Begitu tiba di kediamannya, tiga orang pelayan wanita yang bekerja di rumah Vicky langsung menyambut kedatangannya.Sebelumnya, Barry sudah memberitahu kepada ketiga pelayan itu tentang kedatangan Vicky dan kondisi Vanya yang sedang tidak sadarkan diri.Vicky menyerahkan Vanya yang sedang tidak sadarkan diri kepada ketiga pelayan itu begitu dia turun dari mobil.“Tolong ganti baju dia terlebih dahulu,” ucap Vicky sembari memandangi pakaian yang dikenakan Vanya.“Pasti dia akan merasa kurang nyaman jika tidur menggunakan pakaian seperti itu,” sambung Vicky.Dua orang pelayan wanita langsung mengikuti perintah Vicky. Sedangkan pelayan yang lain menyiapkan keperluan Vanya.Setelah memberi instruksi kepada pelayan, Vicky kembali menuju kamarnya, sebelum beristirahat, dia memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu.Beberapa menit berlalu, Vicky mematikan kran air lalu mengambil handuk yang berada di dekatnya. Ketika ia keluar dari kamar mandi, Vicky dikejutkan oleh Vanya yang kini
"5 menit lagi...," gumam Vanya yang masih merasa berat untuk bangun dari tidurnya.Dia masih sulit untuk membuka matanya, entah mengapa hari ini tempat tidurnya terasa sangat nyaman, dia kembali tidur sambil memeluk bantal guling di sampingnya.5 menit berlalu,...Dan setelah 10 menit berlalu,Vanya akhirnya mulai membuka matanya, mau tidak mau dia harus bangun untuk berangkat kerja."Apa ini?" gumam Vanya sambil perlahan membuka matanya, samar-samar dia melihat bantal guling yang dipeluknya terlihat berbeda.Ketika akhirnya mata Vanya terbuka, dia sontak terkejut. Karena yang dia peluk bukanlah bantal guling melainkan tubuh seorang pria yang bertelanjang dada.Dia semakin panik ketika menyadari jika saat ini dia hanya mengenakan pakaian tidur tipis tanpa dalaman dengan seorang pria yang tidak dia kenali.Karena kondisi ruangan yang sedikit gelap, Vanya tidak dapat melihat wajah pria kurang ajar yang sudah melakukan ini padanya."Arrrgg!" teriak Vanya sambil melepas pelukannya dari tu
***“Vicky! Jangan melihat kesini! Tutup matamu!” teriak Vanya sambil mencoba menutupi tubuhnya.“Hahaha....” Vicky tertawa melihat tingkah lucu Vanya.Karena menggunakan pakaian tidur dengan bahan yang tipis, membuat tubuh Vanya yang sedang tidak mengenakan dalaman terlihat dengan jelas ketika terpapar sinar matahari yang masuk melalui jendela kamar.Vanya mengambil handuk kimono milik Vicky yang di gantung tidak jauh dari tempatnya berdiri, dan langsung menggunakannya untuk menutupi tubuhnya.Dengan wajah cemberut, Vanya berjalan menuju kamar mandi.Namun ketika dia tepat berada di samping Vicky yang masih malas-malasan di tempat tidur, tangannya langsung di tarik, sehingga tubuhnya jatuh menindih tubuh Vicky.“Nona Vanya, mau ke mana?” tanya Vicky. Wajahnya kini berada tepat di depan wajah Vanya.“Vicky, aku mau mandi, aku telat ke kantor,” jawab Vanya sambil berusaha melepaskan pelukan Vicky darinya.“Tapi aku masih ingin bersamamu,” ucap Vicky.Vanya tersenyum. “Iya, tapi aku har
Adelia ingin memberitahu Vanya tentang Barry yang pagi ini membeli 30 mobil mewah, dan mengirim mobil itu ke beberapa pemilik perusahaan besar sebagai hadiah. Namun sudah berulang kali dia mencoba menghubungi ponsel Vanya, tapi tak sekalipun Vanya menjawab panggilannya.“Kak Vanya, ... kamu di mana...,” lirih Adelia.Adelia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas, dia akan mencoba menghubungi Vanya setelah serah terima kendaraan yang di percayakan Eddy kepadanya.Saat ini dia sudah berada di salah satu rumah mewah yang memesan mobil Audi TT Coupe seharga 1,8 Milyar. Setelah mengantar mobil sampai pekarangan rumah, sopir yang mengantar Adelia terlihat menunggu di dekat pos satpam rumah mewah itu.Adelia mengetuk pintu rumah, tak berselang lama, seorang pemuda tampan membuka pintu lalu menyapa Adelia sambil tersenyum.Senyum pemuda itu sempat membuat Adelia salah tingkah, dia sudah sering menemani Vanya serah terima kendaraan. Namun baru kali ini dia bertemu pembeli yang berwajah tamp
Dua minggu berlalu dengan cepat, setiap pagi, sebelum Manda berangkat kuliah, Manda selalu datang mengunjungi kantor Vicky. Sudah dua minggu dia tidak pernah bertemu dengan tunangannya, sudah dua minggu pula Vicky tidak menjawab panggilan teleponnya.Entah sudah berapa ratus pesan yang dia kirimkan kepada Vicky, tak ada satu pun yang mendapatkan balasan.“Vicky...,” lirih Manda dengan raut wajah yang terlihat sangat sedih.Manda masih tidak mengetahui alasan mengapa Vicky memperlakukannya seperti ini. Dalam pikiran Manda, tidak mungkin Vicky mengetahui hubungan terlarangnya bersama Giyan sewaktu berada di Bogor.Devita yang sudah dua minggu ini terus memperhatikan Manda, mulai merasa iba kepada gadis cantik itu, Devita juga mulai sedikit menyalahkan Vicky yang sikapnya tiba-tiba berbalik 180 derajat kepada Manda.Devita meletakkan beberapa dokumen yang berada di tangannya ke meja, kemudian menghampiri Manda yang sedang tertunduk lesu di ruangan Vicky.“Nona Manda,” sapa Devita dengan
Sejak bertemu kembali dengan Vanya, di jam makan siang, Vicky pasti akan menyempatkan waktu agar bisa makan siang bersama Vanya, sesekali Adelia juga ikut makan siang bersama mereka. Seperti siang ini, di mana mereka bertiga makan siang di salah satu restoran ternama di kota Jakarta.Walaupun Vicky dan Vanya sudah terlihat layaknya sepasang kekasih, Vicky sendiri belum pernah secara resmi meminta Vanya untuk menjadi kekasihnya. Hal itu karena dia masih terikat dengan statusnya yang masih bertunangan dengan Manda.Setelah mengantar Vanya dan Adelia kembali ke Showroom Eddy, Vicky mengemudikan mobilnya kembali ke kantor. Ketika dia sedang dalam perjalanan pulang menuju kantornya, dia mendapat telepon dari salah satu orang kepercayaan Efendi. Orang itu mengatakan jika kondisi Efendi semakin memburuk dan ingin segera bertemu dengan Vicky.Mendengar kabar itu, Vicky langsung menghubungi Barry untuk mengantarnya ke kediaman Efendi yang berada di Bogor.Beberapa saat berlalu, kini Vicky sud
Walaupun Eddy sudah memintanya untuk liburan selama sebulan penuh, Vanya tetap saja merasa tidak enak kepada rekan kerjanya yang lain.Dua minggu setelah kejadian yang menggemparkan showroom milik Eddy. Vanya pun memutuskan untuk kembali bekerja. Dia juga meyakinkan Eddy jika Barry tidak akan lagi membuat pesanan tiba-tiba seperti waktu itu.Hari ini, Vanya mengajak Adelia untuk menginap di tempat kostnya. Menghabiskan malam dengan menonton serial film drama kesukaan mereka.“Adelia, kamu jadi kan menginap di tempatku?” tanya Vanya yang sedang bersiap untuk pulang.“Iya Kak, aku juga sudah membeli beberapa amunisi untuk menonton film drama,” jawab Adelia sambil menunjuk bungkusan yang berisi bermacam-macam makanan ringan.“Good job!” Seru Vanya sambil tertawa kecil.Ting!!Bunyi notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel milik Vanya.Dia langsung tersenyum ketika melihat nama Vicky sebagai pengirim pesan, namun senyumannya menghilang setelah membuka pesan yang dikirim Vicky.[Vicky]
Vicky sudah tiba di kediaman orang tua Vanya, rumah tingkat berukuran 8 kali 12 meter, dengan 2 kamar tidur di lantai bawah dan satu kamar tidur lagi di lantai atas. Sangat kecil jika di bandingkan dengan rumah pemberian Kakek Efendi kepadanya, namun entah mengapa ada perasaan nyaman ketika pertama kali Vicky menginjakkan kakinya di rumah itu.Ruang tamu dan ruang keluarga bagaikan museum galery Vanya, semua foto yang menempel di tembok kedua ruangan itu adalah foto Vanya.Vicky tidak berhenti tersenyum ketika melihat foto-foto yang ada di situ, foto dari Vanya masih TK, sampai Vanya wisuda semua berada di tembok itu.Melihat foto Vanya dari masa ke masa membuat Vicky kembali mengagumi kecantikan dari wanita pilihannya itu.Bima ikut bergabung dengan Vicky, berbincang-bincang santai bersama Vicky sambil membahas putri semata wayangnya yang sangat dia banggakan.Setelah puas melihat foto wanita pujaannya, Vicky menghampiri Utari yang terlihat sibuk memasak di dapur. Bunyi peralatan ma
8 bulan kemudian... Karena permintaan Vladimir, Vicky dan Vanya akhirnya menetap di Rusia sampai tiba waktunya Vanya melahirkan nanti. Bima dan Utari juga tidak mempermasalahkan hal itu, rencananya Vicky dan Vanya baru ke Indonesia begitu usia kandungan Vanya memasuki bulan ke sembilan. Vicky memang sudah berniat agar saat Vanya melahirkan nanti bisa di dampingi oleh kedua orang tuanya. Selama Vicky dan Vanya berada di Rusia, Vincent di kirim ke Indonesia untuk menggantikan Vicky mengurus Dharma Prakarsa Grup. Alyona yang memiliki beberapa perusahaan di Singapura juga turut mengurus Grup perusahaan itu. Berkat kemampuan Kakak beradik ini, hanya dalam waktu enam bulan, Dharma Prakarsa Grup terbang tinggi dan menjadi salah satu Grup perusahaan terbesar di Indonesia. Setara dengan Grup Barata milik Gunnadi, dan juga Grup Adhitama milik Ezra sahabat Arthur dan Laras. Posisi Bimo dan Hendro di Dharma Prakarsa Grup di pulihkan oleh Dimas, ini juga atas permintaan langsung Arthur dan Lar
“Baiklah, kalian tunggu disini saja, biar aku dan Vanya yang menemui Kakek Vladimir,” ucap Bella. “Ayo Vanya,” sambungnya sambil menarik pelan lengan Vanya. Vanya tersenyum dan beranjak dari duduknya, nasib Ivan, Jafin dan Billy sekarang berada di tangan dua wanita cantik itu. Sambil berjalan menuju meja Vladimir dan para orang tua berada, Bella dan Vanya mulai mendiskusikan strategi mereka sambil berbisik, wajah Vanya berubah terkejut dia tampak menutup mulutnya menahan tawa mendengar rencana Bella. “Sekarang kamu paham kan?” Tanya Bella ke Vanya. Vanya menganggukkan kepalanya mereka berdua tampak beradu telapak tangan pelan sebelum menjalankan aksi mereka. Nabila, Olma dan Alexa kompak tertawa kecil melihat tingkah mereka yang menggemaskan, mereka pun menebak-nebak akan seperti apa cara Bella dan Vanya membujuk Vladimir. “Bella yang mengambil kendali, sepertinya kali ini mereka akan berhasil,” ucap Nabila. “Tentu saja, siapa dulu suaminya,” ujar Austin berbangga diri. “Maaf
Arthur, Laras, Vicky dan Vanya akhirnya tiba di Rusia, karangan bunga ucapan selamat untuk kehamilan Vanya berjajar rapi di sepanjang kediaman keluarga Vladislav. Di halaman depan, terilihat Vladimir dan ke empat senior Vicky bersama para istri mereka sudah menunggu kedatangan Vicky dan Vanya. Begitu turun dari mobil, Vicky dan Vanya langsung menghampiri Vladimir yang terus tersenyum bahagia, dengan sopan mereka berdua menyapa Vladimir, lalu menyapa para seniornya. Para bawahan keluarga Vladislav yang mengetahui kabar kehamilan Vanya sebenarnya berniat datang dan ikut merayakan kabar bahagia ini. Namun dengan berbagai pertimbangan, Vladimir akhirnya membatalkan hal itu, salah satu pertimbangan Vladimir karena sadar jika cucu mantunya itu butuh istirahat, jika sampai acara penyambutan besar-besaran di lakukan, bisa di pastikan Vanya akan sibuk menyapa para tamu yang jumlahnya tidak sedikit, dan tentu itu akan berbahaya untuk kandungannya. Nabila, Bella, Olma dan Alexa langsung memi
Karena Vincent sudah setuju dengan permintaannya, Alyona langsung membuka ponselnya hendak menghubungi temannya yang bernama Ghiska Natasha. Setelah kembali ke Rusia besok, Alyona dan Vincent rencananya akan terbang ke Indonesia untuk menggantikan Vicky mengurus Dharma Prakarsa Grup milik Kakek mereka selama Vicky dan Vanya berada di Rusia. Alyona dengan bersemangat mencari nama Ghiska di kontak ponselnya, dia pun langsung menghubungi nomor Ghiska untuk mengatur jadwal bertemu di Indonesia nanti. Tut... Tut.... “Halo....” “Halo Ghiska, ini aku Alyona,” ucap Alyona. “Hmm... Alyona?” Tanya Ghiska. “Astaga kamu jahat sekali karena tidak mengingatku, Alyona di Singapura, kita bertemu setahun yang lalu.” “Ohh.. Iya! Aku ingat si cantik bermata biru! Apa kabar?!” Tanya Ghiska yang akhirnya bisa mengingat Alyona. “Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?” “Sama... aku juga baik-baik saja, hah... aku sudah beberapa kali mencoba menghubungi nomormu yang dulu, tapi tidak pernah tersambu
Vicky, Vanya bersama Arthur dan Laras baru saja tiba di bandara, pagi ini mereka akan kembali ke Rusia menggunakan pesawat pribadi keluarga Vladislav. Empat orang dokter terlihat ikut bersama mereka, para dokter ini adalah dokter yang di rekomendasikan Luke untuk mengawal Vanya kembali ke Rusia. Semalam Arthur yang sangat mencemaskan keadaan menantunya langsung meminta Luke memilih empat Dokter terbaik untuk terbang bersama mereka ke Rusia. “Hahaha! Aku akan jadi Kakek, kamu tidak bisa meledekku lagi seperti kemarin berengsek!” Terdengar suara Arthur yang sedang berbicara melalui telepon dengan sahabatnya, sejak mengetahui kabar menantunya hamil, dia terus-menerus mendapat panggilan telepon dari berbagai negara untuk memberi dia ucapan selamat. Saking senangnya, Arthur bahkan sampai lupa memberitahu Vladimir tentang kabar bahagia ini. Vicky, Vanya dan Laras terus tertawa melihat Arthur yang layaknya anak kecil sedang memamerkan mainan barunya. Sambil menunggu pesawat selesai peng
Arthur dan Laras langsung bergegas menuju hotel tempat Vicky dan Vanya berada setelah mendengar kabar dari Vicky jika Vanya tiba-tiba sakit. Sesampainya di hotel, mereka langsung menuju kamar Vicky, raut wajah mereka terlihat begitu cemas, khawatir jika keputusan mereka mempertemukan Vicky dan Kirana malah berakhir buruk untuk Vanya. Ceklek! Arthur dan Laras langsung membuka pintu kamar Vicky, mereka berdua sontak terkejut begitu melihat Vanya yang baik-baik saja sedang tertawa bersama Kirana di dalam kamar. “Vanya? Bukannya kamu sedang sakit?” Tanya Laras. Vanya dan Kirana kompak menoleh, mereka berdua beranjak dari duduknya dan segera menghampiri Laras. “Aku tadi hanya kelelahan ibu,” jawab Vanya mempersilakan Laras dan Arthur masuk ke dalam kamar. “Jadi kamu baik-baik saja?” Tanya Laras lagi memastikan. “Iya Ibu, aku baik-baik saja,” jawab Vanya sambil tersenyum. “Lalu mengapa tadi Vicky mengatakan....” Arthur terdiam tidak menyelesaikan ucapannya, dia lalu menghela nafasn
Tidak ingin merahasiakan apapun lagi dari Vanya, Vicky akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Vanya. Mulai dari momen ketika mendapat kabar Kirana meninggal, kabar kematian kedua orang tuanya, dan juga pertunangannya dengan Manda. Setelah itu, Vicky lalu menceritakan momen dimana terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan Vanya karena perbuatan Manda. Wajah Vanya berubah sedih ketika mengingat momen menyakitkan itu, momen dimana dia akhirnya harus menunggu kepulangan Vicky yang tidak jelas kapan waktunya. “Waktu itu aku menjalani misi pelatihan militer keluargaku, aku tidak tahu apakah aku masih bisa pulang dengan selamat, karena itulah aku memilih tidak memberitahu kamu,” ucap Vicky, wajahnya juga terlihat sedih sewaktu menjelaskan tentang hal itu ke Vanya. Vanya tentu sedikit terkejut mendengar ada pelatihan seperti itu di keluarga suaminya, dalam hati dia merasa bersyukur karena Vicky kembali dengan selamat. Vicky kembali melanjutkan ceritanya, Vanya benar-benar
“Vicky... aku masih mencintaimu, bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintaiku?” Tanya Kirana berterus terang dengan perasaannya.Pertanyaan Kirana sontak mengejutkan Vicky, dia tidak menyangka jika mantan tunangannya akan bertanya tentang hal itu.Vicky meraih kedua tangan Kirana, sambil tersenyum dia menatap wajah cantik mantan tunangannya itu.“Kirana... awalnya aku juga sempat bingung dengan perasaanku sendiri ketika pertama kali melihat dirimu, dan aku yakin kamu sedang merasakan hal yang sama saat ini.”“Tapi berkat kamu yang bertanya apa saja yang telah aku alami beberapa tahun terakhir ini membuatku kembali mengingat bagaimana perjuangan Vanya yang tetap setia menungguku kembali dari misi pelatihan keluargaku, begitu banyak airmata yang telah dia tumpahkan untukku, dan begitu banyak pengorbanan yang telah dia lakukan selama menungguku.”“Vanya menghiburku di kala ku sedih, dia merawat hatiku yang terluka dengan cinta yang tulus, kehadirannya membuatku merasa bahagia d
Vanya tersenyum, dengan suara lembut dia berkata, “Kamu sudah menolongku berulang kali, sebagai istrimu, biarkan aku yang menolongmu kali ini, aku tahu hatimu sakit, aku tahu hatimu terluka, Sayang... apa kamu kira aku tahan melihatmu seperti ini.”Vicky terdiam, dia menunduk sambil menghela nafasnya.“Sayang... bukankah aku selalu bilang jika aku percaya kepadamu, dan untuk kali ini aku akan kembali mengatakannya, aku akan selalu percaya kepadamu, dan tak akan pernah meragukanmu sedikit pun, selesaikan urusan kalian secara baik-baik, itu akan menjadi obat terbaik untuk kalian berdua,” sambung Vanya.Vicky mengangkat wajahnya menatap Vanya, dia tersenyum lalu mengusap pucuk kepala vanya, merasa sangat bersyukur karena ditakdirkan menjadi pendamping Vanya.“Terima kasih sayang....” ucap Vicky yang langsung di balas senyuman hangat oleh Vanya.Vanya berjalan menuju tempat Kirana, Luke dan putra mereka berada, Vanya tersenyum lembut menyapa Kirana yang terus meneteskan air mata.Kirana