“Hidupmu terlalu merepotkan” celetuk Lova dengan nada setengah bercanda setelah Steve dan putrinya menjauh.
Caid tertawa kecil, senyum tpis yang mengejek menghiasi wajahnya yang tampan. “Bukankah hidupmu jauh lebih merepotkan” Caid menjeda sejenak, dia meraih gelas alcohol yang dibawakan oleh seorang pelayan “Hidup dengan dua identitas yang berbeda”
“Aku menyukainya” Jawab Lova singkat
Caid tersenyum tipis lalu menyesap minumannya dan Lova memperhatikan Caid
“Bukannya kau bilang ingin tetap sadar?” Tanyanya
“Satu gelas tidak akan membuatku mabuk”
Lova mengangkat alisnya dengan sedikit skeptis, tetapi tidak berkata apa-apa. Dia tahu Caid cukup kuat untuk menahan satu atau bahkan puluhan gelas minuman tanpa kehilangan kendali, namun tetap saja, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengamati gerak-gerik Caid dengan lebih seksama.
“Yakin? Kau tampaknya cukup
Aleandro Broker, pria berusia 43 tahun itu adalah rekan kerja Calton, ayah Caid. Pria itu datang sebagai CEO perusahaan yang memenangkan tender untuk perumahan elite yang Caid resmikan malam iniDengan setelan jas mahal dan aura old money, Aleandro berjalan menuju sang tokoh utama malam ini, Caid Walton.Awalnya ekspresi wajahnya tenang dan nampak ramah, namun ketika melihat siapa wanita yang mendampingi Caid, ekspresi ramahnya digantikan dengan amarah dan kekesalanLangkahnya menuju Caid semakin cepat dan kuat“Selamat malam Mr Walton” Aleandro menyapa tetapi pandangannya fokus pada Lova“Aleandro…” Lova bergumam pelan namun Caid masih bisa mendengarnyaCaid, yang tidak melewatkan perubahan ekspresi Aleandro dan kegelisahan Lova, tersenyum tipis.Bukankah Aleandro Broker ini salah satu pelanggan Angelic, bagaimana perasaan pria itu melihat Angelic berakhir dengannya, pasti sangat menyenangkan.De
Lova tetap melakukan tugasnya dengan menggantikan Caid minum namun kali ini dia minum bukan untuk formalitas belaka, melainkan untuk melenyapkan bayang-bayang Aleandro dipikirannya.Hati Lova sakit.Aleandro menolaknya.Dan seharusnya Lova tahu jika dari dulu Aleandro hanya menganggapnya anak kecil yang harus dijaga, bukan wanita sejati seperti julukannya Angelic, sang primadona“Hey, kau masih sadar?” Suara Caid sayup-sayup di pendengaran Lova, tetapi kata-katanya seperti menghilang dalam kekacauan pikirannya.“Angelic”“Caid?” Lova berbalik, tetapi pandangannya samar. “Kenapa kau di sini? Kenapa kau tidak pergi bersama paman tua itu?” Suaranya sedikit terngangah, memunculkan kekacauan dalam dirinya.Caid menatapnya “Jangan bilang kau sudah minum terlalu banyak. Kau tidak boleh begini, masih ada tamu yang akan menyapa” ucapnya, berusaha menahan Lova agar tidak terjatuh.
‘Terima kasih... ternyata kau lebih baik dari yang kukira’“Sepertinya ada yang sangat bahagia malam ini”Caid tersentak dari pikirannya ketika Dylan menepuk pundaknya, menariknya kembali ke kenyataan. Senyuman jahil terukir di wajah Dylan, sementara sahabat-sahabat lainnya, Dayn, Lucius dan Enid duduk mengelilingi meja, tampak penasaran dengan apa yang baru saja terjadi.“Apa?” Caid memasang ekspresi tenang dan nada datarnya“Jangan berpura-pura, Caid. Kami semua melihat caramu keluar dari kamar itu dengan ekspresi yang... ya, kita semua tahu apa artinya,” kata Dayn, terkekeh pelan.Caid mengerutkan kening, merasa sedikit terganggu dengan godaan teman-temannya. “Lalu?” jawabnya datar“Ck, tidak menyenangkan sekali” Lucius berdecak sedangkan Enid tetap diam sambil menahan kesal“bagaimana rasanya?” tanya Dylan“Manis”
Lova terbangun kala merasakan perih di perutnya. Tubuhnya terasa lemas dan kepalanya terasa berat seolah-olah dunia berputar di sekitarnya.Dengan susah payah, dia duduk di tepi ranjang, mencoba menenangkan diri, tapi rasa mual yang semakin parah membuatnya terpaksa bergegas mencari kamar mandi.Di sana, Lova muntah dengan perasaan yang bercampur aduk antara ketidaknyamanan fisik dan emosi yang kacau. Ketika akhirnya rasa mual itu mereda, dia berdiri di depan wastafel, menatap cermin, mencoba memahami apa yang terjadi.“Kau bodoh Lova” Lova memaki dirinya sendiri yang terus minum hingga berharap bisa melupakan AleandroTatapannya kemudian beralih ke sekitar kamar mandi yang luas dan mewah, perlahan menyadari bahwa ini bukanlah tempat yang bisa dia kunjungiLova berjalan kembali ke kamar, memperhatikan dekorasi mewah dan detail-detail elegan yang membuat ruangan itu terasa seperti milik seorang konglomerat. Kemudian ingatannya mulai puli
Di sebuah mansion yang sangat mewah itu terdapat seorang wanita yang tengah asik menyesap wine-nya. Suara pintu yang terbuka membuat bibirnya yang dilapisi lipstick berwarna merah menyala itu tersenyum lebar.Dengan cepat wanita itu meletakkan gelas kacanya dimeja dan mendekati sosok pria rupawan yang baru memasuki kamar tempatnya berada“Aku sudah menunggumu” Ucap wanita itu sambil membuka bathrobe nya, menampakan tubuh yang tidak tertutupi apapun. Ia berjalan mendekati Caid dengan tatapan menggoda sambil memainkan tangannya pada tubuhnya sendiri, mengedipkan sebelah mata dan menggigit bibirnya, menggoda sosok pria tampan di depannya ini.“Bagaimana pestanya kemarin?” tanyanya yang tidak mendapatkan jawaban dari Caid, pria itu justru mengeluarkan kalimatnya yang membuatnya tertegun“Kau harus meninggalkan tempat ini sebelum malam, Jess” Seruan datar dan dingin itu membuat langkah wanita itu berhenti sebelum kembali mel
DOR!Suara tembakan menggelegar di kamar itu, menggema di antara dinding-dinding mewah. Jess terhuyung. Dia jatuh ke lantai, napasnya tersengal-sengal, matanya masih menatap Caid dengan tatapan tak percaya.Caid menurunkan pistolnya perlahan, seringai lebar terpatri dibibirnya “Lemah, sepertinya aku keliru memilihmu dulu”“M-maaf” Jess merintih, dia bersyukur Caid tidak benar-benar menembaknya melainkan menembak atap mansionnyaCaid mendekat, seringai lebar masih menghiasi wajahnya. "Kau bilang aku tidak akan dicintai?" ucapnya dengan nada mengejek, sambil menunduk mendekati Jess yang hampir lemas tak berdaya. "Banyak wanita yang menginginkanku, Jess. Mereka semua berebut untuk bisa berada di posisimu. Kau bukanlah yang pertama, dan tentu saja bukan yang terakhir.”Jess mencoba membuka mulutnya, seakan ingin mengucapkan sesuatu, tapi suaranya hanya keluar sebagai bisikan lemah."Namun, sayangnya bagi mereka…" lanjut Caid, suaranya kini lebih rendah dan mengintimidasi, "Aku hanya memili
"Masuklah, biar aku antar" suara berat seorang pria memecah keheningan pagi di depan gedung apartemen Lova. Gadis itu baru saja hendak melangkah ke kampus ketika ia melihat mobil mewah berhenti di depannya.Lova mengerjapkan matanya, sedikit terkejut dengan kemunculan pria yang baru bersamanya dua hari lalu ”Caid Walton?" gumam Lova setengah tidak percaya. Dia menatap pria itu yang keluar dari mobilnya dengan percaya diri, mengenakan setelan kemeja abu yang sangat rapi.“Ya, aku Caid. Dan aku sedang menawarkan tumpangan, jadi masuklah, nona Luvena” Caid mengulangi dengan nada yang tidak memberi ruang untuk penolakan.Lova masih ragu, tatapannya beralih antara Caid dan pintu mobil yang terbuka "Kenapa kau disini?" tanyanya akhirnya, mencoba mencari alasan di balik tawaran tak terduga itu.Caid tersenyum tipis, ekspresinya tenang tapi dengan mata yang memancarkan tekad "Aku punya urusan di kampusmu hari ini. Dan kebetulan aku melihatmu dis
"Kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Lova, nada suaranya mulai mengeras.Caid memarkirkan mobil dengan tenang, mematikan mesin, lalu menoleh ke arah Lova dengan senyum tipis di wajahnya. "Kau bilang tidak ingin dilihat oleh orang lain, bukan? Ini tempat yang paling aman untukmu."Lova menatap sekeliling, lalu mengangguk “Terimakasih atas tumpangannya, selamat tinggal”Caid mengerutkan kening mendengar ucapan Lova "Selamat tinggal?" gumamnya dengan nada penuh kekesalan. Saat Lova meraih pintu mobil untuk keluar, Caid dengan cepat mengunci semua pintu menggunakan tombol di dasbor.Suara "klik" yang keras terdengar, membuat Lova terkejut dan mencoba membuka pintu, namun sia-sia. Pintu terkunci rapat, dan dia tidak bisa keluar.Lova menoleh ke arah Caid, matanya berbentuk almond bak mata rubah itu memincing menatap Caid “Apalagi sekarang?” tanya LovaCaid menatap Lova dengan tatapan dingin "Aku belum selesai berbicara de