Seorang wanita sedang berjalan ke arahnya ketika Evelyn menoleh. Satu hal yang dapat dipastikan, Evelyn yakin sekali bahwa wanita itu adalah salah satu selir yang terjebak di harem. Wajahnya tak asing.
"Namaku Claudia." Wanita itu mengulurkan tangan, mengajak berkenalan. "Sepertinya kita bisa menjadi teman yang baik," imbuhnya.Meskipun sedikit ragu dan tidak minat, tapi pada akhirnya Evelyn mau berjabat tangan dengan Claudia dan tak lupa menyebutkan namanya. "Evelyn."Caludia menyandarkan tubuhnya pada sisi wastafel. Kemudian, melipat kedua tangan di bawah dada. "Jadi, seberapa panas permainan yang kau lakukan di atas ranjang, sampai-sampai Tuan Zach tidak membiarkan pria lain menyentuhmu?" Jujur, ia sangat penasaran sekuat apa daya tarik Evelyn, sehingga Zach tega memukul Oliver hanya karena adik kandungnya itu ingin menjadikan Evelyn sebagai selir."Sialan! Aku bukan jalang," bantah Evelyn. Jika orang lain berpikir bahwa dirinya telah melewati malam yang panas dengan Zach, jelas itu keliru! Ia bahkan tidak sudi mengotori tangannya hanya untuk menyentuh ujung rambut pria itu."Lalu?" Alis Claudia bertautan. "Kau belum dijamah oleh Tuan Zach sampai detik ini?""Belum, dan tidak akan pernah!" Tatapan tajam Evelyn mengartikan bahwa dirinya sangat serius dan tidak sedang main-main."Biasanya wanita yang dibawa ke mansion oleh Tuan Zach akan langsung dieksekusi hari itu juga. Begitu pun dengan yang aku alami," ujar Claudia seraya menghela napas panjang, seolah kalimatnya menggali kembali luka kelam yang telah ia kubur sangat dalam.Sementara Claudia mulai bercerita, Evelyn ikut menyandarkan tubuhnya karena merasa obrolan ini akan cukup panjang."Aku baru keluar dari gerbang sekolah pada saat itu, lalu tiba-tiba dipaksa masuk dan dibius oleh orang tak dikenal. Begitu sadar, tahu-tahu aku sudah berada di atas ranjang Tuan Zach dan ... kau pasti tahu apa yang terjadi selanjutnya." Claudia tersenyum getir. Tak sanggup mendeskripsikan kejadian itu secara lebih detail. Sebuah momen di mana dirinya terlempar ke dalam jurang yang paling mencekam selama perjalanan hidupnya."Kau pasti sangat trauma sekarang," ucap Evelyn. Ia sendiri tidak tahu bagaimana harus berkomentar, sehingga kalimat itu secara spontan mengalir dari bibirnya.Claudia menarik napas. "Itu adalah hari di mana duniaku rusak dan hancur. Tuan Zach berhasil merenggut sesuatu yang paling berharga dari seorang gadis berusia enam belas tahun pada saat itu," tuturnya.Miris. Evelyn pikir Zach adalah laki-laki brengsek, tetapi ia tidak menyangka bahwa Zach ternyata jauh lebih mengerikan daripada makna brengsek itu sendiri. Sungguh manusia yang tidak memiliki hati. Atau mungkin ... Zach benar-benar merupakan titisan iblis?"Apa alasan dia menyekapmu kemari?" tanya Evelyn penasaran."Itu karena ayahku memiliki utang yang tidak bisa dilunasi," papar wanita berambut sebahu tersebut. "Sebagai gantinya, aku dijadikan satu dari sekian banyak selir yang bertugas untuk melayani nafsu bejad keluarga Muller."Sungguh, tak ada yang bisa Evelyn lakukan selain hanya merasa kasihan dan ikut prihatin. Beruntung dirinya tidak sampai menjadi korban pelecehan seperti yang dialami oleh Claudia."Kau sendiri, kenapa Tuan Zach membawamu kemari?" Setelah menceritakan alasan kenapa dirinya terjerumus di sini, Claudia penasaran bagaimana Evelyn bisa ditawan oleh Zach.Tanpa ragu, Evelyn menjawab, "Ayahku tidak mau mengkampanyekan Zachary Muller seperti beberapa stasiun televisi yang lain. Itu membuat Zach sangat marah dan akhirnya menjadikanku sebagai alat untuk melemahkan Ayah."Jawaban Evelyn dibalas oleh Claudia dengan mata terbelalak. Jujur, ia mengaku takjub atas keberanian ayahnya Evelyn dalam mengambil keputusan yang tentu akan berakhir fatal pada kehidupannya. Sebab, Zach bukan berasal dari keluarga yang bisa disepelekan.Keluarga Muller memiliki power yang sangat besar di bidang perusahaan, organisasi politik, konsultan hukum, bahkan dalam ruang lingkup petinggi-petinggi negara. Tak sembarang orang bisa mengimbangi lingkar pertemanan mereka.Jika orang itu tidak menguntungkan dalam segi apa pun, jangan harap bisa dekat-dekat dengan keluarga Muller! Namun, meskipun untuk berteman tidaklah mudah, menjadi musuh mereka juga bukan pilihan yang aman. Andai suatu hari tidak sengaja berpapasan dengan salah satu keluarga Muller di tepi jalan, sebaiknya putar arah dan berpura-pura tidak melihat siapa-siapa. Itu lebih baik daripada harus salah bicara atau bersikap."Lalu di mana ayahmu sekarang?"Evelyn mengedikkan bahu. "Entahlah, tapi aku mendengar Oliver menyebut tentang ayahku yang disandera di ruang bawah tanah. Aku tidak tahu di mana tempat itu," sesalnya."Ruang bawah tanah?" Claudia membulatkan mata. "Aku tahu di mana lokasinya. Salah satu temanku di harem pernah mendapat hukuman disekap di sana, tapi ... tentu bukan hal yang mudah untuk datang ke tempat itu. Setiap sudut mansion diawasi ketat oleh para penjaga."Lantas kalimat itu membuat Evelyn merosotkan bahu dengan lemas. Perjuangannya pasti akan sangat panjang dan melelahkan jika ingin pergi ke ruang bawah tanah."Sebenarnya ada satu cara untuk datang ke sana tanpa harus berurusan dengan penjaga," beber wanita berusia dua puluh tiga tahun tersebut. Evelyn memandang dengan penuh tanda tanya, menunggu kalimat selanjutnya. "Buatlah Tuan Zach tergila-gila padamu, maka tak ada seorang pun di mansion yang berani menolak permintaanmu."Sontak Evelyn memasang ekspresi antara terkejut dan enggan. "Jangan bercanda." Ia terkekeh seraya menggeleng geli.Claudia menarik tubuhnya dari sandaran keramik wastafel, meraih kedua bahu Evelyn, lalu memandang serius ke dalam bola mata teduh gadis itu. "Saat melihat dagumu terluka, Tuan Zach langsung mengutus Dr. James untuk memeriksamu lebih menyeluruh. Dia juga tidak ingin orang lain menyentuhmu. Bahkan saat Daissy melapor tentang Tuan Oliver yang ingin menjadikanmu selir, dia langsung kembali ke mansion dan melepas urusannya di luar. Lantas apa lagi yang membuatmu ragu kalau Tuan Zach bisa dengan mudah kau taklukkan?"Alih-alih terdorong ke dalam lembah sugesti Claudia yang penuh keyakinan, Evelyn justru melengos seraya mengembuskan napas lelah. "Faktanya, si Brengsek itu hanya ingin melihatku membusuk di ruang tahanan dan akan memberi siksaan yang lebih pedih lagi. Dia tidak ingin ada bagian dari keluarganya yang menyentuh diriku, dengan alasan bahwa aku tidak pantas bersanding dengan mereka di atas ranjang."Melihat sorot redup di balik bola mata Evelyn, seketika Claudia terkekeh geli. Ia pun berjalan mengelilingi Evelyn, memperhatikan setiap inci penampilan gadis itu tanpa ada yang tertinggal. "Kau memang tidak pantas bersanding dengan mereka di atas ranjang, tapi kau sangat layak bersanding dengan Tuan Zach di atas altar pernikahan yang sakral," imbuhnya. Kemudian, menghentikan langkah tepat di hadapan Evelyn. "Kau memiliki daya pikat yang kuat dan sangat menarik. Aku yakin, dengan pesona yang kau miliki, Tuan Zach bisa jatuh cinta padamu dan si Nenek Sihir Stella pasti akan tersingkirkan.""Nenek Sihir Stella?" Dahi Evelyn berkerut."Ya, dia adalah istri dari Tuan Zach. Kami memanggilnya Nenek Sihir Stella, karena sikapnya memang seperti penyihir jahat di negeri dongeng.""Jadi, Zach sudah menikah?" tanya Evelyn memastikan. "Jika istrinya adalah Nenek Sihir, maka sudah pasti Zach adalah Voldemort!"Tidak sampai satu detik setelah kalimat itu terlontar dari mulut Evelyn, refleks Claudia menoleh ke setiap sudut ruangan. Barangkali ada orang lewat yang tak sengaja mendengar, atau parahnya malah Zach sendiri yang telah menguping obrolan mereka.Setelah memastikan situasi aman, Claudia kembali melirik Evelyn. "Aku serius, tapi tolong jaga rahasia ini rapat-rapat," bisiknya dengan nada penuh kehati-hatian.Evelyn mengangguk santai, tapi baginya itu sama sekali bukan sesuatu yang cukup penting untuk disimpan sebagai rahasia. Lebih baik dibuang dan biarkan berlalu seperti sampah. Lagipula apa untungnya menyimpan rahasia seremeh itu? Sungguh tidak berguna, selain hanya membuat sesak ruang memori di kepalanya."Nenek Sihir Stella selalu menyiksa dan menghukum siapa pun wanita yang ditunjuk oleh Tuan Zach sebagai selirnya, sedangkan di hadapan Tuan Zach sendiri dia tidak pernah berani berkomentar apa-apa," lanjut Claudia."Kenapa kalian diam saja? Setidaknya si Voldemort Zach harus tahu apa yang dilakukan istrinya terhadap kalian," ucap Evelyn yang merasa gemas mendengar cerita Claudia."Konsekuensinya sangat berat, Eve. Kalau sampai ketahuan Nenek Sihir, bisa-bisa kami dilempar ke kandang singa peliharaan Muller."Dan apa yang Oliver katakan tentang kandang singa pada Evelyn sama sekali bukan dongeng. Ada tempat penangkaran khusus untuk tiga ekor singa jantan dewasa yang tentunya bisa meremukkan tulang manusia dengan mudah. Bahkan Zach memiliki peliharaan seekor macan kumbang berwarna hitam yang sangat buas."Intinya, aku sangat yakin kau mampu membuat Tuan Zach jatuh cinta padamu. Kau memiliki pengaruh besar untuk memerdekakan para selir tak bersalah yang terjebak di harem. Terlebih lagi jika Tuan Zach naik tahta menjadi presiden, kau pasti bisa mengubah pemimpin diktator yang kejam menjadi seseorang yang adil dan memprioritaskan kesejahteraan rakyat." Di balik tatapan Claudia, tersimpan harapan besar yang ia gantungkan di pundak Evelyn. Berharap gadis itu mau memikul harapan tersebut dan tidak membuangnya seperti sampah."Dan yang paling penting ... ayahmu pasti akan dibebaskan dari ruang bawah tanah." Claudia tersenyum kecil, lalu menepuk pundak Evelyn dengan gerakan santai. "Semua pilihan ada di tanganmu, Eve. Jadi, pikirkan matang-matang sebelum membuat keputusan," pungkasnya. Setelah itu, Claudia berlalu meninggalkan lorong toilet, membiarkan Evelyn seorang diri dalam kebimbangan.Evelyn bingung, apakah ia harus mendengarkan perkataan Claudia untuk membuat Zach bertekuk lutut di bawahnya?Lantas bagaimana pernikahannya dengan Lucas yang akan berlangsung beberapa hari lagi?Kabar tentang menghilangnya Victor dan Evelyn benar-benar membuat gempar. Beritanya heboh, semua orang sibuk membahas dan berdiskusi di mana-mana. Terutama Lucas, laki-laki berusia dua puluh delapan tahun yang sudah menyusun rencana untuk menikahi Evelyn dua hari lagi.Isi kepala Lucas nyaris meledak memikirkan di mana Evelyn dan calon ayah mertuanya berada sekarang. Beruntung dia tidak sampai sakit jiwa. Terlebih lagi keluarga besarnya terus menuntut jawaban mengenai bagaimana keputusan Lucas dalam menghadapi hari H.Apakah Lucas harus membatalkan acara yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan tersebut?Sedangkan, undangan telah tersebar di mana-mana. Gedung pernikahan, suvenir, beberapa bintang tamu yang merupakan penyanyi kelas internasional, gaun dan jas, mahar dan masih banyak lagi. Bisa dibilang segalanya telah dipersiapkan dengan tingkat kematangan mencapai sembilan puluh lima persen. Sisanya hanya tinggal menggelar pesta di hari yang ditentukan.Itu semua jelas mengur
Evelyn tidak bisa melawan ketika Zach menyeret paksa dirinya menuju ruang tahanan. Tanpa ampun, laki-laki tak berperikemanusiaan itu mendorong tubuhnya hingga terambau ke lantai semen."Coba saja melarikan diri sekali lagi, aku pasti akan menjadikanmu menu makan malam untuk hewan peliharaanku," ancam Zach yang terkesan tidak main-main.Evelyn mendongak, menatap wajah tegas pria itu dengan perasaan yang sangat kacau. "Mau sampai kapan kau mengurungku? Aku mohon, bebaskan aku ...." Kali ini ia mengalah. Mungkin dengan menurunkan ego dan memohon, pintu hati Zach yang keras dan beku bisa diruntuhkan dengan lebih mudah. Itu pun jika Zach memang benar-benar masih manusia."Tidak ada adegan bertekuk lutut?" tantang Zach seraya memandang rendah sosok Evelyn.Evelyn terbungkam. Selain licik dan manipulatif, rupanya Zachary Muller juga merupakan sosok yang gila hormat. Kalimat permohonan Evelyn dengan segala kerendahan dirinya, ternyata masih belum cukup menggugah hati Zach."Aku hanya ingin mel
Hari semakin gelap. Pada waktu di mana orang lain mungkin sedang terlelap bersama mimpi indahnya, Evelyn terisak diam-diam. Meringkuk seorang diri di atas lantai semen ruang tahanan. Tak ada bantal, selimut, apalagi kasur. Ia telah terjerembap di penjara kecil ini.Dunia sangat jahat dan tidak adil bagi seorang gadis tak bersalah yang hanya ingin bertemu sang ayah dan menikah dengan kekasihnya.Evelyn merasa lapar dan haus. Sejak tubuhnya dilempar ke tempat pengap dan gelap ini tadi siang, tak ada secuil pun makanan yang masuk ke perutnya. Bahkan setetes air pun tidak. Tadi pagi ia juga tidak ikut sarapan bersama para selir karena belum merasa lapar. Jika saja tahu akhirnya akan begini, pasti ia sudah mencuri beberapa makanan di dapur selir.Bukankah orang-orang itu sangat tidak berperikemanusiaan, sehingga tega membiarkannya terkurung seperti anak ayam? Bahkan nasib anak ayam jauh lebih baik karena masih diberi makan dan minum oleh orang yang memeliharanya. Tidak seperti Zach yang kej
"Aku tidak memilih keduanya," jawab Aldrick seraya membalas tatapan Zach dengan sorot mata yang tak kalah mematikan. "Tapi aku juga tidak akan membiarkan diriku menjadi abu-abu, apalagi sampai menyakiti orang lain," sindirnya.Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Aldrick membuat Zach terkekeh sumbang, sebelum akhirnya kembali memandang serius ke arah pria berusia tiga puluh tujuh tahun tersebut. "Kau terlalu naif jika menganggap dirimu tak pernah menyakiti orang lain," ucapnya sambil menunjukkan ekspresi seperti menyimpan luka yang menganga lebar di ulu hatinya. Bahkan tak pernah terobati hingga sekarang."Kau mungkin tidak sadar pernah membuat seorang anak kecil kehilangan harapan dan merasa sangat kesepian di tengah ramainya lingkungan," ucap Zach penuh arti. Kenangan pahit yang ia lalui saat masih berusia delapan tahun telah menyisakan cerita gelap dan pilu yang tak terukur kedalamannya."Tentang perayaan ulang tahunku yang kesepuluh?" Aldrick membawa memorinya untuk kembali menging
Evelyn menarik kedua tangannya menjauh dari rahang yang ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut. Entah kenapa ia menjadi salah tingkah, apalagi setelah menyelami bola mata Zach yang dalam dan tajam. Akan tetapi, ia mencoba untuk tetap bersikap netral."Pergilah! Aku tidak ingin melihatmu," ucap Evelyn mengusir secara terang-terangan. Ia sudah mengubah posisi menjadi berdiri.Zach mengerling gusar, lalu ikut berdiri dan semakin mendekat ke arah Evelyn, membuat jantung gadis itu berdegup dua kali lebih cepat karena merasa was-was dan curiga."Akui saja kalau kau memang menginginkanku." Zach kembali merapatkan tubuh Evelyn ke sisi tembok, mengunci pergerakan gadis itu dengan kedua tangannya. "Sekeras apa pun usahamu menyangkal, aku tetap bisa mencium aroma kebohongan yang kau sembunyikan."Postur tubuh Evelyn yang hanya sebatas dadanya membuat Zach harus menundukkan kepala saat menatap wajah mungil gadis itu."Hey! Apa yang kau lakukan?" Evelyn tidak berdaya ketika tangan kekar pria itu menaha
Terdengar teriakan seorang wanita dari kejauhan, membuat Evelyn dan Claudia sangat terkejut. Mereka menoleh, lalu mendapati sosok Daissy yang melangkah semakin dekat."Gawat! Apa yang harus kita lakukan?" tanya Evelyn panik.Claudia belum sempat menggubris kalimat tanya yang Evelyn ajukan. Karena, saat ini Daissy sudah berdiri tepat di hadapannya."Pantas saja aku cari di mana-mana tidak ada, ternyata kau sedang berbagi makanan dengan Evelyn!" omel Daissy sambil melotot, lalu tanpa belas kasihan ia menjambak kuat-kuat rambut Claudia. "Rasakan akibatnya sekarang!"Claudia meringis menahan sakit, sedangkan Evelyn tidak bisa melakukan apa-apa karena terhalang oleh jeruji."Kau membuatku berada dalam bahaya," ucap Daissy dengan nada marah. Sebab, kalau Zach tahu ada seorang selir yang memberi makanan dan minuman kepada Evelyn, orang pertama yang akan disalahkan tentu adalah dirinya."Ampun! Aku tidak akan mengulanginya lagi," ujar Claudia sambil terisak pelan. Ia berusaha melepaskan tangan
Zach mendengar kabar tentang seorang gadis yang baru saja bunuh diri di ruang tahanan. Ia tahu itu adalah Evelyn, maka buru-buru dirinya melangkah ke tempat kerjadian perkara.Para penjaga, pelayan, bahkan beberapa selir sudah berkumpul di depan jeruji besi, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang berani masuk ke dalam untuk melihat Evelyn lebih dekat. Mereka takut dituduh sebagai pelaku pembunuhan atas apa yang terjadi pada gadis itu. Jadi, daripada harus terlibat masalah, mereka lebih memilih menunggu kedatangan Zach.Dengan wajah panik yang tak dapat disembunyikan, laki-laki dengan postur tubuh tinggi tegap itu segera masuk ke dalam ruang tahanan setelah menyuruh seorang penjaga membuka pintu yang digembok."Kenapa kalian diam saja?!" Zach tidak dapat menahan amarah melihat orang-orang itu hanya bergeming seperti orang bodoh. "Apa kalian sengaja ingin melihatnya mati?!" bentaknya.Kemarahan Zach membuat semua orang ketar-ketir, merasa ketakutan. Kali ini, di balik tubuh yang gemeta
Evelyn mencoba lari menuju kamar mandi di sudut ruangan, berinisiatif untuk mengurung diri dengan menguncinya dari dalam. Akan tetapi, ia tak bisa menepis tangan kekar Zach yang sudah lebih dulu menahan lengannya.Zach membopong Evelyn, lalu melempar tubuh mungil gadis itu ke atas kasur. Membuat Evelyn semakin ketakutan dan memikirkan hal negatif tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.Evelyn merangkak ke sisi kasur. Namun, dengan cepat Zach menarik kakinya hingga kembali ke tengah. Tenaga mereka tentu tidak sebanding."Lepaskan aku!" pekik Evelyn. Ia nyaris frustrasi karena tidak tahu bagaimana harus menghindar.Tanpa menggubris ocehan itu, Zach melompat ke atas kasur dan menaiki tubuh Evelyn. Hal itu membuat Evelyn tidak dapat bergerak di bawah kendali Zach."Hey! Kau tidak boleh melakukan ini padaku," ucap Evelyn yang telapak tangannya sudah dibanjiri keringat dingin. Ia sudah meronta, hanya saja tenaganya tidak cukup kuat."Perhatikan bagaimana manusia paling jahat di muka bumi
Halo, Semuanya!Aku mau nanya, kira-kira ada gak yang masih mau baca novel ini kalau aku bikin S2?Tapi di S2 ini pemeran utamanya bukan Evelyn & Zach, melainkan karakter lain di dalam cerita ini. Nah, kalian mau aku bikin cerita lanjutan tentang perjalanan kisah siapa nih?Ada beberapa pilihan yang bisa kalian pertimbangkan—tentunya dengan konflik berbeda yang nggak kalah seru dan bikin senyum-senyum sendiri.1. Oliver2. Aldrick3. Bryan4. Fathe5. Florez6. Freya7. Atau ada request?Btw, terima kasih banyak buat yang udah baca S1—baik yang baru baca beberapa BAB atau udah sampe selesai. Semoga rezekinya selalu lancar dan berkah, biar bisa top up banyak-banyak dan ikutin terus karya-karya aku yang lain, hehehe. Luv♥️
“Apa yang kau lakukan pada adikku?!”Suara bocah laki-laki dari arah lain berhasil mengalihkan perhatian Bastian dan Freya, membuat keduanya menoleh ke sumber suara, lalu terkejut mendapati Fathe yang sedang menghampiri dengan raut marah tercetak jelas di wajahnya.“Fathe!” Freya bergumam, merasa bala bantuan sudah datang kepadanya.Di belakang Fathe, tampak Florez membuntuti dengan ekspresi khawatir.Ketika Bastian menurunkan kedua tangannya dari sisi tembok, Freya langsung memaanfaatkannya untuk berlari kecil dan bersembunyi di balik punggung Fathe.Fathe menatap tajam Bastian. Satu jarinya terangkat, menunjuk-nunjuk wajah Bastian. “Kau ... jangan sekali-sekali mengganggu adikku lagi, atau aku akan mematahkan kakimu!” ancamnya dengan suara kesal.Bastian terlihat ketakutan. “Ti–tidak, Fathe. Aku tidak berniat mengganggu Freya.” Lutut kakinya terasa lemas sekarang.“Pergi sana, sebelum aku benar-benar akan menghajar wajahmu!” gertak Fathe sambil mengangkat kepalan tangannya.Bastian y
“Kenapa harus menunggu pulang sekolah? Kau bisa mengatakannya sekarang juga. Kebetulan sedang tidak ada Fathe,” ucap Revano.“Benar juga. Ayo! Kau bisa melakukannya, Bastian." Kenzo menyemangati.Bastian diam saja. Namun, isi kepalanya tidak benar-benar diam. Dia sedang berpikir mengenai apa yang harus dilakukan saat ini.“Apa kau takut ketahuan Fathe?” tanya Revano. “Kau dan Freya bisa berteman dulu. Tidak harus langsung menjalin hubungan.”“Bukan,” bantah Bastian yang tidak terima dibilang takut. “Aku hanya khawatir Freya tidak mau berteman denganku.”Revano mengibaskan telapak tangan di depan wajah Bastian. “Tidak mungkin. Aku perhatikan, Freya itu anak yang sangat baik dan berhati lembut. Dia pasti mau berteman dengan siapa saja,” ucapnya mengompori.“Revano benar. Aku bahkan tidak sengaja pernah menabrak Freya, tetapi malah dia yang menyesal dan minta maaf,” beritahu Kenzo.Karena terus didesak oleh kedua temannya, Bastian pun merasa tertantang untuk maju mendekati gadis berpipi c
“Mami, Mami, tadi Fathe mengatakan kalau dia mau memukul orang jahat,” adu Florez yang sedang dipakaikan dasi oleh Evelyn.“Iya, Mami. Papi juga malah mendukung, bukannya menegur,” tambah Freya. Seperti biasa, dia selalu menjadi orang pertama yang selesai mengenakan seragam dibandingkan kedua kakaknya.“Bukan begitu, Mami.” Fathe yang sedang memegang rompi merah itu langsung buka suara, tidak terima atas tuduhan yang telah dilayangkan Florez dan Freya kepadanya. “Aku hanya ingin memukul orang-orang yang bersikap jahat pada mereka.”“Ih, tapi, Mami ... bukankah kita tidak boleh membalas perbuatan jahat orang lain? Nanti Tuhan yang akan membalasnya,” ujar Florez. “Iya, ‘kan, Mi?” tanyanya memastikan.Evelyn menghela napas sejenak. Sudah biasa baginya mendengar perdebatan atau keluh kesah putra-putrinya di pagi hari, dan itu tidak pernah membuatnya merasa kesal.“Iya, betul. Kita memang tidak boleh membalas perbuatan jahat orang lain, tetapi bukan berarti kita harus diam saja pada saat di
Sinar mentari menembus jendela kamar ketika Evelyn menyibak tirai gorden. Sejak pukul setengah lima pagi, dia sudah bangun untuk mandi dan menyiapkan sarapan.Ini adalah hari Senin. Ketiga anak kembarnya akan beraktivitas seperti biasa, yaitu mengikuti program prasekolah yang sudah mereka jalani sejak usia tiga tahun. Jadi, tidak heran kalau Evelyn akan lebih sibuk dibandingkan di tanggal merah.Selain mengurus anak-anak mungil itu, Evelyn juga tidak lupa dengan kewajiban sebagi istri yang harus menyiapkan segala keperluan suami yang juga akan berangkat kerja pagi ini.Masing-masing seragam sudah Evelyn letakkan dengan rapi di atas kasur, lengkap dengan dasi, topi dan kaos kaki, sedangkan beberapa pasang sepatu dia taruh di lantai.Sekarang Evelyn kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Sementara itu, di dalam toilet ....“Papi, aku ingin duduk di sana.” Freya, gadis kecil yang masih memakai baju tidur dengan rambut ikalnya yang sudah berantakan, baru saja mendongak ke arah pria ber
“Siapa yang mau sandwich?” Terdengar suara dari arah lain, dan ternyata itu adalah Alice yang baru saja datang membawakan beberapa sandwich di atas piring.“Aku mau! Aku mau!” Ketiga anak itu berseru, lalu berlari dengan riang gembira menghampiri Alice.Melihat itu, Bryan ikut berlari ke arah Alice. “Ibu, aku mau dua! Untuk Fathe, berikan yang paling kecil dan isinya sedikit saja,” ledeknya.Fathe menoleh sambil mengerucutkan bibir dengan tatapan tajam. “Dasar serakah! Nanti perutmu bisa meledak karena terlalu banyak makan,” katanya, terlihat kesal.Bryan menjawab, “Aku tahu kapan waktunya berhenti makan, tidak seperti ikan hias yang makan banyak melebihi kapasitas perutnya yang kecil.”Fathe merasa tersinggung mendengar kata ‘ikan’. Karena, sebelumnya Bryan mengatai dirinya sekecil ikan hias. “Aku tidak pernah makan terlalu banyak,” ucapnya.“Kau menganggap dirimu seperti ikan?” ledek Bryan. “Padahal aku benar-benar sedang membahas ikan hias. Apa kau tidak tahu, ikan akan makan sebany
Zach tidak mengerti apa maksud dari ucapan Aldrick. “Apa yang kau bicarakan?”Aldrick tampak kikuk. “Apa kau tidak tahu penyebab kenapa Ayah lumpuh?” Justru dia merasa heran, bisa-bisanya Zach tidak tahu alasan yang melatarbelakangi kelumpuhan kaki Jeremy?“Memang apa penyebabnya?”Jujur, Aldrick terkejut, ternyata Zach benar-benar tidak tahu soal itu.“Ayah, apa boleh aku ceritakan?” Aldrick adalah orang yang tahu etika, sehingga dia meminta izin dulu kepada Jeremy.“Silakan,” balas Jeremy. “Kalaupun aku mengatakan tidak, pasti kau tak bisa tidur nyenyak malam ini, karena Zach akan terus mendesakmu untuk bicara.”Sejenak Aldrick terkekeh, lalu mulai menceritakan, “Saat berusia sebelas tahun, kau menjadi korban penculikan. Ayah dan pengawalnya berusaha menyelamatkanmu. Tapi karena dibius, kau tidak sadarkan diri. Kemudian, komplotan penculik itu mengejar mobil yang ditumpangi Ayah dan beberapa pengawalnya, hingga insiden kecelakaan pun terjadi tanpa disangka-sangka.”Zach menjadi pende
Evelyn ikut terharu melihat Zach sudah berbaikan dengan Aldrick. Dia tersenyum manis, bangga kepada anak-anaknya yang telah membuat tembok raksasa pertahanan Zach akhirnya runtuh juga.Setelah itu, Evelyn ikut bergabung dan mereka melangkah bersama-sama menuju taman, mencari keberadaan Jeremy, karena Zach belum meminta maaf pada laki-laki itu.Benar saja. Ternyata Jeremy memang berada di sana, sedang duduk di atas kursi roda sambil memperhatikan Oliver yang sedang memanjat pohon apel, sedangkan Bryan, remaja berusia dua belas tahun itu berdiam diri di bawah pohon apel sambil menyemangati Oliver.“Ayo! Petik apelnya lebih banyak lagi, Paman!” pekik Bryan seraya mendongak memperhatikan setiap gerak-gerik Oliver.“Mami, Papi, bolehkah aku bergabung dengan Bryan dan Paman Oliver?” tanya Florez dengan penuh harap.Evelyn menyahut, “Boleh saja, Sayang, tapi harus minta izin dulu dengan mereka. Jika mereka tidak keberatan, silakan bergabung. Tapi, jika mereka merasa keberatan, kalian tidak pe
Karena didesak ketiga anak kembarnya, mau tidak mau Zach harus menemui kakak dan ayahnya untuk meminta maaf. Karena, sebagai orangtua, dia harus mencontohkan sikap yang baik, benar dan bijaksana.“Ayo, Papiiiiii!” Freya menarik lengan kanan Zach, lalu Florez di sebelah kiri, sedangkan Fathe mendorong tubuhnya dari belakang.Mereka tampak tidak menyerah walaupun Zach memiliki tubuh tinggi besar dan tidak sebanding dengan tubuh miniatur mereka.Zach hanya bisa pasrah menerima perlakuan anak-anaknya. Dia terus berjalan mengikuti ke mana si kembar membawanya pergi.“Paman Aldrick!” Fathe memanggil Aldrick yang sedang berjalan di koridor mansion.Pria itu menoleh, mengernyit melihat ketiga anak itu menghampirinya sambil menyeret Zach dengan tangan mungilnya.Sesekali Aldrick terkekeh geli pada saat menyaksikan Freya dan Florez yang terlihat berjalan mundur untuk bisa menarik tangan Zach dengan tenaga yang lebih besar.“Papi, bisakah berjalan lebih cepat sedikit? Kami hampir kehabisan tenaga