BLAM!Pintu kayu tersebut ditutup dengan sangat kuat oleh seorang pria, hingga menimbulkan bunyi berdebum yang keras. Gadis yang berada di dalam ruangan itu pun sampai terlonjak kaget dibuatnya.Geisha memerhatikan Ganesha yang baru saja masuk ke dalam ruangan yang sama dengan yang ia tempati sejak beberapa saat yang lalu. Memang, setelah kejadian di kolam renang tadi, Ganesha lantas menyuruh Geisha untuk masuk ke dalam rumah, dan menunggunya di dalam kamar yang dahulu pernah ia tempati ketika dirinya dirawat.Seberapa kerasnya gadis itu mencoba menenangkan emosi tuannya saat itu, Ganesha tetap kukuh menyuruh dirinya menunggu di dalam. Entah apa yang pria itu lakukan terhadap ibunya. Namun, Geisha berharap bahwa itu bukanlah hal yang buruk dan berakibat fatal."Master?" panggil Geisha dengan hati-hati.Ganesha membuang napas secara kasar, sebelum akhirnya melangkah ke arah Geisha, dan langsung menerjang tubuh itu dengan sebuah pelukan erat. "Aku benci ibuku. Aku membencinya. Aku sangat
Srak!Gorden di ruangan tersebut tersibak. Memberi akses bagi sinar mentari untuk menerobos masuk ke dalam. Pun turut menyapa wajah gadis cantik yang masih terlelap dalam tidurnya.Ganesha melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Kemudian, pria itu beralih menatap Geisha yang mulai terusik sebab cahaya yang menyilaukan. Ia lantas mendekati gadis itu.Pria itu tersenyum, seiring dengan tangannya yang mengusap lembut kepala Geisha.Gadis itu menggeliat kecil. Melenguh pelan, sebelum akhirnya matanya terbuka."Aku harus berangkat ke kantor," ucap Ganesha.Geisha mengerutkan keningnya. Ia mencoba bangun dengan perlahan, lalu duduk bersandarkan pada kepala ranjang. Gadis itu melirik ke arah jam dinding sejenak, sebelum bertanya, "Apa Master tidak sarapan dahulu?"Ganesha membenarkan letak selimut yang menutupi tubuh polos Geisha. "Aku akan sarapan di kantor. Cepat mandi dan buatlah sarapan untuk dirimu sendiri. Atau ... haruskah aku memanggil satu pelayan untuk aku pekerjakan
Geisha berjalan keluar dari dalam ruang pemeriksaan dengan tatapan kosong. Dokter itu mengatakan bahwa pil dari Ganesha yang selama ini ia anggap sebagai vitamin itu adalah sebuah pil penunda kehamilan. Lalu, bagaimana bisa pria itu melakukan ini?Padahal, Ganesha pernah berjanji akan bertanggung jawab apabila dirinya sampai mengandung benihnya. Pantas saja, enam bulan hidup bersama dan sering bercinta, Geisha tak kunjung hamil.Semula, gadis itu berpikir bahwa ada masalah kesuburan pada dirinya atau pun Ganesha. Ia berencana untuk diam-diam membawa sampel sperma pria itu jika memang tidak ditemukan tanda kemandulan pada dirinya sendiri. Namun, pernyataan mengejutkan dokter itu, rasanya sudah cukup menjelaskan situasi saat ini.Baik Ganesha maupun Geisha sama-sama tidak mengalami infertilitas. Gadis itu tidak hamil sebab ia mengonsumsi pil pencegah kehamilan yang diberikan oleh sang tuan. Jadi, kenapa Ganesha memberinya obat itu?"Dia hanya main-main denganku," gumam Geisha di sepanjan
"Nona Geisha? Nona baik-baik saja? Apakah terjadi sesuatu di sana?" tanya Daniel begitu Geisha menghampirinya dalam kondisi wajah yang begitu sembab. Sangat jelas tergambar bahwa gadis itu baru saja menangis sebelum ini.Geisha menggeleng lemah. "Maaf, sudah membuat Paman menunggu terlalu lama," ucap gadis itu sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil, sebab Daniel sudah membukakan pintu untuknya.Daniel segera masuk ke dalam mobil, dan duduk di kursi kemudi. Pria itu mengemudi dengan perasaan cemas. Ia sesekali melirik pada pantulan diri Geisha melalui kaca spion.Gadis itu terlihat menatap kosong ke luar kaca jendela mobil. Sorot matanya begitu sendu serta tampak menyedihkan.Terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri, hingga membuat Geisha tidak sadar bahwa mobil yang ia tumpangi itu telah sampai di depan pelataran sebuah gedung. Gadis itu segera turun begitu Daniel membukakan pintu untuknya. Begitu menginjakkan kakinya di luar, Geisha terkesiap. Ia baru menyadari bahwa mereka pergi ke k
"Siapa Annastasia?" tanya Ganesha dengan kening berkerut heran."Dia!" Geisha menunjuk ke arah Anna yang sudah berdiri menatapnya dengan raut wajah yang sulit untuk dijelaskan. "Dia adalah putri rentenir itu!" lanjutnya."Hah? Kau ini bicara apa? Anna adalah gadis yatim piatu, sepertimu. Dia juga terlilit hutang dan akan dijual oleh penagih hutang, sama sepertimu. Jadi, tidak salah jika aku memberinya pekerjaan, bukan?" tanya Ganesha sembari menatap Geisha yang sudah terlihat berapi-api."Tapi, dia yang menerorku!" Geisha menatap nyalang ke arah Anna. Sementara, Ganesha tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya."Geisha, kau ini berbicara apa? Ayo, kita pulang saja," ajaknya dengan lembut."Periksa komputernya! Kau akan tahu sendiri!" seru gadis itu.Anna berdecak pelan. Ia menggeser tubuhnya dari balik mejanya. "Silakan jika ingin memeriksa komputer saya, Pak," ucapnya kepada Ganesha.Pria itu menghela napas sejenak. "Tidak perlu, Anna. Aku percaya padamu."Geisha menatap tak percaya
Anna mendengus lega begitu Ganesha sudah keluar dari dalam ruangan kantor itu. Ia pun kembali duduk di kursi kerjanya. Kemudian, sebuah senyum licik tersungging di bibirnya."Hmph! Dasar gadis bodoh!"Anna mengalihkan akun komputernya lagi. Kemudian, beberapa aplikasi yang belum sempat ia tutup pun kembali bermunculan, termasuk aplikasi berkirim pesan teks."Dia pasti mencari ini," gumam Anna dengan senyum liciknya. Ia membaca pesan baru yang semula belum sempat dibukanya.[From Unknown: Ganesha Indo Global.]Sebuah tawa licik terdengar dari wanita itu. "Karena kau sudah berani mengutak-atik komputerku, aku akan memberimu hadiah besar."Wanita itu kembali mengetikkan sebuah balasan untuk pesan yang dikirimkan oleh Geisha untuknya.Anna tersenyum puas begitu selesai mengirimkan pesan teror untuk Geisha. Memang selama ini, ia mengirimkan pesan-pesan itu melalui komputer kerjanya. Mudah saja baginya untuk menghilangkan kecurigaan orang-orang. Dia memiliki dua akun Windows yang memudahkann
Ganesha baru tiba di apartemennya. Namun, ia tak menjumpai Geisha di sana. Bahkan, lampu ruangan masih belum ada yang menyala. Pria itu terpaksa menyalakan sendiri lampu ruangan apartemen, sebab hari sudah larut malam.Ganesha berjalan menuju kamar Geisha. Mungkin saja gadis itu ada di kamarnya dan ketiduran, pikir pria itu. Namun, begitu tiba di kamar Geisha, lagi-lagi gadis itu tidak ada di sana."Tsk! Ke mana gadis itu?" gumam Ganesha dengan gusar. Pria itu segera menyambar ponselnya yang masih ada di dalam saku jas yang dikenakannya. Sejak pergi meninggalkan kantor untuk bertemu dengan Sandra, ia belum sempat untuk mandi dan membersihkan diri.Ganesha terpaksa menemui Sandra, sebab mantan kekasihnya itu mengatakan bahwa ada satu hal penting yang harus ia sampaikan secara langsung kepada Ganesha. Jadi, mau tak mau pria itu datang menemui wanita yang telah menorehkan luka pada hatinya.Ganesha menghubungi Daniel. Menurutnya, pria itu pasti menemani Geisha. Sebab, siang tadi Geisha me
"Aku tidak mau ke rumah sakit," lirih Geisha saat Ganesha terus saja mendesaknya agar mau dibawa pergi ke rumah sakit."Aku khawatir kau kenapa-kenapa. Bagaimana jika kau dehidrasi? Mentalmu! Apa psikismu baik-baik saja?" cecar Ganesha. Mereka berdua berada di dalam mobil yang masih terparkir di halaman kantor, dengan kondisi mesinnya yang menyala."Master, aku baik-baik saja. Sungguh. Ayo, kita pulang saja," putus Geisha.Ganesha menghela napas pasrah. "Kita akan mampir di restoran. Kau mau take away atau makan di tempat?""Junk food saja. Take away."Ganesha segera melajukan mobilnya meninggalkan halaman kantor, dan mulai memasuki jalan raya. Mereka menuju sebuah restoran cepat saji yang tak jauh dari lokasi kantor."Burger, kentang, soda," ucap Geisha ketika mereka tiba di sebuah Point of Sale restoran cepat saji yang cukup terkenal itu."Heish .... Kau akan menghabiskannya?" decak Ganesha."Tentu!" Geisha mengangguk penuh percaya diri. Gadis itu memerhatikan Ganesha yang mulai menu
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik