Menjelang pukul dua belas malam, kelab yang terletak di tengah-tengah kota metropolitan ini terlihat semakin ramai. Orang-orang datang bergantian. Mereka datang dan pergi, lalu keluar dan masuk ruangan kelab hanya untuk memuaskan hasrat semata.
Dentuman musik EDM yang dimainkan oleh seorang DJ menggema hingga ke luar ruangan. Nyala lampu disko yang berwarna-warni turut menyemarakkan ingar bingar malam. Ditambah pula dengan kerumunan orang yang datang untuk bersenang-senang, yang semakin membuat suasana malam ini terasa lebih riuh.
Ingar bingar kehidupan malam rupanya tak hanya menarik bagi sebagian orang, namun juga menarik bagi beragam kalangan, usia, pekerjaan, status sosial, hingga jenis kelamin. Mulai dari anak muda, orang dewasa, bahkan usia paruh baya pun berkumpul di kelab malam ini. Entah sebagai pengunjung atau pelanggan tetap, yang pasti tujuan mereka hanya satu, yaitu mencari kesenangan.
"Siapa yang bakal tampil malam ini?" Seorang pria berkepala plontos bertanya kepada seorang wanita berwajah menor yang berdiri di belakang bar. Dilihat dari penampilannya, wanita itu tampak sangat glamor dan modis. Namun bila dilihat dari gelagatnya, wanita itu tampak sedikit arogan. Jelas saja, dia adalah pemilik kelab malam Arena yang terkenal itu.
Selain perilakunya yang sedikit arogan, si wanita berwajah menor itu juga tak punya sopan santun. Lihatlah, dengan seenaknya wanita itu mengembuskan asap rokok ke depan muka si pria berkepala plontos. Bahkan setelahnya pun dia tidak meminta maaf. Malahan, sambil sedikit menyunggingkan bibirnya dia bertanya balik, "lo mau lihat siapa?"
Sejenak, si pria tampak terbuai oleh wajah elok si wanita. Dandanannya yang menor dan berlebihan itu ternyata tak mampu menyembunyikan aura kecantikannya. Namun, meskipun si wanita berwajah menor itu memiliki aura yang menawan dan kaya raya, dia bukanlah tokoh utama dalam cerita ini.
Tokoh utama dalam cerita ini adalah…
"Ivy," ucap pria berkepala plontos.
"Siapa?"
"Ivy! Gue mau lihat aksi Ivy malam ini," tegas si pria plontos itu dengan nada suara sedikit meninggi.
Si wanita berwajah menor itu tersenyum sinis. Ia mendesis sebentar, lalu menghisap batang rokoknya dalam-dalam. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, ia mencibir pria berkepala plontos yang duduk di depannya itu.
"Cih, dasar ABG tua," rutuknya kesal.
Ivy. I-V-Y. Nama yang terdiri dari tiga suku kata itu adalah nama panggilan dari salah seorang penari striptis yang bekerja di kelab malam Arena. Dibandingkan penari lainnya, nama Ivy memang yang paling populer. Apalagi di kalangan para pria hidung belang.
Uniknya, kepopuleran Ivy saat ini terjadi bukan karena kerja kerasnya saja, tapi juga karena faktor keberuntungan.
Ivy adalah seorang penari yang cantik, menarik, dan mudah dicintai, terutama oleh kaum pria. Oleh sebab itu, tak heran bila banyak pengunjung kelab Arena yang rela berdatangan kemari hanya demi melihatnya tampil meliuk-liukkan badan di atas panggung utama.
"Lo nggak mau lihat aksi penari lainnya nih?" tawar si wanita pemilik kelab. Ia mencoba bernegosiasi dengan beberapa pria yang telah menjadi pelanggan tetap di kelab malam Arena.
"Asal lo tahu, yang seksi bukan cuma Ivy doang. Masih ada Ruby, Janneth, Yves. Mereka nggak kalah seksi kok dari Ivy. Lo nggak mau coba lihat mereka juga?" tawarnya kekeh.
Namun, respon dari sebagian besar pria yang menjadi pelanggan tetap di kelab malam Arena itu mengejutkan. Bukannya mengiyakan, para pelanggan tetap yang ada di kelab Arena itu malah menolak mentah-mentah. Mereka tak mau melihat penampilan penari lainnya. Yang mereka mau hanyalah melihat aksi tarian Ivy malam ini.
Sementara itu, beberapa pelanggan yang baru datang memilih untuk bersikap netral. Mereka tak mengiyakan maupun menolak tawaran si wanita berwajah menor. Alhasil, karena banyak pelanggan yang ingin melihat aksi tarian Ivy lagi, maka malam ini Ivy diputuskan tampil untuk menghibur para pria kesepian dari atas panggung utama.
"Karena gue udah nurutin kemauan kalian, sekarang kalian mau ngasih imbalan apa?"
Para pelanggan tetap yang duduk berjajar di kursi bar itu saling menatap satu sama lain. Mereka tampak kebingungan.
"Gimana kalau tarifnya gue naikin dua kali lipat? Berani nggak?" tantang si wanita menor.
Si kepala plontos yang notabene menjabat sebagai CEO pabrik tekstil tersebut tak merasa keberatan. Bahkan, ia tampak antusias dan berseru dengan suara lantang, "No problem!"
Mungkin karena gengsi dan malu, beberapa pelanggan tetap yang lainnya pun ikut-ikutan menyetujui tantangan si wanita menor.
"Gue juga nggak masalah. Yang penting malam ini gue bisa lihat Ivy," ujar pria bercambang tebal yang duduk di samping kiri pria berkepala plontos.
"Kalau masalah duit sih nggak ada apa-apanya. Pokoknya malam ini gue bisa senang, pasti lo juga bakal gue kasih bonus," timpal seorang pria berambut klimis yang bersandar di tepi meja bar.
"Ya, gue juga bakal kasih duit berapapun asalkan Ivy tampil malam ini."
Tanpa b**a-basi, si wanita berwajah menor itu langsung memutuskan hasil penawaran.
"Oke, deal!" putusnya tegas.
Ia tak bisa menyembunyikan rasa puasnya manakala para pelanggan eksklusif tadi memberikan segepok uang bernilai jutaan rupiah sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka setujui. Ia tersenyum lebar, dan sesekali tampak menyeringai tipis karena berhasil mendapatkan keuntungan dua kali lipat dari popularitas Ivy malam ini.
Ketika malam semakin larut, dan orang-orang mulai terlihat bosan, sesosok wanita tampak berjalan dari balik tirai menuju panggung utama. Orang-orang yang tadinya lesu, seketika kembali bergairah. Hampir semua orang yang ada di kelab Arena langsung membentuk gerombolan untuk mengelilingi panggung utama. Mereka melakukannya semata-mata karena ingin melihat sesosok wanita.
Sorak-sorai dan siulan dari para pelanggan pria mengiringi wanita itu saat ia menapakkan kakinya untuk menaiki tangga. Kedua kakinya yang jenjang dihiasi oleh sepatu heels setinggi lima senti, sehingga menimbulkan bunyi ketukan high heels yang terdengar begitu seksi di telinga para penonton. Apalagi ditambah dengan nyala lampu remang-remang yang membuat siluet wanita itu terlihat semakin menggoda.
Wanita itu kini berdiri tepat di tengah-tengah panggung. Lampu utama menyorot sosoknya yang berdiri membelakangi penonton sembari berpose seksi. Ya, sosok wanita di atas panggung itu adalah Ivy.
Sorakan dan tepuk tangan penonton yang mayoritas berasal dari para pelanggan eksklusif kelab malam Arena itu terdengar sangat riuh. Mereka menyerukan nama Ivy berulang kali. Seolah mereka sedang memuja-muja wanita berambut pirang yang sekarang berdiri di atas panggung utama.
Meski hanya sesaat, Ivy menikmati teriakan dan tepuk tangan dari para penonton. Setelah itu, ia berusaha kembali fokus untuk menyelesaikan tuntutan pekerjaannya malam ini.
Perlahan-lahan, Ivy mulai membalikkan tubuhnya hingga menghadap ke arah penonton. Tubuhnya yang sintal dan menyerupai bentuk gitar itu dibalut oleh jubah tipis berwarna putih yang tembus pandang. Bahkan karena saking transparannya jubah yang ia pakai, pakaian dalamnya yang berwarna hitam pun terekspos jelas.
Ivy sengaja memakai pakaian yang minim dan transparan seperti itu, karena itu adalah salah satu triknya yang manjur. Ia paham betul bagaimana caranya menggoda seorang pria, dan ia pun hafal setiap titik kelemahan para pria. Makanya, tak heran kalau Ivy bisa dengan mudah menaklukkan hati para pria kaya dengan aksi nakalnya di atas panggung.
Ivy mulai meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti alunan musik dansa yang diputar oleh sang DJ. Dalam setiap gerakan tubuhnya, Ivy selalu tampak menggoda. Terkadang ia menggoyangkan pinggulnya dari atas ke bawah, terkadang pula ia menggeliat-geliutkan tubuhnya di atas lantai sambil membuka lebar kedua kakinya.
Suasana malam ini terasa semakin panas, dan Ivy semakin gencar meningkatkan intensitas aksinya saat menari di atas panggung. Kini, ia mulai bertingkah nakal dengan menggoda para pria yang berkerumun di sekelilingnya. Satu per satu kancing jubahnya ia buka perlahan-lahan. Sesekali juga ia bermain-main dengan menutup kembali kancing jubahnya yang hampir terbuka.
Sontak, para pria yang berdiri di sekelilingnya itu langsung melayangkan protes. Mereka kompak berseru, "Buka! Buka! Buka!" pada Ivy yang bertingkah nakal di atas panggung.
Mendengar seruan protes dari para penonton, Ivy pun membalas mereka dengan senyuman genit dan kedipan mata. Kemudian, ia membuka kembali kancing jubahnya satu per satu hingga jubah itu terlepas seluruhnya dari tubuhnya.
Ivy melemparkan jubahnya ke arah kerumunan penonton. Tubuh sintalnya yang tadi tertutupi oleh kain tipis, kini hanya dibalut oleh pakaian dalam berwarna hitam yang menutupi sebagian area vitalnya. Meski begitu, Lovely tetap tak bisa menyembunyikan dua gundukan besar yang ada di dadanya, karena dua gundukan itu menyembul dari balik pakaian dalamnya yang kekecilan.
Penonton yang melihat hal itu lagi-lagi dibuat kegirangan. Beberapa orang di antara mereka bahkan ada yang menyawer dolar, sedangkan yang lainnya menyawer rupiah. Yang jelas, malam ini panggung tampak seperti kolam uang. Ribuan lembar uang berceceran dimana-mana, dan penyebabnya adalah Ivy.
Hampir dua jam Ivy menghibur para penonton dengan aksi tariannya yang menggairahkan. Sebagai penutup, Ivy pun menampilkan aksi terakhirnya. Aksi ini merupakan aksi pamungkas dari keseluruhan aksinya malam ini, yaitu mengajak salah satu penonton untuk menari bersamanya di atas panggung utama.
Setelah melihat-lihat, Ivy memutuskan untuk mengajak seorang pria berjas abu-abu yang sedang duduk bersandar di atas sofa. Ivy menarik dasi pria berjas itu, lalu menyeretnya naik ke atas panggung. Ia mendudukkan pria itu ke kursi kayu yang telah disediakan.
Sorakan penonton semakin heboh manakala Ivy melepas dasi si pria berjas, lalu memainkan dasi itu ke beberapa bagian tubuhnya.
Pertama-tama, Ivy memainkannya di antara kedua selangkangannya yang terbuka lebar. Kemudian berlanjut memutar-mutar dasi itu ke bagian dadanya yang menonjol. Lalu diakhiri dengan menjilatinya dengan tatapan sayu.
Setelah puas bermain-main dengan dasi, perhatian Ivy pun beralih ke sang pemilik dasi. Pertama-tama, Ivy mendekatkan tubuhnya yang hanya berbalut lingerie itu ke tubuh si pria berjas. Ia membuka jas pria itu secara perlahan, lalu membuang jasnya ke sembarang arah.
Belum sempat pria itu menghela nafas, tiba-tiba Ivy sudah menaik-turunkan pinggulnya ke depan muka si pria. Karena tak siap, pria itu gelagapan merespon aksi Ivy. Baru setelah beberapa menit pria itu bisa menikmati dan hanyut dalam aksi permainan Ivy malam ini.
Tak berhenti sampai disitu, Ivy pun menarik muka si pria dan membenamkan wajah pria itu di antara celah-celah dadanya. Kira-kira selama tiga menit, Ivy menarik keluar wajah pria itu dan membiarkannya menghirup udara. Pria itu tersenyum puas.
Ingin rasanya pria itu meremas dua gundukan besar yang menyembul di balik lingerie hitam Ivy, namun peraturan di kelab ini tak mengijinkannya untuk berbuat demikian. Setiap pria yang menonton tarian stripstis di kelab malam Arena dilarang keras untuk menyentuh bagian tubuh para penarinya. Yang boleh mereka lakukan hanya pasrah dan mengikuti setiap alur permainan yang dimainkan oleh si penari.
Karena larangan itu pula, terkadang ada para pria hidung belang yang berusaha menghalalkan segala cara untuk bisa menyentuh bagian tubuh para penari striptis di kelab ini. Satu-satunya cara yang bisa mereka lakukan untuk menyentuh para penari tersebut bukanlah di panggung ini, melainkan di luar kelab. Entah itu dengan cara mengajak check ini di hotel atau booking di tempat lain.
Ivy menyudahi aksinya malam ini. Pria itu pun kembali ke tempatnya semula, dan Ivy pun turun dari atas panggung.
………..………..………..………..………..………..………..………..………..………..………..……….
"Penari tadi siapa namanya?" tanya seorang pria pada temannya.
"Yang mana maksud lo?"
"Yang barusan nari sama gue."
"Oh, dia namanya Ivy."
"Hmm, kayaknya malam ini gue mau tidur sama dia."
-TO BE CONTINUED-
[Beberapa jam sebelum tiba di kelab malam Arena]Ponsel Azkara berdering nyaring. Ia langsung terbirit-birit keluar dari kamar mandi, lalu bergegas lari menuju kamarnya untuk mengambil ponsel yang ia taruh di atas nakas. Sekilas Azkara melihat layar ponselnya, lalu mengecek nama kontak yang tertera di atas sana. Setelah tahu kalau panggilan telepon itu berasal dari Rendy, Azkara pun langsung mengangkatnya."Halo?"".....""Iya. Gue baru mandi nih."".....""Alamatnya dimana?""....."
Rendy masih terbayang-bayang oleh tiap sentuhan si penari striptis tadi pada tubuhnya. Tapi sayang, ia tak bisa membalas balik sentuhan itu karena adanya larangan. Meski begitu, Rendy tak putus asa. Ia mulai menyusun strategi dan membuat rencana agar penari itu bisa tidur dengannya malam ini.Sembari menyusun strategi di dalam otaknya, Rendy tak lupa untuk bersenang-senang. Ia merayakan ulang tahunnya yang ke-30 tahun dengan mentraktir ketiga temannya untuk minum-minum di meja bar. Sebagai permulaan, Rendy membeli dua botol anggur merah cap Orang Dewasa dan segelas kopi espresso dingin."Cheers!" Mereka bersulang untuk merayakan pertambahan umur Rendy. Di antara mereka berempat, hanya Azkara yang meminum segelas kopi espresso.Gelas demi gelas berisi anggur
Ancaman Rendy ternyata ampuh untuk membuat Azkara mempertimbangkan keputusannya sekali lagi.Atas dasar persahabatan, Azkara memandang satu per satu wajah temannya. Betapa mirisnya ketika dia melihat raut wajah Bobon yang menatap dirinya dengan tatapan memelas."Ikut aja, Ka, please. Emangnya lo mau persahabatan kita hancur?" bujuk Bobon.Azkara gelagapan. Ia berada di ambang kebingungan dan dilema untuk memutuskan pilihannya. Di sisi lain, ia tak mau persahabatannya hancur, tapi di saat yang sama ia juga tak mau melakukan perbuatan keji seperti teman-temannya.Setelah lama menimbang-nimbang, akhirnya Azkara memutuskan untuk ikut, tapi dengan satu syarat. "Oke, gue bakal ikut kalian ke hotel.
Ancaman Rendy ternyata ampuh untuk membuat Azkara mempertimbangkan keputusannya sekali lagi.Atas dasar persahabatan, Azkara memandang satu per satu wajah temannya. Betapa mirisnya ketika dia melihat raut wajah Bobon yang menatap dirinya dengan tatapan memelas."Ikut aja, Ka, please. Emangnya lo mau persahabatan kita hancur?" bujuk Bobon.Azkara gelagapan. Ia berada di ambang kebingungan dan dilema untuk memutuskan pilihannya. Di sisi lain, ia tak mau persahabatannya hancur, tapi di saat yang sama ia juga tak mau melakukan perbuatan keji seperti teman-temannya.Setelah lama menimbang-nimbang, akhirnya Azkara memutuskan untuk ikut, tapi dengan satu syarat. "Oke, gue bakal ikut kalian ke hotel.
Rendy masih terbayang-bayang oleh tiap sentuhan si penari striptis tadi pada tubuhnya. Tapi sayang, ia tak bisa membalas balik sentuhan itu karena adanya larangan. Meski begitu, Rendy tak putus asa. Ia mulai menyusun strategi dan membuat rencana agar penari itu bisa tidur dengannya malam ini.Sembari menyusun strategi di dalam otaknya, Rendy tak lupa untuk bersenang-senang. Ia merayakan ulang tahunnya yang ke-30 tahun dengan mentraktir ketiga temannya untuk minum-minum di meja bar. Sebagai permulaan, Rendy membeli dua botol anggur merah cap Orang Dewasa dan segelas kopi espresso dingin."Cheers!" Mereka bersulang untuk merayakan pertambahan umur Rendy. Di antara mereka berempat, hanya Azkara yang meminum segelas kopi espresso.Gelas demi gelas berisi anggur
[Beberapa jam sebelum tiba di kelab malam Arena]Ponsel Azkara berdering nyaring. Ia langsung terbirit-birit keluar dari kamar mandi, lalu bergegas lari menuju kamarnya untuk mengambil ponsel yang ia taruh di atas nakas. Sekilas Azkara melihat layar ponselnya, lalu mengecek nama kontak yang tertera di atas sana. Setelah tahu kalau panggilan telepon itu berasal dari Rendy, Azkara pun langsung mengangkatnya."Halo?"".....""Iya. Gue baru mandi nih."".....""Alamatnya dimana?""....."
Menjelang pukul dua belas malam, kelab yang terletak di tengah-tengah kota metropolitan ini terlihat semakin ramai. Orang-orang datang bergantian. Mereka datang dan pergi, lalu keluar dan masuk ruangan kelab hanya untuk memuaskan hasrat semata.Dentuman musik EDM yang dimainkan oleh seorang DJ menggema hingga ke luar ruangan. Nyala lampu disko yang berwarna-warni turut menyemarakkan ingar bingar malam. Ditambah pula dengan kerumunan orang yang datang untuk bersenang-senang, yang semakin membuat suasana malam ini terasa lebih riuh.Ingar bingar kehidupan malam rupanya tak hanya menarik bagi sebagian orang, namun juga menarik bagi beragam kalangan, usia, pekerjaan, status sosial, hingga jenis kelamin. Mulai dari anak muda, orang dewasa, bahkan usia paruh baya pun berkumpul di kelab malam ini. Entah sebagai pengunjung atau p