Keluar dari ruangan Dewa, wajah Lucy nampak sangat kesal. Saat akan turun ke ruang bawah, Ia berpapasan dengan Bram."Kenapa wajahmu manyun seperti itu?"Tanya Bram melihat wajah cantik kekasihnya berubah sangat kusut."Gak tahu tuh Si Dewa, dasar Bos sialan. Seenaknya saja ngusir Aku dari ruangannya, padahal Aku udah coba untuk merayunya seperti biasa." Sahut Lucy dengan nada kesal."Kok bisa begitu, bukannya Dia itu sudah bucin Sama kamu Sayang?""Aku juga tak tahu Bram. Kenapa sikapnya tiba - tiba bisa berubah padaku.""Mungkin Dia lagi banyak kerjaan Sayang, sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Nanti kan Kamu bisa usaha lagi mendekatinya pelan - pelan." Bram mencoba menghibur kekasih gelapnya itu yang masih nampak kesal. Lucy pun meneruskan langkahnya menuruni tangga kembali ke meja kerjanya."Kau kenapa? Kok wajahmu terlihat kusut banget habis menghadap Si Bos. Kena semprot ya hi hi hi..." Rina terkikik melihat wajah Lucy yang nampak cemberut. Mendengar Rina yang meledeknya, Ia pu
Seminggu sudah sejak kejadian yang menimpa Anika. Kehidupan di rumah Dewa berjalan seperti biasanya. Anika pun tak hanya bisa diam dan pasrah akan nasib buruk yang telah menimpanya. Toh, semua yang ada di rumah itu memperlakukannya dengan baik. Bahkan Lety sangat dekat dan menyayanginya. Bi Ijah pun sudah seperti saudara sendiri baginya. Ya, meskipun Tuan Dewa masih selalu bersikap acuh padanya, namun Ia tak pernah berkata kasar lagi padanya.Pernah suatu kali Ia berpikir untuk pergi dari rumah itu, namun jika Ia pergi tak ada sesiapapun yang dikenalnya di Kota besar ini. Bahkan saudara atau keluarga pun Dia tak ada. Meskipun tiap kali bertemu dengan Tuan Dewa Anika merasa sangat malu jika mengingat kejadian laknat itu, tapi sampai sekarang Ia tak bisa lari dari rumah itu. Ada Lety yang selalu dipikirkannya. Lagi pula, jika Ia pergi dari rumah Dewa kemana Ia akan mencari tempat tinggal lagi."Hey Anika, kenapa malah melamun?"Anika kaget ketika tiba -tiba Bi Ijah menyenggolnya dan me
Hampir jam sepuluh, Anika akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Dengan perlahan Ia membuka pintu, melongokkan kepalanya melihat sekitar. Sepi, mungkin semuanya sudah tertidur di kamarnya masing - masing. Anika pun menutup pintu, dan berjalan dengan mengendap endap agar tidak menimbulkan suara yang mencurigakan.Ia terus berjalan menuju ke kebun bunga yang ada di belakang bangunan rumah itu. Gelap, hanya ada temaram lampu yang diletakkan di salah satu pojok deretan kamar pelayan.Sampai di depan taman, Ia celingak celinguk mencari sosok Dewa. Katanya mau menunggu, tapi tak ada siapapun yang ada di sana. Cuma nyamuk yang menjadi teman bengong Anika.Tapi tiba - tiba tangannya seperti ada yang menarik ke dalam taman itu. Tangn yang begitu dingin, Anika jadi merasa horor. Tubuhnya merinding, suaranya pun tak bisa dikeluarkan, seperti tercekat ditenggorokan."Sssssttt, jangan takut. Ini Aku." Dewa menarik tangan Anika dan berbisik lirih."Tu tu an, Saya pikir tadi hantu yang mena
"Apa Kau belum pernah punya pacar Anika?" Dewa kini berbaring di sisi Anika yang masih tertutupi selimut dan mengatur nafas setelah mencapai puncaknya yang pertama. Anika menoleh dan rasanya malu sekali diperhatikan sama Dewa yang menatapnya dalam keadaan polos seperti itu. Kemudian Ia pun celingukan seperti mencari sesuatu."Apa yang sedang kau cari?" Dewa heran dan .bertanya pada gadis itu lagi."Saya mencari bantal Tuan. Saya malu sekali kalo harus telanjang seoerti ini di depan Tuan." muka Anika memerah dan berusaha berpaling dari tatapan Dewa."Untuk apa malu? Kau juga menikmatinya kan?"Dewa mendekatkan wajahnya lagi pada Anika dan tepat berada di atas tubuh polos Anika."Tuan, apa lagi yang akan Tuan lakukan?""Kau belum menjawab pertanyaanku tadi Anika. Apa Kau sudah punya pacar?""Saya belum pernah punya pacar Tuan." Jawab Anika sambil menggigit bibirnya."Benarkah? Kalo begitu maukah Kau menjadi pacarku?""Hah, apa? Apa saya tidak salah dengar Tuan?""Tentu saja tidak. Dasar
Waktu semakin bergulir, rasanya sangat cepat dan tak menyangka, kalo ternyata hari sudah menjelang pagi."Tuan, sudah hampir jam lima, bagaimana ini?" Anika mulai terlihat panik tapi Dewa malah kelihatan santai saja menanggapinya."Kenapa panik seperti itu, memangnya kenapa kalo sudah pagi. Sudahlah Kalo Kau lelah, tidur saja. Aku tak kan mengganggu istirahatmu.""Ish Tuan, kalo Saya tidur dan bangun kesiangan, nanti Bi Ijah malah curiga. Apa lagi kalo melihat Saya dari Kamar ini. Pasti mereka akan berpikiran macam - macam.""Ku rasa, mungkin sudah saatnya Kita memberi tahu semua orang di rumah ini Anika. Dan Kau, jangan memanggilku Tuan lagi. Kau ini kan calon Istriku, masa memanggilku Tuan sih?""Hah, calon Istri? Apa Tuan bilang tadi, Saya tidak paham dengan apa yang Tuan katakan.""Kau ini ya. Dengar baik - baik, Kau ini calon Istriku Anika. Jadilah Ibu sambung untuk Lety. Apa Kau mau Sayang?" Anika cuma terdiam, tak percaya rasanya mendengar kata - kata Dewa barusan."Malah diam,
Dengan senyum ceria, Lety keluar dari kamarnya dengan digandeng Anika.Mereka menuju ke meja makan untuk sarapan, karena Dewa telah menunggunya."Sayang, anak Papa Kau sudah selesai..Waahh cantik sekali anak Papa ini." Dewa merengkuh putrinya dan menciumnya dengan penuh kasih sayang."Bi Ijah, tolong panggil semua pelayan yang ada di rumah ini. Ada hal penting yang akan Aku sampaikan sama Kalian semua." perintah Dewa pada Bi Ijah, maka wanita yang telah menjadi oelayan setianya itu pun segera beranjak untuk mengumpulkan semua pelayan yang ada di sana.Mang Oji, Marno, Mang Udin pun dengan patuh langsung berkumpul sesuai dengan perintah Dewa."Tuan, semua sudah berkumpul di sini sesuai dengan perintah Tuan.""Iya Bi, terima kasih Karena Kau sudah Menjalankan perintahku dengan baik.""Maaf Tuan, memangnya ada apa Kami semua dikumpulkan di sini?" Mang Udin bertanya dengan heran. Karena tak biasanya Tuannya mengumpulkan mereka, apa lagi masih pagi begini."Ada hal yang ingin Aku sampaika
Dengan langkah ringan, Dewa memasuki Kantornya. Semua karyawan yang sudah datang pun tersenyum dengan hormat saat berpapasan dengannya. Tapi senyum yang tersungging di bibirnya itu perlahan - lahan pudar karena ternyata di dalam ruang kerjanya, Lucy telah duduk di sana dan sepertinya memang sengaja menunggu kedatangannya."Tumben, datangnya siang sekali. Sudah jam berapa sekarang dan Kau baru datang." tanpa basa basi sedikktpun, Lucy langsung melontarkan kalimat pedas itu. Dewa yang mendengarkan hanya tersenyum getir."Suka - suka Aku donk, kan Aku pimpinan di sini. Mau datang siang sekalipun itu terserah Gue donk. Kamu gak usah sewot gitu.""Ya memang terserah Kamu, hanya saja ada beberapa dokumen yang perlu Kamu tanda tangani segera. Nih, lihat semuanya harus selesai hari ini juga."Lucy menunjuk ke atas meja Dewa yang nampak sudah ada beberapa Map yang tertata rapi di sana."Jangan kuatir, akan segera ku tanda tangani. Kalo begitu, silahkan saja Kau keluar dulu. Nanti kalo sudah se
Sepanjang perjalanan pulang, Dewa terus berpikir. Sebenarnya Dia juga ragu dengan pikirannya sendiri. Apa benar itu anak Bram? Atau mungkin itu anaknya? Kalo ternyata anak itu adalah anaknya, Dia harus bersiap - siap menerima semua konsekuensinya. Paling tidak Dia harus bertanggungjawab pada darah dagingnya itu kan? Tapi untuk menikahi wanita seperti Lucy, rasanya itu sangat tidak mungkin. Karena sekarang Dia sudah tahu siapa Lucy sebenarnya.Sedsngkan pernikahannya dengan Anika tinggal menghitung hari. Dan Dewa juga tidak mau membuat kecewa hati gadis manis itu. Mungkin Dia harus jujur tentang masalah ini sama Anika, agar di kemudian hari tak ada salah paham antara mereka.Mengingat apa yang telah terjadi diantara Dia dan Anika, hati Dewa agak merasa adem. Gadis polos yang menjadi pelayan di rumahnya itu, mampu membuatnya tertarik dan merasa nyaman. Apa lagi Lety ,putrinya kelihatan sangat senang saat mendengar keputusannya akan menikah dengan Anika. Semoga pilihannya kali ini tak a