Ganesha baru tiba di rumahnya, dan pengawalnya sudah langsung memberondongnya dengan beberapa laporan."Tuan, Nona Geisha memberontak. Tangannya terluka, dan dia tidak ingin diobati," lapor pria berseragam jas hitam tersebut.Ganesha menghela napas, kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar yang ditempati oleh Geisha. Pria itu mengatur napas sejenak, sebelum akhirnya membuka pintu. Ia terbelalak mendapati darah gadis itu yang bercecer di atas lantai."Master!" Geisha melompat turun dari ranjang yang kondisinya sudah berantakan. Tangan kanannya menutupi punggung tangan kirinya. Menekannya dengan kuat untuk menghentikan pendarahan akibat jarum infus yang dilepas secara paksa."Apa-apaan, kau ini?!" gertak Ganesha.Geisha terkesiap mendengar Ganesha yang meneriakinya dengan wajah garang. Gadis itu seketika mundur beberapa langkah dengan kepala tertunduk."Paman Daniel, panggil perawat untuk mengobati lukanya!" teriak Ganesha kepada pengawalnya yang menunggu di luar kamar."M–Master, ak
Ganesha baru saja berniat keluar dari ruangannya. Pria itu sudah merapikan kembali meja kerjanya sebelum pulang. Ia sudah bersiap untuk meninggalkan kantor, sebelum akhirnya mendengar suara ketukan pintu.Ganesha tak menjawab. Namun, pria itu segera mendekati pintu keluar, karena memang itulah tujuannya sebelum ini."Ada apa?" tanya Ganesha setelah membuka pintu. Ia menatap pada karyawan front office-nya yang berdiri di hadapannya."Pak, ada yang ingin melamar pekerjaan," ucap wanita itu."Melamar? Tapi, aku tidak membuka lowongan pekerjaan," ucap Ganesha dengan kening berkerut heran."Saya sudah mengatakannya, Pak. Tapi, dia–""Pak Ganesha, apa Anda benar-benar tidak memiliki lowongan pekerjaan untuk saya? Saya bersedia menempati posisi apa pun." Seorang wanita berperawakan tinggi, anggun, dengan wajah lumayan cantik tiba-tiba saja mendekat dan berbicara kepada Ganesha.Pria itu mendelik ke arah wanita tersebut. "Susan, kau bisa kembali ke mejamu. Biar aku yang mengurus wanita ini," u
"Selamat pagi, Pak Ganesh," sapa Susan, pegawai front office. Ia tersenyum ramah kepada bosnya yang baru saja melewatinya, tanpa menjawab sapaannya sama sekali. Padahal sebelum ini, Ganesha sudah mulai bersikap ramah dengan membalas teguran para karyawannya. Apa yang terjadi pada pria itu?Ganesha melangkah kasar memasuki lift khusus untuk dirinya. Pria itu sedang dalam suasana hati yang buruk. Wajahnya keruh. Sama sekali tidak menampakkan binar bahagia.Elevator itu bergerak naik. Membawa Ganesha hingga ke lantai tujuh, di mana ruangannya berada. Pria itu segera keluar dari dalam sana begitu ia mencapai tujuannya."Oh! Pak Ganesha!" pekik seorang wanita dengan setelan rok dan blazer berwarna navy.Ganesha mendesis pelan sembari mengurut pangkal hidungnya. "Kenapa kau tiba-tiba ada di sini?""Bukankah Bapak yang bilang jika saya mulai bekerja hari ini?" Wanita itu adalah Anna. Ia menatap Ganesha dengan senyum manisnya. Entah wanita ini kelewat polos atau bagaimana. Padahal, jelas-jela
Suasana makan malam yang canggung. Hanya suara denting alat makan yang beradu di atas meja, terdengar memenuhi ruang makan tersebut.Ganesha berdehem pelan saat dirinya baru saja selesai dengan makanannya. "Hei, kau pandai sekali memasak. Aku ingin istriku kelak bisa memasak seperti dirimu."Geisha yang tengah mengunyah makanan itu pun seketika menghentikan aksinya. Ia menatap tajam ke arah Ganesha.Trak!Gadis itu meletakkan alat makannya secara kasar di atas meja, kemudian bangkit dari tempat duduknya."Apa? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?" tanya Ganesha dengan wajah tak berdosa.Geisha berniat meninggalkan meja makan, namun Ganesha dengan cepat bangkit dari tempat duduknya, lalu menghadang jalannya."Bukankah kau masih kesulitan berjalan?" tanya Ganesha. Ia mengulum bibir sebagai tanda sungkan."Lalu, kau mau apa? Kau yang membuatku seperti ini!" kesal Geisha tanpa rasa takut. Astaga, semoga Ganesha tidak mengamuk padanya karena bersikap tidak sopan!Tanpa diduga, Ganesha jus
Ganesha mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantor. Pria itu membawa Geisha ke rumah. Mengerahkan beberapa pengawal untuk menjaga gadis itu, sementara ia melakukan pertemuan dengan beberapa pengawal lainnya."Sudah hampir satu bulan, apa kalian belum menemukan siapa dalang di balik teror yang Geisha terima?" tanya Ganesha yang duduk di kursi kebesarannya."Maaf, Tuan. Kami benar-benar belum menemukan petunjuk. Pelayan yang dahulu mengantar makanan ke kamar hotel untuk Nona Geisha pun enggan membuka suara, meski ia terancam kurungan penjara," ucap Daniel, kepala pengawal. Tangan kanan Ganesha yang begitu setia mendampingi pria itu sejak masa kuliah.Ganesha berdecak kesal. Dari sekian belas orang pengawal, tidak ada satu pun yang berhasil menemukan petunjuk atas pelaku teror itu? Apa pelakunya sungguh hebat, hingga tidak terlacak sama sekali oleh mereka?"Apa tidak ada CCTV atau lain sebagainya, yang menunjukkan gerak-gerik aneh pelayan itu?" tanya Ganesha lagi."Kebetulan, CCTV pada ar
BLAM!Pintu kayu tersebut ditutup dengan sangat kuat oleh seorang pria, hingga menimbulkan bunyi berdebum yang keras. Gadis yang berada di dalam ruangan itu pun sampai terlonjak kaget dibuatnya.Geisha memerhatikan Ganesha yang baru saja masuk ke dalam ruangan yang sama dengan yang ia tempati sejak beberapa saat yang lalu. Memang, setelah kejadian di kolam renang tadi, Ganesha lantas menyuruh Geisha untuk masuk ke dalam rumah, dan menunggunya di dalam kamar yang dahulu pernah ia tempati ketika dirinya dirawat.Seberapa kerasnya gadis itu mencoba menenangkan emosi tuannya saat itu, Ganesha tetap kukuh menyuruh dirinya menunggu di dalam. Entah apa yang pria itu lakukan terhadap ibunya. Namun, Geisha berharap bahwa itu bukanlah hal yang buruk dan berakibat fatal."Master?" panggil Geisha dengan hati-hati.Ganesha membuang napas secara kasar, sebelum akhirnya melangkah ke arah Geisha, dan langsung menerjang tubuh itu dengan sebuah pelukan erat. "Aku benci ibuku. Aku membencinya. Aku sangat
Srak!Gorden di ruangan tersebut tersibak. Memberi akses bagi sinar mentari untuk menerobos masuk ke dalam. Pun turut menyapa wajah gadis cantik yang masih terlelap dalam tidurnya.Ganesha melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Kemudian, pria itu beralih menatap Geisha yang mulai terusik sebab cahaya yang menyilaukan. Ia lantas mendekati gadis itu.Pria itu tersenyum, seiring dengan tangannya yang mengusap lembut kepala Geisha.Gadis itu menggeliat kecil. Melenguh pelan, sebelum akhirnya matanya terbuka."Aku harus berangkat ke kantor," ucap Ganesha.Geisha mengerutkan keningnya. Ia mencoba bangun dengan perlahan, lalu duduk bersandarkan pada kepala ranjang. Gadis itu melirik ke arah jam dinding sejenak, sebelum bertanya, "Apa Master tidak sarapan dahulu?"Ganesha membenarkan letak selimut yang menutupi tubuh polos Geisha. "Aku akan sarapan di kantor. Cepat mandi dan buatlah sarapan untuk dirimu sendiri. Atau ... haruskah aku memanggil satu pelayan untuk aku pekerjakan
Geisha berjalan keluar dari dalam ruang pemeriksaan dengan tatapan kosong. Dokter itu mengatakan bahwa pil dari Ganesha yang selama ini ia anggap sebagai vitamin itu adalah sebuah pil penunda kehamilan. Lalu, bagaimana bisa pria itu melakukan ini?Padahal, Ganesha pernah berjanji akan bertanggung jawab apabila dirinya sampai mengandung benihnya. Pantas saja, enam bulan hidup bersama dan sering bercinta, Geisha tak kunjung hamil.Semula, gadis itu berpikir bahwa ada masalah kesuburan pada dirinya atau pun Ganesha. Ia berencana untuk diam-diam membawa sampel sperma pria itu jika memang tidak ditemukan tanda kemandulan pada dirinya sendiri. Namun, pernyataan mengejutkan dokter itu, rasanya sudah cukup menjelaskan situasi saat ini.Baik Ganesha maupun Geisha sama-sama tidak mengalami infertilitas. Gadis itu tidak hamil sebab ia mengonsumsi pil pencegah kehamilan yang diberikan oleh sang tuan. Jadi, kenapa Ganesha memberinya obat itu?"Dia hanya main-main denganku," gumam Geisha di sepanjan
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik