"Selamat datang, Tuan," ucap beberapa pelayan secara kompak, menyambut kedatangan Samuel yang baru saja menapakkan kaki di ruang foyer."Di mana Geisha?" tanya pria itu seraya melepaskan mantelnya, lalu menyerahkan benda tersebut kepada salah seorang pelayan yang mengiringi langkahnya untuk masuk ke dalam."Nyonya pergi semalam dan belum kembali, Tuan," jawab salah seorang pelayan.Samuel menghentikan langkahnya. Membuat pelayan yang mengikutinya itu ikut berhenti. Ia menoleh sejenak, sebelum akhirnya kembali melangkah. "Di mana Gabriel?""Tuan Muda sedang tidur siang di kamarnya, Tuan."Samuel tak lagi menyahut. Pria itu lantas mengayun langkahnya menuju kamar Gabriel. Begitu membuka pintu, pria itu tersenyum melihat sosok bocah laki-laki yang tidur di atas ranjang tersebut. Ia pun mendekat, dan mendudukkan diri di tepi ranjang bocah itu. Tangannya terulur mengusap pelan kepala Gabriel. Tiba-tiba saja, gerakannya terhenti begitu dirinya mengingat akan ucapan Geisha beberapa hari yang
Ganesha memantas dirinya di depan cermin besar yang ada di kamarnya. Dengan stelan jas hitam yang tampak menawan, pria itu menyugar rambutnya. Kemudian, ia berniat untuk keluar kamar. Saat membuka pintu, ia dikejutkan oleh seorang pelayan yang sebelumnya bermaksud mengetuk pintu kamarnya."Ada apa?" tanya pria itu kepada sang pelayan.Pelayan tersebut tak mengucapkan apa pun. Namun, tangannya terjulur dan menyerahkan sesuatu kepada Ganesha, lalu pergi begitu saja setelah membungkuk penuh hormat.Ganesha sempat kebingungan, kemudian menatap pada sebuah benda yang kini ada di tangannya. Benda yang mirip dengan undangan pernikahan.'Save the date,' gumamnya dalam hati, membaca tulisan yang tercetak di sana. 'Geisha Amberlina ....'Jantung Ganesha terasa mencelos keluar dari dalam rongga dadanya begitu membaca nama yang tertulis dalam undangan pernikahan tersebut. Ia tidak salah baca, bukan? Geisha, wanita yang ia cintai sejak lama, meski dirinya tak berani untuk membawa hubungan mereka k
Geisha terlihat risau di dalam kamar pas. Saat ini, ia berada di sebuah butik ternama di sudut kota. Dirinya pergi bersama Samuel siang ini. Memang sengaja untuk mencoba gaun yang sudah ia pesan minggu lalu, yang mana akan ia gunakan di hari pernikahannya dengan Samuel minggu depan.Wanita itu terlihat menggigit bibir bawahnya lantaran gelisah. Berkali-kali ia melirik pada cermin yang menampilkan pantulan dirinya dengan gaun putih mewah ini. Gaun ini benar-benar cantik membalut tubuh rampingnya. Akan tetapi, ia benar-benar tak ingin melakukan ini. Hatinya bukanlah milik Samuel. Lantas, haruskah ia melanjutkan rencana pernikahan ini?"Nona, sudah selesai. Saya akan membuka tirai agar calon suami Anda bisa melihatnya," ucap seorang wanita yang merupakan pegawai butik itu.Geisha terkesiap, kemudian buru-buru mengangguk. Ia sedikit berdehem untuk mengusir perasaan gundahnya. Sebuah tarikan napas yang dalam mengiringi terbukanya tirai ruangan tersebut. Lalu, wanita muda itu tersenyum tipi
"Aku kembali untuk Geisha," ucap Ganesha dengan penuh keyakinan. Tangannya menggenggam lembut tangan Geisha yang baru saja ia pasangkan cincin.Wanita itu terkesiap. Ia menggeleng dengan cepat, lalu menarik tangannya dari genggaman Ganesha. "Aku ...." Bola matanya bergerak ke sana-kemari lantaran merasa gelisah.Geisha menatap nanar ke arah Samuel, lalu beralih kepada Ganesha. Kemudian dengan berat hati, ia melepaskan cincin yang baru saja terpasang di jari manis kirinya itu. "Maaf," katanya seraya mengembalikan benda mengkilat itu kembali ke tangan Ganesha."Apa maksudmu?" tanya Ganesha dengan wajah bingung. Namun, bukannya menjawab pertanyaannya, Geisha justru pergi meninggalkan ruang tengah rumah."Ada apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa kau bisa ada di sini?" cecar Samuel tak lama kemudian."Ceritanya panjang. Akan tetapi, bisakah kau batalkan rencana pernikahan kalian?" tanya sang kakak secara gamblang.Samuel mendengus geli. "Datang-datang langsung memintaku untuk membatalkan renc
Geisha berdiri berdampingan dengan Samuel di hadapan pendeta yang akan memimpin prosesi pemberkatan pernikahannya. Ia merasa cemas dan gugup dalam sekali waktu. Berkali-kali ia melirik gelisah pada sosok pria tampan yang berdiri tegap di sisinya.Samuel terlihat rupawan dalam balutan tuxedo hitam yang tampak begitu pas pada tubuhnya yang cukup atletis.Geisha yang terlena dengan kegundahan hatinya pun sampai tak sadar bila pendeta sudah memulai proses pemberkatan. Ia mendengar Samuel mengucapkan ketersediaannya. Kemudian, begitu pendeta beralih padanya, wanita itu terkesiap. Dirinya menatap pendeta itu dengan wajah ling-lung."Geisha!" tegur Samuel dengan suara berbisik saat mempelai wanitanya itu tak kunjung menjawab pertanyaan sang pendeta.Geisha tercekat. "Ak–aku–""Katakan, apa kau bersedia?" tanya sang pendeta.Geisha melirikkan matanya ke sana-kemari lantaran gelisah. Wanita itu menggigit bibir bawahnya dengan ragu. Hingga pada akhirnya, ia merasakan sebuah tepukan di bahunya.
"Gabriel ...!" Panggilan Geisha menggema di seluruh penjuru rumah mewah itu. Ia melangkah cepat menaiki anak tangga. Mengabaikan dua pria di belakangnya yang tersenyum karena tingkahnya."Baby ...!" seru Geisha lagi. Wanita itu mempercepat langkahnya begitu tiba di lantai dua rumah. Ia segera mendekat pada pintu kamar putranya yang tertutup. Belum sempat ia meraih gagang pintu, daun pintu itu sudah terbuka lebar. Menampakkan sosok putra kecilnya bersama sang pengasuh."Mama." Gabriel memandang sosok ibunya yang masih mengenakan gaun pengantin, lengkap beserta sepatu kacanya, juga make up yang memoles wajah cantiknya.Geisha lekas berlutut di hadapan bocah laki-laki itu, kemudian memeluknya erat. "Maafkan Mama karena meninggalkanmu sendiri di rumah."Gabriel tak menjawab. Namun, Geisha dapat merasakan pundaknya yang basah. Air mata bocah itu mengalir, menetes dari dagunya ke pundak sang ibu yang tengah memeluknya. Tidak ada isakan yang terdengar, hanya suara lirih bergemetar saja.Seme
Malam telah tiba. Ini kedua kalinya bagi Gabriel untuk tidur ditemani Geisha dan Ganesha di sisinya. Bocah itu enggan terpejam, meski kantuk sudah menyapanya sejak beberapa menit yang lalu."Ayo, tidur ...," bujuk Geisha seraya mengusap kepala putranya.Gabriel mengerjap sekilas, kemudian menatap ibunya. "Kalau Gabriel tidur, Mama dan Papa akan pergi seperti dulu. Lalu, Papa tidak akan datang untuk waktu yang sangat lama seperti kemarin dan kemarinnya lagi," ungkap bocah itu.Ganesha yang mendengar ucapan putranya itu lekas tergelak. Pria itu mengubah posisinya menjadi berbaring menyamping, menghadap Gabriel. Sebelah tangannya menyangga kepala. "Tidak akan ada yang pergi. Papa akan selalu di sini. Bersamamu. Mulai hari ini dan seterusnya, Papa tinggal di sini. Kau tenang saja.""Yang benar ...?" tanya Gabriel dengan sedikit ragu. Wajar saja ia merasa ragu. Sejak dulu, dirinya selalu mendamba sosok ayah. Namun, ia baru menemukan pria yang membuatnya nyaman beberapa bulan terakhir ini.
Dalam posisi berbaring telentang, Geisha menatap langit-langit kamar hotel yang menjadi tempat menginapnya selama dua hari ini bersama Ganesha. Pikiran wanita itu melayang pada sosok putranya yang tertinggal di rumah selama liburannya ke luar negeri bersama Ganesha kali ini.Geisha kembali menghela napas gusar. Entah yang keberap kali, wanita itu mengubah posisi berbaringnya menjadi menyamping. Kini, ia menghadap pada sosok suaminya yang sudah lebih dulu terlelap. Wajah Ganesha yang terlelap itu tak ayal mengingatkannya pada Gabriel. Sepasang ayah dan anak itu memang sangat mirip, baik wajah maupun sifatnya."Kalau kau tidak segera tidur, aku bisa menidurimu sekarang juga," ucap Ganesha yang masih memejamkan mata.Geisha terkesiap mendengar suara suaminya. "Apa aku mengusik tidurmu?""Tidak sama sekali." Ganesha segera memeluk tubuh sang istri. Menarik wanita itu agar semakin menempel padanya. "Kau membuat tidurku lebih nyenyak.""Tidur nyenyak, tapi bisa berbicara?" tanya Geisha deng
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik