Ratih sangat mengenal anaknya. Zain memiliki prinsip yang kuat. Ia juga memiliki koneksi yang luas dari bisnisnya, ia pasti bisa hidup dengan baik walaupun tanpa nama besar Sanjaya. Ia juga memiliki beberapa apartemen dan tabungan atas namanya sendiri.
Ratih tidak menginginkan anak semata wayangnya pergi dari sisinya. Haruskah ia berpura-pura merestui hubungannya dengan Syifa ataukah membiarkannya pergi agar ia tahu bagaimana rasanya hidup tanpa nama besar Sanjaya. Kebimbangan Ratih membuatnya sulit untuk berpikir jernih.
Beberapa pakaian telah dimasukkan Zain ke koper besarnya. Tekatnya sudah bulat. Apapun resikonya, ia akan menanggungnya. Ia menyeret kopernya ke lantai bawah hingga ke ruang tamu. Ratih menahan langkah Zain. Ia menghampirinya dengan air mata palsunya.
"Sayang, Mama minfa maaf, Mama tahu Mama salah. Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Nak. Kalau Syifa bisa membuatmu bahagia. Mama akan merestui hubungan kalian." Ucap Ratih.
Pa
Syifa menyambut Zain dengan penuh kasih. Mereka berpegangan tangan dengan mesra. Tidak perduli dengan banyak mata yang memperhatikan mereka. Bisikan para wanita yang mengagumi pria tampan itupun tidak mereka hiraukan. Mereka terhanyut dengan rasa cinta yang membuncah. Zain membukakan pintu mobil Ferrarinya untuk bidadari cantik yang telah mencuri hatinya. Menutupi kepalanya agar tidak terbentur. Perlakuan Zain membuat Syifa seperti terbang ke awan. Wanita mana yang tidak suka jika diperlakukan lembut oleh pria yang paling dicinta. Mobil Ferrari melesat menuju ketempat yang asing bagi Syifa. Ia ternganga melihat sebuah jet pribadi yang ada di depannya. Zain mengajaknya untuk menaiki jet pribadi milik keluarganya. "Silahkan, Tuan Putri." Ucap Zain mempersilahkan Syifa untuk naik ke jet pribadi bersama. "Ini sangat mengagumkan, Zain. Kita akan pergi kemana?" Tanya Syifa. "Kamu akan tahu nanti." Mereka duduk ber
Dibalkon rumah yang megah. Seorang pria berbadan tinggi dan tegap sedang memandang kearah luar. Sesekali ia menyesap rokok untuk menghilangkan rasa frustasinya. Pandangan matanya memancarkan api kebencian dan kecemburuam. Mengetahui wanita yang selama ini dicintainya memilih Zain yang baru dikenalnya.Hatinya tercabik-cabik. Ia merasakan sakit yang amat sangat. Azka membayangan saat Syifa tersenyum padanya. Memorinya saat masih remaja terulang dalam benaknya. Ia sangat merindukan Syifa kecil yang menggenggam tangannya, menghiburnya saat merasa sedih. Menunggunya saat hendak pergi kesekolah. Saat-saat mereka bersama dulu.Dalam hati ia berkata 'Jika aku tidak bisa mendapatkan Syifa, maka tak ada satu priapun yang bisa bersamanya.' Azka terbangun dalam lamunannya saat seseorang memanggilnya."Tuan Azka, Tuan dan Nyonya besar sudah menunggu anda diruang keluarga." Kata seorang pembantu rumah tangga."Katakan kepada mereka. Aku akan segera kesana."
Syifa mengambil sepiring cah kangkung seafood untuk Zain. Memperlisahkan Zain untuk menikmati masakan buatannya. Zain yang sedang dalam mood yang buruk menjadi tidak berselera. Ia menyendokkan hidangan ke mulutnya dan rasanya sangat lembut dilidah. Manis gurihnya terasa pas. Namun Zain tidak mau mengakuinya."Rasanya biasa saja. Tidak enak sama sekali." Ucap Zain."Benarkah? Apakah lidahmu sedang bermasalah? Menurutku ini sangat lezat." Kata Syifa dengan sangat yakin."Iya. Ini begitu nikmat." Tambah Azka."Kalau kamu tidak suka, biar aku yang memakannya nanti." Ucap Syifa."Dasar rakus. Karena kamu yang memasak. Aku akan menghabiskannya walaupun rasanya sangat kacau." Ucap Zain."Bilang saja kalau sebenarnya kamu suka." Syifa bergumam pelan sehingga tidak terdengar ditelinga Zain. Senyum tipis terlihat diwajahnya. Setelah selesai menikmati masakan buatan Syifa. Zain mengajak Syifa pergi ke butik langganannya untuk fitting dress pengantin. Acara pernikahan
Sebuah mobil sedan hitam mengikuti mobil Zain dari belakang. Mereka menyadari bahwa sasaran telah mengetahui posisi mereka. Salah seorang dari mereka menelpon kawanannya untuk mengepung Zain ditempat yang sepi.Saat mobil Zain melewati jalan sepi, ia dan Syifa dikepung oleh tiga mobil yang berada di depan, samping dan belakang mobilnya. Mereka berjumlah dua belas orang dengan badan tinggi dan kokoh. Kawanan preman tersebut adalah pembunuh bayaran."Keluar kalian!" Bentak salah seorang preman sambil menggedor-gedor pintu depan."Zain, bagaimana ini, Siapa mereka? apa mau mereka?" Ada kecemasan di wajah Syifa. Mukanya menjadi pucat pasi."Tenanglah. Tetaplah disini. Aku akan keluar.""Hati-hati."Zain keluar dari mobilnya menghadapi kawanan preman yang bertubuh besar dan menakutkan.Keahlian Zain dalam berkelahi tidak diragukan namun ia hanya sendirian sedangkan mereka berjumlah belasan orang. Sepertinya mereka dikirim oleh
Syifa mengemudikan mobil menuju ke rumah sakit. Sesekali Zain melirik Syifa. Sorot matanya memancarkan kekaguman atas keindahan makhluk Tuhan yang ada didepannya.Mereka sampai di rumah sakit dan Zain segera mendapatkan pertolongan. Zain diberikan obat luar dan diberi perban. Dokter juga meresepkan beberapa obat untuk diminum. "Dokter, bagaimana keadaannya?" Tanya Syifa cemas."Untunglah lukanya tidak terlalu serius. Dua atau tiga hari lagi perban sudah bisa dibuka." Dokter memberikan penjelasan seperlunya."Syukurlah. Terima kasih, Dok.""Sama-sama."Syifa memasuki ruang pasien VIP dan duduk disebelah Zain di ranjang pasien."Kamu pasti akan segera sembuh. Apakah ini sakit?" Tangan Syifa memegang kaki Zain yang berbalut perban. "Kau sangat perhatian padaku." Syifa membalas perkataan Zain dengan tersenyum simpul. Malam semakin larut. Syifa membuka ponselnya dan membaca sebuah pesan masuk dari Hanna. Ibunya menghawat
Zain mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti mengapa ekspresi wajah Syifa mendadak masam dan pergi begitu saja. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Raka sudah siap menjemput Tuannya untuk pulang ke apartemen. Sebuah tongkat bantu jalan digunakan Zain untuk menopang bagian tubuhnya saat berjalan. Mobil lamborghini melesat melewati jalanan yang padat. Banyak kendaraan berlalu lalang membuat kemacetan yang membosankan. "Raka, apa kamu sudah menyelidiki suruhan siapa preman-preman yang berani mencelakaiku kemarin?" "Aku sudah menyuruh orang-orang kita menyelidikinya. Namun plat mobil mereka palsu. Kami sedikit kesulitan menyelidiki mereka karena mereka tidak meninggalkan jejak apapun." "Selidiki lagi lebih lanjut. Aku tidak mau mereka lolos begitu saja." "Baik Tuan Muda." Sesampainya di apartemen kelas atas yang megah dan luas miliknya. Zain merebahkan tubuhnya di ranjang king size yang lembut. Kakinya terasa p
Di depan swalayan yang terletak dekat dari apartemen, Bella sudah menyelesaikan belanjaannya. Ia membawa dua plastik besar dengan banyak bahan makanan dan buah buahan. Keringat bercucuran dipelipisnya. "Melelahkan sekali." Ia mengusap keringat yang menetes di dahinya. Tangannya terasa pegal membawa banyak barang. "Brug" Tidak sengaja Bella menabrak dada bidang tubuh tegap di depannya. Hatinya berdegup kencang. Seorang pria mengambilkan dua kantong plastik besar berwarna hitam itu. "Apa anda baik-baik saja." Pria itu mendongakkan wajahnya. Menampakkan senyum yang menawan hati siapapun yang melihatnya. Bella tertegun sesaat. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada pria didepannya. Ia sulit berkata- kata. Bibirnya terasa berat mengungkapkan kekagumannya. "Tampan." Bella berkata dengan sangat pelan. Ia melongo seperti orang yang linglung."Apa?" Tanya pria itu."Tidak ada. lupakan saja. Maaf aku tidak meli
Didepan rumah Syifa, Raka sudah berdiri didepan mobilnya dan menunggu lebih dari lima belas menit untuk menjemput Syifa. Ia melihat arloji ditangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Syifa keluar dari rumahnya mengenakan baju sepertiga lengan dengan warna biru polos dan rok sepanjang lutut. Terdapat kalung asesoris dilehernya. Ia terlihat rapi dan stylish. "Nona, Silahkan masuk." Raka membukakan pintu mobil. "Terima kasih." Mobil Rolls Royce hitam itu melesat meninggalkan rumah Syifa menuju apartemen Zain. Entah mengapa Syifa masih kesal karena Zain mempekerjakan perawat wanita di apartemennya. Dia hanya seorang perawat dan mengapa Syifa cemburu. Pikiran Syifa perlu dibersihkan dari pikiran negatif tentang Zain. Mereka sampai di apartemen Zain. Zain membukakan pintu untuk Syifa dan mempersilahkannya untuk duduk. Syifa duduk di sofa ruang tamu diikuti Zain. Di atas meja terdapat album undangan pernikahan yang
Keesokan harinya Sherly membelikan ponsel baru kepada Syifa. Ponsel Syifa sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Iya dengan berat hati memberikannya kepada Syifa. Sherly : "Sorry atas kejadian kmrn Fa, ni ponsel buat kamu."Syifa : "Thanks."Syifa duduk di kursi kerjanya dan mencoba memasukkan kartu nya tetapi kartunya telah rusak. " Kok nggak bisa sih, jangan jangan kartunya rusak lagi, oh my God." Keluh Syifa.Sepulang kerja ia terpaksa membeli nomor baru dan ia mencoba menghubungi Zain.Syifa : "Hallo Zain, ini aku Syifa, hp ku rusak kmrn jadi aku ganti hp dan nmr baru. Are you okey today?."Zain : "Hallo honey. I'm fine."Syifa : "Hari ini aku mau izin cuti lalu aku mau ke apartemen kamu setelah ini."Zain: "Tidak honey, aku akan jemput kmu hari ini."Syifa : "Beneran? Kamu Uda bisa nyetir sekarang?"Zain :" Udah dong. Kamu tenang aja "Tak lama kemudian Zain sudah berada di depan gedung tempat Syifa bekerja. Syifa datang menghampiri Zain. Di mobil Zain bercerita tentang kejadian aneh
Satu minggu kemudianKaki zain sudah sembuh. Ia bisa berjalan seperti sedia kala. Hanya ada sedikit bekas luka di kakinya. Ia berencana menemui dokter kulit di luar negeri sekaligus honeymoon setelah hari pernikahannya. Zain merasa lega atas kesembuhannya. Lima hari lagi adalah hari pernikahan Zain dan Syifa. Didepan gedung apartemen, Bella berjalan dengan tergesa-gesa. Ini adalah hari terakhirnya untuk memeriksa Zain. Terdengar suara asing yang memanggilnya. Ia menoleh kebelakang dan mendapati Azka disana. "Bella." Panggil Azka. "Azka." Ucap Bella heran. Ia tidak menyangka dipanggil oleh laki-laki yang dikaguminya. "Kebetulan saya lewat dan membeli beberapa sarapan. Ini untukmu dan satu lagi untuk pasienmu." Azka menyodorkan dua kotak berisi makanan dan 2 botol minuman. Bella hanya diam menatap Azka. Ia mengagumi wajah tampan dan rupawannya. "Kok, bengong. Ayo ambil." "Eh, iya terimakasih." Azka berlalu mening
Didepan rumah Syifa, Raka sudah berdiri didepan mobilnya dan menunggu lebih dari lima belas menit untuk menjemput Syifa. Ia melihat arloji ditangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Syifa keluar dari rumahnya mengenakan baju sepertiga lengan dengan warna biru polos dan rok sepanjang lutut. Terdapat kalung asesoris dilehernya. Ia terlihat rapi dan stylish. "Nona, Silahkan masuk." Raka membukakan pintu mobil. "Terima kasih." Mobil Rolls Royce hitam itu melesat meninggalkan rumah Syifa menuju apartemen Zain. Entah mengapa Syifa masih kesal karena Zain mempekerjakan perawat wanita di apartemennya. Dia hanya seorang perawat dan mengapa Syifa cemburu. Pikiran Syifa perlu dibersihkan dari pikiran negatif tentang Zain. Mereka sampai di apartemen Zain. Zain membukakan pintu untuk Syifa dan mempersilahkannya untuk duduk. Syifa duduk di sofa ruang tamu diikuti Zain. Di atas meja terdapat album undangan pernikahan yang
Di depan swalayan yang terletak dekat dari apartemen, Bella sudah menyelesaikan belanjaannya. Ia membawa dua plastik besar dengan banyak bahan makanan dan buah buahan. Keringat bercucuran dipelipisnya. "Melelahkan sekali." Ia mengusap keringat yang menetes di dahinya. Tangannya terasa pegal membawa banyak barang. "Brug" Tidak sengaja Bella menabrak dada bidang tubuh tegap di depannya. Hatinya berdegup kencang. Seorang pria mengambilkan dua kantong plastik besar berwarna hitam itu. "Apa anda baik-baik saja." Pria itu mendongakkan wajahnya. Menampakkan senyum yang menawan hati siapapun yang melihatnya. Bella tertegun sesaat. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada pria didepannya. Ia sulit berkata- kata. Bibirnya terasa berat mengungkapkan kekagumannya. "Tampan." Bella berkata dengan sangat pelan. Ia melongo seperti orang yang linglung."Apa?" Tanya pria itu."Tidak ada. lupakan saja. Maaf aku tidak meli
Zain mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti mengapa ekspresi wajah Syifa mendadak masam dan pergi begitu saja. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Raka sudah siap menjemput Tuannya untuk pulang ke apartemen. Sebuah tongkat bantu jalan digunakan Zain untuk menopang bagian tubuhnya saat berjalan. Mobil lamborghini melesat melewati jalanan yang padat. Banyak kendaraan berlalu lalang membuat kemacetan yang membosankan. "Raka, apa kamu sudah menyelidiki suruhan siapa preman-preman yang berani mencelakaiku kemarin?" "Aku sudah menyuruh orang-orang kita menyelidikinya. Namun plat mobil mereka palsu. Kami sedikit kesulitan menyelidiki mereka karena mereka tidak meninggalkan jejak apapun." "Selidiki lagi lebih lanjut. Aku tidak mau mereka lolos begitu saja." "Baik Tuan Muda." Sesampainya di apartemen kelas atas yang megah dan luas miliknya. Zain merebahkan tubuhnya di ranjang king size yang lembut. Kakinya terasa p
Syifa mengemudikan mobil menuju ke rumah sakit. Sesekali Zain melirik Syifa. Sorot matanya memancarkan kekaguman atas keindahan makhluk Tuhan yang ada didepannya.Mereka sampai di rumah sakit dan Zain segera mendapatkan pertolongan. Zain diberikan obat luar dan diberi perban. Dokter juga meresepkan beberapa obat untuk diminum. "Dokter, bagaimana keadaannya?" Tanya Syifa cemas."Untunglah lukanya tidak terlalu serius. Dua atau tiga hari lagi perban sudah bisa dibuka." Dokter memberikan penjelasan seperlunya."Syukurlah. Terima kasih, Dok.""Sama-sama."Syifa memasuki ruang pasien VIP dan duduk disebelah Zain di ranjang pasien."Kamu pasti akan segera sembuh. Apakah ini sakit?" Tangan Syifa memegang kaki Zain yang berbalut perban. "Kau sangat perhatian padaku." Syifa membalas perkataan Zain dengan tersenyum simpul. Malam semakin larut. Syifa membuka ponselnya dan membaca sebuah pesan masuk dari Hanna. Ibunya menghawat
Sebuah mobil sedan hitam mengikuti mobil Zain dari belakang. Mereka menyadari bahwa sasaran telah mengetahui posisi mereka. Salah seorang dari mereka menelpon kawanannya untuk mengepung Zain ditempat yang sepi.Saat mobil Zain melewati jalan sepi, ia dan Syifa dikepung oleh tiga mobil yang berada di depan, samping dan belakang mobilnya. Mereka berjumlah dua belas orang dengan badan tinggi dan kokoh. Kawanan preman tersebut adalah pembunuh bayaran."Keluar kalian!" Bentak salah seorang preman sambil menggedor-gedor pintu depan."Zain, bagaimana ini, Siapa mereka? apa mau mereka?" Ada kecemasan di wajah Syifa. Mukanya menjadi pucat pasi."Tenanglah. Tetaplah disini. Aku akan keluar.""Hati-hati."Zain keluar dari mobilnya menghadapi kawanan preman yang bertubuh besar dan menakutkan.Keahlian Zain dalam berkelahi tidak diragukan namun ia hanya sendirian sedangkan mereka berjumlah belasan orang. Sepertinya mereka dikirim oleh
Syifa mengambil sepiring cah kangkung seafood untuk Zain. Memperlisahkan Zain untuk menikmati masakan buatannya. Zain yang sedang dalam mood yang buruk menjadi tidak berselera. Ia menyendokkan hidangan ke mulutnya dan rasanya sangat lembut dilidah. Manis gurihnya terasa pas. Namun Zain tidak mau mengakuinya."Rasanya biasa saja. Tidak enak sama sekali." Ucap Zain."Benarkah? Apakah lidahmu sedang bermasalah? Menurutku ini sangat lezat." Kata Syifa dengan sangat yakin."Iya. Ini begitu nikmat." Tambah Azka."Kalau kamu tidak suka, biar aku yang memakannya nanti." Ucap Syifa."Dasar rakus. Karena kamu yang memasak. Aku akan menghabiskannya walaupun rasanya sangat kacau." Ucap Zain."Bilang saja kalau sebenarnya kamu suka." Syifa bergumam pelan sehingga tidak terdengar ditelinga Zain. Senyum tipis terlihat diwajahnya. Setelah selesai menikmati masakan buatan Syifa. Zain mengajak Syifa pergi ke butik langganannya untuk fitting dress pengantin. Acara pernikahan
Dibalkon rumah yang megah. Seorang pria berbadan tinggi dan tegap sedang memandang kearah luar. Sesekali ia menyesap rokok untuk menghilangkan rasa frustasinya. Pandangan matanya memancarkan api kebencian dan kecemburuam. Mengetahui wanita yang selama ini dicintainya memilih Zain yang baru dikenalnya.Hatinya tercabik-cabik. Ia merasakan sakit yang amat sangat. Azka membayangan saat Syifa tersenyum padanya. Memorinya saat masih remaja terulang dalam benaknya. Ia sangat merindukan Syifa kecil yang menggenggam tangannya, menghiburnya saat merasa sedih. Menunggunya saat hendak pergi kesekolah. Saat-saat mereka bersama dulu.Dalam hati ia berkata 'Jika aku tidak bisa mendapatkan Syifa, maka tak ada satu priapun yang bisa bersamanya.' Azka terbangun dalam lamunannya saat seseorang memanggilnya."Tuan Azka, Tuan dan Nyonya besar sudah menunggu anda diruang keluarga." Kata seorang pembantu rumah tangga."Katakan kepada mereka. Aku akan segera kesana."