Bukannya langsung menjawab pertanyaan kekasihnya yang kini tengah menuntunnya ke pojok ruangan, Debby justru mengajukan protes, “Ko Billy kenapa malah minta Chen-Chen buat pergi sih? Kasihan Chen-Chen, pasti tambah merasa bersalah. Padahal, aku nggak apa-apa kok, Ko. Aku malah jadi nggak enak sama Chen-Chen.”
“Kamu gak usah merasa gak enakan sama Chen-Chen, Baby. Dia akan baik-baik aja kok. Nanti, biar Koko yang omong sama Chen-Chen. Sekarang, jawab pertanyaan Koko tadi,” tuntut William dengan tegas meski nadanya tetap lembut.
“Aku benar nggak apa-apa, Ko. Ayo, sebaiknya kita temui papi sama maminya Koko dulu,” ajak Debby seraya menoleh ke balik bahunya. Meski ia sudah pernah diperlihatkan foto mereka sekali, saat ini ia tidak tahu persis di mana posisi mereka.
“Sudah sampai sini masa nggak langsung menyapa,” sambung Debby.
Selagi Debby berjuang mengendalikan diri sembari menatap wanita yang sudah menghadirkan sang kekasih ke dunia ini, tiba-tiba dua sosok maskulin beda generasi yang berada di dekatnya buka suara berbarengan. Sosok yang lebih tua menegur lembut istrinya sementara panggilan William pada sang mami terdengar seperti protes di telinga Debby.“Mi, jangan nakut-nakutin calon mantu kita. Bisa-bisa dia kabur nanti.”‘Eh?’ Seketika Debby menoleh ke arah papinya William dengan terkejut.“Ish! Papi ini sok-sok negur, padahal sama aja. Siapa coba yang kemarin memelototi Johan waktu diajak ke rumah sama Chen-Chen?” protes maminya William dengan tampang sedikit cemberut yang langsung disambut kekehan sang suami.Debby yang menyaksikan interaksi pasangan paruh baya itu sampai terpana. Ia langsung lupa dengan perasaan gamang yang sempat menyergapnya tadi. Ia melirik kekasihnya yang ternyata tengah menatapnya juga. William langsung mengulas senyum menenangkan. Bersamaan itu, Debby juga merasakan gerakan m
Sejak acara makan malam di rumah keluarga William, hubungan Debby dengan anggota keluarga William yang lain pun semakin dekat. Bukan saja dengan Chen-Chen yang sedari awal memang sudah lumayan dekat, tetapi juga dengan maminya William dan bahkan juga dengan Linda. Sesekali, mereka mengobrol melalui panggilan telepon atau video atau hanya melalui pesan percakapan saja.Meski kadang kala obrolan mereka simpang siur dan bahkan terkesan hanya buang-buang waktu saja saat trio ipar berkumpul di dunia maya, Debby tetap sangat menikmatinya. Ia yang tidak memiliki saudara perempuan sangat menghargai momen-momen tersebut.Debby tengah terkekeh sehabis membaca komentar lucu yang dilontarkan oleh Chen-Chen di grup percakapan ketika sebuah panggilan dari nomor kontak Fanny masuk ke ponselnya. Dengan sigap, Debby langsung menerima panggilan tersebut.“Ya, Fan?” sahut
Melihat wanita yang dikasihinya tertawa bahagia sejak mereka tiba di restoran membuat William puas dengan keputusannya minggu lalu yang menyetujui usul Fanny ini. Bahkan William bisa mengatakan kalau Debby juga sebetulnya sama antusiasnya dengan Fanny saat kedua sahabat itu tengah mempersiapkan acara hari ini. Meski lelaki itu tak pernah meminta kekasihnya untuk bercerita, nyatanya William bisa tahu persis apa saja yang sudah mereka persiapkan dari hari ke hari.William tak bisa menghentikan ujung-ujung bibirnya setiap kali mengingat bagaimana semangatnya sang kekasih saat membagikan hari-harinya selama seminggu terakhir ini. William juga semakin bahagia mengetahui sang kekasih bisa berbaur dengan baik dengan anggota keluarganya yang lain.Kenyataan kalau lelaki yang kini duduk di hadapannya itu pernah mengutarakan isi hatinya pada Debby pun tak mengusik William. Lelaki itu bisa melihat dengan jelas bagaimana perasaan lelaki bertato harimau itu pada Fanny meski ia baru melihatnya beber
Hingga beberapa saat, William terus mendekap tubuh Debby, mengusap-usap kepala berambut burgundi itu sambil membisikkan kata-kata yang menenangkan. Wanita itu sendiri pun masih sesenggukan. Namun, tak lama kemudian, William merasakan ada yang berbeda. Ia tak lagi merasakan pergerakan dari sosok yang dipeluknya. Bahkan suara tangis pun menghilang.William langsung mengurai pelukannya dan mendorong tubuh Debby sedikit menjauh. Begitu tak ada yang menopang tubuh wanita itu selain cengkeraman tangan William, tubuh Debby langsung terkulai lemas. Kepalanya jatuh ke satu sisi.“Oh, Tuhan! Baby!” seru William yang langsung menopang kepala sang kekasih yang ternyata jatuh pingsan. William akhirnya mendudukkan lagi kekasihnya di kursi penumpang dan memasang sabuk pengaman. “Baby, sadarlah!” panggil William lagi sambil menepuk-nepuk pelan pipi Debby.
William serta-merta meloncat dari sofa dan memelesat ke arah kamar tidur Debby. Fanny sudah membuka pintu kamar lebar-lebar. Wanita berambut sebahu itu kini tengah duduk bersimpuh di atas matras, berusaha untuk menangkap tangan Debby.“Ada apa, Fan?” tanya William panik. Lelaki itu langsung meneliti kekasihnya yang masih terbaring di atas matras.Celana pendek bepergiannya sudah berganti dengan celana tidur selutut. Namun, baju atasnya masih sama seperti sebelumnya. Tangan wanita itu bergerak ke sana kemari tak tentu arah. Dari bibirnya, terdengar rintihan, “Jangan … jangan ….”“Debby terus mengigau, Ko. Tadi, waktu aku mengganti celana pendeknya masih nggak apa-apa. Dia diam aja meski mulai menggumam nggak jelas juga. Tapi waktu aku mau coba lepas baju atasnya Debby langsung meronta,” tutur Fanny. “Aku jadi nggak bisa melepas bajunya. Gimana ini, Ko?”William langsung berlutut di sisi pembaringan dengan jantung bertalu-talu. Tangannya berusaha menggapai tangan Debby yang terus bergera
“Oh, Tuhan! Kamu sudah bangun, Baby? Kenapa gak bangunin Koko? Apa yang kamu rasakan sekarang?” William serta-merta mencondongkan tubuh ke depan dan meraba kening Debby lagi.“Ck! Bukannya balas salam, malah balik tanya,” ucap Debby setengah tersenyum setengah mengomel.William langsung terkekeh. “Ya, ya. Sori. Habis, Koko kaget sih tadi.” Dada William sontak mengembang. Lelaki itu memandangi kekasihnya dengan perasaan bahagia yang tiba-tiba muncul dengan meluap-luap. “Selamat pagi, My Baby.” William mengangkat setengah tubuhnya dan membungkuk. Dikecupnya kening sang kekasih dengan sepenuh perasaan, lalu kembali duduk di bangku rias.“Koko senang banget lihat kamu sudah bisa tersenyum lagi seperti ini,” sambung William. Lelaki itu lalu mengulang lagi pertanyaan sebelumnya.“Su
Debby memandang bergantian antara kekasihnya dan sahabatnya. Dalam hati, ia berdoa agar diberi kekuatan. Sepertinya ia harus kembali berurusan dengan hantu masa lalunya. Setelah menghela napas, Debby mengiyakan sambil menganggukkan kepala.“Kamu yakin, Say?” tanya Fanny dengan penuh sangsi.“Eh? Maksudmu?” tanya balik Debby dengan kening berkerut.“Oh, jangan salah paham dulu, Say. Maksudku, kejadian itu kan sudah belasan tahun yang lalu. Fisik orang bisa aja berubah. Aku takut kamu salah mengenali. Aku bukannya mau membela orang itu. Aku cuma nggak mau dan nggak rela melihatmu dalam kondisi kayak semalam dan ternyata salah mengenali orang,” papar Fanny.Debby kembali mengembuskan napas panjang sambil memejamkan mata. Setelah membuka mata, ia memandang kekasihnya. “Apa Koko juga berpikir kayak gitu? Aku salah mengenal
Teriakan maminya membuat Debby terkaget-kaget. Ia sampai menjauhkan ponsel dari daun telinganya. Debby langsung bertukar pandang dengan Fanny yang tengah menyetir. Wanita berambut cokelat tua sebahu itu tampaknya juga mendengar teriakan sang mami. Raut terkejut jelas-jelas terpampang di wajah persegi milik Fanny.Belum hilang rasa kagetnya, Debby kembali mendengar teriakan sang mami. “Debbora Anastasia! Kamu dengar omongan Mami, gak?!”Debby buru-buru mendekatkan lagi ponselnya ke telinga. “Iya, Mi. Aku dengar. Ada apa sih? Ini aku lagi di jalan. Nanti, aku telepon Mami kalau sudah di rumah, ya?”Rasa kagetnya mengalahkan rasa kesalnya. Beruntung Debby masih bisa menahan lidah untuk tidak terpancing melawan sang mami.“Gak usah cari-cari alasan buat mengelak! Cari tempat parkir kalau perlu!” semprot Liliana lagi.Debby menge
William sangat terkejut mendengar penuturan Debby. Ia sama sekali tak mengira jika kekasihnya memiliki ketakutan sampai seperti itu. William mengulurkan tangan hendak menenangkan sang kekasih yang kembali berderai air mata. Ia terenyuh melihat wanita itu bahkan bernapas dengan tersengal-sengal.Namun, belum sempat merengkuh sang kekasih, William kembali dikejutkan dengan suara jeritan histeris yang terdengar tiba-tiba. William dan Debby yang masih menangis sontak menoleh berbarengan ke sumber suara.“Jangan lagi, ya, Tuhan! Jangan lagi!” desis seseorang yang baru saja tiba hingga berkali-kali.Dalam sekejap, suara tangis di sisi William pun lenyap, berganti dengan kesiap tajam. Lelaki itu pun tak kalah terperanjat saat menatap kedua sosok yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu. Satu orang memapah yang lainnya yang tampak tak baik-baik saja. Buru-buru William ban
“Apa maksudmu, Baby?!” tuntut William yang kaget setengah mati.Jantungnya langsung menggila mendengar keputusan sepihak yang meluncur dari bibir mungil sang kekasih. Hati William menolak keras untuk mencerna maksud yang terkandung di dalamnya. Namun, otaknya jelas-jelas menerima pesan tersebut dengan sangat gamblang. Seketika, otaknya dipenuhi dengan kata-kata keramat yang sangat dihindari oleh lelaki itu.William pun langsung menyambar tangan Debby yang keburu membelakanginya. Namun, sebelum tubuh kekasihnya berbalik sepenuhnya, William masih sempat melihat kekasihnya menutup mulut dan mendengar suara isakan lirih. William langsung mengernyit. Hatinya sedikit terusik dengan sikap dan omongan Debby yang lagi-lagi saling bertolak belakang di saat bersamaan.“Baby?” panggil William dengan lebih lembut saat wanita itu tetap me
William berusaha keras untuk tidak menyentuh wanita yang duduk di sampingnya—meski tak sedekat biasanya, apalagi saat wanita itu mengangguk tak mantap sambil menggigit bibir bawahnya.“Kurang lebih,” jawab Debby. “Aku sadar kalau aku selalu menghindar tiap kali Koko memintaku buat melangkah ke jenjang yang lebih serius. Kupikir aku bisa kayak gitu dulu buat sementara waktu. Tapi ternyata yang terakhir kemarin itu ....”Debby mengangkat bahu sambil tersenyum sendu sementara William agak terusik dengan sesuatu yang diucapkan kekasihnya. Ia pun menautkan kedua alisnya meski berusaha untuk tak menyela.“Aku nggak tahu apa yang terakhir itu yang paling parah,” lanjut Debby, “atau justru saking banyaknya Koko nimbun kekesalan jadi bikin Koko jaga jarak sama aku. Tapi apa pun itu, yang jelas aku mau minta maaf sama Koko soal ini. Bolak-balik aku selalu mengecewakan Koko. M
“Wow!” seru Debby yang masih takjub dengan kabar bahagia yang dibawa oleh sahabatnya. Ujung-ujung bibir Debby sudah terangkat sejak tadi.“Jadi, benar ini dari Ko Niel?” tanya Debby lagi sembari mencermati sebentuk cincin bermata berlian tunggal yang tersemat pada jari manis tangan Fanny.Wanita berambut sebahu itu sekarang sudah duduk di hadapannya. Namun, Debby belum melepas genggaman tangannya sejak dirinya melihat kilau sebuah cincin baru yang ia tahu belum pernah dikenakan oleh Fanny sebelumnya.Debby ikut berbahagia untuk Fanny yang senyumnya juga tak pernah lekang dari wajah perseginya sejak muncul di hadapan Debby. “Aku benar-benar ikut senang, Fan. Ya ampun. Selamat, ya, Say. Selamat. Omong-omong, kapan Ko Niel melamar?”“Uhm ... baru hari Sabtu kemarin sih,” ucap Fanny dengan pipi merona.
Di hadapan William, kini tersaji semangkuk bubur ayam tanpa kuah bumbu. Hanya ada bubur nasi yang sudah bercampur dengan potongan daging ayam dengan pugasan kulit pangsit goreng, irisan seledri, tongcai, dan cakwe. Kekasihnya bahkan juga menyediakan kecap asin di mangkuk terpisah yang ukurannya jauh lebih kecil.William kembali termangu sambil menatap sajian itu. Hatinya benar-benar terbelah dua. Ia merasa sangat bahagia sekaligus frustrasi. Baru kali ini, ia dilayani untuk sarapan sampai sedemikian rupa, apalagi oleh wanita yang sangat dicintai dan diinginkannya. Selain sosok sang mami tentu saja.“Kenapa cuma dilihat aja, Ko? Oh, astaga! Apa Koko nggak suka bubur ayam?”Suara merdu sang kekasih menyentak angan William. Ia gelagapan sesaat sebelum menimpali, “Oh, gak apa-apa kok, Baby. Siapa bilang Koko gak suka bubur ayam? Koko cuma lagi
William memang memutuskan untuk bersikap biasa saja sebelum mengetahui dengan pasti apa keinginan kekasihnya dari hubungan mereka ini. Namun, tetap saja lelaki itu tak bisa menahan ujung-ujung bibirnya yang mulai terangkat setelah mendengar pesan suara dari Debby. Ia pun melempar tubuhnya ke matras sambil terkekeh kecil.“Ya, Tuhan. Seperti ini nih yang bikin Koko gak bisa berpaling dari kamu, Baby. Bagaimana kelak Koko bisa hidup tanpamu?”Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi. Ada satu lagi pesan suara yang masuk dari kekasihnya.“Ko Billy? Koko baik-baik aja? Kenapa nggak ada respons, Ko? Aku tahu Koko sudah buka pesan suaraku. Jangan nakut-nakutin aku, Ko. Aku mencemaskan Koko. Kalau Koko butuh aku, bilang aja. Aku bakal menemani Koko. Aku sayang sama Koko.”Lagi-lagi William tak bisa menahan senyum. Namun, se
William terjun ke dalam air dan langsung menghilang di bawah permukaan air yang seketika bergolak seakan baru saja terjadi gempa bumi. Setelah satu-dua menit, tiba-tiba William kembali muncul ke permukaan dengan gerakan yang kembali mengentak keras. Permukaan air pun kembali berguncang sementara air memercik ke mana-mana saat kepala William menengadah ke langit malam dengan gerakan cepat.Bibir William langsung terbuka lebar dengan suara tarikan napas yang terdengar sangat jelas. Sejurus kemudian, dadanya bergerak naik turun dengan sangat cepat. Ia sengaja menahan napas selama berada di dalam air. Egonya tengah tertantang untuk menguji batas kemampuan dirinya.Tanpa mengambil jeda untuk menetralkan debar jantungnya yang masih menggila, William kembali masuk ke dalam air setelah menghirup napas dalam-dalam. Kali ini, ia meluncur dengan cepat seperti ikan di bawah permukaan air yang langs
Debby menatap sosok laki-laki yang pada suatu waktu dahulu sangat dikaguminya, tetapi juga sekaligus sosok yang menorehkan luka yang dalam di hatinya. Debby menghela napas sambil menautkan tangan pada jari jemari William.“Ko Yuyun,” panggil Debby dengan penuh kesabaran, “aku benar-benar sudah memaafkan Koko. Tapi tolong jangan buat aku menyesali keputusanku ini. Berhentilah meminta sesuatu yang sudah nggak bisa kuberikan lagi. Aku berusaha buat menghormati Koko lagi sekarang.“Tapi kalau Koko terus-terusan memaksa, jangan salahkan aku kalau aku akhirnya benar-benar kehilangan respek sama Koko. Hal yang bisa kuberi saat ini cuma maaf buat Koko, nggak lebih. Jadi, tolong mengertilah, Ko. Aku nggak mungkin balik lagi sama Koko.”Untuk sesaat, Yunan hanya menatap Debby lurus-lurus dengan bibir membentuk garis lurus. Lelaki berambut gondrong itu diam seribu bahasa, hany
Warning!!! Mengandung adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!*****Urat kendali diri William benar-benar sudah super tegang. Rasanya hanya butuh sentuhan ringan saja untuk memutus tali tak kasatmata itu. Ia bisa meledak kapan saja. William sampai ketakutan dengan dirinya sendiri. Ia seperti tak mengenali lagi sosoknya sendiri.Sebelum mengenal Debby, ia tak pernah lepas kendali. Namun, sekarang ini rasa-rasanya ia sanggup dan bersedia menghancurkan seseorang demi orang yang dikasihinya. Ia siap bertarung habis-habisan dengan siapa pun tanpa peduli risikonya!William benar-benar tak terima kekasihnya hendak diserobot dengan terang-terangan di bawah hidungnya!“Lebih baik diselesaikan sekarang aja, Ko, biar nggak berlarut-larut. Aku juga nggak mau terus-terusan kayak gini. Tolong percaya sama aku, Ko,&rd