Beberapa saat kemudian mobil mereka sudah tiba di depan kediaman Hendro, dari jauh Vicky dan Vanya dapat melihat jika Hendro, Raka, Tono dan kedua orang tua Vanya sudah menunggu di pekarangan rumah.Sambil berpegangan tangan, Vanya dan Vicky menuju ke tempat Hendro dan yang lainnya menunggu.Namun sebelum mereka sampai, Raka langsung berlari menghampiri Vicky.Buk!Vanya sontak terkejut ketika Raka memeluk erat tubuh kekasihnya.Vicky tersenyum kepada Vanya, "Sayang, sepertinya aku akan menenangkan pria ini dulu,” ucap Vicky sambil melepas tangan Vanya.Vanya tersenyum dan mengangguk, dia lalu meninggalkan Raka dan Vicky menuju ke tempat orang tuanya menunggu.“Kamu benar-benar-” Raka tak bisa menyelesaikan ucapannya, air matanya mengalir deras sambil terus memeluk Vicky yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri.Lima tahun yang lalu, Raka juga menjadi orang yang sangat terpukul ketika mengetahui Vicky pergi meninggalkan Indonesia.Raka bahkan berniat untuk mengamuk di tempat Adit
Enrik masih terus bertingkah di halaman depan, dia terus-terusan memprovokasi Tono, Bima membawa Utari yang terlihat cemas menjauh dari Enrik yang semakin bertingkah, dia tidak ingin istrinya menjadi panik karena tingkah laku Enrik. Dua buah mobil berwarna hitam tiba di kediaman Hendro, mereka semua langsung menoleh ke arah mobil yang baru saja tiba, Enrik sedikit cemas ketika melihat beberapa pria dengan setelan jas turun dari mobil itu, namun ketika melihat pria-pria itu menyapa orang-orangnya dengan ramah, Enrik langsung tertawa dan kembali memprovokasi Tono, Hendro dan Bima. "Vanya kemarilah!" Teriak Enrik memanggil. Vanya diam tak bergerak, kedua tangannya mengepal erat. "Hei, Vanya apa kamu lupa dengan perjanjian kita?!" Teriak Enrik yang mulai kesal karena Vanya tidak menggubris panggilannya. Tono, Hendro dan kedua orang tua Vanya sontak terkejut mendengar ucapan Enrik, mereka tidak mengetahui jika Vanya memiliki semacam perjanjian dengan Enrik. "Vanya, jangan ke sana," uc
"Vicky, bagaimana jika kamu tinggal di sini bersamaku?" Tanya Vanya, mereka berdua baru saja tiba di apartemen milik Vanya. Vicky memandangi apartemen tipe studio milik Vanya, apartemen dengan konsep open plan di mana ruangan seperti ruang tengah, kamar tidur dan dapur menyatu dalam satu ruangan, tipe apartemen ini memang sangat cocok untuk Vanya yang tinggal seorang diri. Setelah mengamati kamar apartemen Vanya selama beberapa saat, Vicky lalu berpikir sejenak, setelah itu dia menoleh ke Vanya sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tidak, kurasa itu bukan ide yang bagus," jawab Vicky. Alasannya menolak tawaran Vanya, karena Vicky tidak yakin jika dia masih bisa menjaga amanat ibunya, jika dia dan Vanya tinggal berdua di apartemen tipe studio seperti ini. "Apa yang kamu khawatirkan, aku tidak akan berbuat aneh-aneh seperti kemarin," ucap Vanya manja dengan wajah memelas. "Apa iya?" Tanya Vicky curiga. "Iya, aku tidak akan menggoda kamu lagi," jawab Vanya sambil tersenyu
“Apakah kamu mengetahui cara untuk menolong mereka?” Tanya Vicky dengan ekspresi wajah serius.Vincent tersenyum kepada Vicky, dengan tegas dia berkata “Tentu saja.”“Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?” Vicky menjadi penasaran dengan langkah yang akan di ambil adiknya.“Pertemukan mereka dengan keluarganya, tidak akan ada yang bisa mengalahkan kemurnian kasih sayang dan perhatian dari keluarga sendiri,” ucap Vincent.“Tim medis dan juga Tim psikolog sebaiknya memberi para korban waktu untuk berinteraksi dengan keluarganya terlebih dahulu, mereka cukup memantau keadaan korban dari jauh,” sambung Vincent menambahkan.Evan yang mendengar itu langsung menjalankan perintah Vincent, dia meminta bawahannya untuk mengantar keluarga korban ke aula, Barry yang diberitahu tentang instruksi itu juga langsung menjalankan perintah Vincent, dia meminta tim medis dan tim psikolog untuk memberikan para korban waktu bersama keluarganya.Beberapa saat kemudian, puluhan orang yang rata-rata seumu
"SAATNYA PENGHAKIMAN!" Teriak Vincent sembari berjalan menuju Enrik dan anak buahnya.Salah satu bawahan Vincent terlihat memasuki ruangan dengan membawa tas berwarna Hitam yang berisi puluhan pistol berjenis FN dan revolver, dia lalu meletakkan tas hitam itu di samping Vincent.Vincent membuka tas dan mengambil pistol FN dari dalam tas itu."Sebaiknya kamu melepaskan aku dan anak buahku, kamu tidak tahu dengan siapa kamu berurusan."Enrik yang sudah mulai sadar langsung mengancam Vincent, dia tidak terlihat takut walaupun Vincent dan anak buahnya memegang senjata. Dalam pikirannya Vincent tidak mungkin akan membunuh mereka semua dan berurusan dengan pihak kepolisian.Enrik terus memandangi Vincent, wajahnya masih terlihat arogan, dia menganggap Vincent hanyalah bocah kaya yang ingin bertingkah seperti pahlawan.Di pikirannya Enrik yakin jika Vincent akan langsung ketakutan jika dia menyebut orang-orang besar yang memiliki koneksi dengannya. Hal itu sudah Enrik buktikan saat menyekap
Beberapa jam kemudian kondisi para korban sudah semakin membaik, metode yang di gunakan oleh Vincent terbukti efektif. Vincent dengan sikap sadisnya menghukum para penjahat, sementara Vicky dengan kelembutannya menghibur para korban. Layar besar tak lagi menampilkan gambar, menurut informasi, Vincent sudah dalam perjalanan kembali menuju hotel tempat Vicky berada. Beberapa korban bahkan sudah mulai bercanda dengan Vicky. "Kak Vicky, apakah Kak Vincent sudah memiliki pacar?" Tanya seorang gadis kepadanya. "Sepengetahuanku Vincent belum memiliki wanita yang benar-benar bisa dikatakan sebagai pasangannya," jawab Vicky apa adanya. "Benarkah?” Wanita muda itu terlihat sangat bersemangat ketika mendengar ucapan Vicky. Namun ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah, sambil menunduk dia berkata, "Kami hanyalah wanita-wanita bekas pakai, mana mungkin pria tampan seperti Kak Vincent akan melirik kami," ucapnya dengan suara lirih. Para wanita muda yang lainnya yang menjadi korban ikut menunduk
"Sayang, aku pulang," ucap Vicky sambil membuka pintu apartemen milik Vanya."Sayang sini cepat!" balas Vanya yang sedang menonton televisi, matanya terus memandangi layar televisi dengan raut wajah yang sangat terkejut."Ada apa?" Tanya Vicky sambil berjalan menghampiri Vanya."Ini berita tentang Enrik, dia dan anak buahnya di temukan tewas di dalam sebuah pabrik tua di Jakarta." Vanya terus memandangi layar Televisi yang menampilkan berita tentang Enrik dan anak buahnya."Apa penyebabnya?" Vicky kembali bertanya kepada Vanya."Menurut apa yang di sampaikan reporter, Enrik dan anak buahnya terlibat perselisihan, kelompoknya terbagi menjadi dua bagian, dan akhirnya saling bunuh di gudang itu untuk menyelesaikan masalahnya, pihak berwajib juga menemukan dua jenis senjata yang berbeda dalam jumlah yang banyak," jawab Vanya menjelaskan.Vicky menganggukkan kepalanya, dia akhirnya menyadari mengapa Vincent mengeksekusi kelompok Enrik dengan dua jenis senjata yang berbeda, hal itu karena V
"Terima kasih sayang," ucap Vanya sambil mengecup mesra bibir Vicky. Vicky membalas ciuman lembut dari Vanya dan tersenyum, "Iya, yang semangat kerjanya ya Sayang," Kekasihnya itu lalu turun dari mobil menuju ke showroom mobil bekas milik Eddy. Dari dalam mobil, Vicky yang sedang mengantar Vanya bekerja memandangi showroom mobil milik Eddy yang terlihat sangat berbeda. Walaupun Vicky sudah mendengar jika kondisi ekonomi Eddy sedang kurang baik. Dia tidak menyangka jika kondisinya akan separah ini, Eddy benar-benar jatuh dari singgasananya sebagai Raja showroom mobil mewah, hanya untuk melindungi Vanya dan karyawan wanitanya yang lain. "Bersabarlah Eddy...." gumam Vicky dalam hati, dia lalu pergi meninggalkan tempat itu menuju Golden Vlad Hotel untuk bertemu Vincent. Beberapa saat kemudian Vicky telah tiba di Golden Vlad Hotel, para pria bawahan Barry langsung menyambutnya dan mengantar Vicky menuju kamar yang di tempati Vincent. "Hah, sepertinya dia habis minum banyak semalam,"
8 bulan kemudian... Karena permintaan Vladimir, Vicky dan Vanya akhirnya menetap di Rusia sampai tiba waktunya Vanya melahirkan nanti. Bima dan Utari juga tidak mempermasalahkan hal itu, rencananya Vicky dan Vanya baru ke Indonesia begitu usia kandungan Vanya memasuki bulan ke sembilan. Vicky memang sudah berniat agar saat Vanya melahirkan nanti bisa di dampingi oleh kedua orang tuanya. Selama Vicky dan Vanya berada di Rusia, Vincent di kirim ke Indonesia untuk menggantikan Vicky mengurus Dharma Prakarsa Grup. Alyona yang memiliki beberapa perusahaan di Singapura juga turut mengurus Grup perusahaan itu. Berkat kemampuan Kakak beradik ini, hanya dalam waktu enam bulan, Dharma Prakarsa Grup terbang tinggi dan menjadi salah satu Grup perusahaan terbesar di Indonesia. Setara dengan Grup Barata milik Gunnadi, dan juga Grup Adhitama milik Ezra sahabat Arthur dan Laras. Posisi Bimo dan Hendro di Dharma Prakarsa Grup di pulihkan oleh Dimas, ini juga atas permintaan langsung Arthur dan Lar
“Baiklah, kalian tunggu disini saja, biar aku dan Vanya yang menemui Kakek Vladimir,” ucap Bella. “Ayo Vanya,” sambungnya sambil menarik pelan lengan Vanya. Vanya tersenyum dan beranjak dari duduknya, nasib Ivan, Jafin dan Billy sekarang berada di tangan dua wanita cantik itu. Sambil berjalan menuju meja Vladimir dan para orang tua berada, Bella dan Vanya mulai mendiskusikan strategi mereka sambil berbisik, wajah Vanya berubah terkejut dia tampak menutup mulutnya menahan tawa mendengar rencana Bella. “Sekarang kamu paham kan?” Tanya Bella ke Vanya. Vanya menganggukkan kepalanya mereka berdua tampak beradu telapak tangan pelan sebelum menjalankan aksi mereka. Nabila, Olma dan Alexa kompak tertawa kecil melihat tingkah mereka yang menggemaskan, mereka pun menebak-nebak akan seperti apa cara Bella dan Vanya membujuk Vladimir. “Bella yang mengambil kendali, sepertinya kali ini mereka akan berhasil,” ucap Nabila. “Tentu saja, siapa dulu suaminya,” ujar Austin berbangga diri. “Maaf
Arthur, Laras, Vicky dan Vanya akhirnya tiba di Rusia, karangan bunga ucapan selamat untuk kehamilan Vanya berjajar rapi di sepanjang kediaman keluarga Vladislav. Di halaman depan, terilihat Vladimir dan ke empat senior Vicky bersama para istri mereka sudah menunggu kedatangan Vicky dan Vanya. Begitu turun dari mobil, Vicky dan Vanya langsung menghampiri Vladimir yang terus tersenyum bahagia, dengan sopan mereka berdua menyapa Vladimir, lalu menyapa para seniornya. Para bawahan keluarga Vladislav yang mengetahui kabar kehamilan Vanya sebenarnya berniat datang dan ikut merayakan kabar bahagia ini. Namun dengan berbagai pertimbangan, Vladimir akhirnya membatalkan hal itu, salah satu pertimbangan Vladimir karena sadar jika cucu mantunya itu butuh istirahat, jika sampai acara penyambutan besar-besaran di lakukan, bisa di pastikan Vanya akan sibuk menyapa para tamu yang jumlahnya tidak sedikit, dan tentu itu akan berbahaya untuk kandungannya. Nabila, Bella, Olma dan Alexa langsung memi
Karena Vincent sudah setuju dengan permintaannya, Alyona langsung membuka ponselnya hendak menghubungi temannya yang bernama Ghiska Natasha. Setelah kembali ke Rusia besok, Alyona dan Vincent rencananya akan terbang ke Indonesia untuk menggantikan Vicky mengurus Dharma Prakarsa Grup milik Kakek mereka selama Vicky dan Vanya berada di Rusia. Alyona dengan bersemangat mencari nama Ghiska di kontak ponselnya, dia pun langsung menghubungi nomor Ghiska untuk mengatur jadwal bertemu di Indonesia nanti. Tut... Tut.... “Halo....” “Halo Ghiska, ini aku Alyona,” ucap Alyona. “Hmm... Alyona?” Tanya Ghiska. “Astaga kamu jahat sekali karena tidak mengingatku, Alyona di Singapura, kita bertemu setahun yang lalu.” “Ohh.. Iya! Aku ingat si cantik bermata biru! Apa kabar?!” Tanya Ghiska yang akhirnya bisa mengingat Alyona. “Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?” “Sama... aku juga baik-baik saja, hah... aku sudah beberapa kali mencoba menghubungi nomormu yang dulu, tapi tidak pernah tersambu
Vicky, Vanya bersama Arthur dan Laras baru saja tiba di bandara, pagi ini mereka akan kembali ke Rusia menggunakan pesawat pribadi keluarga Vladislav. Empat orang dokter terlihat ikut bersama mereka, para dokter ini adalah dokter yang di rekomendasikan Luke untuk mengawal Vanya kembali ke Rusia. Semalam Arthur yang sangat mencemaskan keadaan menantunya langsung meminta Luke memilih empat Dokter terbaik untuk terbang bersama mereka ke Rusia. “Hahaha! Aku akan jadi Kakek, kamu tidak bisa meledekku lagi seperti kemarin berengsek!” Terdengar suara Arthur yang sedang berbicara melalui telepon dengan sahabatnya, sejak mengetahui kabar menantunya hamil, dia terus-menerus mendapat panggilan telepon dari berbagai negara untuk memberi dia ucapan selamat. Saking senangnya, Arthur bahkan sampai lupa memberitahu Vladimir tentang kabar bahagia ini. Vicky, Vanya dan Laras terus tertawa melihat Arthur yang layaknya anak kecil sedang memamerkan mainan barunya. Sambil menunggu pesawat selesai peng
Arthur dan Laras langsung bergegas menuju hotel tempat Vicky dan Vanya berada setelah mendengar kabar dari Vicky jika Vanya tiba-tiba sakit. Sesampainya di hotel, mereka langsung menuju kamar Vicky, raut wajah mereka terlihat begitu cemas, khawatir jika keputusan mereka mempertemukan Vicky dan Kirana malah berakhir buruk untuk Vanya. Ceklek! Arthur dan Laras langsung membuka pintu kamar Vicky, mereka berdua sontak terkejut begitu melihat Vanya yang baik-baik saja sedang tertawa bersama Kirana di dalam kamar. “Vanya? Bukannya kamu sedang sakit?” Tanya Laras. Vanya dan Kirana kompak menoleh, mereka berdua beranjak dari duduknya dan segera menghampiri Laras. “Aku tadi hanya kelelahan ibu,” jawab Vanya mempersilakan Laras dan Arthur masuk ke dalam kamar. “Jadi kamu baik-baik saja?” Tanya Laras lagi memastikan. “Iya Ibu, aku baik-baik saja,” jawab Vanya sambil tersenyum. “Lalu mengapa tadi Vicky mengatakan....” Arthur terdiam tidak menyelesaikan ucapannya, dia lalu menghela nafasn
Tidak ingin merahasiakan apapun lagi dari Vanya, Vicky akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Vanya. Mulai dari momen ketika mendapat kabar Kirana meninggal, kabar kematian kedua orang tuanya, dan juga pertunangannya dengan Manda. Setelah itu, Vicky lalu menceritakan momen dimana terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan Vanya karena perbuatan Manda. Wajah Vanya berubah sedih ketika mengingat momen menyakitkan itu, momen dimana dia akhirnya harus menunggu kepulangan Vicky yang tidak jelas kapan waktunya. “Waktu itu aku menjalani misi pelatihan militer keluargaku, aku tidak tahu apakah aku masih bisa pulang dengan selamat, karena itulah aku memilih tidak memberitahu kamu,” ucap Vicky, wajahnya juga terlihat sedih sewaktu menjelaskan tentang hal itu ke Vanya. Vanya tentu sedikit terkejut mendengar ada pelatihan seperti itu di keluarga suaminya, dalam hati dia merasa bersyukur karena Vicky kembali dengan selamat. Vicky kembali melanjutkan ceritanya, Vanya benar-benar
“Vicky... aku masih mencintaimu, bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintaiku?” Tanya Kirana berterus terang dengan perasaannya.Pertanyaan Kirana sontak mengejutkan Vicky, dia tidak menyangka jika mantan tunangannya akan bertanya tentang hal itu.Vicky meraih kedua tangan Kirana, sambil tersenyum dia menatap wajah cantik mantan tunangannya itu.“Kirana... awalnya aku juga sempat bingung dengan perasaanku sendiri ketika pertama kali melihat dirimu, dan aku yakin kamu sedang merasakan hal yang sama saat ini.”“Tapi berkat kamu yang bertanya apa saja yang telah aku alami beberapa tahun terakhir ini membuatku kembali mengingat bagaimana perjuangan Vanya yang tetap setia menungguku kembali dari misi pelatihan keluargaku, begitu banyak airmata yang telah dia tumpahkan untukku, dan begitu banyak pengorbanan yang telah dia lakukan selama menungguku.”“Vanya menghiburku di kala ku sedih, dia merawat hatiku yang terluka dengan cinta yang tulus, kehadirannya membuatku merasa bahagia d
Vanya tersenyum, dengan suara lembut dia berkata, “Kamu sudah menolongku berulang kali, sebagai istrimu, biarkan aku yang menolongmu kali ini, aku tahu hatimu sakit, aku tahu hatimu terluka, Sayang... apa kamu kira aku tahan melihatmu seperti ini.”Vicky terdiam, dia menunduk sambil menghela nafasnya.“Sayang... bukankah aku selalu bilang jika aku percaya kepadamu, dan untuk kali ini aku akan kembali mengatakannya, aku akan selalu percaya kepadamu, dan tak akan pernah meragukanmu sedikit pun, selesaikan urusan kalian secara baik-baik, itu akan menjadi obat terbaik untuk kalian berdua,” sambung Vanya.Vicky mengangkat wajahnya menatap Vanya, dia tersenyum lalu mengusap pucuk kepala vanya, merasa sangat bersyukur karena ditakdirkan menjadi pendamping Vanya.“Terima kasih sayang....” ucap Vicky yang langsung di balas senyuman hangat oleh Vanya.Vanya berjalan menuju tempat Kirana, Luke dan putra mereka berada, Vanya tersenyum lembut menyapa Kirana yang terus meneteskan air mata.Kirana