Rena segera mengambil kunci mobil dan melajukan roda empatnya, karena Haris tidak tahu di mana letak kontrakan miliknya itu. Sepanjang perjalanan, deru napas Rena benar-benar tak beraturan. Ia terlalu merasa kesal karena fitnahan Fitria. ”Udah dikasih hati malah minta empedu!” gumam Rena sambil memacu kendaraannya agar lebih cepat. ”Kamu tenang aja, Yang. Lagian kayak kita bego aja, orang di kantor ada cctv,” sahut Haris.”Emang ya, nggak adeknya dan sekarang kakaknya, semua sama aja. Keluarga pembual!” racaunya.Rena dan Aldi sampai di depan gerbang kontrakan yang cukup luas. Beberapa orang melihat Rena tersenyum karena tahu ia pemilik kontrakan yang tengah mereka tempati. Sedangkan Fitria tidak tahu, Rena dan Aldi sudah sampai di tempat ini dan sekarang sudah berada di depan kamarnya. ”Orangnya ada di dalem?” tanya Rena pada pengurus kontrakan -- Jeslyn.”Ada. Tadi gue juga liat dia belom keluar lagi sejak balik kerja,” jawabnya.Dengan kedua telapak tangannya, Rena menggedor pin
”Aku gugup, Kak.”Mita dan Adisana tengah melihat persiapan pernikahan mereka yang tinggal 25% lagi akan selesai. Esok, acara pernikahan akan dilaksanakan di salahsatu hotel bintang lima. Ballroom sudah disulap menjadi super cantik dengan hiasan yang tak begitu gemerlap, tapi masih terlihat aestetic dan mewah. Adisana mengusap rambut calon istrinya yang esok akan ia nikahi. ”Kan udah mau jadi suami, kok tetep manggil kak?” Mita tertawa, ”Iya Mas, maaf ya.” Ia merasa aneh karena memanggil Adi dengan sebutan "Mas". Mita memang sudah menyukai kakak sahabatnya sejak lama, dan ia begitu bahagia ternyata perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.”Mama papa udah sampe dari Jepang?” Adisana membuyarkan lamunan. Mita mengangguk.”Tenang aja, pasti acaranya akan berjalan lancar,” ucap Mita. Karena pernikahannya pernah diundur karena orang tuanya itu tidak bisa pulang ke Jakarta, alhasil pernikahan mereka berdua diundur selama 3 bulan.”Mas, harusnya aku lagi dipingit, kita nggak boleh ketemu
Nada sambung terdengar, tapi Rose tak kunjung mengangkat telepon, sedangkan Rena dan Haris akan segera pulang. Rena menatap suaminya dan menggeleng.”Coba telfon Aldi,” usul Haris pada istrinya. Rena segera menelfon mantan suaminya itu, hingga di dering terakhir, telfonnya diangkat.”Ya, Re?” sahutnya di sana.”Katya mana, Di? Gue sama Haris mau balik,” ucap Rena to the point.”Oh, sebentar ....” Kemudian telfon dimatikan. Tak lama Aldi dan Rose datang menghampiri Rena dan Haris. Katya sudah terlelap dalam dekapan Rose, dan Rena bersiap mengambil putrinya tapi Rose menghindar.”Ren, boleh nggak lain kali Katya tidur sama gue?” pintanya.Rena menghela napas, ”Untuk sekarang ini nggak boleh, Rose. Dia masih kecil, sering bangun malem minum susu, dia masih ASI,” jelasnya.”Kalau begitu gue bawa asi yang udah lo bekuin, tinggal lo ajarin gimana caranya aja, gue pasti bisa kok,” ujar Rose, masih berusaha agar Rena mengizinkan.”Nggak bisa. Kalau lo mau maen sama Katya, silahkan ke rumah. T
Aldi mendengarnya, ia memang tidak tidur. Setiap kata yang diucapkan istrinya membuat pikirannya perlahan bisa menerima. Mengetahui istrinya tengah menangis, Aldi mulai duduk di samping Rose, kepalanya ia sandarkan di bahu kurus Rose.Seakan tersentak dengan kepala suaminya, Rose menoleh, matanya menghangat tapi bibirnya tersenyum. Bulir bening berdesakan keluar, ia tak tahu terlalu bahagia pun bisa membuatnya menangis. Kedua pasangan suami istri itu saling berpelukan.***Setahun kemudian ...Keesokan harinya, di rumah Rena, tengah mempersiapkan beberapa bekal makanan untuk dibawa ke pantai. Ia sengaja membawa makanan dari rumah dan karpet lainnya untuk sekalian piknik kecil-kecilan bersama semua orang rumah. Suaminya meminta dibuatkan sandwich dengan saus mentai sudah disajikan di dalam kotak makanan.Rena dan Haris sudah bersiap dengan pakaian santai, begitu pun Katya yang ikut mondar-mandir merecoki Lira dan Mbok Nah. ”Sayang, kamu sama papa dulu,” ujar Rena pada anaknya itu. Ha
”Maaf, Mbak.” Shilla bersuara, wajahnya sudah merembes karena air mata yang tak kunjung berhenti. Ia merasa sangat kotor saat ini, tapi ini pun bukan kesalahannya semua. Ini karena Wulan yang ternyata sudah menjadikannya jaminan atas hutangnya. Almarhumah kakaknya itu menjual keperawanannya pada seorang lelaki tua bangka dengan perut buncit.”Maaf.” Hanya itu yang keluar dari mulut Shilla, ia ikut luruh di samping Fitria. Kedua kakak beradik itu saling menangisi nasib mereka yang malang.”Mati saja kamu! Mati aja!” bentak Fitria, ia bahkan menjambak rambut adiknya. Shilla tidak membalas, ia hanya diam menikmati amukan dari kakak sulungnya. Ia memang merasa salah.Mati? Bahkan Fais menghalanginya. Saat ia akan terjun dari jembatan sepi, ternyata Fais menghalangi jalannya untuk mati. Ia sudah putus asa, bahkan kebahagiaan tampak begitu jauh di matanya.”Bocah gob lok!” maki Fitria, rupanya wanita itu masih belum puas melampiaskan rasa kesalnya. ”Hilang sampe setahun, begitu datang bawa
Rose hanya diam tak bermaksud menimpali. Pikirannya melayang jauh pada temannya, Clara. Bagaimana kalau Clara mampir ke rumah dan melihat Shilla. Tapi apa Clara tahu Shilla menjadi simpanan papa-nya? Rose bermonolog. Keningnya terasa berkeringat, hingga Rose mengusap kening dengan tangan gemetar.”Apa aku harus ngomong siapa Subroto?” ujar Rose lirih.”Terus sekarang gimana keadaan Shilla?” tanya Rena.”Dia berantakan. Perutnya udah gede, mungkin beberapa bulan lagi lahir,” jawab Aldi. ”Fais ada di rumah, karena Fitria pingsan sejak tau adiknya dijual sama Wulan.””Beb ...,” panggil Rose. Aldi menatapnya ingin tahu. ”Subroto itu ..., papanya Clara.”Semuanya mendengar apa yang Rose ucapkan, ”Clara sering mampir ke rumah lo berdua?” Rena bertanya. Rose dan Aldi menggeleng.”Dia cuma ke cafe, nongkrong sama temennya yang lain--””Ya kemungkinan dia juga bisa ke rumah kalian, kan rumah kalian cuma berapa langkah doang jaraknya,” ujar Rena, kemudian kembali mual sambil menutup mulut.”Lo
”Shilla, kamu pake ini biar kamu nyaman.” Rose mendekat memberinya baju. Ia menggamit tangan Shilla dan mengajaknya ke kamar, matanya berkedip ke suaminya sebagai kode untuk menenangkan Fitria.Shilla mau diajak Rose ke kamar, bahkan kini ia duduk di kursi rias. Rose mengusap wajah Shilla pelan untuk membasuh air matanya. Mata Shilla sembab, entah berapa lama ia menangis.”Gantilah, biar aku tunggu di sini,” ujar Rose. Shilla mengambil baju tidur pendek pemberiannya. Setelah memakainya, Shilla duduk menghadap cermin. Dari sudut matanya, masih menelurkan embun bening.”Apa yang kamu rasain sekarang? Kamu tau, Shil? Harga dirimu sama sekali nggak hancur atau kehormatanmu sama sekali tidak jatuh. Kamu masih terhormat. Kamu nggak hancur.” Rose mencoba memberikan sugesti.Shilla yang mendengar petuah dari Rose menggigit bibirnya yang bergetar, kata-kata Rose benar-benar menghujam ulu hatinya. ”Yang hancur bukan kamu, Sayang. Yang hancur adalah lelaki itu,” sambung Rose.”Tapi anak ini ...
Shilla merasa perutnya lapar, memakan roti selai tidak membuatnya kenyang. Saat dirasa rumah kembali sepi, ia mencoba bangkit menuju pintu dan membukanya sedikit untuk melihat ada siapa di ruang makan. Shilla masih malu untuk bertemu orang luar selain Aldi dan Rose. Bertemu Rena membuatnya tak nyaman karena pernah bertingkah bodoh hanya untuk mengikuti ucapan Wulan.Kreeek.Pintunya berderit saat ia membukanya. Matanya mengedarkan pandang, dan tersenyum lega saat tak ada Rena dan yang lainnya. Shilla segera ke dapur dan menuju panci, begitu membukanya ia sangat bersemangat ketika opor Rose masih banyak dan hangat.Shilla mengambil piring dan mengambil 2 potong paha ayam, setelah sebelumnya mengambil nasi hangat. Shilla duduk di ruang makan dan segera melahap opor di hadapannya. Perutnya terasa hangat ketika kuahnya sampai ke lambung. ”Enak banget,” pujinya.Suasana begitu lengang, karena Rena dan Rose agaknya di cafe dengan Katya. Setelah perutnya merasa kenyang, Shilla berdiri untuk
Semalaman Rena tidak tidur, bahkan ia hanya duduk sambil menyender di pojok ranjangnya. Sementara, Katya berada dengan ibu kandung Rena karena memang sedari pemakaman kemarin, Rena hanya mengurung diri di kamar. Matanya memerah dan menimbulkan tanda hitam di bawahnya. Air matanya sudah kering, ia sudah tidak menangisi suaminya, akan tetapi ia masih belum bisa untuk mengikhlaskannya. Ikhlas? Satu kata dengan sejuta kesulitan.”Aku mau berlama-lama di sini sama Risjad, Kak.” Suara Rena serak, saat Adisana menyuruhnya pulang karena terlalu lama di pemakaman tadi siang.”Apa ada yang bisa kulakukan buat kamu, Yang, biar kamu tetep hidup?” racau Rena.Adisana mengusap wajahnya mendengar suara parau adiknya semakin membuatnya pilu. ”Dek, doakan Haris agar tenang di sana.”Rena mengerling tajam ke arah Adisana, ia tidak suka mendengar ucapan Adisana. ”Tenang? Aku yakin dia belum tenang kalau aku belum bertemu dengan pembunuhnya. Lagipula, apa motif Clara? Kenapa sasarannya ke aku dan Risjad
Rena segera berlari ke ruangan dokter Regant untuk memberitahukan suaminya menggerakkan tangan ke atas dan ke samping. Bahkan matanya berkedip seperti orang yang berusaha bangun dari tidur. Suara gumaman pun terdengar kembali.”Dok, suami saya! Suami saya menggerakkan tangannya, dia juga berkedip!” Rena terlalu antusias hingga tak memperdulikan jika dokter Regant tengah melakukan pertemuan dengan tamunya. Senyumnya memudar saat menyadari jika Rena tidak sopan, ia menunduk dan kembali membuka pintu.”Mari, Bu Rena, akan saya lihat keadaan Pak Haris,” katanya. Rena mengangguk canggung. ”Maaf, Dok.””Nggak pa-pa, ini ibu saya.”Mereka berdua jalan saling beriringan menuju ruang ICU. Dokter Regant juga meminta 2 susternya untuk ikut. Sesampainya di dalam, mata Rena membesar, tubuhnya mematung karena suaminya membuka mata. Tanpa dipinta, air mata bening mengalir di pipi Rena, ia begitu terharu.Dokter Regant memeriksa kondisi Haris dan tersenyum cerah ke arah Rena. ”Alhamdulillah, Bu, ko
”Maafin mbak, Shil. Mbak terlalu mengandalkan kamu dan Wulan, sedang mbak di rumah ongkang-ongkang kaki tanpa mikirin kalian berdua banting tulang buatku dan ibu. Karena aku yang nggak mau terbebani hutang yang ditinggalkan almarhum bapak, kamu dan Wulan jadi korban,” racau Fitria sambil memandangi peti mati di hadapannya.Sudah berapa bulir air mata yang keluar, Fitria tidak tahu, yang jelas kini ia tengah merunduk sambil memegangi kayu peti itu dengan bahu terguncang. Kehilangan 2 adiknya dalam waktu berdekatan sangat menyiksanya. Meski ia hidup, agaknya Fitria akan merasa bersalah sepanjang hidupnya.Kemeja hitam yang dipakainya sudah basah untuk mengelap air mata. Semalam ia menelfon Fais untuk memberitahukan kematian Shilla, Fitria meminta tolong untuk membantu pemakaman adiknya. Bahkan Fais sudah pulang lebih dulu karena sebelumnya mengadakan pengajian untuk Wulan.Pikirannya menerawang pada saat ia kembali dari kantor polisi dan mendengar cerita dari Rose, jika adiknya mengalam
POV AuthorDi Jakarta tengah gaduh, lebih tepatnya di kediaman Rose karena polisi yang sudah hampir 2 minggu mencari biang keladi dari semua rentetan kejadian akhirnya mengirimi surat agar Aldi ke kantor polisi karena tersangka sudah ditangkap meski yang satunya lagi masih dalam status buron.Keadaan Shilla seperti mayat hidup sekarang, bahkan hidupnya bergantung pada alat-alat yang menopang hidupnya. Fitria benar-benar terpukul saat 2 hari sebelum Haris mengalami kecelakaan, infus milik adiknya justru terisi cairan yang diduga racun. Tubuh Shilla langsung mengejang, bahkan dari mulutnya mengeluarkan busa hingga urat-urat di sekitar lehernya membiru.Mendengar pelakunya sudah ditangkap meski belum semua membuat Fitria mengepalkan tangannya. Ia bahkan berjanji pada adiknya akan menampar pelaku itu hingga membuat kelima jarinya membekas. Fitria mendekati Rose dan Aldi, menatap mereka dengan tatapan datar namun hatinya bergemuruh.”Ajak aku ke sana, Di. Aku mohon,” pintanya.Aldi menoleh
PoV RenaIni adalah kedua kalinya aku berada di rumah sakit. Satu kali saat melahirkan Katya, dan ini yang kedua kalinya karena mengalami kecelakaan. Aku sangat menyesal karena menyusul suamiku kemari dan menjadi penyebab dirinya seperti ini. Rasa rindu yang kukira akan menyelamatkanku dari rasa haus kasih sayang Risjad, kini justru menjadi boomerang untukku. Kini melihatnya hanya diam tanpa ada kosa kata pun yang keluar dari mulutnya membuatku semakin lemah. Hatiku sudah ditawan olehnya. Dia sudah mendapatkan seluruh hatiku yang sebelumnya sudah hampir mati rasa akibat dihianati oleh Aldi.Dia yang membuatku merasakan kembali bagaimana indahnya dicintai sebaik ini. Bahkan dia juga yang membuatku merasa menjadi wanita yang sangat diinginkan. Kuusap keningnya yang bersih tanpa cela, kucium kening itu lama. Seolah berada dalam sebuah film, aku berharap ini adalah mimpi.”Sus, nggak pa-pa tinggalin saya di sini.”Aku ingin berdua saja dengan suamiku, memeluknya meski selang infusku meng
”Halo, Di?”Adisana memang hendak menelfon Aldi untuk mengabarkan kondisi Katya. Meski adiknya berkata agar tidak perlu menghubungi Aldi karena pasti sibuk mengelola cafe barunya. (”Ya, Kak?”)Adisana menghirup napas dalam-dalam. ”Katya kecelakaan, dan sekarang ada di Surabaya. Lo nggak perlu dateng, karena pasti lo banyak pekerjaan. Gue cuma mau ngabarin aja, Di.”(”Di rumah sakit mana, Kak? Besok gue ke sana.”)Adisana yang tak ada pilihan lain pun mengatakan di mana rumah sakit Katya dirawat. Ia pun menceritakan bagaimana Katya sampai seperti sekarang.Di seberang, Aldi langsung terduduk lemas karena mendengar musibah yang menimpa mantan istri beserta anaknya.(”Sekarang kabar Haris gimana?”)Adisana menggeleng meski lawannya tak melihat. ”Dokter bilang, cuma mukjizat yang bisa sembuhin dia. Gue nggak bilang ke Rena, gue nggak mau adek gue stress. Dia lagi hamil.”Mendengar fakta itu, Aldi hanya diam dengan pikiran tak menentu.(”Pasti Rena sedih banget pas tau ini, Kak. Semoga Al
Bianglala yang dinaiki Rena berada di posisi tertinggi, dengan pengait yang hampir putus. Bahkan kurungan bianglala tak jauh darinya sudah jatuh hingga pengunjung pasar malam semakin histeris. Haris memeluk Katya dan istrinya yang panik, ditambah suara dalam telfon yang seakan menertawakan kepanikan mereka.”Ris ....” Rena benar-benar tak tahu untuk berbuat apa, sedangkan petugas yang menjalankan bianglala berusaha memperbaiki mesinnya. Perlahan tapi pasti, Rena merasa ia akan menjadi yang selanjutnya yang akan jatuh.Haris berusaha membuka pintu bianglala yang ia naiki, tapi nihil karena dalam keadaan panik membuat semuanya terlihat sulit. Rena, Katya dan Lira berpelukan bersama ...Hingga,Kreek!”Aaaaakkkk! Risjad!”Selama hidup, Rena merasa ini adalah bagian yang paling menyakitkan di hidupnya. Ia merasa dipermainkan oleh takdir. Kebahagiaan yang baru saja ia reguk seakan kembali direnggut.Pengunjung pasar malam dapat melihat bagaimana kurungan yang terdapat keluarga kecil Rena
Sudah seminggu ini Rena tidak ke mana-mana, bahkan untuk ke supermarket atau ke restoran. Rena merasa tidak memiliki semangat seperti biasa untuk mengganggu Rose, bahkan sekedar menanyakan kabar Shilla saja dia tidak menanyakannya. Bahkan saat Mita datang ke rumah dan mengajaknya hang out, Rena menolak ajakan Mita. Hidupnya terasa tidak bergairah setelah suaminya akan pergi 2 hari lagi ke Amerika. Bukan ia tidak ingin suaminya semakin sukses mendapat proyek besar, hanya saja ada perasaan lain yang ia pun tidak tahu.Ketika perasaan aneh itu muncul, Rena hanya akan menangis sambil menelfon suaminya dan merengek agar membatalkan kepergiannya ke Amerika. Bahkan meski Haris kehilangan proyek besar itu, Rena tidak perduli dibanding berjauhan selama itu.”Kamu tau kan aku nggak bisa LDR. Pikiran aku gampang banget parno. Kamu pulang aja, Ris ...,” rengeknya. ”Nggak bisa, Sayang. Gini deh, kamu kasih kepercayaan buat aku, dan bisa aku pastiin kalo nggak ada bule yang nempel nantinya di hat
”Clara dorong aku, Mbak. Dia juga ke sini kemarin siang saat Lira lagi di kantin. Dia ancam aku, dan nggak bolehin aku buat ngomong ini ke siapa pun. Clara ... Clara ....”Shilla terisak, tangannya menyentuh perut. Shilla benar-benar merasa kesakitan di sekitar perutnya saat terisak. Braak!Semua orang sontak melihat ke arah pintu. Mata Shilla, Rose dan Rena terbuka lebar. Sedangkan Fitria dan Lira tidak tahu siapa gadis yang tengah melangkah mendekati Shilla sambil membawa buah-buahan yang tersusun rapi.”Oh, lo udah cerita, Shil? Baguslah, jadi gue pun tau ternyata orang yang gue kira sahabat pun cepuin gue.” Clara memandang Rose.Fitria bagai baru tersadar jika gadis di hadapannya ini adalah gadis yang baru saja mereka bicarakan. Fitria berdiri sambil melangkah mendekati Clara, tak segan-segan ia bahkan mendaratkan cap lima jari di pipi mulus Clara.”Ja-lang! Harusnya lo yang gue gampar! Keluarga lo busuk semua!” maki Clara. Tangannya mendorong Fitria, namun Fitria kembali berdiri