Hingga beberapa saat, William terus mendekap tubuh Debby, mengusap-usap kepala berambut burgundi itu sambil membisikkan kata-kata yang menenangkan. Wanita itu sendiri pun masih sesenggukan. Namun, tak lama kemudian, William merasakan ada yang berbeda. Ia tak lagi merasakan pergerakan dari sosok yang dipeluknya. Bahkan suara tangis pun menghilang.
William langsung mengurai pelukannya dan mendorong tubuh Debby sedikit menjauh. Begitu tak ada yang menopang tubuh wanita itu selain cengkeraman tangan William, tubuh Debby langsung terkulai lemas. Kepalanya jatuh ke satu sisi.
“Oh, Tuhan! Baby!” seru William yang langsung menopang kepala sang kekasih yang ternyata jatuh pingsan. William akhirnya mendudukkan lagi kekasihnya di kursi penumpang dan memasang sabuk pengaman. “Baby, sadarlah!” panggil William lagi sambil menepuk-nepuk pelan pipi Debby.
<William serta-merta meloncat dari sofa dan memelesat ke arah kamar tidur Debby. Fanny sudah membuka pintu kamar lebar-lebar. Wanita berambut sebahu itu kini tengah duduk bersimpuh di atas matras, berusaha untuk menangkap tangan Debby.“Ada apa, Fan?” tanya William panik. Lelaki itu langsung meneliti kekasihnya yang masih terbaring di atas matras.Celana pendek bepergiannya sudah berganti dengan celana tidur selutut. Namun, baju atasnya masih sama seperti sebelumnya. Tangan wanita itu bergerak ke sana kemari tak tentu arah. Dari bibirnya, terdengar rintihan, “Jangan … jangan ….”“Debby terus mengigau, Ko. Tadi, waktu aku mengganti celana pendeknya masih nggak apa-apa. Dia diam aja meski mulai menggumam nggak jelas juga. Tapi waktu aku mau coba lepas baju atasnya Debby langsung meronta,” tutur Fanny. “Aku jadi nggak bisa melepas bajunya. Gimana ini, Ko?”William langsung berlutut di sisi pembaringan dengan jantung bertalu-talu. Tangannya berusaha menggapai tangan Debby yang terus bergera
“Oh, Tuhan! Kamu sudah bangun, Baby? Kenapa gak bangunin Koko? Apa yang kamu rasakan sekarang?” William serta-merta mencondongkan tubuh ke depan dan meraba kening Debby lagi.“Ck! Bukannya balas salam, malah balik tanya,” ucap Debby setengah tersenyum setengah mengomel.William langsung terkekeh. “Ya, ya. Sori. Habis, Koko kaget sih tadi.” Dada William sontak mengembang. Lelaki itu memandangi kekasihnya dengan perasaan bahagia yang tiba-tiba muncul dengan meluap-luap. “Selamat pagi, My Baby.” William mengangkat setengah tubuhnya dan membungkuk. Dikecupnya kening sang kekasih dengan sepenuh perasaan, lalu kembali duduk di bangku rias.“Koko senang banget lihat kamu sudah bisa tersenyum lagi seperti ini,” sambung William. Lelaki itu lalu mengulang lagi pertanyaan sebelumnya.“Su
Debby memandang bergantian antara kekasihnya dan sahabatnya. Dalam hati, ia berdoa agar diberi kekuatan. Sepertinya ia harus kembali berurusan dengan hantu masa lalunya. Setelah menghela napas, Debby mengiyakan sambil menganggukkan kepala.“Kamu yakin, Say?” tanya Fanny dengan penuh sangsi.“Eh? Maksudmu?” tanya balik Debby dengan kening berkerut.“Oh, jangan salah paham dulu, Say. Maksudku, kejadian itu kan sudah belasan tahun yang lalu. Fisik orang bisa aja berubah. Aku takut kamu salah mengenali. Aku bukannya mau membela orang itu. Aku cuma nggak mau dan nggak rela melihatmu dalam kondisi kayak semalam dan ternyata salah mengenali orang,” papar Fanny.Debby kembali mengembuskan napas panjang sambil memejamkan mata. Setelah membuka mata, ia memandang kekasihnya. “Apa Koko juga berpikir kayak gitu? Aku salah mengenal
Teriakan maminya membuat Debby terkaget-kaget. Ia sampai menjauhkan ponsel dari daun telinganya. Debby langsung bertukar pandang dengan Fanny yang tengah menyetir. Wanita berambut cokelat tua sebahu itu tampaknya juga mendengar teriakan sang mami. Raut terkejut jelas-jelas terpampang di wajah persegi milik Fanny.Belum hilang rasa kagetnya, Debby kembali mendengar teriakan sang mami. “Debbora Anastasia! Kamu dengar omongan Mami, gak?!”Debby buru-buru mendekatkan lagi ponselnya ke telinga. “Iya, Mi. Aku dengar. Ada apa sih? Ini aku lagi di jalan. Nanti, aku telepon Mami kalau sudah di rumah, ya?”Rasa kagetnya mengalahkan rasa kesalnya. Beruntung Debby masih bisa menahan lidah untuk tidak terpancing melawan sang mami.“Gak usah cari-cari alasan buat mengelak! Cari tempat parkir kalau perlu!” semprot Liliana lagi.Debby menge
Ditatapnya sekali lagi hasil ketikan Fanny yang tidak dikirim pada ruang percakapan antara dirinya dengan sahabatnya.“Tapi dari mana dia tahu?” Debby membaca ulang pertanyaan Fanny dalam hati. Kali kedua membaca pertanyaan tersebut berikut jawaban yang sempat terlintas tadi, bukan lagi ketakutan yang Debby rasakan, melainkan kemarahan.“Benar, kemungkinan yang masuk akal kayaknya cuma satu. Dari mana lagi orang gila itu sampai tahu soal semalam, apalagi sampai tahu kapan Ko Billy pulang!” batin Debby dengan hati yang panas. “Awas aja kamu, ya!” geram Debby lagi dalam hati.Dengan menggunakan kedua tangan, Debby mengetik super cepat pikiran yang sempat melintas di kepala. “Aku yakin seratus persen kalau dia memata-matai aku, Fan! Kamu dengar, nggak, tadi waktu mamiku bilang kalau Ko William baru keluar rumah siang tadi? Jang
Debby menggigit bibir bawahnya. Ia ragu-ragu sejenak. ‘Apa bijak kalau aku tanya ini sama Papi? Jangan-jangan Papi nanti malah jadi ….’“Ada apa, Princess? Kok malah diam.”“Hmm, nggak ada apa-apa kok, Pi. Makasih banyak Papi sudah percaya sama Debby,” ucap wanita itu pada akhirnya.“Ya, ya. Kalian hati-hati di sana, Princess. Sampaikan terima kasih Papi sama Fanny. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Papi. Oke?”“Ya, Pi. Ucapannya nanti Debby sampaikan.”“Ada apa, Say? Om Gun bilang apa? Apa Om percaya sama kamu?” cecar Fanny begitu sambungan ponsel dimatikan.“Iya. Iya, Fan! Papi percaya sama aku! Ya, Tuhan! Apa kamu bisa bayangin kayak apa perasaanku tadi, Fan? Rasanya kayak lagi nunggu hukuman.&rdquo
Warning!!! Mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!*****Selama sepersekian detik, Debby menatap horor pada tubuh Fanny yang tergeletak di atas lantai carport. Wanita berambut sebahu itu tengah mengerang dengan kantong plastik berisi pesanan makan malam mereka yang sebagian isinya sudah berserakan di dekat kaki Fanny.“Fanny!” jerit Debby yang langsung memelesat ke arah wanita itu tergeletak. “Kamu kenapa, Fan? Apa yang terjadi?” tanya Debby sambil berjongkok.Suara erangan yang lebih keras kembali terdengar dari bibir Fanny sebelum dengan terbata-bata, ia bergumam, “Hati-hati ….”Debby mengernyit mendengar peringatan Fanny. Namun, belum sempat mencerna dan bertanya lebih jauh, tiba-tiba Debby kembali dikejutkan dengan sekelebat bayangan yang bergerak di sampingnya. Kepal
Warning!!! Mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!*****Debby langsung meronta dan menjauhkan wajahnya sejauh mungkin dari serbuan bibir Ferdinand. Meskipun tak pernah berhasil mengenai bibir, tetap saja Debby merasa jijik dan bergidik ngeri saat merasakan bibir lelaki itu menyentuh kulitnya di tempat-tempat lain. Ia melipat bibirnya kuat-kuat sementara dalam hati ia menjerit minta tolong. Usahanya untuk melepaskan diri dari cekalan tangan Ferdinand pun tak membuahkan hasil, hanya membuat pergelangannya semakin sakit saja.Tiba-tiba lelaki itu berhenti menyerang Debby. Namun, bukannya lega, Debby justru semakin waswas dan ketakutan. “Mau apa kamu?!” teriak Debby dengan jantung berdentam-dentam saat lelaki itu sekarang menyatukan tangannya dan menahannya di atas perut dengan satu tangan.Debby masih berusaha untuk melepaskan diri s
William sangat terkejut mendengar penuturan Debby. Ia sama sekali tak mengira jika kekasihnya memiliki ketakutan sampai seperti itu. William mengulurkan tangan hendak menenangkan sang kekasih yang kembali berderai air mata. Ia terenyuh melihat wanita itu bahkan bernapas dengan tersengal-sengal.Namun, belum sempat merengkuh sang kekasih, William kembali dikejutkan dengan suara jeritan histeris yang terdengar tiba-tiba. William dan Debby yang masih menangis sontak menoleh berbarengan ke sumber suara.“Jangan lagi, ya, Tuhan! Jangan lagi!” desis seseorang yang baru saja tiba hingga berkali-kali.Dalam sekejap, suara tangis di sisi William pun lenyap, berganti dengan kesiap tajam. Lelaki itu pun tak kalah terperanjat saat menatap kedua sosok yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu. Satu orang memapah yang lainnya yang tampak tak baik-baik saja. Buru-buru William ban
“Apa maksudmu, Baby?!” tuntut William yang kaget setengah mati.Jantungnya langsung menggila mendengar keputusan sepihak yang meluncur dari bibir mungil sang kekasih. Hati William menolak keras untuk mencerna maksud yang terkandung di dalamnya. Namun, otaknya jelas-jelas menerima pesan tersebut dengan sangat gamblang. Seketika, otaknya dipenuhi dengan kata-kata keramat yang sangat dihindari oleh lelaki itu.William pun langsung menyambar tangan Debby yang keburu membelakanginya. Namun, sebelum tubuh kekasihnya berbalik sepenuhnya, William masih sempat melihat kekasihnya menutup mulut dan mendengar suara isakan lirih. William langsung mengernyit. Hatinya sedikit terusik dengan sikap dan omongan Debby yang lagi-lagi saling bertolak belakang di saat bersamaan.“Baby?” panggil William dengan lebih lembut saat wanita itu tetap me
William berusaha keras untuk tidak menyentuh wanita yang duduk di sampingnya—meski tak sedekat biasanya, apalagi saat wanita itu mengangguk tak mantap sambil menggigit bibir bawahnya.“Kurang lebih,” jawab Debby. “Aku sadar kalau aku selalu menghindar tiap kali Koko memintaku buat melangkah ke jenjang yang lebih serius. Kupikir aku bisa kayak gitu dulu buat sementara waktu. Tapi ternyata yang terakhir kemarin itu ....”Debby mengangkat bahu sambil tersenyum sendu sementara William agak terusik dengan sesuatu yang diucapkan kekasihnya. Ia pun menautkan kedua alisnya meski berusaha untuk tak menyela.“Aku nggak tahu apa yang terakhir itu yang paling parah,” lanjut Debby, “atau justru saking banyaknya Koko nimbun kekesalan jadi bikin Koko jaga jarak sama aku. Tapi apa pun itu, yang jelas aku mau minta maaf sama Koko soal ini. Bolak-balik aku selalu mengecewakan Koko. M
“Wow!” seru Debby yang masih takjub dengan kabar bahagia yang dibawa oleh sahabatnya. Ujung-ujung bibir Debby sudah terangkat sejak tadi.“Jadi, benar ini dari Ko Niel?” tanya Debby lagi sembari mencermati sebentuk cincin bermata berlian tunggal yang tersemat pada jari manis tangan Fanny.Wanita berambut sebahu itu sekarang sudah duduk di hadapannya. Namun, Debby belum melepas genggaman tangannya sejak dirinya melihat kilau sebuah cincin baru yang ia tahu belum pernah dikenakan oleh Fanny sebelumnya.Debby ikut berbahagia untuk Fanny yang senyumnya juga tak pernah lekang dari wajah perseginya sejak muncul di hadapan Debby. “Aku benar-benar ikut senang, Fan. Ya ampun. Selamat, ya, Say. Selamat. Omong-omong, kapan Ko Niel melamar?”“Uhm ... baru hari Sabtu kemarin sih,” ucap Fanny dengan pipi merona.
Di hadapan William, kini tersaji semangkuk bubur ayam tanpa kuah bumbu. Hanya ada bubur nasi yang sudah bercampur dengan potongan daging ayam dengan pugasan kulit pangsit goreng, irisan seledri, tongcai, dan cakwe. Kekasihnya bahkan juga menyediakan kecap asin di mangkuk terpisah yang ukurannya jauh lebih kecil.William kembali termangu sambil menatap sajian itu. Hatinya benar-benar terbelah dua. Ia merasa sangat bahagia sekaligus frustrasi. Baru kali ini, ia dilayani untuk sarapan sampai sedemikian rupa, apalagi oleh wanita yang sangat dicintai dan diinginkannya. Selain sosok sang mami tentu saja.“Kenapa cuma dilihat aja, Ko? Oh, astaga! Apa Koko nggak suka bubur ayam?”Suara merdu sang kekasih menyentak angan William. Ia gelagapan sesaat sebelum menimpali, “Oh, gak apa-apa kok, Baby. Siapa bilang Koko gak suka bubur ayam? Koko cuma lagi
William memang memutuskan untuk bersikap biasa saja sebelum mengetahui dengan pasti apa keinginan kekasihnya dari hubungan mereka ini. Namun, tetap saja lelaki itu tak bisa menahan ujung-ujung bibirnya yang mulai terangkat setelah mendengar pesan suara dari Debby. Ia pun melempar tubuhnya ke matras sambil terkekeh kecil.“Ya, Tuhan. Seperti ini nih yang bikin Koko gak bisa berpaling dari kamu, Baby. Bagaimana kelak Koko bisa hidup tanpamu?”Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi. Ada satu lagi pesan suara yang masuk dari kekasihnya.“Ko Billy? Koko baik-baik aja? Kenapa nggak ada respons, Ko? Aku tahu Koko sudah buka pesan suaraku. Jangan nakut-nakutin aku, Ko. Aku mencemaskan Koko. Kalau Koko butuh aku, bilang aja. Aku bakal menemani Koko. Aku sayang sama Koko.”Lagi-lagi William tak bisa menahan senyum. Namun, se
William terjun ke dalam air dan langsung menghilang di bawah permukaan air yang seketika bergolak seakan baru saja terjadi gempa bumi. Setelah satu-dua menit, tiba-tiba William kembali muncul ke permukaan dengan gerakan yang kembali mengentak keras. Permukaan air pun kembali berguncang sementara air memercik ke mana-mana saat kepala William menengadah ke langit malam dengan gerakan cepat.Bibir William langsung terbuka lebar dengan suara tarikan napas yang terdengar sangat jelas. Sejurus kemudian, dadanya bergerak naik turun dengan sangat cepat. Ia sengaja menahan napas selama berada di dalam air. Egonya tengah tertantang untuk menguji batas kemampuan dirinya.Tanpa mengambil jeda untuk menetralkan debar jantungnya yang masih menggila, William kembali masuk ke dalam air setelah menghirup napas dalam-dalam. Kali ini, ia meluncur dengan cepat seperti ikan di bawah permukaan air yang langs
Debby menatap sosok laki-laki yang pada suatu waktu dahulu sangat dikaguminya, tetapi juga sekaligus sosok yang menorehkan luka yang dalam di hatinya. Debby menghela napas sambil menautkan tangan pada jari jemari William.“Ko Yuyun,” panggil Debby dengan penuh kesabaran, “aku benar-benar sudah memaafkan Koko. Tapi tolong jangan buat aku menyesali keputusanku ini. Berhentilah meminta sesuatu yang sudah nggak bisa kuberikan lagi. Aku berusaha buat menghormati Koko lagi sekarang.“Tapi kalau Koko terus-terusan memaksa, jangan salahkan aku kalau aku akhirnya benar-benar kehilangan respek sama Koko. Hal yang bisa kuberi saat ini cuma maaf buat Koko, nggak lebih. Jadi, tolong mengertilah, Ko. Aku nggak mungkin balik lagi sama Koko.”Untuk sesaat, Yunan hanya menatap Debby lurus-lurus dengan bibir membentuk garis lurus. Lelaki berambut gondrong itu diam seribu bahasa, hany
Warning!!! Mengandung adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!*****Urat kendali diri William benar-benar sudah super tegang. Rasanya hanya butuh sentuhan ringan saja untuk memutus tali tak kasatmata itu. Ia bisa meledak kapan saja. William sampai ketakutan dengan dirinya sendiri. Ia seperti tak mengenali lagi sosoknya sendiri.Sebelum mengenal Debby, ia tak pernah lepas kendali. Namun, sekarang ini rasa-rasanya ia sanggup dan bersedia menghancurkan seseorang demi orang yang dikasihinya. Ia siap bertarung habis-habisan dengan siapa pun tanpa peduli risikonya!William benar-benar tak terima kekasihnya hendak diserobot dengan terang-terangan di bawah hidungnya!“Lebih baik diselesaikan sekarang aja, Ko, biar nggak berlarut-larut. Aku juga nggak mau terus-terusan kayak gini. Tolong percaya sama aku, Ko,&rd