Beberapa Hari lalu …
Sean berdiri di depan sebuah penginapan dengan papan besar di atasnya bertuliskan Cherry Blossom. Dari tempat Sean berdiri, dia bisa melihat ke dalam ruang tunggu tempat itu. Sekali lagi Sean melihat alamat yang dikirim si pria misterius. Benar tertulis nama Cherry Blossom beserta nama jalan dan denah lokasi, sesuai dengan tempat Sean berdiri saat ini.
Dia berjalan masuk ke dalam. Terdengar suara lonceng dari atas pintu begitu kakinya melangkah memasuki lobby. Seorang pria muda mengangkat kepala saat mendengar suara nyaring lonceng yang berbunyi, pertanda pengunjung melewati pintu.
“Selamat datang di Cherry Blossom,” ucap pria itu dengan wajah tersenyum menyambut kedatangan Sean.
Sebuah rasa asing mencubit hati Sean ketika melihat pria tampan yang berdiri di hadapan. Sebuah bayangan Via selalu bersama pria itu selama ini, membuat wajah Sean datar seketika. Tatapan tajam tidak lepas dilemparkan pada pria itu, menimbu
Beberapa Hari lalu …Daren baru saja keluar dari ruangan saat dia melihat Sean yang berjalan terburu-buru, dan berhenti di depannya begitu mereka bersisian jalan.“Aku tidak bisa menghadiri rapat, ada hal yang harus kukerjakan di luar. Kutitipkan semua jadwal padamu, Altha akan memberimu jadwal dan detail rapat yang kutinggalkan,” jelas Sean terdengar tergesa, membuat Daren melihat curiga, karena sahabatnya tidak pernah bersikap seperti ini.“Ada apa?” tanya Daren dengan nada khawatir.Sean hendak mengatakan sesuatu tetapi bibirnya mengatup kembali.“Tidak ada, aku hanya butuh waktu beberapa hari sebelum kembali bekerja. Selesaikan saja rapat bersama perwakilan dari perusahaan Sanrio. Semua data yang kau butuhkan ada pada Altha,” ucap Sean sembari menepuk pundak Daren sebelum beranjak pergi.“Kemana kau akan pergi?” tanya Daren masih tidak puas dengan penjelasan barusan.&ld
Suara langkah kaki di lorong membangunkan Via. Mata wanita itu terbuka perlahan. Masih dalam pengaruh kantuk, Via melirik sekitar dan menyadari bahwa dia tertidur di kursi tunggu. Matanya menatap heran pada jas hitam yang menyelimuti. Ada gurat kebingungan di wajah begitu dia menyentuh jas yang familiar dengan aroma sangat dikenal.Jari lentik Via meraba permukaan jas itu hati-hati, hingga dadanya mengembang seketika, mengalirkan desiran darah hingga menyebar ke tubuh. Tanpa dapat menahan diri, Via memeluk jas itu erat sedang air mata mulai berkumpul di pelupuk.Kepalanya terangkat saat mendengar suara deheman dari sebelah. Mata Via membulat seketika, mendapati sosok yang dia rindu hadir di sana.Cukup lama keduanya tertegun, lidah kelu tak mampu berkata-kata. Saat sadar menguasai kembali, Via melempar jas di tangan begitu dia berdiri tiba-tiba, nyaris terhuyung kehilangan keseimbangan.Tangan Sean bergerak cepat menahan Via yang hendak terjatuh. Mereka t
Kamera Hilda membidik tanpa henti ke arah pasangan yang saling berpelukan di bangku tunggu. Dia tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mendapat tangkapan besar, tetapi senyumnya surut seketika begitu kamera dalam genggaman diambil tiba-tiba.“Hey!” bentak Hilda sembari menatap marah pada pria asing yang berdiri di belakang sejak tadi tanpa Hilda sadari. “Kembalikan kameraku,” desisnya pada pria berpostur besar itu.Pria tersebut menyeringai sembari memeriksa rekaman foto yang Hilda ambil sejak beberapa minggu.“Wow,” ucap pria itu sembari bersiul panjang. “Aku tidak tahu kau sudah mengambil foto sebanyak ini, tetapi kau tidak boleh menyimpan ini semua Babe. Apa kau tahu yang kau lakukan itu illegal,” jelas pria tersebut sembari menarik kartu memori dari kamera Hilda.“Hentikan!” kata Hilda dengan suara meninggi. “Itu milik-ku.”Hilda hendak menarik memori itu dari tangan si
Sesampainya di rumah Tya, Via pun turun tanpa menunggu Sean membukakan pintu seperti kebiasaan pria itu selam ini. Dia bahkan acuh ketika Sean mengikuti hingga ke teras.Baru saja Via hendak mengetuk ketika seorang wanita dengan seragam toko roti keluar dari rumah dan menyambut kedatangan mereka.“Via, kupikir kau tidak jadi datang. Hampir saja aku tinggal karena sebentar lagi toko akan buka,” kata wanita itu sembari membuka pintu lebar-lebar. Dia hendak mengatakan lebih saat matanya menatap sosok pria tampan yang sejak tadi diam di undakan tangga.Melihat arah pandang sahabatnya pada Sean, Via nyaris memutar bola mata.Siapa yang tidak jatuh hati pada Sean yang rupawan. Si tuan penuh pesona digilai banyak wanita.“Maaf, tadi aku ketiduran,” jawab Via asal. Dia malu mengakui bahwa dia tadi hanyut dalam suasana yang Sean cipta.Melihat wajah Via yang memerah, senyum Sean semakin mengembang. Dia bahkan mengulurkan tanga
Pagi itu Via bangun dalam keadaan gelisah. Dia melirik sisi kasur yang kosong dimana tadinya Sean tertidur. Mengusir kegundahan, Via pun bangkit dari kasur dan membersihkan diri di kamar mandi sebelum bergabung dengan Tya di meja makan.“Pagi,” sapa Tya yang sibuk membalik pancake di atas teflon.“Pagi,” jawab Via sembari menutupi mulut yang menguap. Dia melirik sarapan yang terhidang di atas meja.“Ada apa dengan wajah cemberut itu? Apa kau menyesal telah mengusir si pria malang tadi malam?” tanya Tya yang mendapat lemparan tatapan tajam.Bukannya merasa bersalah sudah membiarkan masuk ke dalam rumah, Tya malah tertawa.“Astaga, seharusnya kau lihat bagaimana wajah si Mr. Stunning ketika keluar kamar setelah kau mengusirnya. Aku bahkan merasa iba melihat dia terpaku di depan pintu seakan ragu hendak mengetuk. Benar-benar pria malang,” desah Tya sembari menangkup kedua tangan di depan dada sembari men
Via dan Tya memutuskan untuk pergi ke toko bersama. Mereka tiba di toko roti setelah membereskan kembang pemberian Sean di dalam rumah.“Ingatkan aku mengapa kita harus membenci pria itu,” desis Via begitu keduanya memasuki toko. Dia merasa tangannya perih karena tertusuk duri dari beberapa jenis bunga.Tya melirik Via yang dramatis karena sejak tadi mengeluh sakit pada jari-jarinya yang penuh goresan luka.“Astaga, aku kan sudah bilang hati-hati. Kau bahkan tidak bisa membedakan mana bunga berduri atau tidak,” jelas Tya mengingat Via yang asal cabut bunga-bunga dari vas.Bibir Via mengerucut seketika, sembari bersungut-sungut dia membela diri.“Aku tidak tahu bahwa selain Mawar, banyak bunga berduri lainnya. Bahkan durinya sangat kecil,” geram Via mengingat Bunga Euphorbia yang tangkainya berduri tajam. Dia mengutuk Sean yang secara tidak langsung melukai Via dengan cara berbeda.“Kau berjaga saja d
“Kau membayar ruang perawatan Bibi Azura? Bukankah aku sudah bilang tidak membutuhkan apa-apa darimu!” kesal Via sembari berjalan cepat menuju kamar VVIP dimana Bibi-nya dirawat.Tangan wanita itu penuh perban setelah diobati oleh dokter begitu Sean membawanya ke rumah sakit. Via bahkan tidak habis pikir karena luka gores itu tidaklah dalam. Lihat saja tadi, dokter dan perawat yang menangani hanya tersenyum geli melihat Sean yang ketakutan sendiri seakan kepala Via yang bermasalah bukan goresan kecil di tangan dan jari.“Via, jangan jadikan pertengkaran di antara kita sebagai penghalang bagi Bibi untuk mendapat perawatan yang terbaik. Semua ini kulakukan juga demi Bibi. Apa kau tidak menginginkan hal yang sama, Baby,” kata Sean dengan sebuah senyum di wajah yang melunakan amarah Via seketika. Setelah dipikir kembali, Sean berkata benar. Dia tidak boleh egois, dan menyeret Bibi dalam masalah mereka.Via menggigit bibir untuk menahan lidah.
Terdengar suara bell berbunyi pagi itu, tetapi Via yang duduk di meja makan tampak tidak peduli dan terus menikmati sarapan. Dia tenggelam dengan ingatan kemarin saat Sean memperlakukannya dengan hati-hati.Kepala Via penuh dengan pertanyaan; mengapa Sean bersikap begitu lembut? Dan anehnya, di beberapa waktu pria itu mengelus perut Via walau tidak kentara. Tidak hanya itu, Sean bahkan khawatir dengan setiap hal yang Via lakukan, seolah Via terbuat dari kaca rapuh yang akan pecah kapan saja.Bukankah, Sean sendiri yang tidak ingin melanjutkan hubungan mereka dan menyuruh untuk menggugurkan bayinya. Bahkan, pria itu menyuruh orang lain untuk menutup mulut Via. Memangnya, apa yang pria itu inginkan hingga jauh-jauh ke Summer Breeze? Hubungan mereka bahkan tidak akan pernah bisa utuh karena sebentar lagi Sean menikah. Pria itu juga tidak menjelaskan apa-apa dan masuk begitu saja dalam hidup Via.“Ya ampun, kenapa kau diam saja mendengar bell menjerit di luar