Share

#BAB 42

Penulis: Amaya Ratisani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tiffany berpikir sejenak sambil memutarkan bola matanya. Tak lama setelah itu, ia melirik ke arah Kevin. Dirinya merasa tidak enak pada Kevin, lantaran Juna telah menyandingkan pria itu dengan Dimas. Tiffany tahu persis kalau Kevin paling benci jika dibanding-bandingkan. Bahkan, kebanyakan orang pun akan begitu.

Juna menelan ludahnya, katupan rahangnya mengeras. Ia sedikit menyesal karena sudah membuat situasi menjadi canggung.

“Eumm.” Tiffany bergumam sambil menopang dagunya. “Iya juga, ya.”

Kevin menarik napas panjang sambil meregangkan tubuhnya. Ia menanti penjelasan dari Tiffany. Tatapannya begitu lekat menikmati keindahan wajah Tiffany dari samping.

“Gue kan kenal sama Kevin dari waktu jaman sekolah, Jun. Jadi gue belom pake istilah kek

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 43

    Tiffany mengernyit linglung di depan ruang pribadinya. Ia menepuk-nepuk kepalanya sendiri dengan perasaan tidak karuan. “Kok malah aku yang sewot, sih? Udah untung Kevin mau bantu jadi guest star!” gumamnya dalam batin. Tiffany bersandar pada dinding sambil menjentik bibirnya. Tak perlu waktu yang begitu lama, ia sudah menyesali perkataannya barusan. Wanita itu begitu cemas jika Kevin merasa tersinggung dan marah padanya. Bagaimanapun juga, Kevin sudah berbaik hati untuk menerima tawaran pekerjaan yang begitu riskan baginya. Wajah wanita itu terlihat begitu cemas. Beberapa kali dirinya menoleh ke arah pintu. Hati kecilnya mengatakan bahwa ia harus kembali ke ruangan itu dan meminta maaf kepada Kevin sebelum pria itu larut dalam kesalahpahaman. Namun, di sisi lain Tiffany merasa enggan, apalagi ketika ia mengingat kekecew

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 44

    Tiffany segera menghampiri Kevin yang tengah kepayahan mengeluarkan isi perutnya di wastafel toilet. Namun, saat baru saja sampai di ambang pintu, Tiffany segera mengehentikan langkahnya. Ia begitu terkejut karena mendapati badan atletis Kevin yang tak berbalut. Pria itu hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian pinggang hingga pahanya. Tiffany spontan membalikkan tubuhnya dengan mata yang terbuka lebar. “Kenapa lo nggak bilang!” rutuknya dengan lirih pada Juna. “Ya abisnya lo langsung masuk, gue kagak sempet bilang.” Tiffany mendengkus sebal. Ia lantas berjalan menuju lemari yang besar di samping toilet. Wanita itu membuka salah satu pintu lemari yang berisikan sejumlah handuk, lantas lekas mengambil satu bathrobe

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 45

    Merasa kian dikuasai amarah, Tiffany segera mengambil segelas air minum. Ia lantas meneguk air itu di saat Satria masih terus mengoceh. Sejenak, Tiffany mengalihkan pandangannya pada Kevin dan Juna. Tanpa disadarinya, ia telah membiarkan kedua pria itu melihat jejak air mata yang sudah membasahi wajahnya. “Lu bisa ngerti nggak sih maksud gua? Ini semua demi kebaikan lu!” Satria berbicara dengan intonasi tinggi. Tiffany menarik napasnya sangat dalam. “Gue ngerti. Tapi kali ini gue nggak mau ngertiin itu.” Suaranya mulai rendah. “Fan …,” lirih Satria dengan mengantung. Ia mencoba menahan emosinya. “Untuk kali ini biarin gue ngambil keputusan sendiri, Sat. Lagian … ini urusan pribadi g

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 46

    Tiffany menghela napas panjang. “Ya, Her.”“Bu, saya baru saja dapat kabar dari Pak Raksa,” ucap Heru dengan intonasi yang tak bergairah.Tiffany sedikit menarik sudut bibirnya. Ia menduga akan segera ada hal buruk yang didengarnya. “Gimana katanya?”“Pak Raksa mengurungkan niatnya, Bu.”Tawa yang miris spontan keluar dari mulut Tiffany. Wanita itu lantas beranjak keluar dari ruang editor. “Ya, udah ketebak, sih.""Saya ikuti saran dari kamu aja. Kita fokus untuk mengembangkan yang udah ada dulu,” sambungnya.Heru bergumam. “Iya, Bu. Lebih baik seperti itu.”&ldquo

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 47

    Tiffany mengerutkan keningnya. Selama bertahun-tahun mengenal Dimas, tidak pernah sekalipun ia menyangka bahwa pria itu mampu melayangkan tuduhan semacam itu, meskipun yang dikatakan Dimas memang hampir sepenuhnya benar. "Kok kamu gitu sih ngomongnya," keluh Tiffany dengan sorot mata yang sinis. Dimas menarik napasnya dalam-dalam. Ia lantas beranjak dari sofa dan beralih duduk pada kursi di depan komputernya. Pria itu sama sekali tak berbicara, tetapi malah menyalakan monitornya. Sementara itu, Tiffany masih tercenung dengan perasaan yang serba salah. Pandangannya sama sekali tak lepas dari punggung Dimas. "Jawab dong, Dim," desak Tiffany dengan nada suara yang kesal. "Dimas," panggil Tiffany. Dimas tak kunjung menghiraukannya. "Dim, aku dateng ke sini tuh buat bicara baik-baik sama kamu. Tapi kamu malah sama aja kayak Satria!" Dimas berdecak dan tiba-tiba memutarkan kursinya dengan kasar menghadap Tiffany. Matanya tajam menyal

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 48

    Tiffany mencengkeram stirnya dengan kuat setelah menghentikan mobil di depan rumahnya. Tampak tiga orang wanita segera menghampiri mobilnya. Bahkan salah satu di antaranya—yang bule—mengetuk-ngetuk kaca mobilnya dengan keras. Ketiga wanita itu mengerumuni mobilnya seperti seorang pelajar yang hendak tawuran. Raut wajahnya sama-sama kusut. Dahinya mengerut hingga alisnya hampir menyatu. "Apa lagi, sih!" Tiffany membuang napasnya dengan kasar. Ia menimbang-nimbang tindakan yang akan ia pilih. "Turun!" teriak ibunya Satria sambil menggedor-gedor kaca mobilnya. "Cepetan turun!" susul Rina yang turut menggedor-gedor mobilnya. Sementara itu, ibunya Rina hanya berteriak-teriak menyuruh Tiffany untuk segera turun sambil berkacak pinggang. Sebenarnya Tiffany takut untuk turun dan menghadapi ketiga wanita itu sendirian. Belum lagi ditambah rasa malu yang harus ditanggu

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 49

    *FlashbackTiffany tergopoh-gopoh saat mengikuti strecher ambulace yang baru diturunkan dari mobil. Tangisnya tak kunjung berhenti sejak masih di TKP. Rasa sakit akibat luka yang ada di sekujur tubuhnya seolah tak berarti apa-apa setelah ia melihat kucuran darah yang terus keluar dari hampir seluruh bagian tubuh Arga."Kakaaaaak!" pekik Tiffany."Kakaaak!"Beberapa kali ia tersungkur di lantai rumah sakit. Tiffany sama sekali tidak menyadari bahwa kakinya sudah terlalu lemah untuk menopang langkahnya. Namun, ia tetap tak mau berhenti dan jauh dari Arga."De, pake kursi roda ya!" perintah seorang perawat. "Kita harus obatin dulu luka-lukanya.""Diemm!" pekik gadis SMA itu sambil menyingkirkan lengan perawat yang hendak membantunya untuk bangkit."Kakak," gumamnya sambil berusaha bangkit sendirian."Kakak ...." Rintihannya kian menjadi setelah strecher ambulance yang mengangkut tubuh kakaknya hilang dar

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 50

    Satria duduk dengan menekuk lututnya di salah satu sudut lorong lantai inap. Dengan urat-urat yang tampak pada pelipisnya, ia menunduk lemas sambil menjambak rambutnya sendiri. "Gue kan udah bilang, jauhin Fany!" caci Dimas, "Lo cuma bikin dia dapet masalah aja!" "Udah, Dim. Udah!" ujar Lauren yang mencoba menenangkan Dimas. Ia tidak ingin Satria kembali terpancing emosi seperti tadi. "Lo harusnya sadar diri, Sat! Lo udah punya keluarga! Lo cuma jadi beban buat Fany!" Dimas masih belum bisa meredakan amarahnya. "Dim, udah Dim .... Ini rumah sakit!" gerutu Lauren dengan gamam. Lauren berusaha menahan tubuh Dimas dari depan karena pria itu terus saja mencoba menyerang Satria. Wanita itu tampak begitu kewalahan, ia belum pernah melihat Dimas semarah ini. "Nggak ada untungnya lo ribut sekarang, Dim!" sentak Joan, manajer Bumantara Band. Dimas menoleh geram pada Joan. "Gue emang nggak lagi nyari untung!" "Gue cuma mau buat manusia itu sadar!" sambungnya sambil mengacungkan telunjuk

Bab terbaru

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 69

    [Flashback]Langit tak kunjung berhenti menangis. Derai airmatanya terus membasahi tanah, menggenangi jalan, membanjiri hati seorang gadis jelita yang saat ini tengah bermenung di depan jendela kamarnya.Ia tampak begitu nyaman dalam posisinya yang tengah memangku wajah. Bibirnya yang pucat tak sedikit pun melunturkan keindahan garis senyumnya.Tuk ... Tuk ..."Fan." Terdengar suara lelaki yang memanggil namanya di depan kamar.Tiffany spontan menoleh ke belakang. Tanpa berpikir panjang, ia segera berjalan ke arah pintu. "Iya, tunggu."Cklek."Kakak," ucap Tiffany dengan lirih sambil menyimpulkan kebahagiaan. Ia begitu girang saat berjumpa dengan kakaknya.Arga membalas sambutan adiknya dengan reaksi yang jauh lebih antusias. Ia melebarkan senyumnya dengan riang sambil memeluk Tiffany. Tangannya meraih kepala sang adik dan membelainya dengan penuh kehangatan.Arga mengecup puncak kepala adik satu-satunya itu. "Udah makan?"Tiffany mengangguk dengan girang. "Udah. Kakak gimana?""Udah,

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 68

    "Berkunjung ke rumah keluarga, Pak?"Itulah pertanyaan kesekian kalinya yang terlontar dari mulut sopir yang kini tengah mengantarkan Kevin ke Bandung. Pertanyaan yang lagi-lagi memaksa Kevin untuk berbicara ketika suasana hatinya sama sekali tidak dalam keadaan yang baik-baik saja."Iya," sahutnya singkat."Wah, seneng banget saya kalau lewat jalanan di sana." Sang sopir meneruskan pembicaraannya tanpa mencoba memahami kondisi kliennya. "Romantis banget itu suasananya."Kevin tersenyum pahit. Kata-kata yang diucapkan oleh sopir itu seketika kian membuatnya cemas. Setiap ingatan yang muncul tentang kota legendaris dalam hidupnya itu kini membuatnya berkeringat dingin."Nggak kebayang sih untuk saya, harga rumah di sana. Pasti miliaran, ya," ucap sang sopir.Kevin sama sekali tak menyahut sopir. Pikirannya berantakan. Banyak hal yang kini berkeliaran dalam benaknya. Bahkan ia sendiri pun tidak tahu apa tujuannya pergi ke Bandung.Untuk menyusul Tiffany? Rasanya mustahil untuk saat ini.

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 67

    "Aduuuuh, La! Pelan-pelan atuuuh!"Tiffany menjerit sambil mencengkeram bajunya. Sementara itu, Damar dan istrinya terus terkekeh saat melihat tingkah konyol Tiffany yang terilihat tidak lagi memedulikan wibawanya sebagai seorang figur publik. Wanita itu malah terlihat seperti gadis kecil yang mengaduh menggemaskan."Aduuuh! Sakiit, Lala!""Lalaaa!""Damar! Lo jangan ngetawain gue! Ini sakit!"Wanita itu tidak berhenti mengoceh hingga bulir airmata terus mendarat di wajahnya. Tingkah wanita itu membuat Damar dan istrinya kian cekikikan sampai wajahnya memerah."Bentar, Fan," ujar Lala sambil merapikan perban yang telah disiapkannya.Bohong sekali jika sebelumnya Tiffany mengaku-ngaku bahwa luka yang ada di dahinya sama sekali tidak berarti apa-apa untuk dirinya. Nyatanya, setelah luka itu dibersihkan oleh Lala, rasa sakitnya bukan main.Tiffany memang benar-benar membenci luka yang menyakiti tubuhnya. Namun, kali ini, ia mengaduh kesakitan bukan semata-mata hanya karena luka yang ada p

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 66

    Kim Shin menggoyang-goyangkan kakinya di bawah meja. Sejak Heru memulai presentasinya terkait bisnis Stars Peach Cafe, pria oriental itu memang tampak gelisah. Ia bahkan tidak terlihat benar-benar menyimak apa yang telah dipaparkan oleh Heru. Perasaannya begitu buncah dengan pikiran yang tidak karuan."Sudah?" tanyanya singkat setelah Heru kembali duduk di kursinya.Heru menganggukkan kepala sambil tersenyum simpul. Ia sejenak melirik pada Dine. "Sudah, Pak."Pertemuan mereka memang terjadi sangat mendadak. Kim Shin tiba-tiba datang ke kafe dan mendesak Heru untuk mempresentasikan bisnis Stars Peach Cafe. Tidak banyak alasan yang dapat membuat Heru menolak permintaan itu, terlebih lagi dengan kondisi keuangan kafe yang memang tengah membutuhkan suntikan dana investor. Alhasil, meskipun Heru belum mendapatkan tanggapan dari Tiffany terkait permintaan Kim Shin yang begitu mendadak, Heru memberanikan diri untuk mengambil keputusan. Ia menyanggupi permintaan Kim Shin.Kim Shin merapatkan

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 65

    "Lu baik-baik aja, Fan?" tanya Geza setelah Tiffany masuk ke dalam mobilnya dan duduk di jok penumpang depan.Wanita itu terus saja menundukkan pandangannya. Tidak ada kehangatan yang biasanya terpancar dari wajah orientalnya itu. Bibirnya terus saja melengkung ke bawah dengan mata yang sayu.Tiffany tersenyum tipis. "Gue nggak mungkin baik-baik aja, Gez."Geza menarik napas dengan wajah gamam. "Tadi keliatannya Teh Yuna serius banget."Geza menelan ludahnya. Ia merasa gugup untuk memancing Tiffany agar ia mau menceritakan sesuatu tentang perbincangannya dengan Yuna barusan. Meskipun tidak begitu akrab, entah mengapa hatinya tergerak untuk memastikan agar Tiffany baik-baik saja. Geza tahu persis kalau Dimas sangat menyayangi Tiffany dan tidak ingin wanita itu terluka sedikit pun. Mungkin ini salah satu upaya yang dapat ia lakukan sebagai teman dari pria malang yang harus kehilangan nyawanya dalam insiden kecelakaan itu."Jadi ke DU-nya?" tanya Geza

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 64

    Tiffany dan Yuna masuk ke dalam mobil kepunyaan kerabat Dimas. Keduanya tampak bersitegang. Yuna terus bersikap dingin dengan raut wajahnya yang sama sekali tidak memberikan ketenangan kepada Tiffany. Sementara itu, Tiffany terus menundukkan pandangannya sambil menahan tangis dan perasaan khawatir. "Jidat kamu kenapa?" tanya Yuna dengan datar. Tiffany refleks memegang perban pada keningnya. Ia menelan ludahnya sebelum melirik pada Yuna. Tiffany bingung harus menjawab apa. Mungkinkah Yuna belum membaca berita soal skandal terbarunya dengan ibu dan mertuanya Satria? "I—ini, kejeduk, Teh," balas Tiffany dengan gugup. "Gara-gara Dimas?" celetuk Yuna. Tiffany membulatkan matanya. Ia spontan bergumam kebingungan. "Bukan, Teh." Otaknya berupaya menemukan alasan yang tepat, Tiffany diam dengan ken

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 63

    Dua puluh meter dari makam Dimas, Tiffany duduk sendirian di atas kursi kayu yang reyot. Kondisinya tampak begitu terpuruk. Air matanya belum juga surut menangisi kepergian Dimas yang begitu mendadak. Segunduk penyesalan dan perasaan bersalah begitu menguliti perasaannya. Ia terus dibayang-bayangi wajah Dimas. Wajah mantan kekasihnya yang terlihat begitu kecewa atas sikap abainya saat di rumah sakit. Wajah Dimas yang malang, yang tidak sempat berbicara dengannya untuk sebuah perpisahan. "Maafin aku, Dim ..." batinnya terus menjeritkan kata-kata itu. Kata-kata yang mungkin hanya akan memekakkan telinga Dimas. Tiba-tiba Geza dan Hesti datang menghampiri Tiffany. "Alhamdulillah pemakamannya berjalan lancar, Fan," ucap Geza sebelum duduk di samping Tiffany. Tiffany sontak mendelik kesal menanggapi pernyataan Geza. Sorot matanya begitu dingin seperti ingin membekap mulut salah satu kru Dimas Talkshow itu. "Husss!" bisik Hesti sambil menepuk lengan

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 62

    Tiffany melamun di depan jendela kamar inap Kevin. Ia menyandarkan kepalanya pada bingkai jendela dengan tatapan yang kosong. Perasaan sedihnya yang sudah terlampau menyayat hati, membuat air matanya kering. Di belakangnya, Kevin menatap punggung wanita itu sambil beberapa kali memaksakan makanan agar masuk ke dalam mulutnya. Ia duduk di kasurnya dengan bahu menunduk. Pria itu benar-benar kehilangan nafsu makannya, apalagi dengan keadaan Tiffany yang kini sudah hampir dua jam tidak berbicara. "Fan, gue nggak tau seharusnya gue diem aja atau ngasih tau lo. Tapi daritadi hp lo nyala terus, ada yang nelpon tuh," ujar Juna dengan bimbang. "Siapa?" tanya Kevin tanpa bersuara saat Juna melirik kepadanya. Juna mengangkat bahu. "Gatau," jawabnya yang juga tanpa suara. Sementara itu, Reyhan yang baru saja datang sekitar setengah jam yang lalu benar-benar dibuat bingung akan situasi yang tengah terjadi. Ia merasa bimbang dengan setiap pergerakan yang dilakukannya. Apalagi saat melihat keada

  • Wanita Pecandu Luka   #BAB 61

    [Flashback] "Fany! Sayang!" panggil Satria setelah membuka pintu rumah Tiffany. Pria itu berjalan dengan gontai. Kepalanya terasa begitu pusing, seperti ada gempa bumi yang mengguncangkannya. Beberapa kali tangannya pun mendarat di kening untuk memijiti kepalanya yang begitu sakit. "Fan! Lu di mana?" seru Satria dengan suara yang lebih kencang. Ia lantas berhenti di depan pintu kamar Tiffany. Pria itu tengah kehilangan kesadarannya. Ia mengalami halusinasi sejak mengonsumsi narkoba sekitar enam jam yang lalu. Hal bodoh itu dilakukannya karena ia merasa depresi setelah bertengkar hebat dengan Tiffany usai mengetahui bahwa wanita itu baru pulang dari rumah ibunya Dimas di Bandung. Satria tidak suka kalau Tiffany masih berhubungan dengan Dimas. Yang Satria tahu, Dimas hanyalah pelarian bagi Tiffany untuk mengecoh Rina, Carina, dan Lia atas hubungan terlarang yang masih dijalani Tiffany dengan dirinya. Namun, Satria tidak mengetahui bahwa sebenarnya itu hanyalah akal-akalan Tiffany s

DMCA.com Protection Status