di masa lalu, Sayang,” kata Evelyn. “Biarkan aku hidup damai dan tenang dengan membuka lembaran baru.”Zach mengaku takjub. Bagaimana bisa istrinya memiliki hati selembut itu? Bahkan Evelyn mampu memaafkan orang-orang yang tidak seharusnya ia maafkan.“Dari mana kau belajar menjad
Evelyn mengikuti perintah Zach untuk duduk di kursi kosong di hadapan pria itu.“Kau sudah mengajukan resign?” tanya Zach.Wanita itu mengangguk. “Sudah.”“Apa kata bosmu?”“Dia menyesali keputusanku, tetapi juga sangat memakluminya.”Zach mendengkus pelan. “Kalau begitu, ayo pergi dari sini.”“Apa maksudmu? Aku belum selesai dengan pekerjaan hari ini,” ucap Evelyn dengan raut wajah tidak terima.“Maksudmu, pekerjaan mengobrol dengan pria itu?” sindir Zach seraya melirik ke arah Mike yang kembali berkutat dengan ponsel di tangannya.Evelyn mendelik. “Ah, itu kebetulan saja. Kami hanya mengobrol sebentar, karena sebelumnya pernah bertemu.”Zach semakin bad mood. Evelyn benar-benar orang yang tidak peka. Tidak sadarkah wanita itu bahwa suaminya saat ini sedang cemburu?Pria yang masih bersembunyi di balik hoodie itu nyaris ingin mendebat ucapan Evelyn. Namun, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ia pun segera mengeluarkan benda pipih itu dari dalam saku, melihat siapa yang menghubunginya.
Alice terbelalak melihat Evelyn sudah terjatuh dengan posisi tengkurap. Ia tidak menyangka kalau dorongannya sekuat itu, hingga membuat Evelyn celaka.Dalam keadaan panik, Alice memanggil supir pribadinya yang bernama Parker, lalu meminta pria berusia lebih dari lima puluh tahun itu untuk mengantarnya membawa Evelyn ke rumah sakit.Sesampainya di lokasi, Evelyn langsung dilarikan ke ruang Instalasi Gawat Darurat.“Semoga dia dan bayinya baik-baik saja.” Alice bergumam dalam hati. Ia tidak bisa duduk tenang di ruang tunggu, sehingga memutuskan mondar-mandir tidak jelas.“Nyonya, bukankah sebaiknya kita beritahu Tuan Zach saja? Dia tentu harus tahu tentang kondisi istrinya sekarang,” usul Parker yang sedang duduk di kursi panjang.Alice memelototi pria itu. “Kalau sampai Zach tahu, maka kau akan menjadi orang pertama yang aku penggal kepalanya!”Wajah Parker mendadak pucat. “T–tapi, Nyonya ... cepat atau lambat, Tuan Zach memang harus tahu, bukan?”“Biarkan aku yang memutuskan kapan dia
Selama hampir enam jam menunggu, Zach akhirnya mendengar kabar tentang Evelyn yang sudah sadarkan diri dan dipindahkan ke kamar rawat. Dengan langkah tergesa, Zach masuk ke ruangan tersebut.Tanpa banyak bertanya, Zach langsung memeluk Evelyn yang masih terbaring di atas ranjang pasien, lalu mengecup kening wanita itu sambil mengusap-usap rambut panjangnya yang terurai.Evelyn terlihat pucat. Suatu kondisi yang sama sekali tidak pernah Zach harapkan akan terjadi pada istrinya.“Terima kasih sudah sadar ...” bisik pria itu, masih terus mengelus rambut halus Evelyn.Tubuh Evelyn terasa remuk dan lemas. Entah apa saja jenis obat yang disuntikkan ke tubuhnya. Ditambah lagi, operasi yang dijalaninya sangat berat dan melelahkan meskipun telah dibius.Tubuhnya memang kebas ketika dibius. Tidak ada rasa sakit. Hanya lemas seperti mayat hidup. Namun, setelah obat biusnya berhenti bekerja, efeknya terasa sangat menyakitkan. Bagian perut Evelyn terasa bagai disobek paksa dan disayat-sayat.Evelyn
Halo, Semuanya!Aku mau nanya, kira-kira ada gak yang masih mau baca novel ini kalau aku bikin S2?Tapi di S2 ini pemeran utamanya bukan Evelyn & Zach, melainkan karakter lain di dalam cerita ini. Nah, kalian mau aku bikin cerita lanjutan tentang perjalanan kisah siapa nih?Ada beberapa pilihan yang bisa kalian pertimbangkan—tentunya dengan konflik berbeda yang nggak kalah seru dan bikin senyum-senyum sendiri.1. Oliver2. Aldrick3. Bryan4. Fathe5. Florez6. Freya7. Atau ada request?Btw, terima kasih banyak buat yang udah baca S1—baik yang baru baca beberapa BAB atau udah sampe selesai. Semoga rezekinya selalu lancar dan berkah, biar bisa top up banyak-banyak dan ikutin terus karya-karya aku yang lain, hehehe. Luv♥️
“Apa yang kau lakukan pada adikku?!”Suara bocah laki-laki dari arah lain berhasil mengalihkan perhatian Bastian dan Freya, membuat keduanya menoleh ke sumber suara, lalu terkejut mendapati Fathe yang sedang menghampiri dengan raut marah tercetak jelas di wajahnya.“Fathe!” Freya bergumam, merasa bala bantuan sudah datang kepadanya.Di belakang Fathe, tampak Florez membuntuti dengan ekspresi khawatir.Ketika Bastian menurunkan kedua tangannya dari sisi tembok, Freya langsung memaanfaatkannya untuk berlari kecil dan bersembunyi di balik punggung Fathe.Fathe menatap tajam Bastian. Satu jarinya terangkat, menunjuk-nunjuk wajah Bastian. “Kau ... jangan sekali-sekali mengganggu adikku lagi, atau aku akan mematahkan kakimu!” ancamnya dengan suara kesal.Bastian terlihat ketakutan. “Ti–tidak, Fathe. Aku tidak berniat mengganggu Freya.” Lutut kakinya terasa lemas sekarang.“Pergi sana, sebelum aku benar-benar akan menghajar wajahmu!” gertak Fathe sambil mengangkat kepalan tangannya.Bastian y
“Kenapa harus menunggu pulang sekolah? Kau bisa mengatakannya sekarang juga. Kebetulan sedang tidak ada Fathe,” ucap Revano.“Benar juga. Ayo! Kau bisa melakukannya, Bastian." Kenzo menyemangati.Bastian diam saja. Namun, isi kepalanya tidak benar-benar diam. Dia sedang berpikir mengenai apa yang harus dilakukan saat ini.“Apa kau takut ketahuan Fathe?” tanya Revano. “Kau dan Freya bisa berteman dulu. Tidak harus langsung menjalin hubungan.”“Bukan,” bantah Bastian yang tidak terima dibilang takut. “Aku hanya khawatir Freya tidak mau berteman denganku.”Revano mengibaskan telapak tangan di depan wajah Bastian. “Tidak mungkin. Aku perhatikan, Freya itu anak yang sangat baik dan berhati lembut. Dia pasti mau berteman dengan siapa saja,” ucapnya mengompori.“Revano benar. Aku bahkan tidak sengaja pernah menabrak Freya, tetapi malah dia yang menyesal dan minta maaf,” beritahu Kenzo.Karena terus didesak oleh kedua temannya, Bastian pun merasa tertantang untuk maju mendekati gadis berpipi c
“Mami, Mami, tadi Fathe mengatakan kalau dia mau memukul orang jahat,” adu Florez yang sedang dipakaikan dasi oleh Evelyn.“Iya, Mami. Papi juga malah mendukung, bukannya menegur,” tambah Freya. Seperti biasa, dia selalu menjadi orang pertama yang selesai mengenakan seragam dibandingkan kedua kakaknya.“Bukan begitu, Mami.” Fathe yang sedang memegang rompi merah itu langsung buka suara, tidak terima atas tuduhan yang telah dilayangkan Florez dan Freya kepadanya. “Aku hanya ingin memukul orang-orang yang bersikap jahat pada mereka.”“Ih, tapi, Mami ... bukankah kita tidak boleh membalas perbuatan jahat orang lain? Nanti Tuhan yang akan membalasnya,” ujar Florez. “Iya, ‘kan, Mi?” tanyanya memastikan.Evelyn menghela napas sejenak. Sudah biasa baginya mendengar perdebatan atau keluh kesah putra-putrinya di pagi hari, dan itu tidak pernah membuatnya merasa kesal.“Iya, betul. Kita memang tidak boleh membalas perbuatan jahat orang lain, tetapi bukan berarti kita harus diam saja pada saat di
Sinar mentari menembus jendela kamar ketika Evelyn menyibak tirai gorden. Sejak pukul setengah lima pagi, dia sudah bangun untuk mandi dan menyiapkan sarapan.Ini adalah hari Senin. Ketiga anak kembarnya akan beraktivitas seperti biasa, yaitu mengikuti program prasekolah yang sudah mereka jalani sejak usia tiga tahun. Jadi, tidak heran kalau Evelyn akan lebih sibuk dibandingkan di tanggal merah.Selain mengurus anak-anak mungil itu, Evelyn juga tidak lupa dengan kewajiban sebagi istri yang harus menyiapkan segala keperluan suami yang juga akan berangkat kerja pagi ini.Masing-masing seragam sudah Evelyn letakkan dengan rapi di atas kasur, lengkap dengan dasi, topi dan kaos kaki, sedangkan beberapa pasang sepatu dia taruh di lantai.Sekarang Evelyn kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Sementara itu, di dalam toilet ....“Papi, aku ingin duduk di sana.” Freya, gadis kecil yang masih memakai baju tidur dengan rambut ikalnya yang sudah berantakan, baru saja mendongak ke arah pria ber
“Siapa yang mau sandwich?” Terdengar suara dari arah lain, dan ternyata itu adalah Alice yang baru saja datang membawakan beberapa sandwich di atas piring.“Aku mau! Aku mau!” Ketiga anak itu berseru, lalu berlari dengan riang gembira menghampiri Alice.Melihat itu, Bryan ikut berlari ke arah Alice. “Ibu, aku mau dua! Untuk Fathe, berikan yang paling kecil dan isinya sedikit saja,” ledeknya.Fathe menoleh sambil mengerucutkan bibir dengan tatapan tajam. “Dasar serakah! Nanti perutmu bisa meledak karena terlalu banyak makan,” katanya, terlihat kesal.Bryan menjawab, “Aku tahu kapan waktunya berhenti makan, tidak seperti ikan hias yang makan banyak melebihi kapasitas perutnya yang kecil.”Fathe merasa tersinggung mendengar kata ‘ikan’. Karena, sebelumnya Bryan mengatai dirinya sekecil ikan hias. “Aku tidak pernah makan terlalu banyak,” ucapnya.“Kau menganggap dirimu seperti ikan?” ledek Bryan. “Padahal aku benar-benar sedang membahas ikan hias. Apa kau tidak tahu, ikan akan makan sebany
Zach tidak mengerti apa maksud dari ucapan Aldrick. “Apa yang kau bicarakan?”Aldrick tampak kikuk. “Apa kau tidak tahu penyebab kenapa Ayah lumpuh?” Justru dia merasa heran, bisa-bisanya Zach tidak tahu alasan yang melatarbelakangi kelumpuhan kaki Jeremy?“Memang apa penyebabnya?”Jujur, Aldrick terkejut, ternyata Zach benar-benar tidak tahu soal itu.“Ayah, apa boleh aku ceritakan?” Aldrick adalah orang yang tahu etika, sehingga dia meminta izin dulu kepada Jeremy.“Silakan,” balas Jeremy. “Kalaupun aku mengatakan tidak, pasti kau tak bisa tidur nyenyak malam ini, karena Zach akan terus mendesakmu untuk bicara.”Sejenak Aldrick terkekeh, lalu mulai menceritakan, “Saat berusia sebelas tahun, kau menjadi korban penculikan. Ayah dan pengawalnya berusaha menyelamatkanmu. Tapi karena dibius, kau tidak sadarkan diri. Kemudian, komplotan penculik itu mengejar mobil yang ditumpangi Ayah dan beberapa pengawalnya, hingga insiden kecelakaan pun terjadi tanpa disangka-sangka.”Zach menjadi pende
Evelyn ikut terharu melihat Zach sudah berbaikan dengan Aldrick. Dia tersenyum manis, bangga kepada anak-anaknya yang telah membuat tembok raksasa pertahanan Zach akhirnya runtuh juga.Setelah itu, Evelyn ikut bergabung dan mereka melangkah bersama-sama menuju taman, mencari keberadaan Jeremy, karena Zach belum meminta maaf pada laki-laki itu.Benar saja. Ternyata Jeremy memang berada di sana, sedang duduk di atas kursi roda sambil memperhatikan Oliver yang sedang memanjat pohon apel, sedangkan Bryan, remaja berusia dua belas tahun itu berdiam diri di bawah pohon apel sambil menyemangati Oliver.“Ayo! Petik apelnya lebih banyak lagi, Paman!” pekik Bryan seraya mendongak memperhatikan setiap gerak-gerik Oliver.“Mami, Papi, bolehkah aku bergabung dengan Bryan dan Paman Oliver?” tanya Florez dengan penuh harap.Evelyn menyahut, “Boleh saja, Sayang, tapi harus minta izin dulu dengan mereka. Jika mereka tidak keberatan, silakan bergabung. Tapi, jika mereka merasa keberatan, kalian tidak pe
Karena didesak ketiga anak kembarnya, mau tidak mau Zach harus menemui kakak dan ayahnya untuk meminta maaf. Karena, sebagai orangtua, dia harus mencontohkan sikap yang baik, benar dan bijaksana.“Ayo, Papiiiiii!” Freya menarik lengan kanan Zach, lalu Florez di sebelah kiri, sedangkan Fathe mendorong tubuhnya dari belakang.Mereka tampak tidak menyerah walaupun Zach memiliki tubuh tinggi besar dan tidak sebanding dengan tubuh miniatur mereka.Zach hanya bisa pasrah menerima perlakuan anak-anaknya. Dia terus berjalan mengikuti ke mana si kembar membawanya pergi.“Paman Aldrick!” Fathe memanggil Aldrick yang sedang berjalan di koridor mansion.Pria itu menoleh, mengernyit melihat ketiga anak itu menghampirinya sambil menyeret Zach dengan tangan mungilnya.Sesekali Aldrick terkekeh geli pada saat menyaksikan Freya dan Florez yang terlihat berjalan mundur untuk bisa menarik tangan Zach dengan tenaga yang lebih besar.“Papi, bisakah berjalan lebih cepat sedikit? Kami hampir kehabisan tenaga