Share

Tamu spesial

Penulis: Harumi Aina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-07 22:26:32

Bab 3 : Tamu spesial

"Apanya yang nggak ada? Apa Mas mau melihat siapa yang jadi maling sebenarnya? Yakin Mas nggak terkejut nanti atau Mas udah tau?" tanyaku menjebaknya. 

"Eh, eng-nggak kok! Mungkin memang benar rusak. Ya udah, nggak usah dibahas lagi. Mas mau mandi dulu," katanya sambil masuk ke kamar mandi. 

Aku tertawa dalam hati, terus sajalah kamu membohongiku Mas. Satu bukti sudah ada di tanganku, tinggal mencari bukti perselingkuhan kalian. Sengaja aku masih menyuruh ibu tinggal di sini untuk memuluskan rencanaku. 

Ya, aku punya rencana untuk menghancurkan mereka. Jangan mereka pikir selama ini aku diam mengalah itu karena takut. Aku hanya mencari waktu yang tepat dan ibulah yang membuat rencanaku berjalan. 

Mas Lucky tidak pernah tau siapa aku sebenarnya. Karena sebelum menikah aku adalah seorang wanita yang bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan. Namun, baru beberapa bulan bekerja  karena fitnah seseorang membuatku dipecat. 

Setelah dipecat, aku membantu ibu berjualan di pasar. Saat itulah aku ketemu dengan Mas Lucky sedang belanja. Aku membantunya memilih sayur segar, sejak saat itu dengan berbagai alasan Mas Lucky kerap datang ke pasar. 

Sebulan perkenalan, Mas Lucky melamar dan mengajakku menikah. Akan tetapi, mamanya tak merestui hubungan kami. Oleh karena itu, kami tetap menikah dengan sederhana di rumahku. 

Mas Lucky tidak pernah tau kalo aku ini pernah bekerja di perusahaan. Karena dia tak pernah bertanya, Mas Lucky taunya aku penjual sayur di pasar. Sekarang itu sangat menguntungkan diriku, jadi Mas Lucky tidak curiga aku yang menghapus rekaman cctv itu. 

Tanpa menunggu Mas Lucky siap mandi, aku turun ke bawah lagi melihat keadaan ibu. Pasti jamu buatan Bi Inem sudah siap dimasak. Sebelum ke dapur aku ke kamar, ternyata Bi Inem lagi menyuapi ibu minum jamu. 

Ibu tersenyum kala aku nongol. "Gimana, Bu jamunya?" tanyaku sambil duduk di kursi yang terletak dekat tempat tidur. 

"Enak, Bi Inem pandai membuatnya," puji ibu melirik Bi Inem. 

Bi Inem tersipu malu. "Ibu bisa aja, saya dulu memang penjual jamu saat di kampung." 

"Pantas, tapi kenapa nggak jual jamu lagi, Bi?" tanyaku ingin tau. 

"Saya nggak mau tinggal di kampung lagi karena suami saya menikah lagi dengan janda muda. Sakit hati saya setiap ketemu dia, makanya saya merantau kemari sebagai pembantu," jelas Bi Inem dengan mata berkaca-kaca. 

Aku menggeleng mendengar kisah hidup Bi Inem. Semua lelaki sama saja tidak muda tidak tua suka selingkuh. Ibu beruntung karena almarhum bapak tetap setia hingga meninggal. 

Saat asyik mengobrol terdengar teriakan mertua memanggil Bi Inem. "Inem ... Di mana kamu?" Seketika wajah Bi Inem pucat pasi. 

"Aduh, gimana ini Non?" tanya Bi Inem takut. 

"Bibi jujur aja, Mama nggak akan marah, udah sana temui Mama!" pintaku. 

Bi Inem mengangguk kemudian menyerahkan gelas jamu padaku. Lalu gantian memberi minum jamu pada ibu. 

"Yu, kalo Bu Inem dimarah besan gimana? Ibu takut dia diperlakukan seperti ibu tadi," lirih ibu sedih. 

"Nggak, Bu! Selama Bi Inem nggak melakukan kesalahan fatal, Mama cuma akan memarahinya aja. Sudah sering Bi Inem kena marah Mama," jawabku menghibur ibu. 

"Inem, dari mana kamu dipanggil dari tadi nggak menyahut?" tanya mertua keras. 

Aku dan ibu mendengar suara mertua karena kamar dekat dengan dapur. Mama pasti sudah sampai ke dapur mencari Bi Inem jadi suaranya sungguh terdengar jelas. 

"Ma-maaf Nyonya, saya tadi di kamar ibunya Non Ayu," ucap Bi Inem gugup. 

"Ngapain kamu di kamarnya? Saya ini majikan kamu bukan dia, paham!" hardik mertua tak suka. 

Ibu gelisah menatapku terus dan merasa bersalah. Melihat ibu yang tak tenang, aku pun keluar untuk membantu Bi Inem bicara. Terlihat mertua berkacak pinggang memarahi Bi Inem. 

"Bi Inem membuatkan jamu untuk ibu, jadi Mama nggak perlu marah. Tubuh ibu sakit karena Mama tendang tadi apa Mama mau bawa berobat ibuku?" tanyaku sambil masuk ke dapur meletakkan gelas bekas jamu. 

Melihatku muncul dan protes, mertua pun berhenti marah. Aku mencuci gelas untuk melihat reaksinya, Bi Inem segera menghampiriku. "Nggak usah dicuci, Non! Biar saya aja yang nyuci," cegah Bi Inem. 

"Nggak apa-apa, Bi! Bibi urus Mama aja, Mama udah nggak marah lagi," kataku sambil melirik mertua yang masih terdiam. 

"Inem, sini! Nanti kamu masak yang banyak dan enak. Ada tamu spesial yang akan datang," titah Mama seraya memberikan uang belanja. 

"Baik, Nyonya. Saya akan segera belanja," sahut Bi Inem tergesa-gesa pergi. 

"Yu, nanti malam ada tamu yang datang. Mama minta ibumu jangan sampai keluar dan terlihat tamu. Mama mengizinkan ibumu di sini bukan berarti bisa berbuat sesuka hati, mengerti!" ujar mertua menatapku malas. 

"Ayu mengerti, Ma! Lagian ibu juga nggak leluasa bergerak, tubuhnya masih sakit. Untung aja nggak parah kalo sampai pingsan, Ayu bakal laporkan Mama ke polisi," ancamku membuat mertua bergidik. 

Mertua lalu pergi dengan kesal, aku cuma tertawa melihatnya. Ternyata senang juga membuatnya takut. Gantian aku yang akan menindas mereka, seperti dulu mereka selalu membuatku susah dan harus mematuhi semua perkataan mereka. 

Ngomong-ngomong siapa tamu yang akan datang nanti malam, ya? Apakah aku juga ikut menyambut atau di dalam saja seperti ibu. Tapi, mertua tadi tak ada berkata berarti boleh. Bukankah tiap ada tamu yang datang mertua tetap mengenalkan aku. 

Ah, siapapun dia bodoh amat. Selama tidak menghina ibu, aku akan bersikap seperti biasa. Selesai di dapur, aku masuk kamar untuk menunaikan sholat Maghrib, azan sudah berkumandang. 

Mas Lucky tertidur, lantas aku bangunkan. "Mas, bangun sudah Maghrib!" kataku mengguncang tubuhnya. 

"Apa sih? Ganggu orang tidur aja!" katanya marah. 

"Sudah Maghrib, Mas! Bangun, sholat." 

"Bentar lagi, ngantuk ini." 

"Kata Mama, Maya akan datang untuk makan malam di sini," ucapku sedikit keras di telinga Mas Lucky. 

Sengaja aku berbohong untuk melihat reaksinya. Pasti Mas Lucky akan senang mendengar kekasih gelapnya datang. Benar saja, refleks Mas Lucky bangun sambil mengucek matanya. 

"Apa kamu bilang, siapa yang datang?" tanyanya ingin jelas pura-pura kaget tapi sebenarnya bahagia. 

"Maya, kamu suka 'kan, Mas," ejekku menyindir. 

"Apa maksud kamu? Mas suka? Ada-ada aja kamu," gerutu Mas Lucky takut ketahuan. 

"Buktinya, saat aku sebut Maya Mas langsung bangun. Atau jangan-jangan kalian ada apa-apanya," selidikku menatap netra Mas Lucky. 

Mas Lucky yang ditatap seperti itu mendadak salah tingkah. Lalu gegas bangun dan masuk kamar mandi. Aku mencibir dan membentang sajadah, untuk menjalankan sholat sendirian. 

Sampai aku siap sholat, Mas Lucky baru keluar dari kamar mandi. Tercium aroma yang sangat wangi, pasti Mas Lucky sengaja mandi lagi dan bersih-bersih. Kentara di wajahnya sangat bahagia dengan sosok tamu yang akan datang. 

Aku pun tertawa melihatnya, Mas Lucky heran. Namun, dia tidak menggubrisku. Tanpa tahu siapa tamu yang datang, begitu pedenya Mas Lucky bermandi ria. Aku ingin lihat ekspresi terkejutnya nanti, membayangkan wajahnya yang kecewa membuatku semakin terkekeh. 

Dengan kasar, Mas Lucky mendorongku, "Sudah sana, gantian tempatnya!" 

Aku pun meninggalkannya di kamar dan melihat ibu. Tanpa sepengetahuanku, diam-diam Mas Lucky keluar rumah. Itu aku dengar dari deru mobilnya. 

Tidak sampai satu jam, terdengar suara mobil Mas Lucky. Aku yang belum tidur gegas menghidupkan TV, ingin melihat apa yang dilakukannya saat keluar tadi. 

"Mas nggak nonton TV?" tanyaku. 

Bab terkait

  • Wanita Idaman CEO   Kehilangan barang

    Bab 4 : Kehilangan barang "Mas nggak menonton TV?" tanyaku. Mas Lucky yang baru saja masuk kaget melihatku. Lalu dengan pura-pura menguap melanjutkan langkahnya menuju kamar. "Nggak, Mas mau tidur udah ngantuk! Kamu nggak tidur?" tanyanya balik. "Ayu blom ngantuk, ya udah Mas dulu tidur sana!" ucapku bohong lalu menoleh kembali ke TV. Padahal aku penasaran kemana tadi Mas Lucky keluar setelah sholat. Lima menit, sepuluh menit hingga setengah jam sengaja aku menunggu agar Mas Lucky tertidur. Masuk ke kamar, aku pura-pura akan tidur dan mengetes Mas Lucky. Menggoyang tubuhnya tapi Mas Lucky tidak bangun juga. Segera aku sambar kunci mobil di meja dan menutup pintu kamar dengan pelan. Tiba di garasi, memasukkan kunci lalu pintu mobil terbuka gegas aku masuk ke dalam. Mengambil kotak coklat dan membukanya dengan berdebar. Lalu saat melihat isinya, aku terkejut dan mulut mendadak kelu. Kotak besar itu berisi pakaian seksi wanita, sebuah lingerie hitam. Begitu cantik dipadu celana da

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Wanita Idaman CEO   Pengakuan

    Bab 5 : Pengakuan "Sudah dapat blom, Ky?" tanya mertua berjalan mendekat. Mas Lucky menggeleng frustasi, lalu mertua menatap ibu tajam. "Pasti ibu Ayu yang mengambilnya!" Spontan ibu terkejut bila kejadian kemarin terulang kembali. "Tunggu, sebenarnya apa yang kalian cari sampai menuduh ibuku?" kataku berpura-pura marah. "Mas kehilangan barang di mobil dan itu sangat penting buat Mas," jawab Mas Lucky berang. "Mas, apa kamu nggak lihat kalo ibu aja susah berjalan bagaimana mungkin bisa mengambil barang di mobil. Lagian kunci mobil 'kan Mas yang simpan. Sebenarnya barang apa sih?" Aku terus merongrong agar Mas Lucky mau bicara.Mas Lucky tetap tidak mau jawab, aku akan menjebaknya. "Apa barang itu untuk Maya?" tanyaku ketus. "Bu-bukan! Ya udah kalo kamu nggak tau," ujar Mas Lucky. "Tunggu, Ky! Sebaiknya kita geledah kamar ibu Ayu," seru mertua sukses membuat mata ibu membulat sempurna. Sedangkan Bi Inem yang berdiri di sudut dapur mulai gemetar. "Mas, jangan sampai kamu masuk k

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Wanita Idaman CEO   Cerai

    "Maafkan Ayu, Bu! Kalo suatu saat nanti kita nggak berada di rumah ini lagi?" "Maksud kamu?" tanya Ibu tak mengerti. "Ibu masih ingat kan wanita yang kemarin udah memfitnah Ibu?" tanyaku menatap Ibu dalam. "Ya, memang kenapa dengan dia?" "Wanita itu yang akan menjadi istri kedua Mas Lucky, Ayu nggak menyangka Bu kalo Mas Lucky mengkhianati Ayu. Dia udah nggak cinta Ayu lagi!" ujarku sesenggukan. Ibu lalu iba dan memeluk, dielusnya punggungku lembut. "Ayu, Ibu udah tau walaupun kamu nggak ngomong apa-apa. Dari perilaku mereka semua itu sudah menampakkan mereka nggak suka sama kita. Jadi, mau kamu bagaimana Ibu akan tetap mendukungmu." Aku terharu mendengarnya, ah Ibu ternyata dirimu peka dan terus memberi semangat. Oleh karena itu membuatku semakin sayang dan ingin memberi kebahagiaan pada Ibu. Diusianya yang sudah tua aku harus mengurusnya dengan baik. Tetapi bagaimana? Aku belum menemukan caranya. Kalo pergi sekarang juga bisa saja tapi aku tidak mau balik ke kampung lagi. Lag

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • Wanita Idaman CEO   Diusir

    "Sudah sana pergi jangan kebanyakan bacot, ambil tas kalian dan pergi dari sini!" hardik mantan mertua dengan kasar mendorongku. Aku membawa Ibu ke kamarnya untuk mengambil tas. Bi Inem menangis melihat kami akan pergi. "Non, mau kemana?" tanyanya sedih. "Bi, Ayu sudah ditalak Mas Lucky jadi sekarang juga kami akan pergi! Bibi harus jaga kesehatan dan baik-baik disini," kataku sambil memeluknya. Sedikit tidak rela meninggalkan Bi Inem. Tetapi dia dan aku harus melanjutkan hidup masing-masing. Aku janji dalam hati kalo suatu saat nanti kaya aku akan mencari Bi Inem. "Non, gimana cincin itu?" ujar Bu Inem berbisik. "Bibi simpen dulu, besok saat Bibi akan belanja ke pasar Bibi bawa dan kita ketemu disana. Kalo Ayu bawa sekarang ntar mereka akan menggeledahnya lagi," titah ku, Bi Inem mengangguk mengerti. Selesai membereskan tas Ibu, aku melanjutkan ke kamarku. Tidak banyak barang yang kubawa, hanya baju tanpa perhiasan. Ya perhiasan yang aku punya hanya cincin nikah. Sebelum keluar

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-28
  • Wanita Idaman CEO   Adik kandung ibu

    "Iya, Non Alhamdulillah! Oh iya selama Non Ayu pergi, si Maya itu hampir tiap hari datang dan membuat Bibi jijik melihatnya. Dia dan den Lucky kerap berciuman di ruang tamu. Kabarnya Minggu depan mereka akan menikah Non, Maya minta yang mewah di gedung. Dasar pelakor nggak tau malu!" umpat Bi Inem kesal. Aku hanya menyengir mendengarnya dan tidak kaget. Apalagi mantan mertua pasti lebih senang, dulu saat Mas Lucky menikah denganku saja dia tak mau hadir karena malu. Aku tersentak kala ponsel berdering dan terlihat dilayar ada sebuah notifikasi pesan masuk di wa. Aku mengerinyitkan dahi membacanya, dari nomor asing yang tak terdaftar. [Assalamualaikum, ini Ayu kan? Anaknya Mbak Asih] [Iya, benar! Maaf ini siapa ya?] balasku cepat dan penasaran. [Saya Oom kamu Ayu, Brotoseno! Adik kandung Mbak Asih, Ibumu] balasnya. Mataku terbelalak, adik Ibu? Benarkah, selama ini Ibu tak ada menceritakan tentang adik kandungnya. Dulu pernah juga mendengar dari saudara kalo Ibu dan adiknya sudah

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-28
  • Wanita Idaman CEO   Melamar kerja

    Esoknya, Ibu bangun lebih pagi dan memasak. Aku yang sudah siapan menunggu Ibu untuk sarapan. Hari ini aku akan berusaha mencari pekerjaan, semoga saja diterima. Sudah sepuluh surat lamaran yang ku kirim ke perusahaan tapi belum ada satupun yang memanggil. Kali ini aku harus lebih gigih, pantang menyerah karena ada misi untuk membalas perbuatan orang-orang yang sudah membuat hidupku hancur. Walaupun berbeda orang tapi mereka masih satu keluarga. Mas Lucky, Mamanya dan si pelakor Maya serta sepupu Mas Lucky si Terry. Aku akan tunjukkan pada mereka bahwa aku pun bisa seperti mereka bahkan aku ingin melebihi mereka. Agar mereka tau apa itu yang namanya kezoliman dan penderitaan. Untuk saat ini biarlah mereka bersenang-senang dulu, tiba saatnya mereka akan bertekuk lutut. Usai sarapan aku pamit pada Ibu. "Hati-hati di jalan ya Yu! Ibu doakan kamu dapat pekerjaan." "Aamiin, iya Bu. Ayu berangkat dulu ya, Assalamualaikum!" "Wa'alaikumussalam!" jawab Ibu lalu masuk kedalam rumah. Aku m

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Wanita Idaman CEO   Jadi asisten

    "Saya membutuhkan asisten untuk membantu tugas saya di kantor maupun di rumah. Apakah kamu mau jadi asisten saya?" tanyanya dengan senyum mengembang. "Apa, asisten Pak?" tanyaku kaget. "Iya, gimana? Mau kan jadi asisten saya?" Sekali lagi Pak Adit bertanya dengan serius. "Tapi, Pak! Saya nggak pantas, saya hanya ingin jadi karyawan aja. Lagian, saya udah bukan gadis lagi," ucapku menunduk malu. "Jadi, kamu udah menikah?" Aku mengangguk dan terlihat Pak Adit mendelik tak percaya. Ya, walaupun aku sudah menikah orang pasti tak percaya karena penampilan ku masih seperti gadis. Setelah menikah aku tak banyak bersolek jadi tetap seperti gadis kampung. Terdengar Pak Adit menghela napas. "Kalo gitu, kamu minta ijin dulu sama suami kamu kalo mau menjadi asisten saya." "Nggak perlu ijin, Pak! Saya udah cerai dengan suami saya," jawabku jujur. Kembali Pak Adit menatapku tak percaya, kemudian mengangguk dan tersenyum. Aku heran kenapa Pak Adit malah ingin menjadikanku asisten. Bukankah d

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Wanita Idaman CEO   Kedatangan Om Seno

    "Bu, gimana kita menghabiskan lauk sebanyak ini?" tanyaku bingung. "Kamu sih yang ngeyel, kan Ibu bilang masak satu aja dulu. Besok mencoba menu lain lagi," ucap Ibu menggeleng. "Ya sudah, kita bagi tetangga aja," ujarku lalu mengambil piring. Tatkala masih di dapur, terdengar salam dari depan. " Assalamualaikum!" Aku dan Ibu saling berpandangan, siapa ya? Dari suaranya itu laki-laki, didorong ingin tau Ibu mengajakku ke depan. "Wa'alaikumussalam!" jawabku dan Ibu serentak. Di teras berdiri seorang lelaki gagah, berkumis tipis dan memakai setelan kemeja. Penampilannya mirip orang kaya, melihatku dan Ibu keluar lelaki itu menghambur dalam pelukan Ibu. "Mbak!" teriaknya. "Seno, kau kah ini?" tanya Ibu membalas pelukan Om Seno. Ya yang datang adalah adik kandung Ibu, Om Seno"Iya, Mbak! Akhirnya aku bisa menemukan Mbak, aku senang Mbak, hiks!" Om Seno terisak. "Iya, Mbak senang juga! Alhamdulillah kita bisa bertemu lagi," ujar Ibu sambil mengelus punggung adiknya. Setelah melepa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30

Bab terbaru

  • Wanita Idaman CEO   Saling mengancam

    Aku tersenyum mencoba bersikap ramah. "Tante Fitri, ada apa pagi-pagi kesini?" tanyaku. "Halah, nggak usah pura-pura kamu Ayu! Kamu pasti sudah merayu suamiku agar memberikan perusahaan ini padamu kan!" kata Tante Fitri dengan keras. Tanpa tendealing, Tante Fitri langsung mengamuk. Aku yang merasa malu dilihat banyak orang pun mengajak Tante masuk ke kantor untuk berbicara baik-baik. "Tante, bisa kita bicara di kantor? Agar nggak mengganggu yang lain bekerja," ajak ku sambil melangkah. Akan tetapi, langkahku di cekal. "Kenapa? Kamu malu kalo yang lain tau bahwa sebenarnya kamu orang miskin yang sudah merayu suami orang, hah!" hardiknya. Mendengar suara Tante Fitri mulai banyak pasang mata yang melihatnya. Aku bukannya malu terhadap diriku tapi malu dengan kelakuan Tante Fitri. Bisa saja aku memanggil satpam untuk menyeretnya keluar tapi selama masih berhubungan dengan Om Seno, aku pun harus sabar. Setidaknya menjaga image baik Om Seno didepan orang. "Terserah Tante mau bilang ap

  • Wanita Idaman CEO   Ulah Tante Fitri

    "Diam kamu! Marissa bukan anakku, apa kamu pikir aku akan menyerahkan perusahaan pada kalian yang hanya gila harta dan suka menghamburkan uang. Dan kamu Fitri, sebenarnya apa yang kamu lakukan selama ini di perusahaan?" selidik Om Seno marah. "Apa maksud Papa?" tanya Tante Fitri heran sekaligus terkejut. Wajahnya seperti ketakutan. Kami semua memandang pertengkaran Om Seno dan istrinya. Karena malu jadi tontonan, akhirnya Om Seno pamit pada kami. "Maaf semuanya, saya pulang duluan ya!" Dengan gusar Om Seno melangkah pergi sambil mendorong paksa Marissa dan Tante Fitri naik mobil. Ibu cuma menggeleng kasihan melihatnya. Sedangkan orang tua Mas Adit ikut heran, aku menowel tangan Mas Adit agar membawa orang tuanya pulang. Mas Adit mengerti lalu mengajak Om dan Tante pergi. Kami berjalan bersama menuju parkir, setelah para tetua masuk mobil tinggal aku dan Mas Adit di luar. Kekasih hatiku itu menggenggam erat tanganku. "Ayu, nanti sampai rumah telepon Mas ya, Yang! Kamu masih ingatk

  • Wanita Idaman CEO   Dilamar

    "Ayu, walaupun begitu kami nggak akan melarang karena demi kebahagiaan Adit kami hanya bisa mendukung dan mendoakannya. Kami nggak akan mengganggu hubungan kalian lagi dan merestuinya. Bukankah begitu, Pa?" tanya Tante Ria pada suaminya. "Benar, apa yang diucapkan istri saya. Sebenarnya kami ingin menguji sampai mana kesetiaan kalian dalam hubungan ini. Kami juga ingin mencari menantu yang mencintai Adit tulus tanpa status dan embel kekayaan. Sekarang kami bisa melihat bahwa kamulah calon menantu yang tepat untuk Adit." Om Ridho akhirnya buka suara. Aku berjalan mendekati keduanya dan membantu agar mereka bangun. "Om dan Tante, Ayu sudah maafkan kalian! Ayu juga minta maaf kalo masih ada kekurangan!" "Nggak Ayu, kamu sudah sempurna! Adit sudah menjelaskan pada kami bahwa kamu sosok istri yang diinginkannya. Tante mohon beri Adit kesempatan ya! Besok, kami akan balik keluar negeri. Tolong jaga Adit untuk kami," pinta Tante Ria memohon. Karena terharu aku refleks memeluk Tante Ria.

  • Wanita Idaman CEO   Permintaan maaf Adit dan orang tuanya

    "Ayu! Tunggu!" panggil Pak Adit. Kami bertiga berhenti melangkah dan menoleh kebelakang. Terlihat Pak Adit mengejar sampai tersengal-sengal. Begitu sudah mendekat beliau berhenti, aku menunggu apa yang akan dikatakannya. "Ayu, maafkanlah orang tua saya atas perbuatannya. Sungguh saya nggak mengira mereka akan melakukan hal memalukan itu," ucap Pak Adit sedih. Aku masih diam, memberi kesempatan Pak Adit untuk mendengar penjelasannya. Sengaja ingin berlama-lama menatap wajahnya. Bagaimanapun aku juga merindukannya. Tiba-tiba tanpa aku duga, Pak Adit berlutut. Matanya berembun menatap dalam padaku. Aku dan Ibu juga mister Nicholas menjadi terkejut, tak menyangka Bos besar seperti Pak Adit mau berlutut di depanku hanya ingin permintaan maaf dariku. "Pak Adit bangun! Jangan begini, nggak enak dilihat orang," kataku akan berniat membuatnya bangun tapi Pak Adit tak bergeming. "Nggak, Ayu! Sebelum kamu memaafkan orang tua saya, maka saya akan terus berlutut," kata Pak Adit menyedihkan.

  • Wanita Idaman CEO   Menghancurkan mimpi Marissa

    Mencari keberadaan Om Seno dan keluarganya. Saat ada yang mengangkat tangan, aku segera menoleh. "Sini, Ayu!" panggil Om Seno. Semua mata memandang ke arahku saat mendengar Om Seno memanggil. Marissa dan Tante Fitri cemberut tak senang. Sedangkan Pak Adit sampai tak berkedip, Tante Ria dan suaminya melongo. Aku dan Ibu berjalan dengan anggun menuju meja dimana dua keluarga saling bertemu itu. Hingga tiba, Om Seno bangun lalu memperkenalkan diriku pada calon besan. "Pak Ridho dan Bu Ria, kenalkan ini keponakan saya dan Ibunya," ucap Om Seno menunjuk. Kulihat Tante Ria dan suaminya menganga tak percaya. Aku tersenyum mengangguk dan membatin, ini belum seberapa Tante Ria. Nanti kalian akan lebih terkejut lagi. "Jadi, Ayu keponakan anda ternyata Pak Broto?" tanya Tante Ria masih tak percaya. "Benar, saya dan Ibunya sudah lama berpisah jadi baru ini bertemu. Bagaimana, cantik kan keponakan saya!" puji Om Seno sengaja membuat Marissa cemburu. "Papa apa-apaan sih! Sudah tentu cantik a

  • Wanita Idaman CEO   Mr. Nicholas

    Sudah beberapa hari sejak diriku menggantikan posisi Om Seno, sejak itu pula kesibukanku menjadi direksi. Aku mencoba untuk berbaur dan mengenal semua staf dan karyawan. Sejauh ini mereka menghormati diriku selaku Bos grup Atmajaya. Om Seno masih malang melintang di perusahaan untuk membantuku sampai aku bisa mandiri. Bahkan aku masih mempersilahkan Om Seno duduk di kursi kebesarannya dan aku duduk di hadapannya. Awalnya Om Seno menolak tapi aku minta hanya sampai aku bisa berdikari. Seperti hari ini, aku dan Om Seno asyik mempelajari tentang kerjasama dengan perusahaan lain. Tiba-tiba aku teringat proyek dengan perusahaan asing itu. "Om, gimana proyek dengan perusahaan asing itu? Apa mau kita saja yang mengerjakan?" tanyaku. "Kemarin Pak Adit nggak jadi ambil kah?" Aku menggeleng tak tau. "Kemarin Pak Adit bilang proyek itu diserahkan pada Om aja. Tapi entah sekarang gimana, Ayu kurang tau." "Kalo gitu, Om telepon dulu!" ucap Om Seno lalu mengambil ponsel dan menelepon. Aku me

  • Wanita Idaman CEO   Menangkap pelaku

    Malamnya, aku mengajak Ibu untuk menghadiri pesta perusahaan. Itu juga permintaan Om Seno, dengan memakai gamis pemberian Om Seno dulu Ibu terlihat anggun. Om Seno datang menjemput kami lalu bersama-bersama hadir ke pesta. Sampai disana sudah banyak yang datang. Memakai baju ala-ala ke pesta semua terlihat gembira. Begitu kami memasuki aula, semua menyambut hormat dan kami duduk di kursi utama. Acara dimulai, sebelum Om Seno memberi kata sambutan menyingkir kebelakang untuk menelepon. Tak lama terlihat hadir banyak pria yang memakai jaket. Dari perawakannya aku tau mereka polisi yang menyamar agar tak terjadi kegaduhan dan pelaku kabur. Beberapa polisi terlihat berbaur agar tak kentara dengan pura-pura ikut menikmati pesta ini. Aku celingukan mencari para pelaku, syukurlah akhirnya mereka datang semua. Acara pun dimulai, Om Seno naik ke panggung dan memberi kata sambutan. "Terima kasih pada kalian yang sudah mau hadir, malam ini saya akan umumkan siapa aja dari para pegawai dan ka

  • Wanita Idaman CEO   Pengalihan warisan

    Hari ini mulailah dijalankan rencana. Sejak kedatangan Om Seno ke rumah malam itu, kami menyusun sebuah rencana untuk menangkap semua dalang kejahatan di perusahaan. Om Seno mengatakan agar saat menangkap tersangka, Tante Fitri jangan sampai ditangkap dulu. Nanti ada bagian sendiri buatnya, karena Om Seno masih ingin mengungkap siapa lelaki preman yang sudah diberinya uang itu. Yang paling penting perusahaan bisa distabilkan dan dibenahi dulu. Aku berangkat ke kantor seperti biasa, Om Seno yang menjemput. Setibanya di perusahaan sudah banyak para staf dan karyawan yang berdatangan. Pukul sembilan pagi, Om Seno kembali mengadakan rapat. Setelah semua orang berkumpul dan duduk tenang, Om Seno pun mulai buka suara. "Pasti kalian semua bertanya-tanya ada apa dengan rapat yang tidak biasa ini. Saya cuma ingin memberitahu bahwa perusahaan ini sudah rutin mengadakan acara dan pesta penghargaan pada staf dan karyawan yang berprestasi setiap tahun. Jadi, esok hari perusahaan akan mengadaka

  • Wanita Idaman CEO   Mengumpulkan bukti

    Om Seno masuk ke kantor saat aku sedang mengecek data pemasaran. Aku coba untuk bertanya mengenai target pasar apa yang di kerjakan perusahaan. "Om, mengenai soal ini kerjasama dengan perusahaan atau pasar mana saja yang sedang berjalan?" tanyaku sambil menyerahkan data ke tangan Om Seno. Om Seno segera mengecek sebentar. Awalnya mengangguk kemudian mengerutkan dahi. "Data ini pasti salah! Ini sudah melebihi dari perkiraan," ucap Om Seno. "Ayu pikir pun begitu, Om. Karena nggak mungkin semua ini lewat tanpa sepengetahuan Om. Ayu sudah memeriksa kalo beberapa pasar itu hasil labanya bukan ke perusahaan tapi ke rekening seseorang. Ayu akan mendatangi pasar yang aneh itu, meminta informasi dari bos nya," jelas ku menerangkan. Pantas perusahaan rugi begitu banyak, ada seseorang yang jahil menggunakan barang atau produk perusahaan Om Seno untuk mengeruk kekayaan sendiri. Mengatasnamakan produk dari grup Atmajaya tapi hasil laba masuk ke rekeningnya sendiri. Ini tak bisa dibiarkan karen

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status