Share

Bab 6. Memang Mempesona

last update Last Updated: 2024-02-28 21:19:04

Gio melangkah masuk ke dalam ruangan IGD menuju ranjang di mana anak keduanya berbaring. Di sampingnya, Maureen memegang lengannya dengan kuat. Gadis itu sangat gugup dan juga dipenuhi rasa takut bercampur rasa bersalah.

Tinggal beberapa langkah dari ranjang mereka berhenti. Di depan mereka Felipe terbaring lemah di atas kasur. Kepalanya dibalut perban putih. Ada memar dan luka di wajahnya. Kedua tangan dan kakinya juga banyak luka-luka akibat yang dia alami. Tangan kirinya diinfus, entah obat apa yang dia perlukan.

Mata Felipe memandang lurus pada Gio dan Maureen. Tetapi tatapan Felipe terlihat aneh. Dia memandang ke sekelilingnya seolah-olah mencoba memahami apa yang terjadi.

"Hai, Fel. Apa yang kamu rasa?" Gio maju lagi dua langkah. Maureen terus memegang kuat lengan Gio.

"Aku? Aku, kenapa?" Pandangan Felipe tampak bingung.

"Fel!"

"Kak?!"

Gio dan Maureen berseru bareng. Pertanyaan Felipe membuat mereka kaget.

"Kak, beneran kamu ga ingat apa yang terjadi?" Maureen maju selangkah, tapi tangannya masih menggandeng lengan Gio.

Gio menatap dengan cermat wajah Felipe. Dia memang tampak bingung. Lalu mengernyit, tangan kanan memegang kepala atasnya.

"Ahhh, kepalaku ..." Felipe mengernyit hingga kedua alisnya hampir menyatu.

"Felipe?" Gio ikut mendekat.

Detak jantung Gio melaju cepat. Sepertinya yang dokter katakan benar. Kepala Felipe mengalami benturan cukup keras dan bisa berpengaruh dengan kerja otaknya. Sedangkan dokter masih perlu melakukan observasi sejauh mana efek benturan terhadap otak Felipe.

"Aku di mana? Kenapa badanku sakit semua?" Dengan suara lemah Felipe bicara.

"Ya Tuhan, Kakak ...." Maureen merasakan dadanya bergemuruh.

Felipe tidak bisa ingat apa yang terjadi! Apakah dia mengalami amnesia? Tidak! Gadis itu menunduk dalam-dalam dan menangis.

"Ini semua salahku. Aku egois. Aku jahat. Ini semua salahku. Ya Tuhan ..." Maureen merasa tubuhnya pun gemetar dan menjadi lunglai.

"Felipe, kamu di rumah sakit." Gio berbicara berharap apa yang dia katakan akan membuat Felipe ingat sesuatu.

"Rumah sakit? Kok bisa?" tanya Felipe.

Dia masih memegangi kepala tapi suaranya terdengar lebih keras.

Maureen makin dalam menundukkan kepala. Sebagian rambutnya sampai tergerai menutupi wajahnya. Bagaimana dia akan menjawab pertanyaan Felipe? Semakin dia membuka suara, semakin menusuk rasa bersalah di dada. Gara-gara kebodohannya, Felipe harus mengalami kecelakaan hingga kehilangan ingatan.

Gio merangkul bahu Maureen. "Reen, it is okay. Felipe akan pulih lagi. Dia laki-laki yang kuat."

"Maafkan aku, Pa. Maafkan aku." Rasanya berat sekali kata-kata itu keluar dari bibirnya.

"Kamu mencelakai aku, kenapa minta maaf sama Papa?" ujar Felipe.

Mendengar itu Maureen mengangkat wajah dan melihat Felipe. Felipe juga sedang memandang padanya.

"Sini, minta maaf sama kakak ganteng," kata Felipe. Lalu dia memainkan alisnya, menaikkannya beberapa kali.

"Kak?!" Maureen lupa kalau dia sedang menangis. Dia bingung kenapa Felipe berkata begitu.

"Sakit sekali kepalaku, lihat tangan kakiku. Sakit semua. Ayo, cepat minta maaf," tandas Felipe.

"Felipe? Kamu tidak hilang ingatan, bukan?" Gio mempertajam tatapannya pada Felipe.

"Papa?" Maureen memegang lagi lengan Gio. Dia masih bingung dengan keadaan Felipe.

"Kepalaku sakit," kata Felipe. Kembali dia mengernyit sambil memegang kepala bagian atas.

"Felipe, jawab Papa." Gio meminta Felipe tidak menghindar.

"Papa, please ..." Maureen kaget papanya bersikap keras pada Felipe di saat dia sedang sakit sampai tidak bisa ingat dirinya.

"Hehehe ..." Tiba-tiba Felipe terkekeh. "Hehehe ..."

"Felipe?" ulang Gio memanggil meminta Felipe segera menjawab.

"Aduh, adduhhh, tunggu bentar, Pa." Felipe kembali memegangi kepalanya. Dia menarik napas dalam beberapa kali.

"Kakak, aku takut. Kakak kenapa?" Maureen memandang Felipe dengan tatapan makin bingung.

"Aku mau ketawa, tapi nyut nyut kepalaku," ujar Felipe.

"Kakak!" Maureen mengusap pipinya yang kembali basah. Dia benar-benar bingung melihat Felipe seperti itu. "Maafkan aku. Semua gara-gara aku. Kalau aku ga marah-marah, kamu ga akan kayak gini."

"Heii ... jangan nangis," sahut Felipe. Dia mengulurkan tangannya yang menggenggam tangan Maureen.

"Aku memang bodoh. Emosian terus. Aku jahat sama kamu, Kak." Tangis Maureen masih belum bisa berhenti.

Gadis 14 tahun itu benar-benar menyesal dengan kelakuannya yang membuat kakaknya celaka.

"Heii, aku ga apa-apa. Papa bener, aku laki-laki yang kuat." Felipe membujuk adiknya.

"Ga apa-apa gimana? Kepalamu sakit, seluruh tubuhmu sakit. Kamu jangan bikin aku bingung, Kak," ucap Maureen, sementara tangannya sibuk mengusap lagi pipinya.

"Iya, sakit semua. Tapi aku masih normal. Ga lupa kalau punya adik suka ngambek," timpal Felipe.

"Ihh, Kakak!" Maureen memutar tubuh dan memeluk Gio. Tangisnya meledak lagi.

Kesal karena Felipe mengerjainya. Dalam kondisi seperti itu, kebiasaan usilnya masih juga dia lakukan. Tetapi lega, kekuatiran dokter tidak terjadi. Kepala Felipe mungkin ada luka, tapi tidak mempengaruhi otaknya.

"Reen ... jangan nangis, please ... Aku ga apa-apa. Besok aku udah bisa main basket lagi," kata Felipe berusaha menghibur adiknya.

Gio tersenyum memandang Felipe. Lega, putra keduanya bisa usil, berarti dia memang baik-baik saja.

Malam itu, Gio menemani Felipe di rumah sakit. Maureen pulang bersama Reggy, anak pertama Gio yang juga menyusul sepulang dia dari sekolah. Gio merasa terharu melihat ketiga anaknya yang sudah remaja dan beranjak dewasa. Mereka tumbuh dengan baik meski tanpa seorang ibu ada di rumah mereka.

Hampir enam tahun, tidak terasa istri tercinta meninggalkan Gio karena kanker. Rasanya tidak percaya dengan kenyataan yang terjadi. Segalanya seperti hancur dan berantakan saat ratu di keluarga Hendrick harus berpulang selamanya.

Ternyata semua dapat terlewati, meskipun berat sekali Gio harus berjuang sebagai seorang ayah yang juga memaksa diri berperan sebagai ibu.

*****

Gio memandangi Felipe yang tidur pulas. Baguslah. Jika dia bisa istirahat, akan lebih cepat pulih. Lega juga, dia segera bisa dipindah ke ruang perawatan, bukan lagi di IGD.

Gio sendiri merasa sangat letih dan lelah. Tapi pikirannya bergerak ke mana-mana, banyak hal datang dan pergi di kepalanya.

Ting! Ting! Ting!

Notif masuk beberapa kali di ponsel. Gio membuka pesan yang masuk dari Shiany. Seketika mata Gio melebar. Foto diri Shiany terbuka di layar. Wanita itu memang niat ingin menaklukkan Gio. Jika di kantor, meskipun penampilannya seksi masih terlihat oke, di luar Shiany jauh lebih berani,

Celana pendek, sangat pendek yang dia kenakan. Dengan tangtop membalut tubuh bagian atas. Itu pun perutnya tidak tertutup penuh. Di tangannya gelas minuman dia angkat tinggi. Senyumnya lebar dengan lirikan mata menggoda.

- Ke sini, Pak Gio. Kami beneran happy. Jangan kerja mulu!

Gio menggeleng-geleng. Shiany memang mempesona. Sebagai pria, Gio tidak mungkin memungkiri itu. Desir-desir halus ada kalanya mengganggu jika Gio melihat wanita cantik dengan penampilan aduhai atau syur. Dia butuh sentuhan dan butuh memberikan pelepasan untuk dirinya.

"Hmmm ..." Gio mengembuskan napas berat.

Ting!

- Ditunggu, nih ... Botol baru siap meluncur!

Satu lagi pesan dengan gambar makin menggoda Shiany kirimkan.

Gio harus memberi jawaban atau Shiany akan terus mengganggu.

- Anakku di rumah sakit. Aku tidak bisa bersenang-senang.

Kesal, Gio mengirimkan pesan balasan.

Ada lagi pesan masuk, tapi Gio enggan membukanya. Dia simpan ponsel dan memejamkan mata. Lebih baik berusaha tidur dari pada terganggu hal yang tidak perlu.

"Selamat pagi, Pak."

Sapaan lembut itu membangunkan Gio. Dia dengan cepat menegakkan posisinya yang semula sedikit merosot bersandar pada sandaran sofa. Betapa terkejut Gio melihat siapa yang ada di depannya.

"Bu Shiany?"

Gio melihat ke arloji di tangannya. Hampir jam lima pagi. Bagaimana bisa Shiany muncul tiba-tiba begini? Tahu dari mana kalau Gio ada di rumah sakit itu?

Related chapters

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 7. Siapa Dia, Papa?!

    "Aku bawakan sarapan, Pak. Masih hangat." Shiany menyodorkan kotak berwarna coklat di depan Gio. Gio mengusap-usap mata dan wajahnya. Dia masih harus memaksa dirinya segera dapat kesadaran lagi. Ya, dia tidak sedang bermimpi. Shiany memang datang menemuinya di rumah sakit. "Dari mana kamu tahu aku di sini?" Gio tidak bisa basa-basi. Dia tidak menerima kotak yang masih terulur di depannya. Dia menatap Shiany dengan pandangan tidak suka. "Itu gampang sekali, Pak Gio. Media sosial bisa menjawab apapun yang kita tanya dan menunjukkan apapun yang kita perlu," jawab Shiany. Ya, kenapa tidak terpikir oleh Gio? Anak-anaknya bisa saja meng-up load yang terjadi pada Felipe. Mudah saja mencari jejak digital.Dia duduk di samping Gio sambil memegang kotak yang ditolak Gio. Gio berdiri, mendekati Felipe. Anak muda itu masih lelap dengan posisi kepalanya miring. Perlahan-lahan Gio membetulkan posisinya agar lebih nyaman. "Hhmmm ..." Felipe bergumam. Sepertinya dia merasa ada yang mengganggu ti

    Last Updated : 2024-02-29
  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 8. Tidak Akan Ingkar

    Gio harus menjelaskan pada anak-anaknya kalau dia dan Shiany memang tidak ada apa-apa. Dia harus memilih kata-kata yang tepat agar tidak akan ada lagi pertanyaan dan kecurigaan dari mereka kalau Gio tidak ada hubungan lebih dari rekan kerja dengan wanita itu. Reggy dan Felipe memandang pada sang ayah, menunggu penjelasan. Maureen masih pura-pura sibuk meskipun telinganya siap menerima jawaban. "Bu Shiany itu utusan dari perusahaan lain untuk bekerja sama dengan event di kota. Lebih dua bulan kami bersama-sama mengurus semuanya. Baru tuntas kemarin. Papa juga tidak mengira dia punya perhatian lebih. Serius, Papa bahkan tidak mengatakan kalau anak Papa sedang kena musibah. Dia mendapat kabar dari yang lain." Ketiga anak Gio memperhatikannya. Mereka mau mendengar semuanya, sejelas-jelasnya. "Papa sudah janji akan fokus dengan keluarga. Papa masih sayang mama kalian. Buat Papa tujuan hidup Papa melihat kalian berhasil meraih cita-cita, itu saja." Gio tidak mau menceritakan lebih jauh y

    Last Updated : 2024-03-01
  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 9. Kamu Harus Bahagia

    Gio merasa deru jantungnya melaju begitu cepat. Hasrat rindunya meningkat. Victoria tiba-tiba ada di depannya. Mata mereka bertemu, tangan pun saling menggenggam. Gio tak akan menyia-nyiakan waktu kebersamaan itu."Vicky, Vicky ...""Mas Gio, kamu yang aku kuatirkan." Victoria mengulang kata-katanya."Aku sangat rindu sama kamu," kata Gio tanpa berkedip, terus memandang wajah cantik wanita paling dia cintai."Mas, kamu harus bahagia," ucap Victoria lembut. Tangannya naik menyentuh pipi Gio. Ada ketulusan dari tatapan mata Victoria."Kamu bahagiaku, Vicky. Kamu tahu itu," ucap Gio. Makin menderu rasa di dadanya. "Kamu pun bahagiaku. Ketiga buah hati kita bukti kebahagiaan kita. Tapi kamu, Mas, kamu harus bahagia ..." Tuttt!!! Tutttt!!!Keras dering telpon terdengar. Gio melonjak dan segera bangun."Astaga ... Aku ketiduran. Dan, Vicky??" Gio benar-benar bermimpi bertemu mendiang istrinya.Tutttt!! Tuttt!! Lagi dering ponsel membahana di ruang kamar itu.Masih belum mendarat, masih te

    Last Updated : 2024-03-02
  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 10. Tidak Mungkin

    Pagi datang. Veronica bersemangat memulai hari. Dengan dua karyawatinya tinggal di ruko, di lantai 2, dia tidak lagi merasa kesepian. Veronica sendiri memilih lantai 3 menjadi tempat dia tinggal. Lebih privasi dan tenang.“Mbak, jadi belanja?” Seorang wanita muda menghampiri Veronica yang baru turun dari lantai atas ke distro.“Eih, Tina. Iya. Ada beberapa yang harus aku beli buat besok.” Veronica menjawab dengan senyum ceria di bibirnya.“Perlu aku temani, Mbak?” Tina menawarkan diri.“Hmm …” Veronica berpikir. “Ga usah, deh. Ga banyak juga yang dibeli. Kamu bantu di sini aja, biar semua segera beres.”"Siap!" Tina menyahut dengan mantap."Kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungi saja. Aku harap yang aku cari ga susah dapatnya, jadi aku bisa cepat balik." Veronica merapatkan jaket tipis yang dia kenakan."Iya, Mbak. Hati-hati di jalan." Tina mengangguk.Veronica keluar distro. Taksi online yang di pesan sudah datang. Dengan cepat Veronica masuk ke dalam kendaraan berwarna putih itu,

    Last Updated : 2024-04-05
  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 11. Kunjungan Istimewa

    Kaget juga Maureen dengan kedatangan cowok spesial di hatinya itu. Ternyata Natan berani datang juga ke rumah, padahal Maureen sudah mengancam jangan sampai nongol di rumahnya. Natan memang menyukai Maureen. Dia bahkan menulis surat cinta yang diselipkan dalam lukisan yang dia buat untuk Maureen, saat gadis itu berulang tahun. Lukisan itu yang menjadi biang keladi keributan Maureen dan Felipe.Gara-gara lukisan hadiah dari Natan, keusilan Felipe merajalela. Hingga puncaknya siang itu sepulang sekolah. Karena terlalu kesal Maureen mengancam kabur dan menyeberang jalan, menuju arah berlawanan dengan jalan mereka pulang.Panik, Felipe mengejar Maureen, begitu saja menyeberang jalan, hingga sebuah motor tak bsia menghindar dan menabrak Felipe."Ah, iya, masuklah." Maureen mundur beberapa langkah dari pintu."Kok kamu bisa sama-sama Yerry?" tanya Maureen. Natan melangkah masuk. "Iya, kan dari sekolah barengan," jawab Natan. "Kamu kenal baik sama Yerry?" tanya Maureen lagi. Mereka menuju

    Last Updated : 2024-04-05
  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 12. Papa Ga Boleh Nikah Lagi

    Melihat ekspresi Maureen, Natan tahu Maureen tidak senang dengan ucapannya.“Maaf, aku ga enak nih, tanya kayak gitu,” kata Natan. Tatapan aneh Maureen membuat Natan sadar, dia salah bicara. “Sampai sekarang papa ga pernah bicara soal nikah. Lagian aku ga mau la, punya ibu tiri,” ujar Maureen tegas. Natan tersenyum melihat Maureen manyun. Tapi dia bisa paham mengapa Maureen berpikiran seperti itu. Natan akan ingat baik-baik, Maureen cukup sensitif bicara soal ini. Lebih baik dia tidak mengungkit mengenai ini lagi. "Sorry, Reen. Really sorry," ucap Natan."Dahlah, ga apa-apa." Maureen melempar senyum tapi terlihat kecut.Mereka melanjutkan mengerjakan PR. Lumayan, Natan datang membuat dia lebih semangat belajar. Waktu berlalu, hingga jam lima sore, Yerry dan Natan pulang. ***** Semenjak pembicaraan di teras samping dengan Natan, pikiran Maureen jadi sering tertuju pada papanya. Apa benar papa tidak ingin menikah? Memang papa tidak muda banget, tapi papa masih belum tua juga. Misal

    Last Updated : 2024-04-06
  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 13. Jatuh Cinta?

    Reggy menoleh pada Resita, tidak memperhatikan yang Maureen katakan. "Kak Reggy!? Dengar aku, kan?" Lagi teriakan Maureen terdengar. "Ya, oke. Kirim saja list-nya. Aku pulang sekalian belanjain," jawab Reggy. "Makasih, Kakakku yang paling baik. Aku tunggu ya ... Ga pakai lama!" Klik. Panggilan Maureen selesai. Resita masih memandang Reggy. Serius, gadis itu merasa lucu dengan kejadian barusan. "Nama kamu bukannya Ardani?" tanya Resita. "Reggy panggilanku di rumah. Sorry, adikku memang cerewet." Reggy melepas senyum tipis. "Seru kedengarannya. Aku malah ga punya adik," ujar Resita. "Oh ... anak tunggal?" tanya Reggy sambil menyimpan ponsel di tasnya. Dia bersiap akan pulang. "Ada kakak laki-laki. Tapi kakak angkat." Resita menjawab sambil ikut merapikan tasnya. "I see ..." Reggy mengangguk. "Baiklah, aku harus pulang juga. Sampai besok, Re ... ah, ga apa-apa aku panggil Reggy?" "Ya, tentu." Reggy kembali tersenyum.Mereka berpisah di tempat parkir. Masing-masing dengan moto

    Last Updated : 2024-04-06
  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 14. Wanita Cantik Bersama Papa

    Kembali ke sekolah, Reggy dan Resita mendapat sambutan heboh dari teman-teman. Mereka berhasil menjuarai lomba puisi se-kota. Tentu saja semua bangga, karena piala kemenangan diboyong ke sekolah oleh keduanya. Reggy di tempat pertama dan Resita menyusul di nomor kedua. Senyum lebar Resita yang hampir tidak hilang dari bibirnya yang indah, makin membuat hati Reggy bergelut dengan rasa yang dia yakin, itu adalah cinta. Sampai di detik terakhir Reggy harus meninggalkan sekolah, dia masih melihat senyum Resita sembari gadis itu melambai ke arahnya, lalu mereka berpisah. "Kapan bisa duduk berdua ngobrol lagi, Re? Lomba selesai, urusan kita juga selesai." Reggy merasa sedikit melow memikirkan itu. "Hebat!! Kakakku kerennn!!" Maureen melompat-lompat girang menyambut Reggy pulang. Tentu saja, kabar kemenangan Reggy sudah beredar di sosmed dan sampai kepada adik-adiknya. Maureen langsung beraksi begitu Reggy sampai di rumah. Dia peluk Reggy erat, dia goyang-goyang, sampai berputar-putar kar

    Last Updated : 2024-04-07

Latest chapter

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 111. Tidak Akan Berubah

    Veronica mendorong Gio agar menjauh. Dengan cepat Veronica bangun dan turun dari ranjang besar itu. Veronica merapikan rambut dan baju yang dia kenakan. “Papa!!” Terdengar lagi teriakan Maureen. “Ah, aku salah strategi. Kenapa aku suruh mereka nyusul ke sini sekarang?” Kesal, Gio berkata. Veronica tersenyum mendengar kalimat itu. Dia mendekati Gio, mengecup pipinya, lalu cepat bergerak menuju ke pintu dan membukanya. Di depan pintu, Maureen berdiri memandang dengan cemas. Di belakangnya Felipe dan Reggy berdiri sama cemasnya, menatap Veronica. “Mama. Mama ga apa-apa?” Maureen mencermati Veronica dengan mata bergerak cepat melihat dari atas ke bawah. “Nggak apa-apa,” kata Veronica. “Papa mana?” tanya Felipe. “Ada di dalam. Masuklah,” jawab Veronica sambil membuka lebih lebar pintu kamar itu. Ketiga anak itu semakin bingung. Veronica terlihat baik-baik saja. Dia tampak tenang dan tidak ada lagi marah meluap seperti yang dia tunjukkan saat masih di rumah. Veronica mendah

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 110. Di-prank?

    Gio mengepalkan tangannya menatap dengan marah pada Veronica. “Oh, kamu mencurigaiku?! Oke! Sekarang, kamu ikut aku. Biar kamu tahu sekalian apa yang aku lakukan tadi malam. Biar kamu puas!” Gio berkata lebih keras dengan wajah juga memerah. “Buat apa? Kamu mau kenalkan aku sama wanita itu? Buat apa!?” sentak Veronica. Geram makin melambung di dadanya yang terasa panas membara. Gio menarik lengan Veronica, tidak memberi kesempatan istrinya menolak. Sekalipun Veronica mencoba melepaskan tangan, Gio tidak melonggarkan pegangan tangannya. “Papa!” Maureen memanggil Gio dengan hati porak poranda. Dia marah, sangat marah papanya bertindak kasar pada Veronica yang tidk lain dan tidak bukan adalah istrinya. Reggy dan Felipe pun bergerak maju dua langkah karena sangat terkejut mendapati orang tuanya sampai ribut di depan mereka. “Kalian juga mau tahu!? Silakan menyusul. Aku akan share lokasinya. Jelas?” Gio melihat pada ketiga anaknya yang melotot dengan pandangan bingung bercampur

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 109. Gio Makin Menakutkan

    “Hmm …” Veronica tersenyum tipis. Ya, kejutan luar biasa! Gio ada main hati dengan wanita lain di belakang Veronica. “Mungkin. Mama belum tahu.”Veronica berusaha tersenyum dengan tatapan tenang, meskipun hatinya terasa pilu.“Tepat banget lagi, Mama ultah di hari Sabtu. Semua ada di rumah,” kata Maureen dengan senyum lebar. “Ah, aku mau masak yang spesial buat Mama, deh, buat sarapan.”“Wah, terima kasih banyak. Tapi Mama mau pergi belanja. Di kulkas tinggal sedikit bahan makanan,” ujar Veronica. Rencananya ingin menenangkan diri harus dia lakukan.“Oke. Pas Mama balik, sarapan sudah siap.” Maureen berucap dengan dua jempol terangkat.Veronica melempar senyum kecil, lalu meninggalkan rumah. Veronica sengaja berjalan saja menuju ke swalayan yang ada di dekat distro. Dia akan ambil waktu di sana menenangkan diri sebelum nanti kembali ke rumah.Lantao 3 di distro memang jadi tempat para karyawan Veronica tinggal sejak Veronica menikah dan tinggal dengan Gio serta anak-anaknya. Ruangan m

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 108. Dikhianati

    Veronica menoleh ke jam dinding di kamar, hampir setengah sepuluh malam. Gio belum juga pulang. Ke mana sebenarnya pria itu? Biasanya, dia akan memberitahu dengan jelas ke mana pergi, ada urusan apa, dan dengan siapa. Tapi kali itu, dia bukan hanya bersikap dingin, tetapi juga tidak mau bicara apapun pada Veronica. Bagi Veronica, sikap Gio itu kembali menjadi CEO tampan sedingin kulkas.Sekali lagi Veronica mengirimkan pesan pada Gio. Tentu saja berharap Gio akan membalasnya.- Kak, belum bisa pulang? Aku tunggu atau aku tidur lebiih dulu?Gio akhirnya membalas pesan itu, setelah hampir sepuluh menit berlalu.- terserahJawaban itu membuat Veronica kesal. Sedang sibuk apa, sih, sampai membalas pesan saja tidak bisa dengan kata-kata yang melegakan? Tidak sabar, Veronica menelpon suaminya. Beberapa kali mencoba, Gio pun menerima panggilan itu.“Kenapa?” tanya Gio datar.“Kakak ada apa? Beritahu aku yang jelas. Aku bingung dengan sikap Kak Gio,” kata Veronica tanpa basa-basi.“Jangan leb

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 107. Apa Salahku?

    Hari hampir malam saat Gio tiba di rumah. Empat hari di luar kota, sangat melelahkan. Dia ingin sekali segera istirahat, bertemu keluarga, dan menikmati waktu untuk menyegarkan penat dirinya. Maureen menyambut Gio di depan pintu. Dengan senyum lebar dia memeluk kuat Gio. Meskipun sudah menjadi gadis dewasa, Maureen tetap saja manja. “Senang Papa pulang. Kak Reggy juga sudah di rumah. Lengkap keluarga kita,” kata Maureen masih bergelayut manja pada ayahnya. “Gimana Reggy? Dia baik?” tanya Gio sambil berjalan menuju ke kamarnya. “Baik. Lagi keluar sama Kak Sita. Biasalah, kangen-kangenan, hee … abis LDR,” jawab Maureen. “Reen masak apa buat makan malam? Papa lapar.” Gio meletakkan koper di dekat lemari pakaiannya. “Ada, udah siap. Tapi mama belum pulang,” kata Maureen. “Ga apa-apa. Ga usah tunggu, keburu sakit perut,” ujar Gio. “Oya, Pa, tiga hari lagi mama ultah. Mau bikin acara, ga?” tanya Maureen. “Oya?” Gio menatap Maureen. Bagaimana bisa dia tidak ingat? “Yaa … Papa sama

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 106. Memandangmu, Memelukmu

    Pasak melangkah menjauh, Randy dan Maureen menuju motor. Tak lama mereka sudah di jalanan yang cukup ramai. Randy mengantar Maureen pulang. Di jalan dia cerita tentang Pasak. Dia pembalap yang sangat lihai dan tajam menyerang lawan. Kayak pasak menghujam tanah dengan dalam. Karena itu dia dipanggil Pasak. Satu lagi Maureen bertemu teman lama Randy. Dan dia mengatakan sesuatu yang memang Randy akui pada Maureen. Randy dulu suka balapan liar tapi dia sudah berhenti. Maureen tersenyum. Dia makin yakin, Randy sungguh-sungguh mau mengubah hidupnya. "Senangnya Kakak di rumah lagi. Kangen banget aku." Maureen memeluk Reggy yang baru masuk rumah. "Aku juga lega akhirnya kembali ke rumah. Kangen masakan kamu sama mama," ucap Reggy dengan senyum. khasnya. "Udah, Reggy istirahat dulu, nanti aja ceritanya," kata Veronica. "Bawa oleh-oleh ga, Kak?" tanya Maureen mengikuti Reggy ke kamarnya. "Ada. Pasti aku bawa buat adikku yang cantik ini." Reggy mengusap kepala Maureen. "Biar aku belum pern

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 105. Kesempatan Berdua Lagi

    Mobil merah keren itu masuk halaman rumah keluarga Hendrick. Randy memarkir mobil dan turun dari mobil. Maureen juga keluar dari mobil itu. Lalu mengeluarkan beberapa belanjaannya dari bagasi. Randy membantu membawakan juga. Mereka masuk dalam ruang tamu, menaruh tas belanjaan di sana. "Terima kasih buat hari ini," kata Randy. Dia tersenyum, hatinya sangat lega. "Aku minta maaf." Maureen melihat Randy. "Untuk apa? Aku seharusnya yang minta maaf karena kejadian tadi." Randy memandang heran pada Maureen. "Aku sengaja minta yang aneh-aneh sama kamu." Maureen melihat tas-tas belanjaan yang tergelak di sofa. "Aku hanya ingin melihat bagaimana sikapmu kalau menghadapi perempuan bawel dan banyak maunya." "Jadi ..." Randy mengerutkan keningnya. Maureen tersenyum lebih lebar. "Aku bukan tipe perempuan yang suka shopping banget. Apalagi yang ga dibutuhkan. Tapi, aku akan jaga baik-baik barang-barang ini. Janji." "Aku lulus tes?" tanya Randy. Maureen lagi melebarkan bibirnya. Dia menga

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 104. Hati Terdalam Randy

    Randy memandang Maureen. Rasanya Randy seperti sedang dikuliti. "Ga ada," jawab Randy. "Setelah papa mama cerai, lalu papa menikah dengan wanita itu, aku mulai malas dengan perempuan. Maksudku, aku menilai perempuan lebih negatif. Hanya memanfaatkan pria untuk kesenangannya. Tentu kecuali mamaku. Makanya aku ga dekat sama siapapun, hampir setahun ini." "Kebiasaan yang lain?" Maureen ingin semua dia tahu, tanpa ada yang Randy sembunyikan. "Tinggal merokok. Meski makin jarang. Sejak kecelakaan, mama tegas bilang ga mau aku celaka. Dan balapan sangat beresiko. Aku ga melakukannya lagi. Minum, sudah lama aku ga lakukan. Pernah Sandy tahu dan dia sangat marah. Dia ga suka kakaknya jadi kayak orang gila. Karena aku sampai mabuk waktu itu." Randy menjawab panjang lebar. Mulai nyaman mengatakan semuanya, walaupun Maureen sangat mungkin akan memilih mundur setelah itu. "Apa yang kamu pikirkan ketika ingin mendekati aku? Jalan dengan cara seperti dengan semua mantan kamu itu?" Tajam dan sin

  • Wanita Pilihan Duda Tampan Sedingin Kulkas   Bab 103. Masa Lalu yang Mengikuti

    "Omongan Nesti ga usah didengarin, Reen. Cewek tomboy ini rada sableng emang." Randy melotot karena jengkel."Hati-hati, Reen! Dia suka makan cewek, hehe ..." Nesti makin jadi."Sudah sana jauh-jauh, hari sial aku ketemu kamu." Randy mendorong Nesti agar pergi dari situ."Bye, Maureen! Bye, ex babe, hee ... hee ..." Masih sempat juga Nesti berceloteh.Maureen makin masam mukanya. Hatinya tidak karuan melihat pemandangan tak terduga di depannya."Reen ..." panggil Randy. Randy bisa membaca tatapan Maupun yang berubah tidak secerah tadi."Oo ... iya. Kita masuk?" kata Maureen. Dia langsung melangkah duluan ke gedung bioskop mencari tempat duduknya.Randy mengikuti dan duduk di sisi Maureen. Dia menaruh popcorn di antara mereka. Dia beli satu tapi yang jumbo.Maureen tidak lagi konsentrasi dengan situasi. Tidak juga bisa memperhatikan film yang mulai ditayangkan. Dia memikirkan Nesti dan kata-katanya. Yang Maureen tangkap, Randy biasa bebas dengan cewek. Entah kenapa perasaannya jadi kur

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status