"Vicky, kami pinjam tunanganmu dulu sebentar," ucap Dina sambil memegang lengan Manda, dia meminta izin kepada Vicky yang sedang asik membaca buku novel.
"Ayo Manda, di butik sebelah ada koleksi tas baru," seru Desi yang juga ikut memegang dan menarik lengan Manda dengan lembut.
"Iya Manda, sebelum pulang mari kita singgah di butik sebelah, aku yakin tuan pengusaha kuliner Amerika ini akan mengerti, benar ‘kan Vicky?" Tanya Vony dengan sedikit mencibir.
Vicky sedikit terkejut melihat perubahan sikap ketiga sahabat Manda kepadanya. Vicky merasa setelah mereka mendapat pesan, ketiga sahabat Manda mulai bersikap aneh kepadanya.
"Tapi Vicky," ucap Manda sambil menatap Vicky.
"Tidak apa-apa, kamu pergi saja dengan mereka bertiga, aku juga masih membaca novel ini," balas Vicky sambil menunjukkan novel yang berada di tangannya ke Manda yang terlihat tidak enak meninggalkannya sendirian.
"Baiklah, aku janji tidak akan lama," ucap Manda sambil tersenyum kepada Vicky.
Beberapa saat setelah Manda dan temannya meninggalkan Cafe Cool, Giyan kembali bersama kedua orang temannya, orang-orang yang berada di situ tentu saja masih mengingat kejadian tadi. Mata mereka kini tertuju kepada ketiga orang yang baru saja masuk, mereka merasa jika kali ini ketiga orang itu pasti akan menghajar Vicky.
"Ohh karena ini," gumam Vicky dalam hati ketika melihat Giyan dan kedua temannya kembali.
Vicky bisa menebak jika perubahan sikap ketiga sahabat Manda ada hubungannya dengan kedatangan Giyan.
"Ada apa?" Tanya Vicky seraya meletakkan buku novel yang dia baca di meja.
"Kalau kamu memang seorang pria sekarang ikut dengan kami," tantang Giyan dengan nada arogan.
"Kalau aku tidak mau?" Tanya Vicky santai seraya menguap dan merenggangkan badannya. Dia mulai merasa mengantuk setelah membaca novel tadi.
Emosi Giyan langsung terpancing ketika melihat tingkah Vicky.
"Kami akan menghajarmu disini," balas Giyan sambil memukul meja di depan Vicky.
"Hah... merepotkan sekali," batin Vicky.
"Baiklah, tunggu aku di depan pintu masuk, aku akan ke kasir terlebih dahulu untuk membayar ini." Vicky menunjuk piring dan gelas kosong yang berada di meja, bekas mereka tadi makan.
"Kamu jangan coba-coba melarikan diri," hardik Giyan, setelah mengatakan itu dia meninggalkan Vicky dan menunggu di depan pintu masuk bersama dengan dua orang temannya.
Vicky berdiri lalu menuju kasir, seorang pria yang duduk seorang diri di cafe itu terlihat menghampiri Vicky.
"Tuan Muda, apa perlu kami bereskan?" Tanya pria itu, berbisik kepada Vicky.
"Tidak usah," balas Vicky tenang, yang ternyata merupakan anak buah Barry.
"Siap Tuan Muda!" jawab pria itu lalu kembali ke tempat duduknya.
Begitu tiba di kasir, Vicky menyerahkan uang kepada gadis yang bekerja sebagai kasir di cafe itu, sambil menunggu kembalian Vicky melipat kedua lengan baju kemeja yang dia kenakan.
"Kak, apa perlu aku menghubungi polisi ?" tanya gadis yang bekerja sebagai kasir di tempat itu.
Vicky sedikit terkejut mendengar ucapan dari gadis itu. "Tidak usah," balas Vicky sambil tersenyum.
"Apa kakak yakin? Mereka sepertinya ingin melukai kakak." Gadis itu kembali bertanya lalu menyerahkan uang kembalian kepada Vicky.
"Mereka melukaiku? Tidak mungkin, mereka hanya sekumpulan orang bodoh," balas Vicky, kemudian mengambil uang kembalian dari gadis itu.
Ketika Vicky hendak pergi, gadis itu menarik dengan halus kemeja yang digunakan Vicky untuk menahannya.
"Kak ...," gumam gadis itu yang terlihat khawatir.
Vicky menoleh kebelakang, dia dapat melihat jika gadis itu benar-benar mengkhawatirkan keselamatannya.
Pria berhazel biru indah itu lalu berbalik dan tersenyum, Vicky mulai khawatir jika setelah dia pergi, gadis itu benar-benar akan menghubungi polisi, tentu akan semakin merepotkan jika pihak kepolisian ikut terlibat dalam hal sepele seperti ini.
"Siapa namamu?" Tanya Vicky kepada gadis itu.
"Namaku Nina Kak," balasnya dengan ekspresi wajah cemas.
"Aku Vicky, salam kenal Nina," ucap Vicky memperkenalkan dirinya sambil mencari cara untuk menenangkan Nina.
Sebuah ide muncul di kepala Vicky.
"Atau begini saja." Vicky mengeluarkan lima lembar pecahan uang seratus ribu dari saku celananya.
"Ayo kita bertaruh, jika aku menang kamu harus menerima uang ini sebagai tips, dan jika aku kalah aku tidak akan pergi bersama mereka dan aku sendiri yang akan menghubungi polisi," ucap Vicky sambil meletakkan uang di atas meja kasir.
Nina terlihat kebingungan dengan tindakan Vicky.
"Aku bertaruh jika ketiga orang itu hanya sekumpulan orang bodoh," sambung Vicky.
"Dan bagaimana cara mengetahui jika mereka bodoh?" tanya Nina mengerutkan keningnya.
"Gampang," kata Vicky dengan percaya diri, dia lalu berbalik ke arah Giyan dan kedua temannya.
"Apa kalian bodoh?" ucap Vicky dengan suara pelan.
Letak antara kasir dan pintu masuk cukup jauh, tentu saja Giyan tidak mungkin bisa mendengar apa yang dikatakan Vicky, yang bisa mendengar itu hanya Vicky dan Nina.
Setelah mengatakan itu Vicky menatap Giyan dengan gestur menantang, Vicky lalu menganggukkan kepalanya ke arah Giyan dan kedua temannya, yang langsung dibalas anggukan oleh ketiga orang itu.
"Benar ‘kan kataku, mereka mengiyakan jika mereka bodoh," ucap Vicky kepada Nina.
Melihat itu Nina langsung tertawa, dia tidak menyangka jika cara yang digunakan Vicky seperti itu.
Dia juga tertawa karena kebodohan Giyan dan dua temannya yang ikut mengangguk secara bersamaan tanpa mengetahui apa yang Vicky katakan.
"Pfftt… Aduh kak.. Astagaa… Hahahhahaa...." Nina menahan tawanya.
"Jadi kamu harus menerima uang ini karena aku sudah memenangkan taruhan," ujarVicky sambil menggeser uang yang berada di meja ke arah Nina.
"Tidak usah Kak," Nina menolak uang yang diserahkan Vicky.
Vicky mengernyitkan dahinya, "Hei... kita sudah janji kan," protesnya.
"Hmm, ok!... jika Kakak kembali lagi di cafe ini, aku akan membayar minuman Kakak," balas Nina, mengambil uang di atas meja.
"Aku pasti akan sering datang ke Cafe ini," sahut Vicky.
Setelah itu dia langsung menuju ke tempat Giyan dan kedua temannya menunggu.
"Hati-hati Kak,"seru Nina sebelum Vicky benar-benar menjauh.
Vicky membalas dengan mengacungkan jempol san terus berjalan ke tempat Giyan.
***
Beberapa saat kemudian Vicky telah tiba di sebuah taman yang terletak tidak begitu jauh dari Cafe Cool.
Taman itu terlihat sepi, tidak ada satu pun orang yang terlihat, karena keadaan itulah Giyan dan kedua temannya memilih taman ini sebagai tempat eksekusi Vicky.
"Kamu sangat lama ketika berbicara dengan gadis kasir tadi, apa kamu mencoba kabur?" ejek Giyan.
"Sudahlah... aku sedang terburu-buru, ayo kita selesaikan ini dengan cepat. Aku tidak ingin membuat tunanganku yang cantik menunggu lama," balas Vicky dengan tenang, memprovokasi balik ucapan Giyan.
"Kurang ajar!" Teriak Giyan yang terlihat semakin marah mendengar jawaban dari Vicky.
"Sudah biar kuselesaikan bocah ini."
Andre maju ke hadapan Vicky, dia lalu mulai mengambil sikap seseorang yang paham bela diri ketika bertarung.
"Oh, Tae Kwon Do," batin Vicky, dia bisa langsung menebak bela diri yang di kuasai oleh Andre dari sikap yang diambil ketika berhadapan.
Andre bergerak maju dengan cepat, lalu melakukan tendangan Dwi Chagi, teknik tendangan belakang Tae Kwon Do dengan memutar badan dan langsung menyasar perut Vicky.
Vicky dapat melihat itu dengan jelas, Vicky mundur satu langkah ke belakang lalu dengan cepat melakukan serangan balik yaitu melakukan tendangan Dwi Hurigi , teknik tendangan putar Tae Kwon Do yang dilakukan dengan melompat sambil berputar.
Dalam Tae Kwon Do teknik tendangan ini memang sering di gunakan para praktisi Tae Kwon Do untuk melakukan serangan balik mematikan.
Serangan yang dilakukan Vicky juga lebih cepat dari Andre dan langsung dengan telak mengenai rahang Andre.
Bukk!!
Dengan sekali serang, Andre terhempas ke tanah dan tidak sadarkan diri.
Giyan dan Randy sontak kaget begitu melihat orang yang mereka andalkan terhempas dengan sekali serang. Mereka berdua tidak menyangka jika mantan juara Tae Kwon Do di kampus mereka dulu dapat dikalahkan dengan mudah oleh Vicky.
Apa yang Randy khawatirkan menjadi kenyataan, dari awal dia merasa jika Vicky mampu menghadapi mereka bertiga. Menurut Randy, biasanya orang yang mahir dalam bela diri akan memilih diam pada saat ada masalah, namun pada saat mereka diganggu orang itu tidak akan tinggal diam.
Dan pada saat Giyan memprovokasi Vicky di Cafe tadi, Randy dapat melihat hal itu pada diri Vicky.
Vicky diam saat Giyan dan Manda bertengkar, namun saat Giyan berusaha menyentuh Manda, Vicky menganggap hal itu sudah mengganggunya, karena itulah Vicky akhirnya bertindak.
"Ayo kita serang bocah ini bersama," perintah Giyan sambil menepuk dada Randy yang langsung di balas anggukan kepala oleh Randy.
Mereka berdua secara bersamaan menyerang Vicky.
Melihat itu, Vicky dengan cepat langsung menyerang Randy yang berada di sebelah kanan Giyan, dengan teknik sikuan pencak silat, dia menyerang rahang Randy yang sudah tidak bisa bereaksi ketika Vicky dengan cepat menghampirinya.
Bukk!!
Randy juga langsung terhempas ketika serangan Vicky mendarat.
Begitu Randy tumbang, Giyan langsung menyerang wajah Vicky dengan tinjunya. Namun Vicky menghindar dengan cara berputar dan langsung melakukan serangan Spinning back Elbow, atau serangan siku berputar yang biasa dilakukan oleh praktisi Muay Thai.
Serangan dari Vicky tepat mendarat di pelipis sebelah kanan Giyan, dia terjatuh tepat di atas tubuh Randy yang sudah tersungkur lebih dulu.
Vicky lalu menatap Giyan yang sedang merintih kesakitan.
"Hanya segini? Bahkan aku membutuhkan waktu lebih banyak ketika berbicara dengan gadis kasir tadi dari pada menghadapi kalian," sindir Vicky dengan nada merendahkan.
Vicky lalu berbalik dan berjalan meninggalkan Giyan bersama kedua temannya.
"Tunggu bocah!!" Teriak Giyan memanggil Vicky yang sudah mulai menjauh. Giyan berdiri sambil memegang pisau lipat di tangannya.
Vicky menoleh ke arah Giyan yang sedang memegang pisau lipat, dia lalu berbalik dan menatap Giyan dengan tatapan dingin.
"Ada tiga hal penting yang akan aku katakan kepada kamu," tukas Vicky.
"Yang Pertama, aku menganggap dengan kamu memegang pisau itu, berarti kamu sudah siap membunuhku."
"Yang kedua, jika sekali saja kamu mengayunkan pisau itu di hadapanku, aku akan menganggap itu sebagai percobaan pembunuhan, dan menurut hukum aku berhak untuk membela diri."
"Jika sampai aku berhasil merebut pisau itu, yang tentu saja aku dapat dengan mudah melakukannya. Yakinlah aku tidak akan segan untuk membunuhmu, aku akan menusuk bagian leher atau pun jantungmu. Dengan begitu, kamu akan mati dengan cepat," sambung Vicky sambil menunjuk bagian tubuh yang tadi dia sebutkan.
"Yang ketiga, di belakangku ada tiang listrik yang dipasangi kamera CCTV, dan kamera itu mengarah ke taman ini. Jadi kalaupun aku membunuhmu aku tidak akan pernah ditangkap oleh pihak berwajib, dengan bantuan kamera itu sebagai bukti, akan menguatkan pernyataanku jika aku terpaksa membunuhmu karena kamu yang terlebih dahulu menyerangku bersama teman-temanmu."
Ucapan Vicky membuat Giyan ketakutan dan tubuhnya gemetar, Randy yang sedang terbaring di dekatnya mulai menarik-narik bagian bawah ujung celana Giyan. Randy sadar jika Vicky tidak menggertak, dia meminta Giyan untuk membuang pisaunya dan menyerah.
Giyan sendiri masih tidak bergerak, dia masih berdiri sambil memegang pisau, bukan karena dia tidak mau membuang pisau di tangannya, namun saat ini dia sudah terlalu takut, sampai membuatnya tidak dapat menggerakkan tubuhnya.
Vicky berjalan mendekati Giyan, seraya merapikan lengan bajunya yang tadi terlipat, dia berjalan tanpa melihat ke arah Giyan sama sekali. Penuh percaya diri.
Vicky tidak takut jika Giyan tiba-tiba menyerangnya, bukan karena percaya diri berlebihan. Itu karena dia yakin, saat ini beberapa orang suruhan Barry sedang mengawasinya dari tempat yang tidak terlihat, dan begitu nyawa Vicky dalam bahaya, orang-orang ini akan segera bertindak tanpa diperintah.
Setelah memasang kancing baju kemeja yang terletak di bagian lengan, Vicky lalu menatap Giyan yang berdiri ketakutan di depannya.
Saat ini Vicky sudah berada tepat di depan Giyan, dan Giyan sendiri sama sekali tidak pernah mengayunkan pisau lipat itu. Padahal dia sejak tadi sibuk merapikan lengan bajunya yang terlipat.
Vicky kemudian mengambil pisau lipat yang dipegang oleh Giyan, pria tampan itu lalu melipat pisau yang dia pegang, kemudianmemasukkannya kembali ke dalam saku celana Giyan. Setelah melakukan itu Vicky berseru dengan senyuman dinginnya, “See? Kamu bukan lawanku!” kemudian berbalik dan pergi meninggalkan ketiga pria itu dengan santai.
Dharma Prakarsa Grup merupakan grup yang menaungi beberapa perusahaan besar. Jika di gambarkan mungkin akan seperti ini.Keluarga Dharma memiliki saham sebesar 68%, disusul Keluarga Mahardika sebanyak 20%, dan gabungan beberapa keluarga lainnya sebanyak 12%.Prakarsa Wira Kanigara merupakan salah satu Perusahaan besar yang dinaungi Dharma Prakarsa Grup, perusahaan ini yang akan di pimpin oleh Vicky ke depannya.Keluarga Mahardika milik Manda hanya diberikan kewenangan untuk memilih CEO di perusahaan Prakarsa Wira Kanigara. Dan untuk perusahaan lainnya yang berada di bawah naungan grup itu, hak penunjukan CEO berada di tangan keluarga Dharma sebagai pemegang saham mayoritas di Dharma Prakarsa Grup.Hal itu yang membuat Aditya Mahardika sangat bernafsu ingin menguasai Prakarsa Wira Kanigara, karena Aditya sadar jika perusahaan lainnya tidak bisa diganggu.Vicky sendiri adalah cucu laki-laki pertama keluarga Dharma dari jalur Ibunya. Kakeknya bernama Dimas Dharma yang merupakan sahabat
Tentu saja ini semua adalah akting yang dipersiapkan oleh Vicky untuk menguji Devita.Mendengar ucapan Vicky, Devita langsung berdiri dari duduknya."Pak Vicky! Apa kamu pikir aku ini wanita murahan! Pak Vicky memang kaya dan juga adalah atasanku, tapi apa yang baru saja pak Vicky katakan sudah keterlaluan," seru Devita dengan mata berkaca-kaca.Setelah melihat respon dari Devita, Vicky lalu menghubungi salah satu karyawan menggunakan pesawat telepon yang berada di mejanya, dia mengatakan untuk tidak diganggu oleh siapa pun karena sedang meeting dengan Devita.Setelah itu Vicky menuju ke pintu ruang kerjanya lalu menguncinya dari dalam.Devita masih berdiri sambil menahan air matanya, saat ini dia sudah pasrah. Setelah Vicky mengunci pintu dan meminta untuk tidak diganggu, Devita sudah dapat menduga apa yang akan dilakukan oleh Vicky.Vicky kembali ke tempat duduknya, dia lalu bertanya kepada Devita."Menurutmu apa alasanku memanggilmu kesini?" tanya Vicky."Tentu saja untuk-"Belum s
Devita melirik jam tangan yang berada di tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, sudah 5 jam mereka terus bekerja. Ini adalah pertama kali bagi dia sesibuk itu di kantor, Devita merenggangkan badannya sambil memijat sendiri lehernya yang terasa sedikit tegang.Vicky yang baru saja meletakkan tumpukan dokumen yang telah Devita sortir terlihat berjalan menghampiri Devita, dengan lembut dia menawarkan diri untuk memberi pijatan kecil ke leher Devita."Sini kubantu," ucap Vicky sambil menyentuh leher bagian belakang Devita. Dia sadar jika hari ini Devita sudah bekerja keras dengan menyortir tumpukan dokumen penting seorang diri, sedangkan dia yang masih belum terbiasa dengan berbagai jenis dokumen, hanya membantu Devita memindahkan tumpukan dokumen itu."Tidak usah Pak Vicky," balas Devita menolak halus tawaran dari Vicky."Sudah, tidak apa-apa, kamu memang membutuhkan ini, sejak tadi kamulah yang paling bekerja keras, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku," ucap
"Devita kalau begitu kami duluan," ucap Vicky sambil melambaikan tangannya. Di sampingnya terlihat Manda yang merangkul mesra lengannya dan juga mengucap pamit kepada Devita."Kak Devita, kami duluan ya." Ucap Manda yang juga melambaikan tangannya ke Devita."Iya Pak Vicky dan Nona Manda, hati-hati di jalan." Devita terlihat membalas sambil melambaikan tangannya ke arah mereka berdua.Tak lama setelah itu, Vicky dan Manda sudah tidak terlihat lagi. Devita sendiri masih tetap tinggal di kantor, dia ingin menyelesaikan surat perjanjian jual beli untuk transaksi yang baru saja mencapai kesepakatan, ketika sedang memasukkan data produk, Bastian tiba-tiba menghampirinya."Devita, kamu sebentar jangan pulang dulu, aku butuh bantuanmu untuk menyelesaikan beberapa dokumen," ucap Bastian sambil menatap Devita dengan tatapan mesum."I-Iya Pak," balas Devita dengan raut wajah sedih.Dua jam berlalu dengan cepat, satu-persatu karyawan lain sudah meninggalkan kantor. Kini hanya Devita, Lili yang m
Sejak dari kantor Devita terus melamun, bahkan ketika Vicky berbicara dengan Barry melalui telepon, Devita sama sekali tidak menyadarinya. Pikirannya terus mengingat kejadian buruk yang baru saja menimpanya. “Devita....” Suara Vicky menyadarkan Devita dari lamunannya. Devita melihat situasi di sekitarnya dan langsung terkejut saat mengetahui jika dia berada di depan Luxury Diamond Hotel, salah satu hotel mewah bintang 5 di Kota Jakarta. Vicky membuka pintu, dan membantunya keluar dari mobil, dengan lembut Vicky merangkul tubuhnya sambil berjalan menuju pintu masuk Hotel. Ketika masuk, beberapa pria dan wanita asing terlihat menyambut mereka dengan sangat sopan, hal itu tentu saja membuat Devita semakin bingung. Dalam hati dia bertanya, “Apakah pelayanan Hotel mewah memang seperti ini.” Devita sendiri sudah beberapa kali mendatangi Hotel bintang 5 karena urusan pekerjaan. Beberapa customer asing, pemilik atau pejabat di perusahaan yang melakukan transaksi dengan Prakarsa Wira Kani
Vanya melirik jam tangan yang ia kenakan, dia terlihat gugup. Hari ini dirinya kembali menginjakkan kaki ke showroommobil milik Eddy untuk mengambil beberapa barang pribadi miliknya yang masih berada di tempat Eddy. Vanya sendiri sebenarnya sudah malas untuk kembali kesini, walaupun sudah seminggu berlalu, dia masih tetap merasa kesal terhadap atasannya itu.. “Vanya!” Teriak Eddy yang berada di depan pintu masuk showroom dengan wajah yang terlihat sangat marah. Ini adalah hari yang sudah Eddy nantikan, dia akhirnya bisa melampiaskan amarahnya kepada Vanya. Orang yang waktu itu membantu Vanya sudah tidak ada, Eddy bermaksud mempermalukan Vanya di hadapan karyawan lain. Dia ingin Vanya menjadi contoh bagi karyawan yang berani melawannya. Dengan berat Vanya melangkahkan kakinya menghampiri Eddy, dirinya juga sudah siap bahkan jika harus mendapat caci maki dari bosnya itu. Namun, ketika sudah berada tepat di depan Eddy, Vanya sedikit kebingungan melihat ekspresi wajah Eddy yang terlih
“Apa Vicky sudah datang?” tanya seorang pria pada salah satu karyawan di kantor Vicky.“Belum Pak,“ jawab wanita itu.“Bagaimana dengan Devita?” Tanya pria itu kembali.Karyawan wanita tersebut kembali menjawab, “Sama Pak, Ibu Devita juga belum tiba.”“Apa-apaan perusahaan ini, aku sedang membawa dokumen untuk transaksi 314 Milyar dan orang yang bertanggung jawab bahkan belum tiba!” keluh pria itu dengan sikap arogan.Pria itu bernama Anton, dia bekerja sebagai manager pembelian di perusahaan yang kemarin berhasil mencapai kesepakatan transaksi dengan Vicky. Hari ini dia ditugaskan oleh perusahaannya untuk mengurus transaksi itu. Anton juga berteman dengan Bastian dan Aditya, karena merasa berteman dengan dua petinggi di perusahaan yang dipimpin Vicky membuat Anton merasa sombong. Apalagi Anton juga mengetahui jika Vicky berstatus calon menantu dari Aditya yang juga adalah kenalannya.Anton tentu saja juga sudah menghubungi Bastian, namun Bastian beralasan bahwa dia tidak bisa masuk k
5 Bulan Kemudian.“Selamat Pagi Pak Vicky....”Semua karyawan Vicky tampak berbaris rapi menyambut kedatangan Vicky di kantor, itu mereka lakukan setiap pagi dan sudah menjadi rutinitas karyawan, baik pria maupun wanita selama beberapa bulan ini.Tentu saja Vicky tidak meminta karyawannya untuk melakukan itu, itu semua adalah murni inisiatif dari karyawan Vicky sebagai bentuk ucapan terima kasih mereka. kArena Vicky sudah memberikan mereka ilmu yang luar biasa. Membuat mereka semua bisa bekerja dengan professional, dari mereka yang dulunya tidak dapat berbicara dengan customer, kini bahkan transaksi mereka bisa tembus sampai milyaran rupiah.Hubungan Vicky dengan Manda juga semakin dekat, selama 5 bulan terakhir, setelah pulang kuliah, Manda selalu mengunjungi kantor Vicky.Vicky yang tadinya tidak merasakan apa-apa, kini mulai menyukai Manda, seperti batu yang terus-menerus terkena tetesan air, sekeras apa pun batu itu, tetesan air akan menghancurkannya. Mungkin istilah itu bisa meng
8 bulan kemudian... Karena permintaan Vladimir, Vicky dan Vanya akhirnya menetap di Rusia sampai tiba waktunya Vanya melahirkan nanti. Bima dan Utari juga tidak mempermasalahkan hal itu, rencananya Vicky dan Vanya baru ke Indonesia begitu usia kandungan Vanya memasuki bulan ke sembilan. Vicky memang sudah berniat agar saat Vanya melahirkan nanti bisa di dampingi oleh kedua orang tuanya. Selama Vicky dan Vanya berada di Rusia, Vincent di kirim ke Indonesia untuk menggantikan Vicky mengurus Dharma Prakarsa Grup. Alyona yang memiliki beberapa perusahaan di Singapura juga turut mengurus Grup perusahaan itu. Berkat kemampuan Kakak beradik ini, hanya dalam waktu enam bulan, Dharma Prakarsa Grup terbang tinggi dan menjadi salah satu Grup perusahaan terbesar di Indonesia. Setara dengan Grup Barata milik Gunnadi, dan juga Grup Adhitama milik Ezra sahabat Arthur dan Laras. Posisi Bimo dan Hendro di Dharma Prakarsa Grup di pulihkan oleh Dimas, ini juga atas permintaan langsung Arthur dan Lar
“Baiklah, kalian tunggu disini saja, biar aku dan Vanya yang menemui Kakek Vladimir,” ucap Bella. “Ayo Vanya,” sambungnya sambil menarik pelan lengan Vanya. Vanya tersenyum dan beranjak dari duduknya, nasib Ivan, Jafin dan Billy sekarang berada di tangan dua wanita cantik itu. Sambil berjalan menuju meja Vladimir dan para orang tua berada, Bella dan Vanya mulai mendiskusikan strategi mereka sambil berbisik, wajah Vanya berubah terkejut dia tampak menutup mulutnya menahan tawa mendengar rencana Bella. “Sekarang kamu paham kan?” Tanya Bella ke Vanya. Vanya menganggukkan kepalanya mereka berdua tampak beradu telapak tangan pelan sebelum menjalankan aksi mereka. Nabila, Olma dan Alexa kompak tertawa kecil melihat tingkah mereka yang menggemaskan, mereka pun menebak-nebak akan seperti apa cara Bella dan Vanya membujuk Vladimir. “Bella yang mengambil kendali, sepertinya kali ini mereka akan berhasil,” ucap Nabila. “Tentu saja, siapa dulu suaminya,” ujar Austin berbangga diri. “Maaf
Arthur, Laras, Vicky dan Vanya akhirnya tiba di Rusia, karangan bunga ucapan selamat untuk kehamilan Vanya berjajar rapi di sepanjang kediaman keluarga Vladislav. Di halaman depan, terilihat Vladimir dan ke empat senior Vicky bersama para istri mereka sudah menunggu kedatangan Vicky dan Vanya. Begitu turun dari mobil, Vicky dan Vanya langsung menghampiri Vladimir yang terus tersenyum bahagia, dengan sopan mereka berdua menyapa Vladimir, lalu menyapa para seniornya. Para bawahan keluarga Vladislav yang mengetahui kabar kehamilan Vanya sebenarnya berniat datang dan ikut merayakan kabar bahagia ini. Namun dengan berbagai pertimbangan, Vladimir akhirnya membatalkan hal itu, salah satu pertimbangan Vladimir karena sadar jika cucu mantunya itu butuh istirahat, jika sampai acara penyambutan besar-besaran di lakukan, bisa di pastikan Vanya akan sibuk menyapa para tamu yang jumlahnya tidak sedikit, dan tentu itu akan berbahaya untuk kandungannya. Nabila, Bella, Olma dan Alexa langsung memi
Karena Vincent sudah setuju dengan permintaannya, Alyona langsung membuka ponselnya hendak menghubungi temannya yang bernama Ghiska Natasha. Setelah kembali ke Rusia besok, Alyona dan Vincent rencananya akan terbang ke Indonesia untuk menggantikan Vicky mengurus Dharma Prakarsa Grup milik Kakek mereka selama Vicky dan Vanya berada di Rusia. Alyona dengan bersemangat mencari nama Ghiska di kontak ponselnya, dia pun langsung menghubungi nomor Ghiska untuk mengatur jadwal bertemu di Indonesia nanti. Tut... Tut.... “Halo....” “Halo Ghiska, ini aku Alyona,” ucap Alyona. “Hmm... Alyona?” Tanya Ghiska. “Astaga kamu jahat sekali karena tidak mengingatku, Alyona di Singapura, kita bertemu setahun yang lalu.” “Ohh.. Iya! Aku ingat si cantik bermata biru! Apa kabar?!” Tanya Ghiska yang akhirnya bisa mengingat Alyona. “Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?” “Sama... aku juga baik-baik saja, hah... aku sudah beberapa kali mencoba menghubungi nomormu yang dulu, tapi tidak pernah tersambu
Vicky, Vanya bersama Arthur dan Laras baru saja tiba di bandara, pagi ini mereka akan kembali ke Rusia menggunakan pesawat pribadi keluarga Vladislav. Empat orang dokter terlihat ikut bersama mereka, para dokter ini adalah dokter yang di rekomendasikan Luke untuk mengawal Vanya kembali ke Rusia. Semalam Arthur yang sangat mencemaskan keadaan menantunya langsung meminta Luke memilih empat Dokter terbaik untuk terbang bersama mereka ke Rusia. “Hahaha! Aku akan jadi Kakek, kamu tidak bisa meledekku lagi seperti kemarin berengsek!” Terdengar suara Arthur yang sedang berbicara melalui telepon dengan sahabatnya, sejak mengetahui kabar menantunya hamil, dia terus-menerus mendapat panggilan telepon dari berbagai negara untuk memberi dia ucapan selamat. Saking senangnya, Arthur bahkan sampai lupa memberitahu Vladimir tentang kabar bahagia ini. Vicky, Vanya dan Laras terus tertawa melihat Arthur yang layaknya anak kecil sedang memamerkan mainan barunya. Sambil menunggu pesawat selesai peng
Arthur dan Laras langsung bergegas menuju hotel tempat Vicky dan Vanya berada setelah mendengar kabar dari Vicky jika Vanya tiba-tiba sakit. Sesampainya di hotel, mereka langsung menuju kamar Vicky, raut wajah mereka terlihat begitu cemas, khawatir jika keputusan mereka mempertemukan Vicky dan Kirana malah berakhir buruk untuk Vanya. Ceklek! Arthur dan Laras langsung membuka pintu kamar Vicky, mereka berdua sontak terkejut begitu melihat Vanya yang baik-baik saja sedang tertawa bersama Kirana di dalam kamar. “Vanya? Bukannya kamu sedang sakit?” Tanya Laras. Vanya dan Kirana kompak menoleh, mereka berdua beranjak dari duduknya dan segera menghampiri Laras. “Aku tadi hanya kelelahan ibu,” jawab Vanya mempersilakan Laras dan Arthur masuk ke dalam kamar. “Jadi kamu baik-baik saja?” Tanya Laras lagi memastikan. “Iya Ibu, aku baik-baik saja,” jawab Vanya sambil tersenyum. “Lalu mengapa tadi Vicky mengatakan....” Arthur terdiam tidak menyelesaikan ucapannya, dia lalu menghela nafasn
Tidak ingin merahasiakan apapun lagi dari Vanya, Vicky akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Vanya. Mulai dari momen ketika mendapat kabar Kirana meninggal, kabar kematian kedua orang tuanya, dan juga pertunangannya dengan Manda. Setelah itu, Vicky lalu menceritakan momen dimana terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan Vanya karena perbuatan Manda. Wajah Vanya berubah sedih ketika mengingat momen menyakitkan itu, momen dimana dia akhirnya harus menunggu kepulangan Vicky yang tidak jelas kapan waktunya. “Waktu itu aku menjalani misi pelatihan militer keluargaku, aku tidak tahu apakah aku masih bisa pulang dengan selamat, karena itulah aku memilih tidak memberitahu kamu,” ucap Vicky, wajahnya juga terlihat sedih sewaktu menjelaskan tentang hal itu ke Vanya. Vanya tentu sedikit terkejut mendengar ada pelatihan seperti itu di keluarga suaminya, dalam hati dia merasa bersyukur karena Vicky kembali dengan selamat. Vicky kembali melanjutkan ceritanya, Vanya benar-benar
“Vicky... aku masih mencintaimu, bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintaiku?” Tanya Kirana berterus terang dengan perasaannya.Pertanyaan Kirana sontak mengejutkan Vicky, dia tidak menyangka jika mantan tunangannya akan bertanya tentang hal itu.Vicky meraih kedua tangan Kirana, sambil tersenyum dia menatap wajah cantik mantan tunangannya itu.“Kirana... awalnya aku juga sempat bingung dengan perasaanku sendiri ketika pertama kali melihat dirimu, dan aku yakin kamu sedang merasakan hal yang sama saat ini.”“Tapi berkat kamu yang bertanya apa saja yang telah aku alami beberapa tahun terakhir ini membuatku kembali mengingat bagaimana perjuangan Vanya yang tetap setia menungguku kembali dari misi pelatihan keluargaku, begitu banyak airmata yang telah dia tumpahkan untukku, dan begitu banyak pengorbanan yang telah dia lakukan selama menungguku.”“Vanya menghiburku di kala ku sedih, dia merawat hatiku yang terluka dengan cinta yang tulus, kehadirannya membuatku merasa bahagia d
Vanya tersenyum, dengan suara lembut dia berkata, “Kamu sudah menolongku berulang kali, sebagai istrimu, biarkan aku yang menolongmu kali ini, aku tahu hatimu sakit, aku tahu hatimu terluka, Sayang... apa kamu kira aku tahan melihatmu seperti ini.”Vicky terdiam, dia menunduk sambil menghela nafasnya.“Sayang... bukankah aku selalu bilang jika aku percaya kepadamu, dan untuk kali ini aku akan kembali mengatakannya, aku akan selalu percaya kepadamu, dan tak akan pernah meragukanmu sedikit pun, selesaikan urusan kalian secara baik-baik, itu akan menjadi obat terbaik untuk kalian berdua,” sambung Vanya.Vicky mengangkat wajahnya menatap Vanya, dia tersenyum lalu mengusap pucuk kepala vanya, merasa sangat bersyukur karena ditakdirkan menjadi pendamping Vanya.“Terima kasih sayang....” ucap Vicky yang langsung di balas senyuman hangat oleh Vanya.Vanya berjalan menuju tempat Kirana, Luke dan putra mereka berada, Vanya tersenyum lembut menyapa Kirana yang terus meneteskan air mata.Kirana