Dominic mengeluarkan cambuk dan menggunakan ujungnya untuk menelusuri setiap lekuk tubuh Amber. Diangkatnya cambuk ke udara, lalu mendarat sempurna pada punggung mulus Amber, menciptakan bunyi yang cukup nyaring di dalam ruangan tersebut.“Akh!” pekik Amber.“Kenapa kamu ingin membunuhku?” tanya Dominic.Amber menggeleng, dia berusaha untuk menyangkal, tidak ingin membuat Dominic menjadi jauh lebih kejam dari yang sekarang. Dia harus memutar otak untuk memberi jawaban pada pria itu. Merasa bukan itu jawaban yang diinginkannya. Dominic kembali memberikan satu pecutan pada Amber, kali ini mengarah pada bagian bokong wanita itu.“Ssh! Dominic!” Amber memekik sekali lagi, rasanya perih.“Jawab aku, Sayang.”“Aku tidak mengerti maksudmu,” jawab Amber. Rasa dingin dari suhu di dalam ruangan, kini mulai menggerogoti tubuh Amber, merayap masuk ke sela pori-pori halus tubuh telanjang Amber.“Jangan berpura-pura, kamu pikir ... aku tidak mengetahui apa pun? Daging merah yang kamu masak untukku,
“No! Kamu gila, aku ini istrimu bukan—“Dominic menutup mulut Amber menggunakan penutup mulut berwarna hitam dengan aksesoris bola di bagian depan yang sudah disiapkannya, membuat Amber tak bisa terus menerus mengoceh padanya. Mulut Amber sedikit menganga karena bola kecil sialan.“Ehmph!” Kedua mata Amber memelototi Dominic, merasa kesal karena pria itu semakin semaunya memperlakukan dirinya.Dominic tertawa melihat wajah Amber kini terlihat panik saat dia mengarahkan lilin yang menyala ke arah tubuh istrinya.“Jangan terlalu tegang, Amber. Lilin ini bersuhu rendah, kamu tidak akan merasa sakit sedikit pun, justru ... kamu akan menyukainya,” kata Dominic. Amber meronta mencoba menarik kedua tangannya, menciptakan bunyi derit pada tubuh tempat tidur dari besi tersebut.“Huh!” Sial! Dia ingin berteriak, mengumpat, memaki, kalau perlu meludahi pria gila yang menjadi suaminya itu.Dominic mengusap wajah Amber, lalu mengecup pipi istrinya dengan lembut, sesuatu yang jarang dilakukan Domin
Dominic mengguncang pelan tubuh Amber, kepala wanita itu terkulai lemah, kedua mata menutup erat, membuat Dominic panik seketika.“Sayang ... bangun, jangan bercanda,” ucap Dominic, seraya mendekatkan bibirnya di telinga Amber.Beberapa menit Dominic mencoba membuat Amber sadarkan diri, tetapi usahanya sia-sia. Wanita itu benar-benar tidak bergerak sedikit pun. Dominic bergegas melompat turun dari tempat tidur dan mengenakan celana panjang, lalu dengan tergesa mengangkat tubuh Amber, menutupi dengan kemeja dan jas miliknya.Dengan bertelanjang dada, dan membawa tubuh Amber dalam dekapannya, dia melompati beberapa anak tangga sekaligus dan membuka pintu ruang rahasia miliknya.Saat hendak kembali ke dalam kamar, Dominic berpapasan dengan Hans, pria paruh baya itu terkejut melihat Amber yang tidak sadarkan diri di dalam dekapan Dominic.“Ada apa, Tuan?”“Hans, bawakan aku minyak angin, dan alat pengompres. Jangan menatap Amber terlalu lama,” perintahnya.“Baik, saya akan ambilkan. Mung
Pembicaraan semalam berupa bumbu permintaan maaf Dominic pada Amber diacuhkan oleh wanita itu. Dia sedang tidak ingin memberikan hati pada Dominic.Amber bangkit turun dari tempat tidur, setelah semalaman beristirahat dia merasa tubuhnya menjadi sedikit lebih baik. Dia sempat berpikir, Dominic benar-benar ingin membunuh dirinya dengan membuat mati kelelahan saat bercinta dengan pria itu.Baru saja dia hendak bergerak keluar dari dalam kamar, dia mendengar suara getaran ponsel miliknya di dalam laci nakas.Amber tidak tahu, apakah Will ada menghubunginya atau tidak. Dilihatnya, tidak ada siapa pun di dalam ruangan yang bisa menjadi tempat memadu kasih antara dirinya dan Dominic.Tiba-tiba pintu terbuka, Dominic masuk membawakan satu nampan berisi bubur hangat untuk Amber.“Kamu sudah bangun, makanlah ini,” kata Dominic, berusaha menebus kesalahannya semalam pada Amber.“Hm, ya. Kamu tidak menaruh racun kan di dalam bubur itu?”“Ya Tuhan, apakah di dalam pikiranmu ... aku sama jahatnya
“Amber, kamu mau ke mana, Sayang?” ujar seorang pria dengan rambut memutih seraya melingkarkan tangannya ke pinggang wanita bertubuh molek di pinggir ranjang. Dengan sebuah senyuman mesum yang terlukis di wajahnya, pria itu memelas, “Apa tidak bisa kita melakukannya sekali lagi?” Wanita bernama Amber itu menoleh. Dia tertawa sinis, lalu menepis tangan pria itu dari pinggangnya seraya menjawab, “Kamu tahu peraturannya, ‘kan? Aku hanya menerima satu kali transaksi tanpa ada pengulangan.” Pria tersebut memasang wajah kecewa. “Huh? Apa aku tidak mendapatkan pengecualian? Aku ini sang menteri, Amber. Aku—”Amber meletakkan jari telunjuk di bibir seksinya yang tersapu gincu merah menyala. “Tidak ada pengecualian. Sebelum para tamu melakukan transaksi, mereka jelas sudah diberitahukan mengenai syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi.”Pria berusia 45 tahun itu tertawa. Sebagai seorang petinggi pemerintahan di Kota A, ia memiliki kekuasaan, uang, dan juga dikelilingi wanita. Bisa-bisanya w
Plak!Gadis dengan kacamata tebal itu dikejutkan dengan sebuah tamparan keras yang mendarat di pipi kanannya, menyebabkan kaca matanya terlempar entah ke mana..“Lo emang benar-benar jal*ng, ya! Nggak nyangka gue cewek penampilan polos kayak lo bisa jebak Dominic kayak gitu, pake digodain segala pula!” maki seorang senior perempuan yang tadi menamparnya dengan mata nyalang. “Kalau suka, kejar yang bener! Jangan main kotor! Dasar l*nte!”“Tidak. Aku sama sekali tidak menggoda atau menjebak siapa pun! Aku hanya--” Belum sempat Amber menyelesaikan kalimatnya, gadis lain menarik paksa rambut Amber yang dikuncir kuda, membuatnya meringis kesakitan. Cengkeraman yang kuat dari gadis itu membuat kepala Amber pusing, pandangannya yang sudah buram semakin membuyar. Ketika samar-samar dia melihat satu sosok familier berdiri di dekat pintu ruangan, dia berteriak, ‘Dom?’ Amber membatin lirih. “Tolong …,” pintanya dengan suara lemah. “Tolong aku ….” Namun lelaki itu mengacuhkannya, berbalik dan p
“Buka matamu, Amber.” Serangan kasar sang lelaki tak meninggalkan ruang bagi Amber yang kini berada tepat di depan cermin besar untuk menjawab. Dia hanya bisa memberikan balasan melalui lenguhan dan desahan selagi menyerahkan diri sepenuhnya untuk lelaki yang terus menggerayangi tubuhnyaDesakan dari Dominic memaksa Amber untuk membuka mata. Netranya disambut oleh pantulan tubuhnya yang berada di bawah kungkungan pria tersebut. Terlihat Dominic menarik kedua tangan rampingnya dan menahannya dari belakang, membuat Amber tak bisa berkutik.“Mengapa dirimu yang menikmati ini, Amber? Tidakkah memuaskan tamu adalah tugasmu, bukan tugasku?” Dominic bertanya dengan seringai licik di wajah tampannya. Amber tahu lelaki ini hanya menggodanya, dan itu menunjukkan bahwa dirinya telah kalah telak dalam pergumulan keduanya. ‘Sial!’Sejujurnya, Amber merasa harga dirinya tersakiti. Selama ini, dirinya selalu melayani klien-kliennya dengan kuasa. Namun entah apa yang merasuki dirinya, kali ini dia be
Ruangan yang tadinya hening tiba-tiba diisi dengan suara tamparan yang terdengar nyaring, tepat mengenai wajah Amber. “Dasar kamu anak tidak tahu diuntung! Kamu benar-benar mempermalukan Ayah, Amber!” Rasa perih dari tamparan oleh gadis-gadis di sekolah sebelumnya semakin menjadi-jadi, tapi itu tidak sebanding dengan hatinya yang tersayat kata-kata sang ayah.Mendengar amarah ayahnya membuat Amber tidak bisa berkutik, hanya air mata yang turun dari wajahnya yang bisa menggambarkan isi hatinya. Gadis itu menatap nanar ayahnya. Ketika dia pikir akan mendapat dukungan dari keluarga satu-satunya yang ia miliki, dia justru mendapatkan hinaan dan tamparan dari ayahnya sendiri. “Bukan aku yang memulai semua ini! Aku tidak bersalah! Gadis-gadis itu yang melakukan ini karena—“ Belum selesai Amber menyelesaikan pembelaannya, sang ayah sudah menyela dengan kasar. Tidak berniat untuk mendengarkan Amber lebih jauh.“Tutup mulutmu!” geram sang ayah sembari menatapnya nyalang. “Pers*tan dengan apa
Pembicaraan semalam berupa bumbu permintaan maaf Dominic pada Amber diacuhkan oleh wanita itu. Dia sedang tidak ingin memberikan hati pada Dominic.Amber bangkit turun dari tempat tidur, setelah semalaman beristirahat dia merasa tubuhnya menjadi sedikit lebih baik. Dia sempat berpikir, Dominic benar-benar ingin membunuh dirinya dengan membuat mati kelelahan saat bercinta dengan pria itu.Baru saja dia hendak bergerak keluar dari dalam kamar, dia mendengar suara getaran ponsel miliknya di dalam laci nakas.Amber tidak tahu, apakah Will ada menghubunginya atau tidak. Dilihatnya, tidak ada siapa pun di dalam ruangan yang bisa menjadi tempat memadu kasih antara dirinya dan Dominic.Tiba-tiba pintu terbuka, Dominic masuk membawakan satu nampan berisi bubur hangat untuk Amber.“Kamu sudah bangun, makanlah ini,” kata Dominic, berusaha menebus kesalahannya semalam pada Amber.“Hm, ya. Kamu tidak menaruh racun kan di dalam bubur itu?”“Ya Tuhan, apakah di dalam pikiranmu ... aku sama jahatnya
Dominic mengguncang pelan tubuh Amber, kepala wanita itu terkulai lemah, kedua mata menutup erat, membuat Dominic panik seketika.“Sayang ... bangun, jangan bercanda,” ucap Dominic, seraya mendekatkan bibirnya di telinga Amber.Beberapa menit Dominic mencoba membuat Amber sadarkan diri, tetapi usahanya sia-sia. Wanita itu benar-benar tidak bergerak sedikit pun. Dominic bergegas melompat turun dari tempat tidur dan mengenakan celana panjang, lalu dengan tergesa mengangkat tubuh Amber, menutupi dengan kemeja dan jas miliknya.Dengan bertelanjang dada, dan membawa tubuh Amber dalam dekapannya, dia melompati beberapa anak tangga sekaligus dan membuka pintu ruang rahasia miliknya.Saat hendak kembali ke dalam kamar, Dominic berpapasan dengan Hans, pria paruh baya itu terkejut melihat Amber yang tidak sadarkan diri di dalam dekapan Dominic.“Ada apa, Tuan?”“Hans, bawakan aku minyak angin, dan alat pengompres. Jangan menatap Amber terlalu lama,” perintahnya.“Baik, saya akan ambilkan. Mung
“No! Kamu gila, aku ini istrimu bukan—“Dominic menutup mulut Amber menggunakan penutup mulut berwarna hitam dengan aksesoris bola di bagian depan yang sudah disiapkannya, membuat Amber tak bisa terus menerus mengoceh padanya. Mulut Amber sedikit menganga karena bola kecil sialan.“Ehmph!” Kedua mata Amber memelototi Dominic, merasa kesal karena pria itu semakin semaunya memperlakukan dirinya.Dominic tertawa melihat wajah Amber kini terlihat panik saat dia mengarahkan lilin yang menyala ke arah tubuh istrinya.“Jangan terlalu tegang, Amber. Lilin ini bersuhu rendah, kamu tidak akan merasa sakit sedikit pun, justru ... kamu akan menyukainya,” kata Dominic. Amber meronta mencoba menarik kedua tangannya, menciptakan bunyi derit pada tubuh tempat tidur dari besi tersebut.“Huh!” Sial! Dia ingin berteriak, mengumpat, memaki, kalau perlu meludahi pria gila yang menjadi suaminya itu.Dominic mengusap wajah Amber, lalu mengecup pipi istrinya dengan lembut, sesuatu yang jarang dilakukan Domin
Dominic mengeluarkan cambuk dan menggunakan ujungnya untuk menelusuri setiap lekuk tubuh Amber. Diangkatnya cambuk ke udara, lalu mendarat sempurna pada punggung mulus Amber, menciptakan bunyi yang cukup nyaring di dalam ruangan tersebut.“Akh!” pekik Amber.“Kenapa kamu ingin membunuhku?” tanya Dominic.Amber menggeleng, dia berusaha untuk menyangkal, tidak ingin membuat Dominic menjadi jauh lebih kejam dari yang sekarang. Dia harus memutar otak untuk memberi jawaban pada pria itu. Merasa bukan itu jawaban yang diinginkannya. Dominic kembali memberikan satu pecutan pada Amber, kali ini mengarah pada bagian bokong wanita itu.“Ssh! Dominic!” Amber memekik sekali lagi, rasanya perih.“Jawab aku, Sayang.”“Aku tidak mengerti maksudmu,” jawab Amber. Rasa dingin dari suhu di dalam ruangan, kini mulai menggerogoti tubuh Amber, merayap masuk ke sela pori-pori halus tubuh telanjang Amber.“Jangan berpura-pura, kamu pikir ... aku tidak mengetahui apa pun? Daging merah yang kamu masak untukku,
“Aku mohon ... aku ingin menyentuhmu, merasakan rasanya bercinta seperti orang normal,” lirih Amber. Wajahnya tidak lagi bisa berbohong jika saat ini dia pun sangat menginginkan sentuhan-sentuhan nakal dan liar Dominic.Dominic menarik kedua tangan Amber yang telah diikatnya ke belakang dengan dasi, dia akan menunjukkan sesuatu pada Amber.“Aku akan menunjukkan sesuatu padamu yang lebih menegangkan dari sebelumnya, Sayang. Bagaimana?”Rasanya tubuh Amber benar-benar lemas kehilangan tenaga. Entah apa lagi yang ingin ditunjukkan Dominic padanya, ini hari ke sembilan dia hidup serumah bersama Dominic, awalnya Amber mengira ... dia mampu menguasai Dominic, tapi sampai detik ini, Amber selalu tidak bisa membuat Dominic kalah dengan rengekan dan juga rayuan dari mulutnya yang manis.“Jangan terlalu kasar, Dom! Kedua tanganku kamu tarik dengan paksa, sakit!” pekik Amber yang kelihatan tidak berdaya, bahkan untuk melawan sedikit pun dia tidak memiliki ruang gerak.“Sebelumnya ... aku tidak m
Benar saja, mobil Dominic memang sudah berada di garasi lebih dulu dari Amber, berarti pria itu tidak hanya sekadar membual dengan mengatakan dia sudah berada di rumah dan menunggu kedatangan Amber.Perlahan wanita itu membuka pintu, lalu menjulurkan kepalanya ke dalam, dia tidak ingin tiba-tiba Dominic menyergapnya secara tiba-tiba seperti beberapa hari yang lalu. Amber melangkah masuk dengan langkahnya yang teratur, lalu melihat seorang kepala pelayan ada di sana.“Hans, di mana tuanmu berada?” tanya Amber.“Tuan Muda berada di ruang kerja, tadi saat dia pulang, dia menanyakan pada saya mengenai Nyonya Muda. Saya mengatakan, jika Nyonya pergi keluar,” jawab Hans apa adanya tanpa melebih-lebihnya kata-katanya.“Baiklah, aku akan ke sana menemuinya. Dia tidak ada membicarakan hal lain?”“Tidak ada, Nyonya.” Hans pun tidak banyak bicara, setelah tahu Amber berhenti bertanya, dia pun menyingkir dari hadapan Amber. Wanita itu pun mendengus pelan, dia tahu, jika dia menghampiri Dominic, m
Amber tertawa mendengar kalimat yang baru saja diucapkan Will, dia tidak menganggap serius sama sekali kata-kata Will barusan.“Kamu sama saja seperti pria-pria dungu yang selalu tidur bersamaku. Simpan mimpimu, Will. Selamanya, hubunganmu denganku adalah sebuah kerjasama. Kamu kuberikan uang, dan kamu memberiku informasi yang kuinginkan, paham?” jawab Amber ketus.Will terpaksa tertawa, karena dia tidak ingin terlihat seperti pria bodoh. Biarkan saja Amber berpikir, jika apa yang dikatakan Will tadi hanya sebagai sebuah candaan saja.“Baiklah, tidak ada hal lain yang ingin kamu katakan, kan?” Will menggeser posisi bokongnya di bangku, lalu melirik ke arah jam di pergelangan tangan, sebentar lagi dia harus kembali ke kantor. Masih banyak urusan pekerjaan yang harus dia selesaikan.“Sepertinya tidak ada.”Will mengeluarkan beberapa lembar kertas di atas meja, sepertinya informasi tambahan di dalam kertas-kertas itu akan sangat berguna bagi Amber nanti, jadi Will sudah membuat salinanny
Bekerja di perusahaan benar-benar menyita waktu Amber, dia tidak bisa melakukan kesenangannya yang seperti biasa. Beruntung … Selena ada bersamanya, jika tidak Amber benar-benar kewalahan.Hari pertama yang sangat menyebalkan bagi Amber. Dia lebih suka berada di dalam kamar apartemen, lalu memanjakan tubuh pergi ke spa, klinik kecantikan, daripada mengurus dokumen-dokumen kerjasama antar perusahaan, mengecek laporan keuangan, dan beberapa tetek bengek lainnya.“Hah! Aku bisa cepat tua jika melihat semua laporan-laporan ini,” gerutu Amber, lalu menutup laptop miliknya. Lebih menyedihkan, begitu Jonathan menyerahkan perusahaan padanya, pria paruh baya itu berkata, dia hendak bersenang-senang dengan menghilangkan penat di luar negeri. Amber menekan nomor extension yang tersambung ke ruangan Selena, lalu melirik sekilas ke arah jam di dinding. Sudah hampir makan siang, dia bisa bernapas lega dan mengistirahatkan pikiran untuk sejenak.“Ada apa, Am?”“Segera ke ruanganku,” perintah Amber
Dominic kembali naik ke atas tempat tidur, lalu ikut berbaring di samping Amber yang masih belum sadarkan diri. Memperhatikan wajah Amber yang sedang tertidur, seperti ada sensasi tersendiri bagi Dominic.Wanita itu terlalu cantik dan juga sempurna bagi Dominic, tapi ...sampai detik ini dia belum merasakan perasaan lain pada wanita yang sudah satu minggu lebih menjadi istrinya.“Amber Johns atau Amber Moore, kamu tahu ... aku selalu ingin mendengar suara desahanmu, Sayang. Kamu benar-benar membuatku hilang kewarasan,” bisik Dominic.Lengan kekar Dominic melingkar di pinggang Amber, lalu dikecupnya dengan penuh kasih pipi wanita itu. Dominic menguap, tanpa mengganti pakaian, dia pun tertidur....Amber baru saja selesai membersihkan dirinya, lalu wanita itu turun dari lantai dua menuju ke arah ruang makan. Dia heran, siapa yang menggantikan pakaian miliknya semalam?Pikiran dan tubuhnya terasa lebih segar dari sebelumnya.“Selamat pagi, kamu sudah bangun. Aku pikir kamu akan tertidur s