Cherry melontarkan senyum manis ke arah Nathan yang baru tiba di kantor. Jantungnya berdegup kencang melihat penampilan sang Presiden Direktur yang tanpa cela. Bekas luka di alis kiri tidak mengurangi ketampanan lelaki itu, malah menambah kesan seksi. "Selamat pagi, Pak," sapa Cherry. Beberapa office boy ikut masuk ke dalam ruangan Presiden Direktur. Tidak lama kemudian orang-orang itu membawa keluar meja Nathan, mengangkutnya turun lewat lift barang. Jantung Cherry berdegup semakin kencang. "Anu, Bu, dipanggil Pak Nathan," kata salah seorang office boy. "Saya?" Wajah Cherry memucat. "Iya, Bu." Wanita itu menggigit bibir. Gelisah. Apakah ada hubungannya dengan kegilaan kemarin siang? "Ya, Pak?" Cherry menghampiri Nathan yang duduk di sofa. "Kamu tahu kenapa saya membuang meja itu?" tanya Nathan dingin. "Tidak, Pak." Nathan menatap tajam, "Perlu saya perlihatkan rekaman CCTV?" Kedua tangan Cherry saling meremas. Sikap tegas Nathan membuat
Angeline mengamati wajah Nathan yang terlihat suram, "Nath, kamu baik-baik saja?" "Hmm? Aku baik. Kenapa, Baby Girl?" Lelaki itu tersenyum tipis. "Wajahmu seperti baru kehilangan uang ratusan milyar." Angeline duduk di sebelah sang suami. "Aku baik-baik saja selama ada kamu." Nathan menarik wanita itu duduk di pangkuan dan menciumnya. Tangan besar si lelaki meremas lembut tubuh Angeline. "Mmmh ... pelan-pelan, Nath ... nanti Oliv terbangun," lirih Angeline ketika lelaki itu mendorongnya rebah dan terus menciuminya. "Dia tidak pernah terbangun larut malam lagi, 'kan?" Nathan tersenyum. "Uhm ... tidak sih." "Kalau begitu kita aman." Angeline bergidik saat Nathan menjelajahi tubuhnya dengan ahli. Lelaki itu sudah hafal setiap sudut—yang tampak maupun tersembunyi—seperti telapak tangannya sendiri. Sebentar saja pakaian mereka sudah tercecer di lantai. Angeline menikmati sentuhan-sentuhan lembut dan kasar di titik sensitif tubuhnya. Nathan menikmati eksp
"Apa? Dia bilang begitu?" Angeline ternganga. Nathan menghela nafas, "Aku tidak menyangka dia seagresif Cassie." "Sialan ... Lain kali biar aku yang hadapi dia! Besok pagi kita ke kantor bersama!" sergah Angeline dengan emosi membara. "Kamu mau menemaniku atau berkelahi?" Nathan tersenyum geli. "Tergantung situasi!" "Aku masih bisa mengatasinya, Baby Girl. Jangan berkelahi dengan anak kecil." "Dia bukan anak kecil, Nath! Dia itu wanita dewasa yang sudah dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya!" Angeline masih berapi-api. "Kamu tahu? Sekali-sekali melihatmu cemburu ternyata cukup menyenangkan." "Ah, kamu mah, aku lagi serius nih," gerutu Angeline. "Thank you, Baby Girl. I know you love me that much." Nathan mengecup kening istrinya. "Nathaaan, bukan seharusnya 'I love you so much'?" "Apa bedanya?" "Dari jumlah kata saja berbeda." Lelaki itu tertawa, "Oke, kuralat. I love you so much, Baby Girl." Angeline pun tersenyum, "I lo
"Lakukan saja," ucap Nathan tanpa ekspresi. Perkataan itu membuat rasa dingin menjalar di tubuh Cherry. Dia tidak salah dengar? Lelaki ini tidak mencegahnya?? Tangan yang memegang pisau lipat mulai goyah. "Kenapa? Berubah pikiran?" Nathan tersenyum sinis. "Tidak!" sergah Cherry dengan wajah memucat. "Kalau begitu silakan berbuat sesukamu. Aku tidak punya waktu menonton pertunjukan ini." Nathan berbalik kembali ke mobil. "Nathan! Berhenti!" Namun, lelaki yang diinginkannya tetap berjalan ke mobil. Cherry tidak dapat berbuat apa-apa kecuali memandangi mobil Nathan bergulir melewatinya. Saking kesalnya dia membanting pisau lipat ke aspal. "Sial ... Aku tidak percaya ada laki-laki yang bisa terus menolak wanita ...!" desisnya. Cepat-cepat Cherry memanggil taksi untuk mengikuti mobil Nathan. Jantungnya berdebar kencang memikirkan apa yang akan dilakukan berikutnya. "Apa? Nekat sekali dia?" Angeline ternganga mendengar cerita singkat Nathan tentang ha
Angeline berdiri di depan cermin dengan hanya memakai pakaian dalam. Tubuhnya berputar sedikit ke kiri, kemudian berputar ke kanan. Ada bagian-bagian tertentu yang membuat hatinya sedih. Matanya melirik Nathan yang berjalan mendekat. "Sedang apa, Baby Girl?" tanyanya heran. "Hmm ... kamu lihat ini? Bentuknya berubah drastis, Nath. Kamu menyadarinya, 'kan?" Angeline meletakkan kedua tangan di dada dan berkata lagi, "Bagaimana mengembalikan ke bentuk semula? Apakah dengan olahraga bisa?" Nathan memperhatikan bagian yang dimaksud istrinya, "Tidak. Kelihatannya bagus." "Yang benar? Kok aku tidak merasa begitu?" Angeline mengerucutkan bibir. Matanya tidak lepas dari bagian yang ditangkup tersebut. "Benar. Ini bagian yang paling kusukai, Baby Girl." Nathan meraih ke depan tubuh Angeline, hanya untuk mendapatkan pukulan. Wanita itu menatap sedih melalui cermin, "Kamu tidak bohong padaku?" "Apakah aku harus membuktikannya? Dengan senang hati." Angeline terkesiap, "Nathan?" "Yes, Baby
"Nath? Ayo, mumpung Olivia sedang tidur." "Sekarang?" Nathan menatap heran. "Iya, Sayang. Sekarang. Ayolah, kapan lagi aku yang mengajak duluan?" Angeline tersenyum malu-malu. "Benar juga." Nathan menghampiri dan memeluk istrinya. "Eh, mau apa??" "Katamu ...?" Nathan menatap heran. Apakah istrinya mengalami amnesia? "Bukan ini! Tapi sparring!" "Astaga. Sekarang??" "Iya, sekarang! Tidak lihat aku sudah berpakaian begini?" Nathan tertawa, "Kupikir kamu mengajak bercinta." "Ih, pikiranmu ya. Tidak jauh dari urusan tempat tidur." Angeline merengut. "Tentu saja. Apa lagi yang dilakukan suami istri saat malam tiba dan anak-anak sudah tidur?" Nathan menunduk untuk mencium, tapi Angeline menghalangi wajah lelaki itu dengan dua tangan. "Nathan. Kurendam barangmu di air es, ya??" ancamnya. "Istriku kejam sekali. Kamu juga yang rugi kalau 'adik kecil'-ku cedera." Ancaman belum dilakukan, tapi Nathan sudah merasa ngilu. Beberapa saat ke
"Bagaimana? Semua beres?" Angeline berdiri di depan jendela dengan handphone di telinga. "Beres, Baby Girl. Kami sudah dalam perjalanan pulang," kata Nathan di ujung sana. "Syukurlah. Aku pesan makan siang untuk kita semua. Uhm ... Jonathan datang." Angeline melirik ke sofa ruang tamu tempat Jonathan duduk bermain bersama Rafael dan Olivia. "Mau apa dia?" Nada suara Nathan berubah. "Sebenarnya dia ke rumah papa, tapi berhubung tidak ada orang maka dia kemari," jelas Angeline. "Pandai sekali dia beralasan." Angeline mendekap mulut supaya tidak tertawa. "Sebentar lagi kami sampai." "Oke." Percakapan seluler pun berakhir. Angeline melihat tiga buah mobil hitam berkilat berhenti di tepi jalan. Semua orang turun dari mobil. Gabriel terlihat mengomeli Mike yang menggandeng Cherry. Nathan tidak mempedulikan drama kecil tersebut. Dia punya prioritas lain, kembali pada istri dan anak-anaknya. "Nath—" Tidak memberi kesempatan bicara, Nathan memelu
Angeline memandangi Nathan yang tertidur setelah aktivitas yang menguras tenaga. Bagaimana tidak lelah? Bercinta satu kali di tempat tidur, satu kali di kamar mandi, kemudian menambah satu kali lagi saat mereka rebah bersebelahan di tempat tidur. "Sleep well, Honey Bunny," bisik Angeline. Hati-hati sekali agar tidak menimbulkan suara Angeline berpakaian dan keluar dari kamar. Dia masih penasaran apa yang sebenarnya terjadi dengan Mike dan Cherry. "Hei, tenagamu kuat juga. Hebat." "Yeah, Uncle. Papa teach me." Rafael menyeringai. Jonathan mendengkus, "Papamu? Oke, lumayan. Uncle akan ajari jurus yang lebih bagus." Wajah Rafael berbinar, "For real?" "Yes, for real." Angeline berdeham keras-keras. "Mama! Uncle Jo mau mengajariku!" Rafael berseru gembira. "Ya, Mama dengar." Angeline melihat Olivia tidur di gendongan Gloria, "Oh, Oliv tidur nyenyak." "Dia cukup lelah bermain dengan para lelaki ini," ujar Gloria. "Ternyata Princess-ku suka