Rebeka kaget alang-kepalang mendengar penuturan Alina yang mengatakan kalau mereka bukanlah saudara kandung. Sudah dua puluh dua tahun umurnya, baru kali ini Rebeka mengetahui hal itu. Entah itu hanya guyonan dari sang kakak, atau memang benar adanya. Namun, apa yang diucapkan Alina mampu membuat jantung Rebeka terasa ingin meledak saat itu juga.
"Kakak lagi bercanda, kan?" tanya Alina meyakinkan apa yang dia dengar adalah sebuah kebohongan Alina untuk mengerjainya.Alina hanya menggeleng pelan tanpa menjawab sepatah kata pun pertanyaan dari Rebeca. Dia sebenarnya tidak mau mengasih tahu Alina tentang hal yang ditutupi selama ini. Bahkan ini ditutupi berpuluh tahun lamanya. Namun, Alina merasa ini waktu yang tepat dia mengungkap rahasia yang sebenarnya tidak boleh dibocorkan oleh orang tua mereka. Alina ingin Rebeka tahu status mereka yang sebenarnya dan seberapa besar cinta serta sayang Alina pada Rebeka."Kakak, kamu bercanda." Rebeka memegang erat tangan Alina dan masih berharap ini adalah guyonan semata."Maafkan kakak, Re. Kakak mengatakan hal yang sebenarnya. Kakak mau kamu mengetahui ini sebelum kamu jauh dari kakak. Walau kamu bukan adik kandung kakak, tetapi sayang kakak padamu selalu utuh. Bahkan, dibandingkan rasa cinta dan sayang suamimu nanti, sayang dan cinta kakak tidak akan bisa dia tandingi untukmu.""Kakak bercanda!" tangis Rebeka pecah, dia masih enggan menerima kenyataan yg harus dia terima."Jangan menangis. Kamu adalah adikku! Kamu harus kuat dan tidak cengeng lagi. Satu hal yang harus selalu kamu ingat, kakak sayang kamu, Re. Sekarang hapus air matamu. Mau kakak bukanlah kakak kandungmu, ataupun sekandung sekalipun, sayang kakak tetap sama kepadamu. Besar, sangatlah besar sayang kakak padamu, Re." Alina memberikan senyum termanis pada Rebeka yang masih syok dengan apa yang dia dengar."Status bukanlah hal yang penting, Re. Yang terpenting itu kakak sangat sayang padamu, dan kakak minta kamu berhentilah jadi gadis manja yang suka sekali menangis. Dari kecil kamu selalu saja manja dan suka menangis, apa stok air matamu gak habis-habis?" canda Alina disela pesannya."Kakak, aku masih tidak percaya ini," ungkap Rebeka tentang hatinya yang menolak kenyataan yang dia terima."Abaikan saja. Itu tidaklah penting. Mau aku kakak kandungmu atau bukan, status itu tidak akan merubah sayang kakak padamu." Alina menggandeng Rebeka dan mengajaknya kembali menuruni tangga."Hapus air matamu! Jangan lupa nanti tersenyum menyambut para tamu." Ujar Alina dengan kaki yang terus mengayun menuruni tangga.Rebeka hanya diam tanpa berkata apapun. Cerewetnya yang biasa tidak pernah berhenti, kini seakan pensiun tanpa pamit. Dia melaksanakan perintah Alina untuk menghapus air matanya, tetapi dia sudah menjadi orang yang irit bicara dengan kekecewaan yang tidak terbatas untuk saat ini."Jangan lupa senyum pada tamu undangan! Untuk yang kita bicarakan tadi, kamu tidak perlu menanyakan sama Mama atau Papa. Namun, kalau kamu ingin tahu kebenarannya, boleh saja tanya sama Mama dan Papa, tapi tunggu acara selesai dan tamu undangan sudah pergi. Biar tidak mengganggu acara sakral pernikahanmu," ujar Alina.Sekarang Rebeka benar-benar irit bicara. Dia tidak membalas ucapan apapun dari Alina. Sampai langkah kaki mereka menginjak lantai satu, Rebeka masih saja diam dan tidak ada niat sedikit pun untuk angkat bicara."Senyum!" bisik Alina untuk mengingatkan Rebeka.Lagi dan lagi, Rebeka tidak berbicara, tetapi dia menuruti apa yang dikatakan kakaknya. Ngilu bersarang di ulu hatinya yang terus menusuk bagaikan berling dalam daging."Anak papa," sambut Basril ketika Alina dan Rebeka sudah berada di dekatnya.Rebeka hanya diam. Dia begitu kecewa, kenapa papanya itu menyimpan rahasia yang tidak dia beritahu pada Rebeka selama ini. Melihat perubahan anaknya yang biasa periang dan cerewet, Basril mengernyitkan dahinya penuh tanda tanya."Adikmu kenapa, Lin?" tanya Basril meminta penjelasan Alina. Karena selama ini yang bersangkutan dengan Rebeka, pasti Alina tahu segalanya."Maklum calon pengantin, Pa. Mungkin dia grogi dan mempengaruhi mood dia," jawab Alina yang langsung ditarik pergi oleh Rebeka dari hadapan orang tuanya.Kepergian Rebeka dan Alina dari hadapannya menyisakan banyak tanya di kepala Basril. Rebeka adalah anak yang begitu cerewet, tetapi hari ini jauh berbeda dari sifat aslinya. Hal itu membuat Basril bingung dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi pada Rebeka. Jika memang karena grogi, Basril sangsi atas itu. Karena sangat tidak mungkin mood Rebeka berubah 180° secara otomatis seperti itu."Jangan cemberut begitu. Kalau kamu tidak senyum dan akan selalu cemberut seperti itu, kakak akan tinggalkan kamu di sini. Biar kamu saja sendirian yang menyambut para tamu," ancam Alina, tetapi tidak digubris Rebeka.Alina yang tidak terbiasa dengan diamnya si gadis cerewet yang selalu manja padanya, dia pun merasa janggal. Penyesalan datang tiba-tiba di hati Alina. Andai dia tidak jujur tentang status mereka, pasti Rebeka tidak akan seperti ini. Ternyata diamnya Rebeka membuat sobekan di hati Alina."Perasaan dari rumah Zidan ke sini hanya lima belas menit, tetapi kenapa dia belum datang?" tanya Alina pada Rebeka untuk memancing adiknya itu angkat bicara."Tadi sudah mau jalan kesini," jawab Rebeka yang berhasil dipancing Alina."Coba kamu telpon dia," usul Alina yang masih ingin adiknya kembali cerewet seperti semula.Kini sepertinya mereka sudah berubah posisi. Alina yang biasanya pendiam, sekarang banyak bicara. Sedangkan Rebeka, dia yang biasanya over cerewet, sekarang malah jadi pendiam."Gimana? Apa gak diangkat?" selidik Alina."Nomornya gak aktif, Kak," jawab Rebeka kembali menutup beranda ponselnya."Coba telpon lagi. Mungkin karena jaringan tidak bagus," usul Alina yang langsung diangguki oleh Rebeka.Rebeka kembali mencari nomor kontak calon suaminya, dan menelepon nomor itu kembali. Namun, nomornya masih tidak aktif. Kecemasan datang melanda hati Rebeka saat itu juga."Memang tidak aktif, Kak. Apa ponsel dia ketinggalan, habis baterai atau hilang," tebak Rebeka yang mulai panik nomor telepon Zidan tidak bisa dihubungi."Coba kamu chat dia saja. Biar saat aktif dia bisa membaca pesanmu. Terkadang nomor tidak aktif itu karena jaringan yang tidak bagus. Apalagi dia di perjalanan. 'Kan katamu tadi dia sudah berangkat kesini. Di jalanan memang sering sinyal hilang," Alina mencoba menenangkan adiknya agar tetap berpikiran positif agar mood dia tidak semakin hancur."Atau dia tadi sudah chat kamu sebelum nomornya tidak aktif. Coba cek dulu," imbuh Alina kembali.Rebeka yang dari tadi memang tidak mengecek aplikasi chat di ponselnya, dengan segera mencari aplikasi itu di layar benda pipih miliknya dan membuka aplikasi itu dengan tidak sabar. Ternyata memang ada beberapa pesan dari Zidan. Bahkan di sana telah menumpuk puluhan chat yang belum dia baca."Beneran, Kak. Ternyata dia sudah dari tadi chat aku. Sudah banyak sekali pesannya," ujar Rebeka memberi tahu Alina tentang hasil dari buka aplikasi chat di ponselnya."Kak," panggil Rebeka dengan suara bergetar."Ada apa, Re? Kamu kenapa?" tanya Alina yang kaget ketika ponsel Rebeka jatuh begitu saja dari tangan sang adik.Ponsel Rebeka yang tadinya digenggam untuk mengecek pesan dari calon suaminya, kini jatuh ke lantai begitu saja. Sontak membuat Alina kaget dan bertanya-tanya apa yang terjadi. Pikiran Alina langsung dipenuhi hal-hal negatif yang telah terjadi pada Zidan–calon suami Rebeka."Ada apa, Re? Apa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?" Tanya Alina sambil mengambil ponsel yang sudah tergeletak di lantai.Rebeka tidak bisa berkata apapun untuk menjawab pertanyaan kakaknya. Dia tidak menyangka cobaan untuk dirinya hadir pada hari yang seharusnya dia sangat bahagia. Mulai dari dia yang memgetahui kebenaran tentang dirinya yang bukan adik kandung Alina, kini datang lagi cobaan yang tidak kalah dahsyatnya menghantam hati Rebeka. "Astaga!" Alina terlonjak kaget ketika melihat foto di layar ponsel Rebeka yang sedang berada di tangannya."Re, ini seriusan?" tanya Alina minta penjelasan dari Rebeka.Rebeka tidak menjawab pertanyaan Alina. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Berharap Alina tidak
"Aku terima nikah dan kawinnya Rebeka Alzelia Yosie dengan mahar uang sebanyak dua ratus ribu rupiah dibayar tunai," ucapan lantang dengan sekali tarikan napas menggema di telinga Rebeka. Air mata Rebeka kian deras mengalir melewati pipinya. Dia tidak menyangka, mimpinya untuk menikah terwujud juga, tetapi bukan sama orang yang didamba oleh Rebeka untuk menjadi imamnya. "Sah!" suara para saksi pun kini terdengar bak panduan suara.Hancur bersama penyesalan. Itulah kini yang menghiasi hati Rebeka. Apalagi, sejak tadi dia selalu mengedarkan pandangannya, tetapi kakak tercinta yang biasa selalu ada ketika suka dan duka Rebeka, kali ini tidak menampakkan batang hidungnya untuk menyaksikan betapa rapuhnya Rebeka saat ini."Kak, begitu besarkah rasa bencimu padaku saat ini? Aku butuh kamu untuk bersandar mencurahkan segala kehancuranku dan memelukmu untuk sedikit membalut lukaku. Kenapa kamu tidak ada di sampingku ketika badai menghantamku hingga hancur?" Rebeka membatin dalam isakan tang
Rebeka berusaha melenyapkan dirinya sendiri dengan terus menarik ujung syal, agar lilitan di lehernya makin erat. Sepersekian detik, dirinya memang sudah mengalami penurunan oksigen walau belum kehilangan kesadarannya. Di sela aksinya, Rebeka terus berdoa memanggil malaikat maut agar segera menghampirinya. Aksi Rebeka tersentak karena sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Rebeka.Tamparan yang menghasilkan bunyi sangat nyaring seperti anak pramuka yang melakukan tepuk tunggal. Tidak diragukan lagi, tamparan itu berhasil memberikan bekas merah di pipi Rebeka. Rasa panas dan perih menjalar di bagian kulit yang baru saja mendapat hadiah tersebut. Rebeka meringis, karena baru kali ini dia mendapatkan tamparan yang sangat dahsyat seperti itu. Tangan Rebeka sontak melepas ujung syal dan kini jemarinya berpindah menelisik kulit wajahnya yang terasa panas bercampur perih. Rebeka tidak menyangka dia akan mendapatkan sakit lahir batin pada saat hari yang seharusnya dia sangat bahagia. L
"Inilah yang dinamakan sakit lahir dan batin. Sudah menderita akibat ujian yang datang seperti badai mengamuk laut, sekarang badanku juga dihajar tanpa ampun," batin Rebeka yang kini menghindari amukan Alina.Alina yang melihat Rebeka menghindar dari amukannya, bukan berhenti dan diam di tempat, tetapi dia tetap berusaha mendekati Rebeka. Bekas di sekujur tubuh Rebeka akibat bogeman Alina jangan ditanya lagi, sudah pasti hampir di setiap inci kulit Rebeka menyisakan bekas."Kak, hentikan! Aku sudah tidak sanggup menerima serangan Kakak," pinta Rebeka yang sudah merasakan remuk di sekujur tubuhnya.Alina terus mendekati Rebeka yang berlari ke sudut kamarnya dan berhenti ketika sudah bersedekap dengan dinding. "Langsung bunuh aku saja, Kak. Aku memang mau mati, tapi jangan aniaya seperti ini sebelum pergi. Badanku sudah remuk. Aku tidak tahan!" pekik Rebeka ketika Alina sudah berada di hadapannya.Tanpa diduga oleh Rebeka yang ketakutan akan dihajar lagi, ternyata Alina malah merangkul
Sehari setelah pernikahannya dengan Rebeka, Difza membawa Rebeka pindah dari rumah orang tua istrinya. Rebeka yang biasa hidup bergelimang harta dan tinggal di rumah yang begitu mewahnya, setelah menikah dia harus ikut bersama Difza di rumah sederhana yang begitu asing bagi Rebeka. Rumah yang jauh dari kata elit. Rumah satu lantai yang di dalamnya hanya ada dua kamar tidur dan satu kamar mandi umum. Tidak ada kamar mandi pribadi seperti di rumah Rebeka."Betah ataupun tidak, kamu harus menyesuaikan diri dengan kehidupan kedepannya. Di sini tidak ada pelayan seperti di rumahmu, dan sudah pasti kedepannya kamu harus mengerti apa tugasmu," Difza berkata dengan angkuhnya.Rebeka hanya diam dan meratapi nasibnya dalam hati. Kenapa hidupnya sesial itu hanya dalam hitungan jam langsung berubah. Rebeka sudah bisa menerka dari situasi dan tempat yang akan dia tempati bersama Difza, untuk kedepannya hidup yang akan dia jalani berubah 180° dari biasanya. Sungguh takdir yang tidak bisa Rebeka ter
Silau mentari berselimut mendung, telah datang menyibak gelapnya malam. Gemericik hujan masih setia beradu dengan isi bumi, menyembunyikan syair dalam kebisingan. Udara dingin yang seharusnya sudah berganti hangat, tetapi seakan enggan untuk pergi. Dia begitu setia menemani wanita malang yang sedang meringkuk di atas kasur. Badannya menggigil menahan pelukan hawa dingin yang datang menyapa. Entah atas dosa apa yang dia tebus, hingga dirinya harus kehilangan harsa kehidupan dalam sekejap mata. Hanya tangis yang bisa mewakili teriakan lara hati Rebeka. Derap langkah terdengar mendekatinya, tetapi Rebeka masih enggan menengadahkan kepala, walau hanya sekedar mengintip siapa yang datang padanya. Dia masih setia meringkuk dan meratapi luka hati yang sedang menganga. Hidup yang biasa bergelimang harta, kini dia harus hidup berbanding terbalik dengan dunia sebelumnya. Kasih sayang dan perhatian yang selalu dia dapatkan dari sang kakak, sekarang tidak lagi akan dia temui. Rebeka harus terbia
"Ternyata wanita sialan itu punya nyali juga. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus waspada dan lebih menekannya lagi, sebelum semuanya hancur." Difza menghempaskan tubuhnya ke ranjang yang begitu empuk.Difza dan Rebeka tinggal di satu rumah yang sama, tetapi kamar berbeda. Begitu juga tempat beristirahatnya yang jauh berbeda. Rebeka dibiarkan tidur di kasur usang yang sudah keras, tidak ada ranjang untuknya. Kasur yang langsung di biarkan tergeletak begitu saja di atas lantai. Sedangkan di kamar Difza, ada ranjang dan kasur yang begitu empuk untuk memberi kenyamanan pada dirinya saat beristirahat. Niat Difza yang semula mendatangi Rebeka ke kamarnya untuk menekan dan menyakiti wanitu itu, ternyata dia seakan datang untuk membangunkan singa yang sedang tidur. Akhirnya Difza kembali ke kamarnya untuk mencari ide tentang cara selanjutnya balas dendam pada keluarga Rebeka. Satu targetnya sudah masuk perangkap, tinggal menghancurkan yang lain.Dendam Difza yang telah mendarah daging, membu
"Katakan padaku, apa saja yang telah kamu lakukan dengan lawan jenismu sebelumnya?" tanya Difza yang sudah mengungkung Rebeka. Rebeka sekarang sudah berada dalam pelukan Difza dengan posisi dikunci pergerakannya dengan sangat erat. Rebeka yang duduk di depan Difza, bersandar pada tubuhnya, kedua tangan Rebeka dipegang erat oleh Difza, sedangkan kakinya dihimpit oleh kaki Difza. Hingga semua pergerakan Rebeka sudah terkunci dalam kungkungan pria itu. Bernafas pun Rebeka terasa sesak, Difza benar-benar seperti simpul mati yang melilit tubuh Rebeka dan sangat susah untuk dibuka.Rebeka mencoba melepaskan diri, tetapi itu hanya sia-sia. Karena kekuatan tubuh mungil Rebeka sudah pasti kalah oleh tubuh kekar Difza. Satu tangan Difza saja sudah bisa mengalahkan seluruh kekuatan Rebeka. Apalagi saat ini rebeka benar-benar dikungkung dan dikunci pergerakannya."Ayo jawab! Apa saja yang kamu lakukan dengan lawan jenismu sebelumnya?" tanya Difza yang semakin mengeratkan kungkungannya."Kalau in
Difza terbuai dan terlena oleh sentuhan demi sentuhan Rebeka yang begitu memabukkan. Hampir saja dia lupa akan misi dan komitmen yang dia jalin sebelumnya. Rencana besar yang telah dikemas sedemikian rupa oleh Difza, terguncang dan hampir saja runtuh berantakan akibat dirinya tidak bisa menguasai kondisi yang saat ini dia alami. Sadar akan sesuatu yang sudah tidak beres dan bisa saja menghancurkan komitmennya, Difza yang sudah mulai terhasut oleh hasrat yang ditimbulkan oleh aksi Rebeka, dia kembali menguasai dirinya dan tidak membiarkan terlena semakin dalam lagi. Dengan deheman yang membuat dirinya kembali terlihat sangar, Difza mendorong tubuh Rebeka hingga terjatuh ke lantai. Sakit … sudah pasti sangat sakit dirasakan oleh pinggul Rebeka. Karena tanpa ada penghalang sedikitpun, tubuhnya mendarat dengan sangat keras ke lantai keramik yang begitu keras. Mata elang Difza memancarkan kemarahan yang sudah berkobar. Tangannya mengepal dengan rahang yang mengeras. Rebeka yang melihat p
"Katakan padaku, apa saja yang telah kamu lakukan dengan lawan jenismu sebelumnya?" tanya Difza yang sudah mengungkung Rebeka. Rebeka sekarang sudah berada dalam pelukan Difza dengan posisi dikunci pergerakannya dengan sangat erat. Rebeka yang duduk di depan Difza, bersandar pada tubuhnya, kedua tangan Rebeka dipegang erat oleh Difza, sedangkan kakinya dihimpit oleh kaki Difza. Hingga semua pergerakan Rebeka sudah terkunci dalam kungkungan pria itu. Bernafas pun Rebeka terasa sesak, Difza benar-benar seperti simpul mati yang melilit tubuh Rebeka dan sangat susah untuk dibuka.Rebeka mencoba melepaskan diri, tetapi itu hanya sia-sia. Karena kekuatan tubuh mungil Rebeka sudah pasti kalah oleh tubuh kekar Difza. Satu tangan Difza saja sudah bisa mengalahkan seluruh kekuatan Rebeka. Apalagi saat ini rebeka benar-benar dikungkung dan dikunci pergerakannya."Ayo jawab! Apa saja yang kamu lakukan dengan lawan jenismu sebelumnya?" tanya Difza yang semakin mengeratkan kungkungannya."Kalau in
"Ternyata wanita sialan itu punya nyali juga. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus waspada dan lebih menekannya lagi, sebelum semuanya hancur." Difza menghempaskan tubuhnya ke ranjang yang begitu empuk.Difza dan Rebeka tinggal di satu rumah yang sama, tetapi kamar berbeda. Begitu juga tempat beristirahatnya yang jauh berbeda. Rebeka dibiarkan tidur di kasur usang yang sudah keras, tidak ada ranjang untuknya. Kasur yang langsung di biarkan tergeletak begitu saja di atas lantai. Sedangkan di kamar Difza, ada ranjang dan kasur yang begitu empuk untuk memberi kenyamanan pada dirinya saat beristirahat. Niat Difza yang semula mendatangi Rebeka ke kamarnya untuk menekan dan menyakiti wanitu itu, ternyata dia seakan datang untuk membangunkan singa yang sedang tidur. Akhirnya Difza kembali ke kamarnya untuk mencari ide tentang cara selanjutnya balas dendam pada keluarga Rebeka. Satu targetnya sudah masuk perangkap, tinggal menghancurkan yang lain.Dendam Difza yang telah mendarah daging, membu
Silau mentari berselimut mendung, telah datang menyibak gelapnya malam. Gemericik hujan masih setia beradu dengan isi bumi, menyembunyikan syair dalam kebisingan. Udara dingin yang seharusnya sudah berganti hangat, tetapi seakan enggan untuk pergi. Dia begitu setia menemani wanita malang yang sedang meringkuk di atas kasur. Badannya menggigil menahan pelukan hawa dingin yang datang menyapa. Entah atas dosa apa yang dia tebus, hingga dirinya harus kehilangan harsa kehidupan dalam sekejap mata. Hanya tangis yang bisa mewakili teriakan lara hati Rebeka. Derap langkah terdengar mendekatinya, tetapi Rebeka masih enggan menengadahkan kepala, walau hanya sekedar mengintip siapa yang datang padanya. Dia masih setia meringkuk dan meratapi luka hati yang sedang menganga. Hidup yang biasa bergelimang harta, kini dia harus hidup berbanding terbalik dengan dunia sebelumnya. Kasih sayang dan perhatian yang selalu dia dapatkan dari sang kakak, sekarang tidak lagi akan dia temui. Rebeka harus terbia
Sehari setelah pernikahannya dengan Rebeka, Difza membawa Rebeka pindah dari rumah orang tua istrinya. Rebeka yang biasa hidup bergelimang harta dan tinggal di rumah yang begitu mewahnya, setelah menikah dia harus ikut bersama Difza di rumah sederhana yang begitu asing bagi Rebeka. Rumah yang jauh dari kata elit. Rumah satu lantai yang di dalamnya hanya ada dua kamar tidur dan satu kamar mandi umum. Tidak ada kamar mandi pribadi seperti di rumah Rebeka."Betah ataupun tidak, kamu harus menyesuaikan diri dengan kehidupan kedepannya. Di sini tidak ada pelayan seperti di rumahmu, dan sudah pasti kedepannya kamu harus mengerti apa tugasmu," Difza berkata dengan angkuhnya.Rebeka hanya diam dan meratapi nasibnya dalam hati. Kenapa hidupnya sesial itu hanya dalam hitungan jam langsung berubah. Rebeka sudah bisa menerka dari situasi dan tempat yang akan dia tempati bersama Difza, untuk kedepannya hidup yang akan dia jalani berubah 180° dari biasanya. Sungguh takdir yang tidak bisa Rebeka ter
"Inilah yang dinamakan sakit lahir dan batin. Sudah menderita akibat ujian yang datang seperti badai mengamuk laut, sekarang badanku juga dihajar tanpa ampun," batin Rebeka yang kini menghindari amukan Alina.Alina yang melihat Rebeka menghindar dari amukannya, bukan berhenti dan diam di tempat, tetapi dia tetap berusaha mendekati Rebeka. Bekas di sekujur tubuh Rebeka akibat bogeman Alina jangan ditanya lagi, sudah pasti hampir di setiap inci kulit Rebeka menyisakan bekas."Kak, hentikan! Aku sudah tidak sanggup menerima serangan Kakak," pinta Rebeka yang sudah merasakan remuk di sekujur tubuhnya.Alina terus mendekati Rebeka yang berlari ke sudut kamarnya dan berhenti ketika sudah bersedekap dengan dinding. "Langsung bunuh aku saja, Kak. Aku memang mau mati, tapi jangan aniaya seperti ini sebelum pergi. Badanku sudah remuk. Aku tidak tahan!" pekik Rebeka ketika Alina sudah berada di hadapannya.Tanpa diduga oleh Rebeka yang ketakutan akan dihajar lagi, ternyata Alina malah merangkul
Rebeka berusaha melenyapkan dirinya sendiri dengan terus menarik ujung syal, agar lilitan di lehernya makin erat. Sepersekian detik, dirinya memang sudah mengalami penurunan oksigen walau belum kehilangan kesadarannya. Di sela aksinya, Rebeka terus berdoa memanggil malaikat maut agar segera menghampirinya. Aksi Rebeka tersentak karena sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Rebeka.Tamparan yang menghasilkan bunyi sangat nyaring seperti anak pramuka yang melakukan tepuk tunggal. Tidak diragukan lagi, tamparan itu berhasil memberikan bekas merah di pipi Rebeka. Rasa panas dan perih menjalar di bagian kulit yang baru saja mendapat hadiah tersebut. Rebeka meringis, karena baru kali ini dia mendapatkan tamparan yang sangat dahsyat seperti itu. Tangan Rebeka sontak melepas ujung syal dan kini jemarinya berpindah menelisik kulit wajahnya yang terasa panas bercampur perih. Rebeka tidak menyangka dia akan mendapatkan sakit lahir batin pada saat hari yang seharusnya dia sangat bahagia. L
"Aku terima nikah dan kawinnya Rebeka Alzelia Yosie dengan mahar uang sebanyak dua ratus ribu rupiah dibayar tunai," ucapan lantang dengan sekali tarikan napas menggema di telinga Rebeka. Air mata Rebeka kian deras mengalir melewati pipinya. Dia tidak menyangka, mimpinya untuk menikah terwujud juga, tetapi bukan sama orang yang didamba oleh Rebeka untuk menjadi imamnya. "Sah!" suara para saksi pun kini terdengar bak panduan suara.Hancur bersama penyesalan. Itulah kini yang menghiasi hati Rebeka. Apalagi, sejak tadi dia selalu mengedarkan pandangannya, tetapi kakak tercinta yang biasa selalu ada ketika suka dan duka Rebeka, kali ini tidak menampakkan batang hidungnya untuk menyaksikan betapa rapuhnya Rebeka saat ini."Kak, begitu besarkah rasa bencimu padaku saat ini? Aku butuh kamu untuk bersandar mencurahkan segala kehancuranku dan memelukmu untuk sedikit membalut lukaku. Kenapa kamu tidak ada di sampingku ketika badai menghantamku hingga hancur?" Rebeka membatin dalam isakan tang
Ponsel Rebeka yang tadinya digenggam untuk mengecek pesan dari calon suaminya, kini jatuh ke lantai begitu saja. Sontak membuat Alina kaget dan bertanya-tanya apa yang terjadi. Pikiran Alina langsung dipenuhi hal-hal negatif yang telah terjadi pada Zidan–calon suami Rebeka."Ada apa, Re? Apa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?" Tanya Alina sambil mengambil ponsel yang sudah tergeletak di lantai.Rebeka tidak bisa berkata apapun untuk menjawab pertanyaan kakaknya. Dia tidak menyangka cobaan untuk dirinya hadir pada hari yang seharusnya dia sangat bahagia. Mulai dari dia yang memgetahui kebenaran tentang dirinya yang bukan adik kandung Alina, kini datang lagi cobaan yang tidak kalah dahsyatnya menghantam hati Rebeka. "Astaga!" Alina terlonjak kaget ketika melihat foto di layar ponsel Rebeka yang sedang berada di tangannya."Re, ini seriusan?" tanya Alina minta penjelasan dari Rebeka.Rebeka tidak menjawab pertanyaan Alina. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Berharap Alina tidak