Caid keluar dari walk in closet dengan setelah kemeja hitam rapi, pria itu nampak tergesa dan tanpa mengatakan apapun dia keluar dari kamar. Lova duduk di tepi ranjang, menatap pintu yang baru saja ditinggalkan Caid dengan penampilan yang agak berantakan. Kekekehan kecilnya terdengar di ruangan kosong itu, mencerminkan rasa frustrasi sekaligus kepuasan aneh. Dia tidak terkejut dengan perubahan mendadak itu. Caid Walton adalah pria yang selalu merasa bisa mengendalikan segalanya, tapi jelas ada batasannya, meski dia mungkin tidak mau mengakuinya. "Entah aku harus sedih atau bahagia" Gumamnya Lova memainkan black card di tangannya, memutar-mutar kartu itu seakan mempertimbangkan langkah berikutnya. Meski suasana momen tadi begitu intens, Lova tahu bahwa di balik setiap tindakan Caid, selalu ada rencana yang lebih besar. Uang, kekuasaan, dan hasrat adalah permainan yang ia kuasai dengan sempurna, tapi Lova tidak berniat menjadi bidak dalam permainan itu. Dia berdiri dan berj
'Nona Angelic sudah pergi' Caid tersenyum tipis membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Damian. Tentu saja, pikirnya. Lova bukan tipe wanita yang bisa dengan mudah diprediksi atau dikendalikan. Dia tahu bahwa kesepakatan di antara mereka lebih seperti permainan kucing dan tikus. Lova jelas tidak akan menjadi tikus yang patuh. Sambil mengabaikan perasaan kesal yang sempat muncul, Caid menutup ponselnya, memasukkan ke dalam saku, dan menatap keluar jendela jet pribadi yang akan lepas landas sebentar lagi. Langit gelap di luar seolah mencerminkan ketenangannya yang baru ditemukan, meski di baliknya, ada badai yang siap pecah kapan saja. "Dia memang tidak pernah akan menjadi penurut" gumam Caid pada dirinya sendiri, dengan seringai yang kembali menghiasi wajahnya. Dia sedang berpikir, hukuman apa yang cocok untuk rubah kecilnya itu Jet pribadi itu melesat ke udara, membawa Caid menuju Kolombia, tempat masalah yang jauh lebih besar menantinya. Pikiran tentang Lova sedikit demi se
Lova kembali ke rutinitasnya, menuju kampus dengan langkah santai. Pikirannya masih terbayang pada Caid, namun anehnya selama dua hari terakhir, Caid tidak menghubunginya sama sekali.Lova bingung, haruskah dia sedih karena Caid tidak mencarinya atau justru bahagia karena dia memiliki kartu Caid"Hi bit*h" Langkah Lova terhenti sejenak. Dia menatap Scarlet yang berdiri dengan tangan terlipat, disebelahnya terdapat tiga wanita lain dari angkatannya di jurusan informatika. Mereka menatapnya dengan penuh sindiran. Lova hanya menarik napas panjang, memutuskan untuk tidak mempedulikan mereka dan melanjutkan langkahnya, berjalan melewati Scarlet dengan santai.Namun, Scarlet tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Kau pikir bisa lolos dengan hanya diam?" Scarlet mencibir, menyeringai lebar. "Kau kira dengan Caid di belakangmu, kau bisa bertingkah seolah lebih baik dari kita?"Lova berhenti dan menoleh dengan ekspresi datar "Aku tidak perlu bertingkah lebih baik. Aku memang lebih baik." jaw
Setelah kelas terakhirnya selesai, Lova memutuskan untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan. Begitu didalam taksi, Lova melepas kacamatanya, menggerakkan rambut dan meloloskan makeup diwajahnya Kemeja polosnya dibuka dan meninggalkan sebuah croptop hitam yang pas dibadannya "Terima kasih" Ucap Lova setelah membayar. Langkahnya cepat dan fokus, meskipun pikiran di kepalanya berputar-putar. Begitu sampai di toko pakaian anak-anak, Lova langsung memilih pakaian dari berbagai ukuran—mulai dari bayi, balita, hingga anak-anak yang lebih besar. Setiap pakaian dipilih dengan teliti, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa anak-anak yang memakainya akan merasa nyaman dan hangat. Tak hanya pakaian, Lova juga menyempatkan diri mampir ke bagian mainan. Ia mengambil beberapa boneka lucu, bola, puzzle, dan set mainan edukatif. Ia tersenyum kecil saat membayangkan wajah-wajah ceria anak-anak di panti asuhan yang selalu menyambutnya dengan antusias.
Lova menatap tumpukan tas belanjaan di depannya, perasaan campur aduk menghantui pikirannya. Dia menghela napas pelan, mencoba menenangkan diri di tengah ruang apartemennya yang kini terasa penuh sesak oleh barang-barang mewah yang baru dibelinya. 'Apa aku berlebihan?' pikirnya sambil mengamati satu per satu barang-barang tersebut. Kalung berlian, pakaian desainer, sepatu mahal—semuanya menjeritkan kemewahan yang jauh dari kehidupan aslinya.Tapi ini semua bagian dari rencana. Dia harus memainkan peran wanita matre di depan Caid, agar pria itu memandangnya sama seperti wanita-wanita lain yang mengejar harta.Lova tidak berencana membeli semua ini, tetapi seiring waktu, dia merasa perlu melangkah lebih jauh untuk menjaga citra yang sudah ia bangun. Dia tahu Caid bukan tipe pria yang mudah ditipu, tapi semakin lama dia terjebak dalam permainan ini, semakin sulit baginya untuk membedakan apa yang nyata dan apa yang hanya sandiwara.Dia berjalan menuju jendela, menatap
"Kau tidak menjawab pertanyaanku" Lova akhirnya berkata, kembali menatapnya dengan tegas. "Kenapa kau di sini?" "Aku hanya ingin memastikan peliharaanku tidak terlalu jauh dari kendali, right my kit?" ucap Caid dengan nada rendah, matanya menelusuri wajah Lova dengan tatapan yang sulit diartikan. Lova menelan ludah, berusaha keras menjaga wajahnya tetap tanpa ekspresi meski hatinya bergemuruh. Cengkraman tangannya pada handuk semakin erat "You're Mad" Caid tertawa kecil, mendekatkan wajahnya sedikit, cukup untuk membuat Lova merasa terintimidasi tanpa disentuh. "Aku tidak marah, Relova" bisiknya, suaranya lembut namun dingin. "Aku justru menunggu kapan kau akan meminta lebih." Tatapan mereka bertemu dalam keheningan yang intens, dan Lova tahu, permainan ini masih jauh dari kata selesai. "So, when are you going to pay me?" Jemari Caid semakin turun, menyusuri bahunya dengan perlahan, meninggalkan jejak panas di kulitnya yang masih basah. Lova tetap diam, menahan napas saat jema
Caid berjalan menuju kamar mandi apartemen Lova dengan langkah tenang, tubuh kekarnya masih basah oleh sisa-sisa gairah yang baru saja mereka bagi. Dia membuka keran air, membiarkan air dari shower mengalir deras membasahi tubuhnya yang penuh keringat. Air hangat mengalir di sepanjang tubuh kekar Caid, membasahi setiap lekuk ototnya yang tegang. Suara gemericik air memenuhi kamar mandi, namun pikirannya justru tenggelam dalam bayangan beberapa waktu lalu Bayangan tubuh indah Lova yang telanjang di bawahnya muncul dalam pikirannya, membuatnya kembali merasakan keinginan yang belum sepenuhnya padam. Tubuh Lova yang berliuk sempurna, kulitnya yang halus dan lembut, serta respons tubuhnya yang sangat menggoda terus terngiang-ngiang di pikirannya. Caid tak bisa menghindari perasaan puas yang merayapi dirinya ketika dialah yang pertama menjamah Lova. Caid bangga. Untuk pertama kali dalam hidupnya dia mendapatkan sesuatu yang berbeda dari seorang wanita Tatapan matanya terus mengh
Lova terbangun dengan tubuh pegal, setiap ototnya terasa kaku dan nyeri. Pikirannya masih kusut, mencoba memproses apa yang terjadi semalam. Dia mengusap wajahnya perlahan, mendapati dirinya masih di kamarnya, tetapi Caid sudah tidak ada di sana Bayangan tentang malam sebelumnya merayap masuk, membuat dadanya sesak. Rasanya seperti mimpi buruk yang nyata, dan dia benci bahwa bagian dari dirinya justru menikmati tantangan itu. Selangkangannya terasa sakit, nyeri yang menusuk hingga membuatnya tak nyaman bergerak. Lova menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi rasa perih di tubuhnya mengingatkan pada apa yang telah terjadi. Seolah setiap gerakan kecil adalah pengingat bahwa dia baru saja melewati malam yang tidak seharusnya terjadi. “Apa yang sebenarnya aku lakukan?” batinnya bertanya, berusaha mencari jawaban yang rasanya tak pernah akan ia temukan. Caid telah memanipulasi situasi hingga Lova tak mampu lagi menolak. Namun, yan
Dor!Tembakan menggema di aula, menghentikan musik dan percakapan. Jeritan tamu terdengar bersahut-sahutan, menciptakan kepanikan yang langsung menyebar. Lova terhuyung, tangan kanannya bergerak memegang dadanya yang mulai berwarna merah."Lova!" teriak Caid, menangkap tubuhnya sebelum terjatuh. Dia memeluk istrinya erat-erat, ekspresinya campuran antara keterkejutan dan kemarahan.Calton segera bergerak, berlari ke arah mereka sementara Ophelia dengan sigap mencari perlindungan di balik meja, memandang situasi dengan tatapan penuh ketegangan.Para pengawal dengan badge Walton yang berada di sekitar aula langsung bereaksi. Salah satu dari mereka berhasil melumpuhkan pria bersenjata itu sebelum dia bisa melepaskan tembakan lagi."Lova, tetap bersamaku" bisik Caid panik, menekan luka di dada Lova untuk menghentikan pendarahan. Matanya menatap penuh rasa takut, sesuatu yang jarang terlihat dari seorang pria seperti dia.Lova mencoba tersenyum,
Hari pernikahan yang sangat ditunggu oleh Caid akhirnya tiba dengan segala kemegahannya. Sebuah aula besar di pusat kota New York disulap menjadi tempat yang tampak seperti diambil dari mimpi: lampu kristal bergemerlapan, bunga-bunga eksotis menghiasi setiap sudut, dan lantunan musik klasik mengalun lembut di udara.Lova berdiri di ruangan rias, mengenakan gaun putih yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya yang cantik terlihat dingin, tapi ada sorot mata yang menunjukkan kegelisahan.Dia... .. ragu"Anda cantik sekali nona" ujar salah satu asisten riasnya.Lova hanya tersenyum tipis, lalu menatap bayangan dirinya di cermin. Dalam hati, ia masih bertanya-tanya apakah keputusan ini adalah langkah yang tepat. Tapi kemudian, bayangan Caid melintas di pikirannya, dan entah kenapa, hal itu memberinya sedikit keberanian.Di luar, Caid berdiri di ujung altar, mengenakan setelan hitam yang membuat auranya semakin mendominasi. Tatapannya terus tertu
Lova perlahan membuka matanya, kebingungannya terlihat jelas di wajahnya. Cahaya lampu ruangan rumah sakit terasa terlalu terang untuk matanya yang baru saja terbuka. Dia mencoba menggerakkan tangannya, tetapi merasakan genggaman kuat di tangannya."Love..." suara Caid terdengar lembut, namun penuh dengan nada emosional yang jarang ia tunjukkan. Matanya yang biasanya tajam kini dipenuhi rasa khawatir yang sulit disembunyikan. "Kau sadar."Lova mencoba tersenyum tipis, meskipun wajahnya terlihat lelah. "Apa yang terjadi?" tanyanya pelan, suaranya hampir seperti bisikan."Kau pingsan" jawab Caid sambil menatapnya dengan penuh perhatian.Lova terdiam sejenak, mengingat kilasan terakhir yang ia lihat sebelum kehilangan kesadaran. Gambar tubuh Robertino yang tergeletak di lantai kembali menghantui pikirannya. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri."Maaf" gumamnya pelan. "Aku tidak tahu apa yang terjadi... semuanya terlalu berat."C
“Jika ku katakan sekarang semuanya ada dalam kendali Caid Walton, apa kau akan percaya, Relova?”Lova merasa hatinya bergetar. Robertino menyebutkan nama Caid dengan cara yang jauh lebih dalam dan penuh makna. Ada kebenaran di balik kata-kata pria ini, meskipun dia tahu bahwa Robertino adalah seorang yang berbahaya dan manipulatif. Namun, semakin banyak yang diungkap, semakin banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya."Apa yang ingin kau katakan?" suara Lova menjadi lebih tegas, meski masih ada kekhawatiran yang mendera. "Kau mengungkapkan hal-hal yang tidak mudah dipercaya begitu saja.""Percayalah, Relova." Robertino menatapnya dengan mata yang penuh perasaan. "Caid Walton sudah memiliki kendali penuh atas semua permainan ini. Dia bukan hanya kepala kudeta, dia adalah otak di balik semuanya. Semua yang terjadi di sekitar kita... Ada dua sisi dari koin, dan kau baru saja terjebak di salah satunya. Pikirkan baik-baik, dia tidak mungkin bisa menggu
Lova sudah pernah mengatakan jika dia diterlantarkan oleh orang tuanya, kan? Hal itu benar, meskipun alasan dibalik penelantaran itu adalah karena ayahnya menjadi buronan CIATak mengherankan Lova bisa masuk CIA disaat usianya masih 16 tahun dan masuk unit khusus diusia 19 tahun, hal itu karena dirinya adalah putri agen terbaik, kemampuan ayahnya secara tidak langsung menurun pada Lova. Sayangnya, Logan tidak hanya mewariskan kemampuannya tapi juga pengkhinatan ayahnya“Aku ingat sekali dulu dia mengajak bekerja sama dengan Walton dan Kingston untuk mengulingkanku” kekehnya bernostalgia "Dan kau tahu apa yang terjadi pada mereka, bukan?Robertino kembali terkekeh sebelum menjawab “Walton kacau karena Calton dan Kingston dalam masalah karena bisnis narkobanya tercium keamanan dan kau jelas tahu apa yang terjadi pada ayahmu kan? Relova?”Lova menatap tajam Robertino, seakan kata-katanya menyentuh sisi yang dalam, yang hampir tak ingi
Montrouge, Paris, PerancisCaid mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Kali ini tujuan mereka bukanlah sebuah klub seperti dulu, melainkan pada sebuah villa terpencil di pinggiran kota Montrouge“Kau memindahkannya?” Lova bertanya pelan“Hmm, aku tak mau kau datang ke klub itu” Jawab CaidLova melirik Caid dari sudut matanya, alisnya sedikit terangkat. "Oh? Kenapa? Takut aku menggoda pelangganmu lagi?" tanyanya dengan nada penuh sindiran.Caid hanya tersenyum samar, matanya tetap fokus ketika gerbang dibuka oleh seorang penjaga. "Aku hanya tidak ingin kau berada di tempat seperti itu. Bukan tempat yang tepat untuk seseorang sepertimu" jawabnya dengan nada tenang tetapi tegas.“Tumben? Sebelumnya kau tidak bicara begini saat membawaku kesana tanpa pikir panjang”Caid memarkir mobil di depan villa, mesinnya dimatikan dengan gerakan santai tetapi penuh kontrol. Dia menatap Lova sejenak, senyum tipis di wajahnya. "Setelah melihatmu ditatap oleh para bajingan itu. Aku berubah pikiran"
“I’ll burn the world for you” ikrar caidLova terkekeh pelan “Ngomong-ngomong aku belum selesai bicara tadi” ucapnya membuat Caid menarik diri. Dia menatap Lova dengan alis yang sedikit terangkat."Belum selesai bicara? Apa lagi yang kau tuntut dariku, Love?" Lova menghela napas, mencoba menenangkan dirinya sebelum mengutarakan apa yang ia pikirkan. "Aku akan menikah denganmu, nanti" katanya pelan namun tegas. "Tapi ada syaratnya" lanjut Lova, tatapannya tajam seperti pisau. Caid melipat tangannya di dada, wajahnya tenang namun sedikit waspada. "Katakan saja. Apa pun itu, aku bisa mengatasinya.”Lova mengambil langkah mendekat, hanya beberapa inci dari wajah Caid. "Bawa aku menemui Robertino." Tatapan Caid langsung berubah, dingin dan tajam seperti baja. "Robertino?" gumamnya, suaranya hampir tak terdengar. "Untuk apa kau ingin bertemu dengan pemimpin monarki yang sudah dilengserkan itu?" “Aku ingin bertanya padanya” Jawab Lova, baru sekarang dia bisa memikirkan hal itu, sebelum
Lova tercengang, dia tak menyangka jika seorang Meredith adalah selingkuhan Calton WaltonSosok wanita yang selama ini ia anggap tegas, profesional, dan tak tersentuh ternyata memiliki hubungan kelam dengan ayah dari pria yang kini memonopoli pikirannya.“Dia tampak sangat… berbeda dari apa yang kuduga” gumam Lova, hampir berbicara kepada dirinya sendiri. Meredith seperti sosok ibu baginya, sejak awal bergabung dengan CIA, Meredith tak pernah terlibat dengan pria manapun, dia bahkan selalu menggunakan logika dalam menentukan pilihanTunggu...Ada beberapa momen saat Meredith tak bisa ditemui atau menghilang sesaat"Kau harus melihat wajahmu" Calton tertawa kecil melihat reaksi Lova yang tampak kaget sekaligus bingung. Dia berucap santai dengan senyum menyiratkan bahwa dia menikmati kekacauan kecil yang baru saja ia ciptakan.Caid, di sisi lain, memijat pelipisnya dengan ekspresi kesal. "Dad, serius? Haruskah kau selalu membuat semuanya terasa seperti lelucon murahan?"Calton melirik pu
“Goodboy, huh?" suaranya rendah namun berbahaya, hampir seperti geraman.Lova terkekeh, dia mendongak menatap mata abu itu yang menyorotnya tajam.“Apa aku boleh memutar lagu Animal-Marron 5?”Caid mengangkat alis, sedikit terkejut oleh respons tak terduga Lova. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, tapi tatapan tajamnya tidak berubah. "Kau ingin menambah suasana?”Lova mengangkat bahu santai “Aku hanya merasa lagu itu cocok untuk kita”“Siapa pemburunya?”“Kau. Tapi sayangnya sang pemburu terlena pada tangkapannya”Caid tertawa kecil, suara rendahnya bergema di ruangan. Terkadang Lova bersikap dewasa, terkadang nampak seperti anak kecil yang polos dan terkadang menjadi sangat liar. Kombinasi itu membuat Caid tak pernah bosan, selalu terpesona sekaligus tertantang oleh wanita di depannya.Mungkin inilah yang membuat Caid tak bisa melepaskannya bahkan setelah 3 bulan be