Beranda / Urban / Wanita Sandwich / 2. Kalimat 'Hai, Apa Kabar' Itu Sudah Kuno

Share

2. Kalimat 'Hai, Apa Kabar' Itu Sudah Kuno

Penulis: Lumi Er
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-18 11:29:27

Sebagai anak gaul dari jaman Cinta dan Rangga masih berciuman di bandara, ketiga wanita ini melakukan tos dengan penuh gaya. Mengulang perilaku gaul di masa remaja.

Sulit untuk dideskripsikan, tapi kira-kira seperti ini; Mereka menumpuk telapak tangan, menggoyang-goyangkannya, lalu saling membentuk simpul dengan jari masing-masing seperti para ninja dari Konoha―tapi sepertinya salam tiga sekawan ini lebih sulit―kemudian melemparkan tangan mereka ke atas seraya menyerukan yel-yel, 

"Go Go Girls! Girls go go!" 

Sungguh tak punya malu! Sudah berumur juga. Tapi mereka tetap melakukannya dengan tawa dan riang gembira. Mengabaikan beberapa pasang mata yang semenjak tadi menonton dengan geli ke arah mereka. Bahkan anak-anak Selena langsung melipir ke cafe Joglo di dekat kolam renang dangkal. 

"Anak-anak, sini, dong. Mau kemana?" Selena melambai-lambai memanggil putra-putrinya.

"Erm, kami makan di sana saja, Mi," ujar si sulung sembari menunjuk ke arah kafe yang masih berada di kawasan restoran, "sekalian mau berenang juga."

"Eh, sini dulu. Kenalan dulu sama teman-teman Mami."

Jadi, anak-anak itu patuh dan mendekat. Menyalami Tami serta Rostiana dengan santun.

Selena bilang, "Ini Ruben, anakku yang paling sulung dan ganteng sedunia. Sudah kelas 2 SMA. Kalau yang tengah, namanya Renata. Baru lulus SMP, besok ini mau daftar SMA."

"SMA-nya mana? SMA-nya Mami dulu?" tanya Tami.

Renata menggeleng, "Rencana mau masuk SMK, sama seperti Kak Ruben, Tante."

"Nah," Selena menggosok rambut anak bungsunya yang agak gempal, "kalau anakku yang paling imut ini namanya Rachel. Masih kelas 2 SMP, tapi pacarnya banyak."

"Ih, Mami!" sanggah si bungsu malu-malu, "Kak Ruben, tuh, yang pacarnya banyak. Aku cuma satu."

Yang langsung disahut Ruben, "Enak saja!"

Pokoknya guyonan ringan macam itu, juga menjawab beberapa pertanyaan lain sebelum kemudian kabur ke kafe. Si bungsu sempat kembali ke dalam mobil untuk mengambil handuk, ganti baju dan cream sunscreen karena ia serta kedua kakaknya ingin berenang. 

Maka di gazebo itu tersisa tiga sekawan yang lama tak berjumpa. Duduk pada tiap-tiap sisi meja berbentuk persegi dan Tami memencet bel di tiang gazebo untuk memanggil pelayan yang datang tak lama kemudian. Membiarkan ketiganya memesan makanan sebelum pamit undur diri. 

Lalu kini Selena, Tami, dan Rostiana mulai saling berbincang dengan riang.

"Aah... aku kangen sekali sama kalian," Tami memajukan tubuh, merentangkan tangan dan berusaha menggapai bahu dua sahabatnya.

"Sama, ih," sahut Selena.

"Lama nggak kontak-kontakan, ya, kita," sahut Rostiana. 

Refleks, Tami dan Selena langsung menjewer serta menoyor kepala Rostiana. Memprotes.

"Hei, yang paling susah dihubungi itu siapa, hah?!" kata Selena.

"Iya! Nggak sadar diri, deh!" timpal Tami agak dongkol.

Sementara Rostiana hanya terkekeh, menjawab dengan rasional, "Ya, habis bagaimana lagi. Di gunung sinyalnya juga nggak terlalu lancar setiap hari. Gitu, deh." 

"Sekarang sibuk apa?" tanya Tami. Kini mereka telah kembali duduk dengan tenang.

"Masih nyewain villa. Bersih-bersih villa juga, dan... oh, akhir-akhir ini aku sedang belajar tanam stroberi. Kapan-kapan kalian ke tempatku, yuk. Nanti aku ajari menanam stroberi, deh."

"Dapat stroberi nggak, nih?" celetuk Selena.

"Nanti aku kasih, kalau panennya berhasil, sih. Eh, tapi kebetulan sekali, ya, kita datang sendiri-sendiri begini―"

"Hei, kamu pikir anak-anaknya Selena itu jin?" sindir Tami.

"Ya, bukan. Tapi, kan, mereka menyingkir ke kafe. Maksudku, kita jadi punya quality time kita sendiri gitu, lho. Nyaman. Aku lebih nyaman begini," sahut Rostiana. 

Tepat saat itu, troli pesanan mereka datang dan pelayan menata menu di atas meja lalu pergi dan Tami menimpali kalimat Rostiana tadi.

"Tadinya aku mau pergi diajak sama Mas Bono sama anakku juga, ke rumah Mbak Retno. Kalian ingat dia, kan? Iparku."

"Lalu kenapa nggak jadi?" tukas Selena, menyendok nasi ke piringnya. Terkikik pelan, "Lebih milih ketemu kita-kita, ya?" 

"Iya lah. Aku bisa bertemu mereka kapan saja. Orang rumahnya ipar-iparku nggak lebih dari satu jam perjalanan dan setiap bulan pasti ada perkumpulan keluarga. Nah, kalau sama kalian, kan, nggak setiap tahun bisa bertemu."

"Owh... ini anak memang paling so sweet, deh, dari dulu," ucap Rostiana, menjawil dagu Tami. 

Ujar Tami lagi dengan wajah yang agak datar, "Akhirnya Mas Bono berangkat sama Zalwa kesana."

"Ah, nanti kena masalah lagi, lho," celetuk Selena.

"Biar. Biar saja. Lama-lama aku muak dengan mereka," sahut Tami, sambil mengaduk gelas es jus dengan kasar hingga suara dentingannya terdengar tak nyaman.

Detik itu juga, setelah Tami mengatakannya suasana langsung menjadi kikuk di dalam gazebo tersebut. Tak lama, tapi sangat kentara bahkan Rostiana sampai berdehem untuk mencairkan kembali reuni tersebut dengan topik obrolan yang berbeda.

"Oh... erm, Sel―"

"Ya?" Selena langsung menoleh ke arah Rostiana.

"Rumahmu masih yang dulu itu?"

"Nggak. Sudah pindah dari lima tahun yang lalu. Ih, kalian sesekali main, dong, ke tempatku. Di sana kompleks perumahan dan orang-orangnya individualis sekali. Makanya, aku jarang kumpul dengan tetangga. Sepi sekali. Tuh, anak-anakku saja malah nggak kenal dengan tetangga belakang rumah," Selena mengedikkan kepala ke arah kolam di dekat cafe, tempat anak-anaknya berada sekarang.

Tami langsung menyela, "Ah, kalau Rosti yang tinggal di lingkunganmu pasti senang, tuh."

"Iya lah. Nggak ada yang ikut campur. Justru nyaman begitu," kata Rostiana, bangga.

Selena memutar mata, "Nyaman bagaimana? Mau minta tolong pasang gas sama tetangga sebelah saja canggung minta ampun. Akhirnya, mau tak mau, aku belajar pasang gas sendiri."

"Ruben? Dia belum bisa pasang gas?" kepala Tami agak meneleng. 

"Ruben, kan, aku juga yang ajari."

Dan mereka masih mengobrol kesana-kemari dengan mulut penuh nasi sembari menggosipkan beberapa orang di masa lalu. Seperti misalnya;

“... kalian ingat Weni, nggak? Si culun itu, lho,” kata Selena.

“Weni nggak culun,” Tami membela, sebab orang yang disebutkan dulunya adalah teman sebangku Tami, “Tapi anaknya memang kurang pintar bergaul. Bukan culun.”

“Nah, itu dia!” Selena menjetikkan jari, “Dengar-dengar sekarang dia jadi Chief Manager di perusahaan apa gitu di Korea Selatan. Hebat, ih.”

“Nggak heran, sih, kalau Weni. Dia itu pintar minta ampun. Semangat belajarnya tinggi. Cuma, ya, itu. Banyak yang nggak mau berteman sama dia hanya gara-gara tampilannya yang kuper,” kata Tami panjang lebar.

Atau saat mereka menggibah beberapa dosen maupun guru di masa sekolah;

“... duh, aku jadi ingat sama Pak Ferdi,” ujar Rostiana mengenang, “Dia dosen paling baik, deh. Waktu aku pendadaran, dia yang banyak belain aku meskipun bukan dosen pembimbingku.”

“Kalau aku, sampai sekarang, ingat sekali sama yang namanya Bu Martha. Dia galak, tapi konsisten sama ucapannya. Sampai Bu Martha wafat beberapa tahun yang lalu itu, aku dan alumni jurusan datang melayat. Memang, Bu Martha itu represetatif seorang Pengajar yang sesungguhnya,” ucap Tami.

Namun, dari sekian banyak kisah-kisah masa kuliah yang terdengar, hanya Selena yang menanggapi dengan anggukan dan senyuman sebab di antara mereka bertiga, ia adalah satu-satunya yang tak memiliki banyak kenangan di universitas.

Makanya di spontan berujar dengan senyum getir, “Enak, ya, kalian. Kalau aku bisa memutar waktu, aku juga mau melanjutkan kuliahku. Menikmati masa-masa muda dengan benar sekali lagi. Tapi, yah…”

Selai Selena mengangkat bahu.

Sedangkan Tomato Tami dan Roti Rostiana saling pandang diam-diam, menelan makanan dengan susah. Rostiana pun menggenggam tangan Selena dan meremasnya lembut.

“Hei, sudahlah. Itu, kan, sudah lama sekali. Sekarang lihat, kamu punya hidup yang lebih baik, anak-anak yang pintar dan… erm,” ia nampak berpikir, “suami yang tampan.”

Selena justru semakin tersenyum kecut.

“Tampan,” mendenguskan tawa sarkas, “Sama halnya dengan kekayaan; tampan nggak menjamin kebahagiaan. Aku dan dia selesai di tengah jalan. Bahkan dia… oh, astaga. Sudahlah lupakan. Ini bukan cerita yang menyenangkan untuk reuni kita.”

“Nggak apa-apa,” Tami menyela, “Kalau kamu memang mau cerita, ceritalah. Inilah kenapa kita reuni. Pasti ada hal yang kamu sangat ingin kamu ceirtakan pada kami sejak lama, kan.”

Rostiana mengangkat alis seolah membenarkan, masih tetap menggenggam tangan Selena yang mulai gemetaran. Setelah beberapa saat, air mata Selena mengalir dalam diam yang dengan cepat pula dihapusnya menggunakan tisu. Lantas Selena mengedikkan kepala ke arah putra-putrinya yang sedang bersenang-senang di kolam renang dangkal.

“Mereka yang menguatkanku,” katanya dengan hidung yang memerah, “Meski mereka sebenarnya bukanlah anak kandungku.”

“A-apa?”

Selena ganti menatap kedua sahabatnya. Tersenyum, tapi sendu. Terkekeh tapi sedih.

Dan dari semua yang akan terlontar, inilah awal kisah dari para Wanita Sandwich.

(Bersambung...)

Bab terkait

  • Wanita Sandwich   3. Biasanya, Pertemanan Selalu Bermula Seperti Ini; 'Perkenalkan, Nama Saya...'

    Jika diingat-ingat lagi, itu sudah belasan tahun yang lalu. Mungkin nyaris dua puluh tahun berlalu. Saat mereka masih setinggi dua tumpuk kursi, masih berkulit kencang seperti karet gelang, dan masih berbau asam apabila terlalu lama berada di bawah terik matahari. Yakni saat kegiatan yang disebut ospek. Ditandai dengan para murid baru yang dipaksa berdandan macam badut tolol dengan pernak-pernik gila―yang bahkan orang gila pun tidak sebegitunya―yang masih canggung antara satu dengan yang lain, yang masih takut-takut serta sungkan pada senior sok galak, serta kerap melongok-longok untuk mencari teman yang telah dikenal. Berkelompok masing-masing. Tapi, tidak dengan tiga gadis itu. Tiga. Yang pertama cukup cantik. Sangat cantik, malah. Membuat beberapa senior berkelamin jantan kerap melirik-lirik pada gadis ini. Beberapa malah nekat mendekat dan memberi perhatian lebih. Seperti misalnya; "Dik, kamu nggak usah ikut sit up. Ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Wanita Sandwich   4. How These Girls Make Friends

    Syarat pertama; Harus ada yang mendekat terlebih dulu.Itu aturan paling penting apabila ingin mengenal siapapun dan apapun secara lebih mendalam. Bahkan, konon katanya, seekor pelatih singa harus masuk ke dalam kandang singa untuk bisa memahami perasaan si raja sabana itu. Yah, berharap saja si pelatih tidak dimakan singa sebelum ia dapat memahami perasaannya.Tapi, singkirkan dulu percontohan pada si singa. Agak tak singkron, sebabnya. Mari mengarah pada bagaimana Rostiana yang menunjukkan senyuman canggung manakala Selena, dengan seenaknya, duduk di kursi sebelah gadis pemalu itu. Tanpa permisi, tanpa ijin terlebih dahulu.Alasannya, "Untung kita sudah saling kenal, ya, kemarin," kata Selena riang.Rostiana sendiri bukannya tidak mau duduk sebangku dengan Selena, dia hanya terkejut saja karena gadis tercantik seangkatan itu langsung mencuri perhatian seluruh kelas―terutama perhatian anak laki-laki―dengan menyapa dari ambang pintu. Mel

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-25
  • Wanita Sandwich   5. Alasan Mengapa Tidak Mau Membawa Teman Main Ke Rumah

    Ada bermacam alasan mengapa beberapa individu tak suka mengundang kawannya ke rumah. Antara lain karena teman suka berhutang, karena teman suka memberantakkan kamar, dan karena belum akrab.Sehingga apabila ditilik dari tipe kepribadiannya, yakni ISFJ, besar kemungkinan Rostiana cenderung pada opsi terakhir. Sebab ia memang merasa belum akrab dengan Tami maupun Selena. Belum ada kemistri, belum ada kedekatan batin yang mengharuskannya berkata dengan sopan nan riang; "Silahkan, masuk ke rumahku. Jangan sungkan untuk makan cemilannya. Anggap saja rumah sendiri."Tidak, tidak.Rostiana bukan tipe manusia yang seperti itu dan sejujurnya, semenjak ia mengenal bangku sekolah di jaman TK dahulu hingga sekarang,

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-25
  • Wanita Sandwich   6. Kalau Sudah Sebangku = BFF?

    Begini, ya.Tolong apabila dirimu sedang berada di rumah seorang teman, walau si pemilik rumah telah berkata, "Anggap saja rumah sendiri. Tak usah sungkan", itu bukan berarti boleh ongkang-ongkangkaki sembaranganatau mengambil barang-barang tanpa bilang. Setidak penting apapun barang itu, tetaplah bukan hal yang benar. Sebab ini sudah masuk dalam ranah pencurian walau akan sulit untuk diperkarakan.Tapi, inilah yang berbeda dari Selai Selena―yang katanya gadis tercantik seangkatan. Baginya ada rumus pertemanan semacam ini;(Saling mengetahui nama + Duduk satu bangku yang sama)x Telah berkunjung ke rumah = Sahabat Sejati.Begitulah pola pikirnya. Jadi jangan kaget apabila Selena tiba-tiba saja meminta untuk main ke rumah Rostiana walau mereka baru dekat selama satu hari, alasannya karena Selena telah menjadi teman sebangku Rostiana. Juga jangan heran saat gadis ini ingin ikut ke kamartidur, sebab Selena merasa telah menjadi

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-05
  • Wanita Sandwich   1. Reuni; Suatu Pertemuan Kembali

    Sebenarnya begini, karena pada dasarnya masyarakat di negara kita telah terbiasa tumbuh dengan memakan nasi, maka sarapan roti itu adalah hal yang kurang umum. Kecuali jika dipengaruhi oleh sinetron dari tahun 90-an yang mana akan selalu ada tiga hal ini di meja makan para tokohnya;Roti, Selai, dan Jus Jeruk. Ketiganya adalah menu mutlak.Tapi semenjak masa milenium menyerang, semua orang di negeri agraris ini mulai terbiasa sarapan roti. Beberapa bahkan mulai memakan sereal alih-alih lontong sayur atau oatmeal alih-alih bubur ayam. Kebule-bulean.Namun mengesampingkan hal di atas, sesungguhnya ini bukanlah perkara menu makanan atau semacamnya―walau tak dapat dipungkiri, ke depannya akan ada secuil pembahasan mengenai itu―melainkan ini tentang anak-anak Selai Se

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15

Bab terbaru

  • Wanita Sandwich   6. Kalau Sudah Sebangku = BFF?

    Begini, ya.Tolong apabila dirimu sedang berada di rumah seorang teman, walau si pemilik rumah telah berkata, "Anggap saja rumah sendiri. Tak usah sungkan", itu bukan berarti boleh ongkang-ongkangkaki sembaranganatau mengambil barang-barang tanpa bilang. Setidak penting apapun barang itu, tetaplah bukan hal yang benar. Sebab ini sudah masuk dalam ranah pencurian walau akan sulit untuk diperkarakan.Tapi, inilah yang berbeda dari Selai Selena―yang katanya gadis tercantik seangkatan. Baginya ada rumus pertemanan semacam ini;(Saling mengetahui nama + Duduk satu bangku yang sama)x Telah berkunjung ke rumah = Sahabat Sejati.Begitulah pola pikirnya. Jadi jangan kaget apabila Selena tiba-tiba saja meminta untuk main ke rumah Rostiana walau mereka baru dekat selama satu hari, alasannya karena Selena telah menjadi teman sebangku Rostiana. Juga jangan heran saat gadis ini ingin ikut ke kamartidur, sebab Selena merasa telah menjadi

  • Wanita Sandwich   5. Alasan Mengapa Tidak Mau Membawa Teman Main Ke Rumah

    Ada bermacam alasan mengapa beberapa individu tak suka mengundang kawannya ke rumah. Antara lain karena teman suka berhutang, karena teman suka memberantakkan kamar, dan karena belum akrab.Sehingga apabila ditilik dari tipe kepribadiannya, yakni ISFJ, besar kemungkinan Rostiana cenderung pada opsi terakhir. Sebab ia memang merasa belum akrab dengan Tami maupun Selena. Belum ada kemistri, belum ada kedekatan batin yang mengharuskannya berkata dengan sopan nan riang; "Silahkan, masuk ke rumahku. Jangan sungkan untuk makan cemilannya. Anggap saja rumah sendiri."Tidak, tidak.Rostiana bukan tipe manusia yang seperti itu dan sejujurnya, semenjak ia mengenal bangku sekolah di jaman TK dahulu hingga sekarang,

  • Wanita Sandwich   4. How These Girls Make Friends

    Syarat pertama; Harus ada yang mendekat terlebih dulu.Itu aturan paling penting apabila ingin mengenal siapapun dan apapun secara lebih mendalam. Bahkan, konon katanya, seekor pelatih singa harus masuk ke dalam kandang singa untuk bisa memahami perasaan si raja sabana itu. Yah, berharap saja si pelatih tidak dimakan singa sebelum ia dapat memahami perasaannya.Tapi, singkirkan dulu percontohan pada si singa. Agak tak singkron, sebabnya. Mari mengarah pada bagaimana Rostiana yang menunjukkan senyuman canggung manakala Selena, dengan seenaknya, duduk di kursi sebelah gadis pemalu itu. Tanpa permisi, tanpa ijin terlebih dahulu.Alasannya, "Untung kita sudah saling kenal, ya, kemarin," kata Selena riang.Rostiana sendiri bukannya tidak mau duduk sebangku dengan Selena, dia hanya terkejut saja karena gadis tercantik seangkatan itu langsung mencuri perhatian seluruh kelas―terutama perhatian anak laki-laki―dengan menyapa dari ambang pintu. Mel

  • Wanita Sandwich   3. Biasanya, Pertemanan Selalu Bermula Seperti Ini; 'Perkenalkan, Nama Saya...'

    Jika diingat-ingat lagi, itu sudah belasan tahun yang lalu. Mungkin nyaris dua puluh tahun berlalu. Saat mereka masih setinggi dua tumpuk kursi, masih berkulit kencang seperti karet gelang, dan masih berbau asam apabila terlalu lama berada di bawah terik matahari. Yakni saat kegiatan yang disebut ospek. Ditandai dengan para murid baru yang dipaksa berdandan macam badut tolol dengan pernak-pernik gila―yang bahkan orang gila pun tidak sebegitunya―yang masih canggung antara satu dengan yang lain, yang masih takut-takut serta sungkan pada senior sok galak, serta kerap melongok-longok untuk mencari teman yang telah dikenal. Berkelompok masing-masing. Tapi, tidak dengan tiga gadis itu. Tiga. Yang pertama cukup cantik. Sangat cantik, malah. Membuat beberapa senior berkelamin jantan kerap melirik-lirik pada gadis ini. Beberapa malah nekat mendekat dan memberi perhatian lebih. Seperti misalnya; "Dik, kamu nggak usah ikut sit up. Ber

  • Wanita Sandwich   2. Kalimat 'Hai, Apa Kabar' Itu Sudah Kuno

    Sebagai anak gaul dari jaman Cinta dan Rangga masih berciuman di bandara, ketiga wanita ini melakukan tos dengan penuh gaya. Mengulang perilaku gaul di masa remaja.Sulit untuk dideskripsikan, tapi kira-kira seperti ini; Mereka menumpuk telapak tangan, menggoyang-goyangkannya, lalu saling membentuk simpul dengan jari masing-masing seperti para ninja dari Konoha―tapi sepertinya salam tiga sekawan ini lebih sulit―kemudian melemparkan tangan mereka ke atas seraya menyerukan yel-yel,"Go Go Girls! Girls go go!"Sungguh tak punya malu! Sudah berumur juga. Tapi mereka tetap melakukannya dengan tawa dan riang gembira. Mengabaikan beberapa pasang mata yang semenjak tadi menonton dengan geli ke arah mereka. Bahkan anak-anak Selena langsung melipir ke cafe Joglo

  • Wanita Sandwich   1. Reuni; Suatu Pertemuan Kembali

    Sebenarnya begini, karena pada dasarnya masyarakat di negara kita telah terbiasa tumbuh dengan memakan nasi, maka sarapan roti itu adalah hal yang kurang umum. Kecuali jika dipengaruhi oleh sinetron dari tahun 90-an yang mana akan selalu ada tiga hal ini di meja makan para tokohnya;Roti, Selai, dan Jus Jeruk. Ketiganya adalah menu mutlak.Tapi semenjak masa milenium menyerang, semua orang di negeri agraris ini mulai terbiasa sarapan roti. Beberapa bahkan mulai memakan sereal alih-alih lontong sayur atau oatmeal alih-alih bubur ayam. Kebule-bulean.Namun mengesampingkan hal di atas, sesungguhnya ini bukanlah perkara menu makanan atau semacamnya―walau tak dapat dipungkiri, ke depannya akan ada secuil pembahasan mengenai itu―melainkan ini tentang anak-anak Selai Se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status