Jessica begitu heran dengan perubahan Raymond, beberapa waktu yang lalu dia terlihat begitu lembut dan manja, tapi saat ini sudah dingin kembali, bahkan membentaknya gara-gara hal yang justru disukai oleh kebanyakan pria.Seusai memakai handuk kimono milik calon suaminya, Jessica kembali duduk di sofa."Tadi kamu begitu lembut dan manja padaku tapi kini kamu begitu dingin, apa sebenarnya kamu memiliki kepribadian ganda Ray?" Ucapan Jessica membuat Raymond tersenyum miring, memang tadi hanya pura-pura saja."Mungkin," sahutnya singkat lalu kembali menikmati sebatang rokoknya kembali."Aku serius Ray?" "Aku juga."Jessica yang merasa kesal meluapkan amarahnya pada Raymond, dia merasa jika Raymond mempermainkan dirinya."Jika memang begini sikapmu untuk apa kamu datang ke rumahku dan meminta supaya pernikahan ini dilaksanakan minggu depan?" Pria itu masih diam menikmati rokoknya hingga Jessica berkomentar pedas. "Kita akhiri saja semua ini Ray." Raymond berpikir sejenak, jika batal s
"Lepas! lepaskan aku!" Rara terus berteriak, menggedor gedor pintu namun semua itu percuma. Wanita itu hanya bisa menangis terduduk di lantai sambil bersandar pintu, dia masih belum paham kenapa orang-orang ini tega menculiknya. Lelah menangis, Rara memutuskan kembali ke sebuah tempat tidur single, kelihatannya Mama Raymond masih memiliki hati sedikit hingga menyediakan tempat tidur untuknya. Sadar tak ada gunanya menangis, Rara mencoba mencari ponselnya, seingatnya waktu itu para penculik telah menghancurkan ponselnya dan bangkai ponselnya masih berada di dalam kamar. Lama mencari akhirnya ketemu juga, bangkai ponsel itu berada di kolong tempat tidur dengan keadaan yang hancur. Beberapa kali Rara menghidupkan ponselnya tapi ponsel itu tak mau hidup, hampir putus asa, sebuah keajaiban terjadi ponselnya hidup kembali, meski LCD lumayan rusak, Rara masih bisa melihat tulisan di layar. Rara berusaha menghubungi Raymond tapi nomor Raymond tidak bisa dihubungi lalu dia menghubungi Rey
Reyhan mematung mendengar apa yang diucapkan oleh kekasihnya, menua bersama? bukankah itu kata yang selalu dia katakan pada Rara, ada apa sebenarnya? Ketika rasa sakit terus menghujam, sang kekasih mulai sadar akan kehadirannya. Rasa sedih berlebij membuatnya melupakan kehadiran Rayhan. "Pak Rey," katanya lirih sambil menoleh ke arah pria yang tengah kesakitan itu. Tatapan Reyhan begitu sendu, nampak sekali jika dia menahan rasa sakitnya. "Apa maksud akan menua bersama dengannya sayang?" Pertanyaan Reyhan seketika membuat wanita itu memucat, bibirnya membungkam dan tak tau harus berkata apa. Belum sempat menjawab pertanyaan Reyhan, tiba-tiba sebuah tamparan melayang di pipinya. Plak.... ##### (Flashback) Pria dengan tubuh sama menghadap cermin, berbeda dengan tadi kali ini calon pengantin pria memakai masker. "Tuan bisakah anda melepas master anda?" Permintaan wajar dari para MUA membuat David menggeleng, tentu tidak mungkin melepas masker untuk saat ini. "Aku tiba-tiba flu.
Rara hanya bisa menangis entah mengapa wanita paruh baya begitu kejam, bukankah penculikan ini adalah idenya lantas mengapa kini dia malah berbalik ingin menuntut?"Jangan menangis Nona, saya akan mengurus semua."David berusaha menenangkannya, dia tidak akan membiarkan Mama sang Tuan melakukan hal ini, lagipula yang bersalah bukan Rara atau mereka melainkan dirinya sendiri.Karena ingin segera menyelesaikan hal ini, David meminta Reyhan untuk menemani Rara, dia paham jika Reyhan mungkin sakit hati tapi dia berharap jika Reyhan paham akan keadaan saat ini.Keduanya duduk di depan ruang ICU dengan mulut sama-sama tertutup, tidak ada obrolan diantara mereka. Reyhan merasa sakit hati dan kecewa karena merasa dikhianati sedangkan Rara ketakutan karena dramanya terbongkar."Pak Rey." Akhirnya Rara tidak tahan dengan situasinya.Rara mencoba mencairkan suasana, semenjak David pergi hingga detik Reyhan diam seribu bahasa yang membuatnya semakin bersalah."Ada apa?" tatapannya begitu sendu, s
Reyhan dan Rara menunggu Raymond yang masih belum sadarkan diri, meski semua sudah normal tapi entah mengapa pria itu masih setia memejamkan matanya."Kamu istirahat lah, biar aku yang menjaga Tuan Raymond."Setelah apa yang terjadi tak membuat Reyhan membenci Raymond, dia justru merawat pria yang pernah jadi Tuannya tersebut.Reyhan meminta Rara untuk istirahat, tapi wanita itu menolak hingga datanglah David dengan membawa berbagai makanan.Sambil makan, mereka bertiga mengobrol mengenai rencana mereka selanjutnya, jelas Reyhan akan segera kembali ke Selandia baru, begitu pula dengan Rara yang harus kuliah."Saya harus kuliah lagi mengingat sebentar lagi ada ujian." Saat itulah terdengar suara dari belakang mereka, "Siapa yang mengijinkan kamu kembali."Segera Reyhan berdiri, sebagai seorang Dokter dia harus memastikan keadaan Raymond yang baru sadar."Apa yang anda rasakan Tuan?" tanya Reyhan."Sakit hati." Jawabnya."Yang seharusnya sakit hati itu adalah saya karena anda telah mer
"Pak Rey." Dalam keadaan gelap, Rara menunggu Reyhan yang kembali pulang larut. Semenjak pulang dari benua putih beberapa waktu yang lalu, Reyhan memang menghindari wanita yang dicintainya tersebut. "Kamu belum tidur?" tanyanya yang mengurungkan niat naik ke atas. Reyhan menyalakan lampu lalu dia duduk di samping Rara yang sedari tadi menunggunya. "Belum." Wanita itu menggelengkan kepala. Dengan mata berkaca Rara menatap Reyhan yang menatap dinding, nampak sekali jika pria itu tidak mau menatapnya. "Kenapa setiap hari anda berangkat pagi sekali dan pulang larut Pak Rey?" Kalimat retoris mulai Rara lontarkan, dia sudah tau jawabannya tapi dia masih ingin mendengar jawaban itu dari mulut Reyhan. Reyhan tersenyum mendengar pertanyaan Rara barusan, apa yang bisa dia lakukan selain hal itu? haruskah dia bersikap seperti semula? tentu sulit dilakukan mengingat hatinya benar-benar patah hati. Masih dengan pandangan ke arah dinding Reyhan menjawab pertanyaan Rara. "Apa yang bisa aku lak
Sesaat pintu dibuka, wanita itu tersenyum lebar. Rasa rindu yang dia tahan akhirnya memudar sudah. Melihat sang kekasih, pria itu segera mempersilahkan masuk, setelah pintu ditutup tubuh besarnya menarik tubuh wanita kecil itu dalam pelukannya. "I miss you so much." "Saya enggak." sahutnya lalu melepas pelukan sang Tuan. Wanita itu tertawa melihat ekspresi Raymond yang melongo, drama melepas rindu yang epik harus berantakan gara-gara keisengan Rara. "Awas kamu ya." Senyuman licik tersungging di bibir tipis pria blesteran itu, tanpa aba-aba dia segera membawa sang kekasih ke tempat kebanggaan mereka. Malam hari datang dengan cepat, seusai bersua dengan sang kekasih, Rara pamit untuk pulang dia takut jika Reyhan sudah pulang terlebih dahulu. "Sayang Reyhan sudah tahu semua, untuk apa kamu khawatir." Nampak pria itu tidak suka jika kekasihnya mengkhawatirkan Reyhan. "Bukan begitu Tuan cuma saya tidak enak saja jika bersama anda." Mendapati tanggapan sang kekasih membuat Raymond
Tiga bulan telah berlalu Rara mendapatkan prakteknya di salah satu rumah sakit milik Raymond yang kebetulan di bawah kepemimpinan Reyhan, meski dibilang dokter Junior tapi Rara tak kalah pandai dengan Dokter yang sudah senior bahkan banyak juga dari pasiennya lebih memilih berobat kepada Rara. "Hari ini aku ada operasi tapi aku harus keluar untuk mengurusi operasi yang lain. Aku perintahkan dirimu menggantikan aku Ra." Kedua bola mata Rara membulat sempurna, bagaimana bisa Reyhan menyuruhnya menghadle sebuah operasi yang belum pernah dia pegang sama sekali. "Tapi Pak Re saya tidak bisa." Wanita itu mengungkapkan ketidakmampuannya. Rehan tersenyum kemudian menepuk pundak Rara, dia sangat yakin pada Rara, yakin akan kemampuan Rara, yakin jika Rara pasti bisa. "Aku yakin kamu bisa Ra." Pria itu memberikan semangatnya. "Saya takut Pak Rey." Sekali lagi Rara mencoba menghindar. Reyhan tidak menerima alasan apapun dia berharap Rara percaya akan kemampuannya. Sudah waktunya bagi Rara un