Alya berdiri tepat di depan Hana. Senyuman sinis dia perlihatkan kepada Hana. "Apa kamu sudah siap untuk kalah, Mbak Hana sayang?" bisik Alya tepat di telinga Hana. Hana diam tak menjawab. Percuma juga berdebat dengan perempuan bermuka dua ini. Hana tak ingin menyia-nyiakan tenaganya untuk hal yang tidak penting. "Minggir saya mau istirahat," ucap Hana tegas. Dia nekat maju dan menerobos Alya yang tetap berusaha menghalanginya. Pintu kamar dia tutup dan kunci rapat-rapat. Hana sendiri tak paham dengan ucapan Alya tadi. Tapi, dia mengira ini soal tes DNA yang baru dilakukan suami dan anak Alya. "Ya Allah, semoga saja kebenaran terungkap lewat tes DNA itu. Aku tak ingin rumah tanggaku hancur karena perempuan licik itu, Ya Allah." Doa tulus yang terucap lirih dari mulut Hana. Hana tak keluar dari kamarnya sampai menunggu Adam pulang. Dia lebih memilih menghindari keributan dengan Alya. Namun, sampai malam pun Adam belum pulang. Dan saat di telepon, Adam bilang akan pulang larut ma
Hana sungguh sangat kebingungan karena di depan ada Marvin yang notabenenya kepala sekolah di tempatnya mengajar. Kepulangannya yang cepat dari yayasan juga sebenarnya bukan kebetulan. Setelah mengalami pergolakan batin yang cukup lama, Hana memutuskan untuk mengundurkan diri dari yayasan tersebut. Banyak sekali pertimbangan yang Hana pikirkan sebelum memutuskan hal itu. Hari sebelumnya, Hana curhat pada sahabatnya Luna untuk meminta saran atas keputusan yang akan dia ambil. Marvin sudah terlalu masuk ke dalam ranah pribadinya dan itu membuat Hana tidak nyaman. "Kamu yakin dengan keputusan kamu itu, Han? Jangan sampai nanti kamu menyesal. Apa kamu siap akan selalu bertemu dengan madumu kalau kamu tak ada kegiatan?" tanya Luna pada Hana kala itu. "Entahlah, Lun. Tapi, jika aku tetap bertahan di sana, Pak Marvin akan tetap bersikap seperti itu padaku. Aku gak ingin memanfaatkannya untuk balas dendam pada Mas Adam. Biarlah urusan rumah tanggaku nanti Allah yang akan menolongnya.""Se
Entah apa yang ada dalam pikiran Marvin sampai dia nekat melakukan hal itu. Padahal sebelumnya dia sudah bertekad tidak akan mengganggu rumah tangga Hana lagi. Adam datang penuh dengan amarah. Saat di kantor, Alya mengirimkan sebuah foto yang membuat darahnya mendidih. Foto Marvin dan Hana tengah mengobrol berdua di rumahnya cukup membuatnya langsung berkemas untuk pulang. Tentu saja kesempatan yang baik itu tak di sia-siakan oleh Alya. Dia yang sangat ingin memisahkan Adam dan Hana diam-diam mengambil foto Hana dan Marvin lalu mengirimkannya kepada Adam. "Rasakan kamu, Mbak Hana!" gumam Alya sambil tersenyum licik. "Kurang ajar laki-laki itu! Tak bisa dibilangin satu atau dua kali. Awas saja kalau nanti aku sampai rumah," ucap Adam geram. Sepanjang perjalanan, pikiran Adam selalu ingin cepat-cepat sampai rumah. Bahkan dia tak mengindahkan batas kecepatan maksimal sebuah mobil berkendara di jalan raya. Beruntung dia sampai rumah dengan selamat. "Hana!" teriak Adam sambil mengepa
"Adam! Alya! Kalian di sini ngapain?" Suara seorang laki-laki yang amat dikenal Adam. Mereka berdua menoleh ke belakang. Di sana, telah berdiri tegak Romi dengan setelan kaos oblong dan juga celana jeans. "Romi? Kamu di sini? Kami lagi istirahat mau ke puncak," jawab Adam yang langsung menjawab tangan rekan bisnisnya itu. "Kalian mau liburan di sana juga? Kebetulan aku juga mau ke sana juga. Kok bisa samaan, ya?" kekeh Romi seolah-olah memang pertemuan itu tidak sengaja. Padahal sebelum mereka berangkat, Alya sudah memberi kabar kepada Romi. Dia ingin sekali Romi ikut bersama mereka. Bukan tanpa alasan, Alya sudah rindu sekali dengan Romi. Karena sudah tidak bisa bebas bertemu, Alya selalu mencari kesempatan agar bisa bertemu. "Wuih, sama siapa kamu, Bro? Gebetan baru, yak?!" ledek Adam sambil menyenggol tangan Romi. "Apaan, sih?! Ada aja!" timpal Romi sambil tersenyum palsu. Alya hanya bisa tertawa dalam hatinya karena telah berhasil mengelabui Adam. Hasil tes DNA Keenan bisa
Tiga hari dua malam di puncak, Adam dan Alya pulang ke rumah dengan hati yang bahagia. Mereka masuk ke dalam rumah dengan tawa yang saling bersahutan. Tentu saja hal itu membuat Hana iri. "Mas, Alya. Sudah pulang? Bagaimana liburan kalian?" tanya Hana yang mencoba biasa saja walaupun hatinya teriris. "Tentu saja kami bersenang-senang, Mbak. Untung saja Mbak Hana tak ikut. Jika ikut, bisa-bisa merusak suasana," jawab Alya sambil menyindir Hana. "Oh begitu, ya. Syukur alhamdulilah kalau kalian senang. Mau aku masakan apa untuk makan siang?" tanya Hana lagi. Dia mencoba untuk tersenyum walaupun terpaksa. "Gak usah, Mbak. Nanti aku sama Mas Adam mau keluar lagi. Iya, kan, Mas?" "Iya," jawab Adam datar. Dia kemudian berlalu ke kamar Alya bukan ke kamar Hana. Tentu saja hal itu membuat Hana bertanya-tanya ada apa gerangan? Bahkan Adam tak tersenyum kepadanya sejak tadi. Apa saja yang terjadi tiga hari kemarin? Itulah pertanyaan yang muncul dalam otak Hana. "Sabar, Hana. Sabar!" Hana
Hana berada di sebuah kamar yang sangat asing di matanya. Di sampingnya, ada perempuan berjilbab panjang mendampingi dirinya. "Siapa kamu?" tanya Hana saat terbangun. "Saya Aisyah, Mbak. Tadi Mbak pingsan di masjid dan saya membawa pulang Mbak ke rumah saya. Diminum dulu teh hangatnya, Mbak!" jawab perempuan berwajah teduh itu. Di tangan Aisyah ada gelas kecil yang disodorkan pada Hana. Hana tak sadar kalau dia pingsan di masjid sebelum melakukan sholat isya'. Padahal sebelumnya Hana tak merasakan apapun. Tapi dia heran kenapa dia bisa pingsan. Hana menerima teh hangat itu dan meminumnya sedikit. "Terima kasih.""Sama-sama. Nama Mbak siapa? Apa belum makan, Mbak?" tanya Aisyah. "Nama saya Hana, Mbak. Makan?" Hana tampak berpikir. Dia bahkan lupa apakah tadi siang dia makan atau tidak. Apakah karena itu dia jadi pingsan? Tapi, kenapa sebelumnya dia tidak merasakan apa-apa? Ah begitulah faktanya jika seseorang sedang ada masalah. Makan saja sampai lupa dan lapar saja sampai tak di
Memang benar hati Hana tak bisa dibohongi jika dia masih amat mencintai suaminya. Merelakan sang suami menikah lagi tidaklah mudah. Dan saat ini sesuatu yang tak ingin dia dengar terjadi. Tanpa berkata lagi, Adam berlalu meninggalkan Hana yang masih terpaku di sana. Adam sebenarnya juga merasa sakit melihat ekspresi Hana. Tapi, dia juga tidak salah karena Alya sekarang juga istrinya. Setelah beberapa lama terdiam, Hana masuk ke dalam kamarnya. Tak ada lagi air mata yang keluar dari mata Hana. Sakitnya sudah melebihi ambang batas sehingga dia merasa hampa. Keesokan harinya, Hana masih bangun seperti biasa dan menyiapkan sarapan untuk Adam. Pekerjaan rumah juga dikerjakan oleh Hana. Hanya satu niatnya adalah berbakti kepada sang suami. Saat sedang menyusun makanan di meja makan, Adam dan Alya muncul dari kamar. Mereka terlihat sangat mesra sekali tanpa ada Keenan di gendongan Alya karena Keenan belum bangun. Hana sempat diam sesaat tapi begitu sadar dia langsung melanjutkan kembali
Seperti sudah tak diperlukan lagi di rumah itu, Hana menata baju-bajunya ke dalam tas besar. Selama satu hari penuh dia sudah memikirkan matang-matang langkah yang akan diambilnya kini. Berat memang harus memilih langkah ini. Tapi ini juga demi kesehatan mental Hana sendiri biar dia tidak semakin terpuruk dengan kondisi rumah tangganya. Pesan Abah Hasan masih tersimpan jelas di kepalanya. Untuk itu, dia memilih untuk pulang ke kampung halamannya orang tuanya sambil menenangkan diri. Hana pun teringat Aisyah yang menolongnya. Aisyah yang dengan hati yang sabar dan ikhlas melihat suaminya bersama dengan istri kedua. Tak mudah menjadi Aisyah. Tapi Hana akan berusaha membuat rumah tangganya utuh karena suaminya hanya terjebak dalam pernikahan yang salah. Kini, dia hanya ingin menyendiri lebih dulu sambil meemikirkan bagaimana membuat Adam tersadar. "Mau bicara apa, Mbak? Bicara aja," sahut Alya tanpa memandang ke arah Hana. Alya dan Adam masih bermain-main dengan Keenan. Hana pun kem