Bibi Azura membutuhkan perawatan intensif selama seminggu, membuat Via tidak bisa kembali ke Moines secepatnya.
“Maaf kan aku, Bibi belum bisa pulang dan tidak ada yang merawat. Sepertinya aku tidak lagi bisa bekerja di Cherry Blossom,” kata Via dengan nada meminta maaf.
“Jangan berkata seperti itu. Kau tidak salah, Via. Kembalilah ke Cherry Blossom, akan selalu ada tempat untukmu di sini,” jelas Asher yang mendengarkan Via dari seberang sambungan.
Melihat Bibi Azura dengan mesin penunjang kehidupan, Via pun menelan saliva berat.
“Terima kasih,” bisiknya parau.
Setelah sambungan terputus, Via diam di kursi sembari memperhatikan dada Bibi Azura yang naik turun, menandakan ada kehidupan di tubuh renta wanita itu. Rasa bersalah merayap ke hati Via, merasa tidak berbakti pada wanita yang membesarkan sejak dia kecil.
“Maaf kan aku Bibi,” gumam Via dengan suara serak. Dia mengelus lengan Bibinya yang
Sean menatap pemandangan di luar jendela yang membingkai ruang kerja. Postur tubuhnya terlihat kaku dengan mata gelap bagai badai emosi menyelimuti wajah yang rupawan. Satu tangannya menggenggam ponsel sedang tangan yang bebas tersembunyi di balik saku. Tampak raut tidak sabar berkejaran di sekitar aura pria itu.Ponsel dalam genggaman Sean berdering. Dia menunggu hingga dering ke-tiga sebelum menjawab dan menyapa pria di seberang sambungan.“Ah, Mr. Reviano yang terhormat!” sapa suara yang berasal dari ponsel dalam genggaman. “Ada apa kau menghubungi? Tidak biasanya,” sindir suara tersebut.Sean menahan gemeretak gigi. Ini-lah alasan mengapa dia tidak ingin berurusan dengan manusia kebal hukum. Orang-orang itu selalu merasa lebih tinggi derajatnya dibanding mereka yang patuh peraturan dan membayar pajak teratur.“Aku menginginkan bantuanmu,” kata Sean dengan intonasi menahan marah yang dipupuk sejak pembicaraan dengan
Beberapa Hari lalu …Sean berdiri di depan sebuah penginapan dengan papan besar di atasnya bertuliskan Cherry Blossom. Dari tempat Sean berdiri, dia bisa melihat ke dalam ruang tunggu tempat itu. Sekali lagi Sean melihat alamat yang dikirim si pria misterius. Benar tertulis nama Cherry Blossom beserta nama jalan dan denah lokasi, sesuai dengan tempat Sean berdiri saat ini.Dia berjalan masuk ke dalam. Terdengar suara lonceng dari atas pintu begitu kakinya melangkah memasuki lobby. Seorang pria muda mengangkat kepala saat mendengar suara nyaring lonceng yang berbunyi, pertanda pengunjung melewati pintu.“Selamat datang di Cherry Blossom,” ucap pria itu dengan wajah tersenyum menyambut kedatangan Sean.Sebuah rasa asing mencubit hati Sean ketika melihat pria tampan yang berdiri di hadapan. Sebuah bayangan Via selalu bersama pria itu selama ini, membuat wajah Sean datar seketika. Tatapan tajam tidak lepas dilemparkan pada pria itu, menimbu
Beberapa Hari lalu …Daren baru saja keluar dari ruangan saat dia melihat Sean yang berjalan terburu-buru, dan berhenti di depannya begitu mereka bersisian jalan.“Aku tidak bisa menghadiri rapat, ada hal yang harus kukerjakan di luar. Kutitipkan semua jadwal padamu, Altha akan memberimu jadwal dan detail rapat yang kutinggalkan,” jelas Sean terdengar tergesa, membuat Daren melihat curiga, karena sahabatnya tidak pernah bersikap seperti ini.“Ada apa?” tanya Daren dengan nada khawatir.Sean hendak mengatakan sesuatu tetapi bibirnya mengatup kembali.“Tidak ada, aku hanya butuh waktu beberapa hari sebelum kembali bekerja. Selesaikan saja rapat bersama perwakilan dari perusahaan Sanrio. Semua data yang kau butuhkan ada pada Altha,” ucap Sean sembari menepuk pundak Daren sebelum beranjak pergi.“Kemana kau akan pergi?” tanya Daren masih tidak puas dengan penjelasan barusan.&ld
Suara langkah kaki di lorong membangunkan Via. Mata wanita itu terbuka perlahan. Masih dalam pengaruh kantuk, Via melirik sekitar dan menyadari bahwa dia tertidur di kursi tunggu. Matanya menatap heran pada jas hitam yang menyelimuti. Ada gurat kebingungan di wajah begitu dia menyentuh jas yang familiar dengan aroma sangat dikenal.Jari lentik Via meraba permukaan jas itu hati-hati, hingga dadanya mengembang seketika, mengalirkan desiran darah hingga menyebar ke tubuh. Tanpa dapat menahan diri, Via memeluk jas itu erat sedang air mata mulai berkumpul di pelupuk.Kepalanya terangkat saat mendengar suara deheman dari sebelah. Mata Via membulat seketika, mendapati sosok yang dia rindu hadir di sana.Cukup lama keduanya tertegun, lidah kelu tak mampu berkata-kata. Saat sadar menguasai kembali, Via melempar jas di tangan begitu dia berdiri tiba-tiba, nyaris terhuyung kehilangan keseimbangan.Tangan Sean bergerak cepat menahan Via yang hendak terjatuh. Mereka t
Kamera Hilda membidik tanpa henti ke arah pasangan yang saling berpelukan di bangku tunggu. Dia tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mendapat tangkapan besar, tetapi senyumnya surut seketika begitu kamera dalam genggaman diambil tiba-tiba.“Hey!” bentak Hilda sembari menatap marah pada pria asing yang berdiri di belakang sejak tadi tanpa Hilda sadari. “Kembalikan kameraku,” desisnya pada pria berpostur besar itu.Pria tersebut menyeringai sembari memeriksa rekaman foto yang Hilda ambil sejak beberapa minggu.“Wow,” ucap pria itu sembari bersiul panjang. “Aku tidak tahu kau sudah mengambil foto sebanyak ini, tetapi kau tidak boleh menyimpan ini semua Babe. Apa kau tahu yang kau lakukan itu illegal,” jelas pria tersebut sembari menarik kartu memori dari kamera Hilda.“Hentikan!” kata Hilda dengan suara meninggi. “Itu milik-ku.”Hilda hendak menarik memori itu dari tangan si
Sesampainya di rumah Tya, Via pun turun tanpa menunggu Sean membukakan pintu seperti kebiasaan pria itu selam ini. Dia bahkan acuh ketika Sean mengikuti hingga ke teras.Baru saja Via hendak mengetuk ketika seorang wanita dengan seragam toko roti keluar dari rumah dan menyambut kedatangan mereka.“Via, kupikir kau tidak jadi datang. Hampir saja aku tinggal karena sebentar lagi toko akan buka,” kata wanita itu sembari membuka pintu lebar-lebar. Dia hendak mengatakan lebih saat matanya menatap sosok pria tampan yang sejak tadi diam di undakan tangga.Melihat arah pandang sahabatnya pada Sean, Via nyaris memutar bola mata.Siapa yang tidak jatuh hati pada Sean yang rupawan. Si tuan penuh pesona digilai banyak wanita.“Maaf, tadi aku ketiduran,” jawab Via asal. Dia malu mengakui bahwa dia tadi hanyut dalam suasana yang Sean cipta.Melihat wajah Via yang memerah, senyum Sean semakin mengembang. Dia bahkan mengulurkan tanga
Pagi itu Via bangun dalam keadaan gelisah. Dia melirik sisi kasur yang kosong dimana tadinya Sean tertidur. Mengusir kegundahan, Via pun bangkit dari kasur dan membersihkan diri di kamar mandi sebelum bergabung dengan Tya di meja makan.“Pagi,” sapa Tya yang sibuk membalik pancake di atas teflon.“Pagi,” jawab Via sembari menutupi mulut yang menguap. Dia melirik sarapan yang terhidang di atas meja.“Ada apa dengan wajah cemberut itu? Apa kau menyesal telah mengusir si pria malang tadi malam?” tanya Tya yang mendapat lemparan tatapan tajam.Bukannya merasa bersalah sudah membiarkan masuk ke dalam rumah, Tya malah tertawa.“Astaga, seharusnya kau lihat bagaimana wajah si Mr. Stunning ketika keluar kamar setelah kau mengusirnya. Aku bahkan merasa iba melihat dia terpaku di depan pintu seakan ragu hendak mengetuk. Benar-benar pria malang,” desah Tya sembari menangkup kedua tangan di depan dada sembari men
Via dan Tya memutuskan untuk pergi ke toko bersama. Mereka tiba di toko roti setelah membereskan kembang pemberian Sean di dalam rumah.“Ingatkan aku mengapa kita harus membenci pria itu,” desis Via begitu keduanya memasuki toko. Dia merasa tangannya perih karena tertusuk duri dari beberapa jenis bunga.Tya melirik Via yang dramatis karena sejak tadi mengeluh sakit pada jari-jarinya yang penuh goresan luka.“Astaga, aku kan sudah bilang hati-hati. Kau bahkan tidak bisa membedakan mana bunga berduri atau tidak,” jelas Tya mengingat Via yang asal cabut bunga-bunga dari vas.Bibir Via mengerucut seketika, sembari bersungut-sungut dia membela diri.“Aku tidak tahu bahwa selain Mawar, banyak bunga berduri lainnya. Bahkan durinya sangat kecil,” geram Via mengingat Bunga Euphorbia yang tangkainya berduri tajam. Dia mengutuk Sean yang secara tidak langsung melukai Via dengan cara berbeda.“Kau berjaga saja d