“Aku bukan tidur, tapi aku baru saja jatuh karena kau tiba-tiba mendorong pintu,” ralat Evelyn.“Lalu untuk apa kau berdiri di belakang pintu?”Evelyn segera bangkit dari posisinya. Ia membalas tatapan Zach sambil memikirkan alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut. “A–aku ... aku mau ke toilet,” alibinya.Zach menelisik ke dalam bola mata Evelyn, menemukan sesuatu yang menurutnya sedikit janggal. “Ada di sebelah sana.” Ia menunjuk ke arah pintu toilet yang terhubung dengan kamar.Evelyn kalang kabut. Mukanya merah padam karena ia merasa sangat malu, seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri. “Aku tidak tahu kalau di kamar ini ada toilet,” ujarnya yang berpura-pura tidak tahu.Zach tidak menggubris. Ia melirik sejenak ke arah pergelangan tangan Evelyn yang masih dibalut perban. “Apa masih terasa sakit?”Tetap tenang, Evelyn! Itu hanya pertanyaan biasa yang tak berarti apa-apa ....“Sudah jauh lebih baik,” sahut Evelyn seraya mengusap gulungan perban dengan lembut. Ia mengeda
Claudia dibawa pulang ke mansion dan dikembalikan ke harem. Beberapa teman selirnya menyambut hangat kedatangannya, terutama Evelyn. Mereka berpelukan sangat erat, seperti baru dipertemukan lagi setelah sekian lama berpisah.Obrolan mereka diawali dengan menanyakan kabar, menceritakan apa yang terjadi selama Claudia dijual di rumah bordil, dan tidak lupa Evelyn juga meminta maaf karena ia merasa bersalah dengan apa yang Claudia alami.“Kalau bukan karena aku, maka kejadian ini tidak akan menimpamu,” sesal Evelyn yang tengah duduk di sisi matras Claudia.“Tidak usah merasa bersalah. Lagipula, sekarang aku sudah bebas.” Claudia tersenyum tulus menanggapi ucapan Evelyn. “Tapi ... luka apa itu? Apa yang terjadi padamu selama tidak ada aku di sini?”Evelyn mengikuti tatapan mata Claudia yang mengarah pada gulungan perban di pergelangan tangannya. Ia pun menjelaskan soal percobaan bunuh diri yang dilakukannya beberapa waktu lalu. Claudia sangat terkejut mendengarnya. Ia memarahi Evelyn, mewa
Beberapa hari kemudian ....“Waktunya makan malam! Silakan berbaris di dapur selir,” ucap Daissy usai membuka pintu harem. Setelah itu, ia kembali ke dapur karena harus menjaga meja prasmanan.Jarak dapur dan harem tidaklah jauh. Hanya perlu beberapa langkah saja para selir sudah sampai di area dapur. Mereka menyusun satu barisan, seperti kelompok bebek yang sangat disiplin dan rapi.Semuanya diberi menu makan malam yang sama rata dan sama rasa, yaitu salad untuk menu pembuka, steik dengan mashed potato sebagai hidangan utama, lalu pai apel sebagai makanan penutup.Hingga tiba giliran Evelyn, Daissy memberikan lebih banyak pai dan beberapa potong daging panggang. “Makanlah yang banyak. Kau tidak boleh sakit lagi,” ujarnya setengah berbisik.Evelyn tersenyum. Meskipun sekilas kelihatan seperti ibu tiri yang jahat dan licik, tetapi di satu sisi Evelyn merasa kalau Daissy cukup baik hati. “Terima kasih,” katanya.Evelyn melangkah pergi, menyusul beberapa selir yang sudah lebih dulu menda
Setelah Zach berlalu, suasana harem yang awalnya kondusif pun mendadak menjadi riuh. Mereka heboh mendengar kalimat terakhir yang Zach ucapkan sebelum pergi dari sini.“Apa aku tidak salah dengar?” Claudia meraup kedua pipi Evelyn dengan wajah antusias. “Tuan Zach menyuruhmu untuk menemuinya di kamar wanita pilihannya. Dia menginginkanmu, Eve!”Evelyn tersipu. Hanya saja ia terus menolak perasaan yang menyelubungi ulu hatinya. Ia tak ingin ikut jatuh ke dalam permainan yang telah ia rancang untuk menaklukkan hati Zach. Apa pun yang terjadi, hanya Zach yang boleh jatuh cinta padanya, sedangkan Evelyn tidak mau terjebak di antara perasaan cinta dan benci terhadap pria brengsek tersebut!“Bukankah kau dengar sendiri?” tanya Claudia seraya tersenyum ke arah Veronica yang terlihat menahan amarah dan cemburu. “Evelyn diminta datang ke kamar wanita pilihannya. Jadi, sudah jelas kalau Tuan Zach lebih tertarik pada Evelyn dibandingkan dirimu!”Veronica mengepalkan kedua tangan. Hatinya dirundun
Zach mendongak memandang wajah cantik Evelyn yang telah dipoles make up. Bibir tipis merah merona itu membuatnya nyaris hilang akal. Ia pun memiringkan wajah, mendekat, lalu menyerang organ kenyal dan lembut itu karena sudah tak mampu menahan hasrat di dalam diri. Zach mengeluarkan lidah, mendorong bibir Evelyn, meminta akses untuk diberi jalan. Meski awalnya menolak dan bersikukuh membungkam mulutnya rapat-rapat. Namun, Evelyn akhirnya kalah juga. Satu tangan Zach menarik tengkuk Evelyn, sedangkan tangan lainnya menekan rahang wanita itu hingga mulutnya terbuka.Evelyn hanya bisa pasrah. Merasa sudah terlanjur tenggelam ke dalam lautan yang sangat dalam, sehingga tak lagi menemukan jalan keluar untuk meloloskan diri.Kecupan yang awalnya lembut dan romantis, lama-lama menjadi ganas dan penuh gairah. Adegan tujuh belas tahun ke atas itu terjadi selama hampir tiga puluh detik. Setelah itu, Zach menarik mundur kepalanya.Pria dengan postur tubuh ideal itu menarik kedua tangan Evelyn, me
Evelyn benar-benar bosan. Merasa seperti seekor burung yang terkurung di dalam sangkar. Ia pun berinisiatif untuk berkeliling mengitari mansion. Tidak ada seorang pun yang berani melarang keinginannya. Sebab, Zach telah mengumumkan kepada seluruh pelayan dan pengawal mansion bahwa Evelyn merupakan wanita simpanan pilihannya.Evelyn sampai di suatu halaman yang luas. Akuarium kaca bulat yang berisi seekor ikan hias telah menarik perhatiannya.“Ikan kecil yang malang. Kau harus terjebak di tempat sempit ini dan terpisah dari keluargamu di lautan,” ucap Evelyn lirih. Ada kesedihan yang mendalam tersimpan di rongga dadanya, ketika melihat ikan yang bernasib sama sepertinya. “Terkurung, sepi dan sendiri ....”Manik mata Evelyn beralih pada sebungkus pakan ikan di dekat akuarium. Ia mengambilnya, berniat memberi makan ikan tersebut. Beberapa butir pelet telah ia masukan ke dalam akuarium.“Bibi, apa yang kau lakukan?”Suara itu berhasil merebut atensi Evelyn. Saat ia menoleh, tampak seorang
“Tuan, makanlah dulu sedikit! Sejak tadi pagi belum makan apa-apa. Bagaimana jika Tuan jatuh sakit?”“Aku tidak lapar, Helena. Pergilah! Tinggalkan aku sendiri.”Evelyn menoleh ke sumber suara. Melihat seorang lelaki tua tengah duduk di kursi roda, sementara wanita seusia Daissy yang dipanggil Helena terus membujuknya agar mau makan. Di dekat mereka, ada dua orang pria berpakaian serba hitam yang disimpulkan oleh Evelyn sebagai pengawal dari lelaki tua tersebut.“Tuan, tolong jangan seperti ini. Makanlah walau hanya sesuap,” ucap Helena memohon sambil menyodorkan potongan daging merah yang telah ia tusuk dengan garpu ke bibir tuan besarnya.Alih-alih membuka mulut menerima suapan pelayan pribadinya, laki-laki bernama lengkap Jeremy Muller itu malah menepis kasar tangan Helena, sehingga garpu dan daging itu terlepas dari genggaman wanita paruh baya tersebut.“Aku tidak lapar, Helena! Apa kau tidak mendengar ucapanku?!” hardiknya yang sudah terlanjur kesal.Helena tersentak dibuatnya. N
Evelyn berdiri di depan wastafel. Ia merasa mual, tetapi tidak memuntahkan apa-apa dari dalam lambungnya.“Apa mungkin aku masuk angin?” pikir Evelyn. Sejenak ia mengingat-ingat, apakah hari ini telat makan?Namun, Evelyn yakin sekali kalau ia sudah makan tepat pada waktunya. Bahkan, ia tidak memiliki riwayat asam lambung atau maag.Evelyn menghela napas, menggelengkan kepala menepis rasa penasaran yang menyelubungi isi pikirannya. Mungkin ia sedang dalam kondisi kurang baik. Sebab, manusia tidak selalu sehat setiap harinya. Jadi, Evelyn menanggapi hal ini sebagai sesuatu yang wajar.Begitu keluar dari toilet, Evelyn tak sengaja berpapasan dengan Oliver yang entah sedang berjalan ke mana. Namun, dilihat dari arahnya, Evelyn menebak kalau pria yang merupakan adik kandung Zach itu sedang menuju harem.Bola mata mereka saling bertemu. Sempat terjadi perang tatapan selama beberapa detik. Hingga akhirnya, Oliver melengos, mengabaikan Evelyn. Sejak kejadian di mana Zach memukul dan memberiny
Halo, Semuanya!Aku mau nanya, kira-kira ada gak yang masih mau baca novel ini kalau aku bikin S2?Tapi di S2 ini pemeran utamanya bukan Evelyn & Zach, melainkan karakter lain di dalam cerita ini. Nah, kalian mau aku bikin cerita lanjutan tentang perjalanan kisah siapa nih?Ada beberapa pilihan yang bisa kalian pertimbangkan—tentunya dengan konflik berbeda yang nggak kalah seru dan bikin senyum-senyum sendiri.1. Oliver2. Aldrick3. Bryan4. Fathe5. Florez6. Freya7. Atau ada request?Btw, terima kasih banyak buat yang udah baca S1—baik yang baru baca beberapa BAB atau udah sampe selesai. Semoga rezekinya selalu lancar dan berkah, biar bisa top up banyak-banyak dan ikutin terus karya-karya aku yang lain, hehehe. Luv♥️
“Apa yang kau lakukan pada adikku?!”Suara bocah laki-laki dari arah lain berhasil mengalihkan perhatian Bastian dan Freya, membuat keduanya menoleh ke sumber suara, lalu terkejut mendapati Fathe yang sedang menghampiri dengan raut marah tercetak jelas di wajahnya.“Fathe!” Freya bergumam, merasa bala bantuan sudah datang kepadanya.Di belakang Fathe, tampak Florez membuntuti dengan ekspresi khawatir.Ketika Bastian menurunkan kedua tangannya dari sisi tembok, Freya langsung memaanfaatkannya untuk berlari kecil dan bersembunyi di balik punggung Fathe.Fathe menatap tajam Bastian. Satu jarinya terangkat, menunjuk-nunjuk wajah Bastian. “Kau ... jangan sekali-sekali mengganggu adikku lagi, atau aku akan mematahkan kakimu!” ancamnya dengan suara kesal.Bastian terlihat ketakutan. “Ti–tidak, Fathe. Aku tidak berniat mengganggu Freya.” Lutut kakinya terasa lemas sekarang.“Pergi sana, sebelum aku benar-benar akan menghajar wajahmu!” gertak Fathe sambil mengangkat kepalan tangannya.Bastian y
“Kenapa harus menunggu pulang sekolah? Kau bisa mengatakannya sekarang juga. Kebetulan sedang tidak ada Fathe,” ucap Revano.“Benar juga. Ayo! Kau bisa melakukannya, Bastian." Kenzo menyemangati.Bastian diam saja. Namun, isi kepalanya tidak benar-benar diam. Dia sedang berpikir mengenai apa yang harus dilakukan saat ini.“Apa kau takut ketahuan Fathe?” tanya Revano. “Kau dan Freya bisa berteman dulu. Tidak harus langsung menjalin hubungan.”“Bukan,” bantah Bastian yang tidak terima dibilang takut. “Aku hanya khawatir Freya tidak mau berteman denganku.”Revano mengibaskan telapak tangan di depan wajah Bastian. “Tidak mungkin. Aku perhatikan, Freya itu anak yang sangat baik dan berhati lembut. Dia pasti mau berteman dengan siapa saja,” ucapnya mengompori.“Revano benar. Aku bahkan tidak sengaja pernah menabrak Freya, tetapi malah dia yang menyesal dan minta maaf,” beritahu Kenzo.Karena terus didesak oleh kedua temannya, Bastian pun merasa tertantang untuk maju mendekati gadis berpipi c
“Mami, Mami, tadi Fathe mengatakan kalau dia mau memukul orang jahat,” adu Florez yang sedang dipakaikan dasi oleh Evelyn.“Iya, Mami. Papi juga malah mendukung, bukannya menegur,” tambah Freya. Seperti biasa, dia selalu menjadi orang pertama yang selesai mengenakan seragam dibandingkan kedua kakaknya.“Bukan begitu, Mami.” Fathe yang sedang memegang rompi merah itu langsung buka suara, tidak terima atas tuduhan yang telah dilayangkan Florez dan Freya kepadanya. “Aku hanya ingin memukul orang-orang yang bersikap jahat pada mereka.”“Ih, tapi, Mami ... bukankah kita tidak boleh membalas perbuatan jahat orang lain? Nanti Tuhan yang akan membalasnya,” ujar Florez. “Iya, ‘kan, Mi?” tanyanya memastikan.Evelyn menghela napas sejenak. Sudah biasa baginya mendengar perdebatan atau keluh kesah putra-putrinya di pagi hari, dan itu tidak pernah membuatnya merasa kesal.“Iya, betul. Kita memang tidak boleh membalas perbuatan jahat orang lain, tetapi bukan berarti kita harus diam saja pada saat di
Sinar mentari menembus jendela kamar ketika Evelyn menyibak tirai gorden. Sejak pukul setengah lima pagi, dia sudah bangun untuk mandi dan menyiapkan sarapan.Ini adalah hari Senin. Ketiga anak kembarnya akan beraktivitas seperti biasa, yaitu mengikuti program prasekolah yang sudah mereka jalani sejak usia tiga tahun. Jadi, tidak heran kalau Evelyn akan lebih sibuk dibandingkan di tanggal merah.Selain mengurus anak-anak mungil itu, Evelyn juga tidak lupa dengan kewajiban sebagi istri yang harus menyiapkan segala keperluan suami yang juga akan berangkat kerja pagi ini.Masing-masing seragam sudah Evelyn letakkan dengan rapi di atas kasur, lengkap dengan dasi, topi dan kaos kaki, sedangkan beberapa pasang sepatu dia taruh di lantai.Sekarang Evelyn kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Sementara itu, di dalam toilet ....“Papi, aku ingin duduk di sana.” Freya, gadis kecil yang masih memakai baju tidur dengan rambut ikalnya yang sudah berantakan, baru saja mendongak ke arah pria ber
“Siapa yang mau sandwich?” Terdengar suara dari arah lain, dan ternyata itu adalah Alice yang baru saja datang membawakan beberapa sandwich di atas piring.“Aku mau! Aku mau!” Ketiga anak itu berseru, lalu berlari dengan riang gembira menghampiri Alice.Melihat itu, Bryan ikut berlari ke arah Alice. “Ibu, aku mau dua! Untuk Fathe, berikan yang paling kecil dan isinya sedikit saja,” ledeknya.Fathe menoleh sambil mengerucutkan bibir dengan tatapan tajam. “Dasar serakah! Nanti perutmu bisa meledak karena terlalu banyak makan,” katanya, terlihat kesal.Bryan menjawab, “Aku tahu kapan waktunya berhenti makan, tidak seperti ikan hias yang makan banyak melebihi kapasitas perutnya yang kecil.”Fathe merasa tersinggung mendengar kata ‘ikan’. Karena, sebelumnya Bryan mengatai dirinya sekecil ikan hias. “Aku tidak pernah makan terlalu banyak,” ucapnya.“Kau menganggap dirimu seperti ikan?” ledek Bryan. “Padahal aku benar-benar sedang membahas ikan hias. Apa kau tidak tahu, ikan akan makan sebany
Zach tidak mengerti apa maksud dari ucapan Aldrick. “Apa yang kau bicarakan?”Aldrick tampak kikuk. “Apa kau tidak tahu penyebab kenapa Ayah lumpuh?” Justru dia merasa heran, bisa-bisanya Zach tidak tahu alasan yang melatarbelakangi kelumpuhan kaki Jeremy?“Memang apa penyebabnya?”Jujur, Aldrick terkejut, ternyata Zach benar-benar tidak tahu soal itu.“Ayah, apa boleh aku ceritakan?” Aldrick adalah orang yang tahu etika, sehingga dia meminta izin dulu kepada Jeremy.“Silakan,” balas Jeremy. “Kalaupun aku mengatakan tidak, pasti kau tak bisa tidur nyenyak malam ini, karena Zach akan terus mendesakmu untuk bicara.”Sejenak Aldrick terkekeh, lalu mulai menceritakan, “Saat berusia sebelas tahun, kau menjadi korban penculikan. Ayah dan pengawalnya berusaha menyelamatkanmu. Tapi karena dibius, kau tidak sadarkan diri. Kemudian, komplotan penculik itu mengejar mobil yang ditumpangi Ayah dan beberapa pengawalnya, hingga insiden kecelakaan pun terjadi tanpa disangka-sangka.”Zach menjadi pende
Evelyn ikut terharu melihat Zach sudah berbaikan dengan Aldrick. Dia tersenyum manis, bangga kepada anak-anaknya yang telah membuat tembok raksasa pertahanan Zach akhirnya runtuh juga.Setelah itu, Evelyn ikut bergabung dan mereka melangkah bersama-sama menuju taman, mencari keberadaan Jeremy, karena Zach belum meminta maaf pada laki-laki itu.Benar saja. Ternyata Jeremy memang berada di sana, sedang duduk di atas kursi roda sambil memperhatikan Oliver yang sedang memanjat pohon apel, sedangkan Bryan, remaja berusia dua belas tahun itu berdiam diri di bawah pohon apel sambil menyemangati Oliver.“Ayo! Petik apelnya lebih banyak lagi, Paman!” pekik Bryan seraya mendongak memperhatikan setiap gerak-gerik Oliver.“Mami, Papi, bolehkah aku bergabung dengan Bryan dan Paman Oliver?” tanya Florez dengan penuh harap.Evelyn menyahut, “Boleh saja, Sayang, tapi harus minta izin dulu dengan mereka. Jika mereka tidak keberatan, silakan bergabung. Tapi, jika mereka merasa keberatan, kalian tidak pe
Karena didesak ketiga anak kembarnya, mau tidak mau Zach harus menemui kakak dan ayahnya untuk meminta maaf. Karena, sebagai orangtua, dia harus mencontohkan sikap yang baik, benar dan bijaksana.“Ayo, Papiiiiii!” Freya menarik lengan kanan Zach, lalu Florez di sebelah kiri, sedangkan Fathe mendorong tubuhnya dari belakang.Mereka tampak tidak menyerah walaupun Zach memiliki tubuh tinggi besar dan tidak sebanding dengan tubuh miniatur mereka.Zach hanya bisa pasrah menerima perlakuan anak-anaknya. Dia terus berjalan mengikuti ke mana si kembar membawanya pergi.“Paman Aldrick!” Fathe memanggil Aldrick yang sedang berjalan di koridor mansion.Pria itu menoleh, mengernyit melihat ketiga anak itu menghampirinya sambil menyeret Zach dengan tangan mungilnya.Sesekali Aldrick terkekeh geli pada saat menyaksikan Freya dan Florez yang terlihat berjalan mundur untuk bisa menarik tangan Zach dengan tenaga yang lebih besar.“Papi, bisakah berjalan lebih cepat sedikit? Kami hampir kehabisan tenaga