Home / Romansa / Wanita Penjual ASI / Rindu Pengasuh

Share

Rindu Pengasuh

Author: Risma Dewi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Hanan mencoba mengulang panggilan, namun tak ada jawaban. Sekali, dua kali, tersambung. Panggilan ketiga direject langsung oleh ibunya. Lama Hanan termenung memikirkan semuanya. Ini kemarahan terbesar kedua setelah dulu ia berhasil meluluhkan hati ibunya untuk menikahi Fania.

Untuk kali ini Hanan rasa ibunya tak yakin akan luluh. Malilah? Tiba-tiba Hanan menepuk jidat. Kenapa dia lupa ada Malilah alternatif lainnya. Ia mencoba menelpon Malilah, tapi sama. Tersambung tapi tak diangkat. 

"Mungkin dia sibuk sama Arumi," pikir Hanan sambil mengusap layar ponsel dengan perasaan melow. 

Ia membuka WA dan mencari kontak Malilah. Dibukanya foto profil Malilah. Hanan menyungging senyum di bibir, melihat Malilah memasang fotonya yang sedang memandang Arumi dengan tatapan mesra dalam pangkuan. Setetes rasa hangat mengalir di lubuk hati Hanan yang sedang dilanda resah dan bimbang. Cukup lama Hanan menatap foto Profil Malilah. Kehangatan di hatinya makin bertambah,

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Wanita Penjual ASI   Saat Bu Ratih Bertindak

    Malam hari Hanan gelisah menunggu Fania tidur. Hanan mengambil ponsel dan mengirim pesan pada Malilah.[Jangan tidur dulu, Aku mau video Call. Mau liat Arumi][Iya]Hanan menarik napas resah sambil berbalik memunggungi istrinya. Berpura-pura tidur lebih dulu. Fania tak kunjung tidur. Rasanya sudah cukup lama Hanan meringkuk dalam selimut sambil memejamkan mata, Fania masih saya bermain-main dengan ponselnya sementara televisi tak berhenti menyala. Terakhir Hanan melihat jam di ponselnya tadi kurang lima belas menit jam sepuluh malam.Kurang lebih setengah jam kemudian, tak ada lagi krasak-krusuk di sebelahnya. Hanan membuka mata dan mengangkat kepala pelan. Ia melihat Fania terpejam dengan ponsel terkulai di telapak tangan.Pelan-pelan Hanan meraih ponselnya. Fania tak bergerak. Rupanya ia sudah tertidur lelap. Hanan mencoba mengusap layar ponsel. Terkunci pola. Hanan mencoba berbagai pola, selalu gagal. Akhirnya ia meletakkan kembali ponsel

  • Wanita Penjual ASI   Tak Mampu Bicara

    Malilah terdiam di tempat tidur setelah menyambut ponsel yang beberapa saat tertahan di tangan Bu Ratih. Ia tak menyangka Bu Ratih mendadak masuk kamar Arumi saat Hanan berbicara memanggil-manggil Arumi. Apesnya lagi Bu Ratih langsung mengacungkan telunjuk melarang ia merubah posisi, kemudian menyilang telunjuk melarang Ia memberitahukan keberadaannya yang ikut mendengar pembicaraan mereka."Untung saja, aku tadi ke dapur untuk mengisi air minum yang habis. Kalau enggak, mungkin seterusnya kalian akan saling berhubungan secara sembunyi-sembunyi di belakangku!" ucap Bu Ratih dengan nada dingin."Ma-af, Bu. Sa-ya ....""Iya! Aku tahu, Hanan yang menyuruhmu diam-diam, kan?" potong Bu Ratih sambil menatap Malilah tajam. Malilah mengangguk sambil menunduk."Tapi enggak seharusnya kamu mengiyakan, Lila! Aku kan sudah bilang, jangan pernah angkat kalau Hanan menelpon. Heh! Masih aja!" ucap Bu Ratih dengan nada geregetan."Ma-af, Bu!" ucap Mali

  • Wanita Penjual ASI   Percaya Pada Ibu, Malilah!

    "Malilah!" Bu Ratih menyentuh tangan Malilah yang terasa dingin."Berjanjilah demi Arumi!"Malilah melepas genggaman tangan Bu Ratih, dan berpaling menatap Arumi yang entah sejak kapan mulai gelisah di pembaringannya. Anak manis itu sudah berbaring jauh dari bantalnya. Malilah dan Bu Ratih sejak tadi tenggelam dalam pembicaraan mereka.Eaaa ... eeaaaa ....Arumi berguling lagi mendekati posisi semula. Malilah langsung mengangkat tubuh mungilnya kembali ke bantal. Setelah itu ia berbaring miring menghadap Arumi. Tangan kanannya ditekuk, untuk menopang kepala. Tangan kirinya mengelus-elus belakang Arumi yang sedang menyusu. Posisi favoritnya bila memberikan ASI pada Arumi.Malilah melirik pada Bu Ratih yang masih duduk di lantai sampai sesekali mengusap air mata. Kemudian ia menatap Arumi yang begitu menikmati rutinitas rutin mereka."Ah, apa yang ibu lakukan?"Rasa tak tega mulai menyerang satu sisi hati Malilah. Tapi r

  • Wanita Penjual ASI   Mencari Celah

    "Yang penting, kamu bersedia melakukan permintaan ibu?" Bu Ratih menatap Malilah dalam-dalam. Sorotnya menyimpan harapan yang teramat sangat."Saya akan menyanggupi permintaan Ibu, tapi saya juga ada syarat.""Katakan!" sambar Bu Ratih dengan wajah berbinar."Saya mau menikah dan menjadi istri kedua Hanan demi Arumi. Tapi, setelah Arumi sudah tidak membutuhkan ASIku lagi, tak perduli bagaimana hubungannya Hanan dengan Fania nantinya, saya minta Hanan melepaskan saya. Biarkan saya pulang untuk hidup dengan orang tua saya di desa," ucap Malilah akhirnya luluh juga meskipun tetap mengajukan syarat. Hati kecilnya benar-benar menolak predikat istri kedua yang akan disandangnya. Tapi demi Arumi dan Bu Ratih, biarlah jika hanya untuk sementara waktu."Maksud kamu, kamu bersedia menjadi istri Hanan selama masa menyusui Arumi saja?" tanya Bu Ratih mempertegas. Malilah mengangguk. Bu Ratih menarik napas panjang sambil berpikir keras."Baikl

  • Wanita Penjual ASI   Bersiaplah, Malilah!

    "Bukan! Aku, salah ngomong. Heeem ... aku kepikiran mama sudah seminggu enggak kesana. Tapi, aku memang sementara enggak ke sana dulu. Mau fokus buat kesehatanmu di sini. Tapi, kenapa aku merasa, kamu selalu mengundang kecurigaanku seolah kamu sedang pura-pura hamil. Ini kan untuk kebaikan, kenapa kamu enggak mau?" jawab Hanan sedikit menantang."Ya sudah, mulai besok aku ikut kelasnya," jawab Fania dengan nada sangat terpaksa."Ya sudah. Sekarang kamu istirahat," jawab Hanan melembut namun dalam hatinya bersorak. Besok ia akan nekad ke rumahnya sekalian mengantar pembantu baru, sementara Fania di kelas ibu hamilnya.Hanan jadi tak sabar menunggu hari esok. Tak lupa ia mengirim pesan pada Ibu Timah, untuk menunggunya di tempat yang tidak jauh dari kelas ibu hamil tadi.***"Sudah siap?" tanya Hanan sambil tersenyum.Fania hanya mengangguk. Beda dengan Hanan, Fania tak mau menarik bibir padahal Hanan sudah bersikap manis

  • Wanita Penjual ASI   Pindah Kamar

    "Malilaah! Hey, Malilah. Kamu siap-siap aja. Sebentar lagi Hanan akan menikahimu!" ucap Bu Ratih saat Malilah menghampiri dengan berlari-lari kecil dari dalam."Apa maksudnya, Bu?" tanya Malilah sambil tengak-tengok karena di luar melihat seorang wanita lebih tua sedikit daripada Bu Ratih seperti bingung."Sebentar lagi dia akan ngemis minta pulang ke sini. Aku yakin itu. Barusan Hanan datang merengek mau ketemu Arumi," ucap Bu Ratih mencebik."Terus?" tanya Malilah sambil menatap pada tas yang tergeletak di ruang tamu dekat pintu."Ya ku-usirlah, pakai sapu!" sahut Bu Ratih menyombongkan diri karena yakin anaknya akan kalah."Terus?""Ya terus ngacirlah! Berani dia nerobos masuk rumah. Sekalian kumasukkan kembali dalam sini!" ucap Bu Ratih sambil mengusap perutnya yang datar."Terus ....""Udah habis ceritanya. Terus-terus melulu kamu!" potong Bu Ratih."Bukan, Bu. Terus itu tasnya siapa? Y

  • Wanita Penjual ASI   Usaha Hanan

    "Tapi Bu, kenapa harus pindah ke sana? Di sini aja dulu. Besok dibersihin lagi kamar belakang," ucap Malilah keberatan."Biar kamarnya enggak kelamaan kosong. Ya sudah Bik, mulai diangkut barang-barangnya ke depan," jawab Bu Ratih sekaligus memerintah.Malilah diam saja. Ia tak mau membantu Bik Timah walaupun Arumi sedang tidur. Bu Ratih pun bertingkah seolah tak tahu wajah Malilah cemberut. Ia bergegas membuka lemari pakaian Arumi juga Malilah."Ini, semuanya dipindah ke sana. Di sana kan ada lemari Pink yang gede. Bik Timah keluarin semua isinya tukar ke sini! Ayo!" ajak Bu Ratih pada pembantu barunya.Malilah pura-pura tak mendengar. Padahal sesungguhnya sangat penasaran apa isi barang dalam lemari pink yang mau ditukar dengan pakaiannya.Bik Timah mulai memindah pakaiannya dalam keranjang dan membawanya keluar kamar. Tak lama kemudian, Bik Timah kembali membawa keranjang yang sama dan tetap berisi pakaian lagi.

  • Wanita Penjual ASI   Belum Bisa Berdamai

    Bagi Hanan, waktu berputar dengan begitu lama. Hanan makin tak bersemangat menjalani hidupnya di rumah Fania. Sudah hampir sebulan ia tak melihat Arumi. Ibunya pun tak kunjung bisa dihubungi. Hanan jadi lebih khawatir karena sudah tiga hari ini, Bik Timah tidak pernah menjawab panggilan telponnya padahal selalu tersambung. Hanan benar-benar khawatir."Dek, nanti hari Selasa kita tengok rumah dulu, ya?"Fania diam saja. Hanan tahu ia tak akan mau. Tapi hari Selasa masih empat hari lagi. Hari selasa sudah lebih dari sebulan ia tak melihat Arumi. Bukankah kata ibunya ia hanya sebulan tak boleh datang?"Kalau kamu enggak mau, aku aja!" ucap Hanan.Fania masih diam juga. Hanan meremas rambut. Kepalanya mulai sakit menghadapi Fania.Tiba-tiba ponselnya berdering. Bik Timah memanggil. Hanan meninggalkan Fania keluar. Fania diam-diam mengikuti."Kemana aja Bik? Dari kemaren dihubungi kok enggak ngangkat-ngangkat?" ucap Hanan saat s

Latest chapter

  • Wanita Penjual ASI   Tentang Rasa Nyaman (Ending)

    "Kamu belum datang bulan lagi, Mah?" tanya Hanan suatu malam. Malilah mengangguk."Kita cek lagi, ya? Kita ke Dokter lagi?"Malilah menggeleng. Udah beberapa kali dalam setahun terakhir ia kecewa karena sempat telat hampir seminggu, namun saat di cek hasilnya negatif dan menurut dokter hanya pengaruh hormon makanya sering telat. Benar saja, beberapa hari setelah periksa, tamu bulanannya datang kembali."Ya sudah kalau enggak mau. Enggak usah sedih gitu," ucap Hanan menghibur. Malilah masih saja murung."His, kenapa sih? Kok cemberut gitu. Kalo memang waktunya di kasih, ya pasti di kasih," Hanan tak tega melihat Malilah bersedih."Kalo enggak dikasih-kasih gimana, kamu bakal kawin lagi enggak?" tanya Malilah sambil mendongak."Kawin lagi lah, kalau boleh. Awwww" jawab Hanan meringis karena cubitan Malilah sudah melayang di lengannya. Hanan kemudian tertawa melihat Malilah malah menangis."Kamu kok jadi cen

  • Wanita Penjual ASI   Jumpa Mantan Mertua

    Waktu berlalu dengan cepat. Arumi kini berusia kurang sedikit lagi tiga tahun."Amaaa ... tupah!" ucap bocah manis yang sedang meminum susu di dalam gelas."Nah ... nah ... nah .... apa nenek bilang, tumpah lagi kan? Makanya kalau makan atau minum itu sambil duduk. Jangan sambil jalan," sahut Bu Ratih sambil berdiri meraih kain lap dan membersihkan susu Arumi yang tertumpah."Lagi susunya?" tawar Malilah sembari bertanya. Arumi menggeleng."Maaa ... mau dalan-dalan," Arumi mengalungkan tangan di leher Malilah."Mau jalan kemana sihh?" tanya Malilah. Bukannya menjawab, Arumi malah merengek sambil mengeratkan tangan di leher Malilah." Ayo kita bilang dulu sama Papa. Kalau Papa mau, kita berangkat ya," ucap Malilah menggendong Arumi mencari Hanan."Nah, itu Papa ...."Malilah menurunkan Arumi dari gendongan."Kenapaa?" tanya Hanan melihat Arumi menyembunyikan wajah.

  • Wanita Penjual ASI   Pelajaran Berharga

    Hanan kemudian berlari keluar menuju kamar Arumi. Ia mencari baju Fania yang masih baru, dibeli saat tubuhnya agak melar setelah melahirkan Arumi. Ia kembali ke kamar dan menyodorkan baju Fania."Inih, boleh dipake tapi batasnya sampe Arumi tidur aja," goda Hanan lagi.Malilah mendelik mendengar ucapan Hanan, namun akhirnya lega, karena akhirnya bisa keluar dari kamar. Setelah salat magrib, ia langsung menyediakan makan malam untuk keluarga besar mereka.***Jam sembilan malam. Arumi malah asik bermain di lantai. Matanya masih saja segar bugar padahal Hanan sudah gelisah. Malilah pura-pura tak melihat kegelisahan Hanan, asik menemani Arumi main."Tadi Arumi tidurnya lama, ya?" tanya Hanan. Malilah mengangguk."Tadi kamu datang sore, dia baru bangun tidur, tuh," jawab Fania."Pantesan," jawab Hanan dengan raut kecewa. Malilah jadi tak tega melihatnya. Ia langsung naik ke ranjang dan mendekat.

  • Wanita Penjual ASI   Ditangkap

    "Mana buktinya anak saya melakukan kejahatan? Mana?" tanya Pak Irman begitu selesai membaca surat perintah penangkapan, saat Fania dijemput oleh pihak yang berwajib beberapa hari setelah Hanan melaporkannya."Nanti, akan dibuktikan di kantor, Pak. Makanya anak bapak dibawa ke kantor untuk proses selanjutnya," jawab Pak Polisi."Kalau anak saya terbukti tidak bersalah, saya akan tuntut kalian semua!" kecam Pak Irman berang. Bu Heni tak bisa melawan lagi. Ia menangis sejadi-jadinya ketika pihak kepolisian membawa Fania untuk diintrogasi.Memasuki kantor polisi, Hanan yang sejak tadi sudah menunggu langsung berdiri melihat Fania masuk dengan caci maki dan sumpah serapah dari mulutnya. Pak Irman pun menatapnya tak kalah tajam. Mereka tahu Hanan adalah orang yang melapor.Fania menampik semua pertanyaan yang diajukan padanya. Ia bersikeras tidak pernah terlibat dengan kasus kehilangan seseorang apalagi pembunuhan.Namun begitu rekaman

  • Wanita Penjual ASI   Fania POV

    Aku surprise sekali melihat perlakuan Hanan pada Malilah. Kenapa dia bersikap manis pada Malilah sementara padaku dia sering ketus? Aku tidak bisa terima ini. Wanita itu harus disingkirkan bagaimanapun caranya.Malilah yang lugu, mengiraku benar-benar bersikap baik padanya. Demi apa? Aku hanya mencari informasi tentang suamimya. Saat aku tahu, aku mengajak pria bernama Dimas itu bertemu."Apa keperluanmu?" tanya Dimas."Bawa istrimu itu keluar dari rumahku. Kamu tahu? Di sana dia selalu berduaan dengan Hanan! Kadang Hanan pun tidur di ranjangnya!" jawabku memanas-manasi.Kulihat ia terpancing dan mulai geram. Tapi, sesaat kemudian kemarahannya kembali mengendor."Aku enggak berani ketemu mertuamu yang ganas itu," sahut Dimas.Setelah kutanya, ternyata dia pernah bermasalah soal uang. Jumlahnya tidak seberapa sih, bagi aku. Aku bahkan memberinya tiga kali lipat dari jumlah utangnya, dengan syarat dia harus membaw

  • Wanita Penjual ASI   Siapa Dia?

    "Ya ampun Bibik. Ngapain ngomong gitu. Bibik kan kesusahan gara-gara kami juga. Bibik boleh kok, kerja di sini sampaibkapan saja yang bibik mau. Selamanya juga boleh, itung-itung jadi teman berantemnya Mama. Soal perhiasan mah, enggak usah dipikirin. Enggak ada apa-apanya dibanding nyawa Bibik. Iyakan, Ma?" tanya Hanan tersenyum melirik Bu Ratih. Walau sempat mendelik karena ucapan Hanan soal teman berantem, Bu Ratih kemudian tersenyum dan mengangguk. Malilah pun tersenyum senang."Enggak ingat, Mas! Dia pakai masker sama kacamata hitam. Seingatku orangnya tinggi. Terus di tangannya, pas ngambil perhiasan, aku sempat liat ada tato naga gitulah, di sini. Kanan," ucap Bik Timah sambil mengusap punggung tangan kanannya."Tato elang?"Mata Malilah menyipit mendengar ucapan Bik Timah. Ia kemudian menatap Hanan. Keduanya mungkin memiliki kecurigaan pada orang yang sama. Tapi, bagaimana bisa?"Eh, iya Mas! Aduh, pas kejadian itu sengaja saya tinggali

  • Wanita Penjual ASI   Dia Kembali

    "Malilaaah, Arumi ...." ucap Hanan mendekat langsung mengangkat Arumi dan menciumnya. Bu Ratih berinisiatif untuk membawa Arumi keluar, dan membiarkan Hanan berbicara dari hati ke hati menenangkan Malilah."Sini sama Nenek," ucap Bu Ratih kemudian menenangkan Arumi di kamarnya."Malilah, jangan menyalahkan diri sendiri. Mereka enggak akan menganggapmu pelakor," ucap Hanan membawa Malilah berdiri dan bicara di ranjang Arumi."Bohong!" ucap Malilah menepis tangan Hanan."Malilah, jangan begini. Apa yang harus aku lakukan?" tanya Hanan bingung. Malilah menggeleng. Hanan meraih tisu dan mengusap air mata Malilah."Aku minta maaf! Aku minta maaf karena membawamu ke situasi sulit seperti saat ini," Hanan menyandarkan kepala Malilah di dadanya. Malilah masih menangis sesenggukan."Semuanya pasti akan membaik seiring waktu," ucap Hanan meyakinkan. Malilah perlahan mulai tenang."Bagaimana kalau ternyata aku

  • Wanita Penjual ASI   Pelakor Bermartabat

    Hanan mengambil kesempatan tersebut untuk menekan Fania lagi. Bu Heni dan Pak Irman tak bisa berbuat apa-apa untuk melepas Fania dari cengkraman Hanan."Katakan! Apa kepergian Bik Timah ada hubungannya dengan orang yang kamu temui kemaren?" tanya Hanan kasar."Aww, eng-gak. Sakit, Hanan!" sahut Fania meringis."Lalu siapa orang itu? Apa dia selingkuhan yang menghamilimu?" tuding Hanan lebih pedas lagi."Bu-kan, Hanan! Bukan! Aku enggak hamil! Aku enggak hamil! Iya! Aku enggak hamil!" ucap Fania tak tahan lagi dalam tekanan Hanan.Bu Ratih merasa menang karena dugaannya benar langsung menarik bibir, tersenyum mengejek pada Bu Heni dan Pak Irman yang mulai bungkam dan sedikit menunduk. Hanan lega untuh satu hal, tapi masih ada hal lain yang mengganjal."Liat, Heni! Cara apa yang kamu pakai untuk melakor puluhan tahun silam, juga dilakukan oleh anakmu! Bukankah dulu kamu dengan lantang berkata hamil di depan orang

  • Wanita Penjual ASI   Luka Lama

    Dalam sekejap angka di simbol mata sudah tampak di layar ponsel Fania. Ia tersenyum puas. Dari dalam Bu Ratih rupanya lebih dahulu keluar."Mau apa lagi kamu datang-datang ke sini? Bukankah kamu sudah diceraikan Hanan?" sambut Bu Ratih langsung gas."Oooh, iya. Kami cuma mau ketemu sama pelakor yang bikin Hanan ngebet ninggalin anakku. Itu dia!" ucap Bu Heni begitu Malilah keluar bersama Hanan yang sedang menggendong Arumi dari dalam."Hello, Miss Valak! Selamat ya! Kamu berhasil ngerebut suami dan anakku!" ucap Fania sambil mengarahkan kameranya ke wajah Malilah. Hanan menyerahkan Arumi pada ibunya. Di layar ponsel Fania sudah beberapa komentar hujatan yang ditujukan pada Malilah masuk.[Cantikkan juga istri sah][Hempas pelakor, Mbak][Hajar Mbak, aku dukung][Loh, ini kan pengasuh anaknya, bisanya ya?] Komentar dari salah satu orang yang kenal dengan keluarga mereka.[Kalau dilihat muka pelakornya lugu, ternyata ular!]

DMCA.com Protection Status