Helen terkejut melihat Leon muncul dengan menggunakan kruk."Ya Tuhan Kak, apa yang terjadi padamu?" tanya wanita itu dengan mata berkaca-kaca."Hanya kecelakaan kecil saja, Dik. Jangan khawatir!" sahut Leon menenangkan adikmya yang terlihat sudah ingin menangis."Bagaimana kau bisa tidak mengabarkannya padaku ,Kak!" ucap Helen kecewa juga sedih."Aku baik-baik saja, lihat. Hei ... ayolah jangan menangis Helen!" ujar Leon seraya memeluk sang adik."Aku kecewa padamu, Kak. Apa kau sudah tidak menganggapku adikmu lagi?" tanya Helen sambil tersedu.Bryan pun menghampiri Helen, kemudian menenangkannya."Helen jangan bersedih, ingat bayi kita yang ada didalam perut!" Bryan mengingatkan sang istri tentang kandungannya."Apa? Helen ... Sedang hamil? Benarkah itu, Dik?"Helen mengangguk sambil tersedu kemudian tersenyum lalu menangis lagi. Bryan pun membawa sang istri untuk duduk kembali agar perasaannya lebih tenang."Selamat, kamu akan menjadi seorang ibu." Ucap Leon, kemudian Anin juga m
Leon dan Bryan sudah berada di Rumah sakit untuk menjenguk Zahir. Ia pun masuk menemui sahabatnya yang masih tergolek lemah di ranjang rumah sakit, sedangkan Bryan menunggunya diluar ruangan.Leon disambut oleh Nyonya Anna, ibunya Zahir dan Hasna, gadis itu sudah jauh telihat lebih baik dari yang terakhir Zahir ceritakan."Bagaimana kondisi Zahir, Bi?" tanya Leon pada Nyonya Anna."Alhamdulillah dia sudah sadar semalam Nak Leon, kesehatannya juga membaik." sahut ibunda Zahir menceritakan dengan wajah semringah.Zahir yang mendengar suara Leon pun terbangun, wajahnya yang terlihat pucat pun terlihat tersenyum. Leon pun menghampirinya, Hasna yang sedang duduk disamping Zahir pun berpindah tempat menuju sofa panjang yang berada dekat pintu masuk."Gimana, Hir? Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Leon seraya duduk disampingnya."Alhamdulillah sudah lebih baik, Le. Kamu sendiri apa kabarnya?" "Aku juga sudah lebih baik, walaupun masih harus menjalani terapi. Jadi ... Kapan aku dapat un
" Ehem ... Apa kalian sudah selesai, aku ingin pulang sekarang!" Leon berbicara kepada Bryan dan Devano yang masih menjelaskan jadwal kerjanya."Aku rasa, aku sudah bisa mengerti, Van," Ujar Bryan sambil berdiri lalu membenahi dokumen yang berserakan."Aku juga harus segera ke Bandara sekarang!" Devano menimpali sambil melihat ke arah jam nya."Ya sudah, kita pulang bersama saja, Van!" ucap Leon seraya melangkahkan kakinya.Kemudian ketiganya pergi meninggalkan kantor. Devano menggunakan mobilnya, karena dia membawa sekaligus kopernya didalam mobil. Didalam perjalanan, ponsel Leon berdering. "Halo, Taka!" ucap Leon menyapa pria keturunan jepang-indonesia itu."Kalian masih di pulau Socotra?" tanya Leon lagi."Tidak, kamu sedang menuju bandara. Hari ini kami akan ke Indonesia. Melanjutkan bulan madu ke Bandung.""Benarkah? Devano dan ibuku juga akan ke indonesia hari ini. Mungkin nanti kalian bisa bertemu di pesta pernikahan Devano." "Baiklah, kami akan mampir jika sempat ke pesta p
Sebelum waktu subuh Anin terbangun, mendengar rengekan dari putrinya yang haus meminta susu. Ia pun menghampiri Shafiyya dan menggendong bayi lucu itu, kemudian memberikan Asi nya. Anin menyusui sambil duduk dipinggiran ranjang sebelah meja.Ia mendengar bunyi getaran dari dalam laci meja, setelah dibukanya ternyata suara getar dari ponsel Leon. Anin pun mengambil dan melihat nama Helen disana. Ia menjawab panggilan itu."Halo, Helen!" sapa Anin dengan suara khas bangun tidur."Kak Anin!" suara isak Helen yang bercampur tangis membuat Anin membuatnya mengernyit dan khawatir."Hei, ada apa Helen? Kalian dimana?" tanya Anin panik.Iya pikir setelah mengantarkan ibu mertua dan Noah ke bandara, Helen dan Bryan langsung pulang kerumah."Kak Anin ... Bryan Kak ... Bryan ... Huhuhu...." isak adik iparnya semakin kencang."Ada apa dengan Bryan? Kamu di-dimana ...sekarang?" tanya Anin lagi kali ini suaranya lebih kencang sehingga membuat Shafiyya yang hampir terlelap lagi pun menangis karena s
Setelah selesai memberikan darahnya pada Helen, Leon menghubungi Anin. Ia hendak memberi kabar tentang Helen dan suaminya.Anin yang mendengar kabar itu dari suaminya pun menangis, ia merasa iba terhadap Helen, bagaimana rasanya kehilangan suami sekaligus anak yang tengaj dikandungny. Mungkin ia sendiri tidak akan sanggup jika mengalaminya."Aku akan kerumah sakit!" ujar Anin kepada suaminya."Ya, tolong hibur adikku!" balas Leon dengan suara pelan. Dia sungguh tidak tahu apa yang harus dikatakannya saat Helen sadar nanti."Astagfirulloh." Leon beristighfar lalu ia menuju keruangan dimana jenazah Bryan berada.Seorang perawat mengantarkannya menuju ruangan tempat Bryan diperiksa, ketika sudah berada diruangan itu Leon membuka kain yang menutup wajahnya sang adik ipar, tak lama ia menutupnya lagi. "Innailillahi wa innailaihi rooji'uuun." lirihnya, setelah Leon meninggalkan ruangan itu. Leon berpikir bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi, apakah ada orang yang sedang mengincarnya lagi
Zahira dan Anin menghampiri Helen, Zahira melepaskan pisau yang ada ditangan wanita malang itu. Helen malah berteriak histeris, dia mencoba ingin mengambil pisau lagi."Astagfirulloh, Helen sadarlah! Jangan melakukan hal bodoh!" Zahira berteriak menyadarkan wanita itu."Biarkan aku mati! Mana pisaunya?" ucap Helen sengit."Helen, Tenanglah! Jangan seperti ini!" ucap Anin sedih, dia sangat takut melihat Helen yang hampir saja memotong urat nadi nya sendiri."Kalian tidak mengerti! Kalian tidak akan mengerti aku!" teriak Helen lagi."Aku mengerti perasaanmu, tapi apa kamu tidak memikirkan perasaan kakakmu jika melihatmu seperti ini!" "Dia sejak tadi murung, melihatmu begitu terpukul, Helen. Bukankan dia juga keluargamu, saudaramu satu-satunya yang kamu punya saat ini. Dia sama sakitnya denganmu, Helen, tolonglah!" ujar Anin menatap Helen putus asa dan sedih.Helen seolah baru tersadar, bahwa dia masih saudara laki-laki yang menyayanginya, yang sudah mau bersusah payah mencarinya sampai
Saat ini Helen sudah rapih dengan memakai kemeja dan rok hitam panjang selututnya, tak lupa wanita itu juga mengenakan pashmina berwarna senada yang diberikan Anin padanya. Ia menatap dirinya didalam cermin dengan perasaan haru. Tubuh semampainya dibungkus oleh baju yang lebih tertutup dan rambut pirangnya juga tertutup oleh pashmina. Tapi dengan begitu tidak mengurangi kecantikan Halimah sedikitpun, malah ia terlihat lebih sopan dan elegan. Setelah puas dengan penampilan dirinya, wanita itu berjalan keluar menuju dapur, disana sudah berada Leon dan Anin juga bayi mereka. "Maa syaa Allah cantiknya, adik iparku!" seru Anin merasa takjub.Halimah hanya tersenyum malu, seraya berkata, " Kak Anin bisa aja, apa ini cocok?" tanyanya tak percaya diri."Sudah oke kok, sudah cocok jadi sekertaris kakak." Leon menimpali seraya mengangkat jempolnya sambil tersenyum.Setelah menyelesaikan sarapannya, kemudian Leon dan Halimah menuju ke kantornya. Beberapa kali Leon melihat wajah adiknya yang cem
Helen hendak bangkit dari pangkuan Yuri, tapi pria ia malah menahan pinggulnya semakin kuat. Wanita itu mulai ketakutan, pria dihadapannya ini sekarang menatapnya dengan intens bagai menelanjanginya. Manik kelabu pria itu tak berkedip sedkitpun, ia menatap wanita dipangkuannya dengan tatapan lapar, oh ... Padahal baru semalam ia bercinta dengan Luna, teman tidurnya selama satu bulan ini. Pria itu mulai merasa gelisah ketika 'miliknya' merespon dengan sangat baik gadis dipangkuannya. Helen membelalak, matanya membulat menatap Yuri dengan kesal. Ia pun sontak langsung berdiri, kali ini Yuri tidak menahannya, ia tidak bisa menjamin akan melepaskan wanita ini jika sudah berada dalam pelukannya. Sedangkan mereka sedang berada diruangan kakaknya wanita itu. Yang benar saja Yuri ... Kau ingin dihajar Leon? batinnya mengingatkan. Meskipun ia yakin Leon takkan sampai berani memukulnya. Wanita itu masih menatapnya tajam dengan penuh curiga.Yuri balas menatapnya dengan tenang disertai seringai