Hai Readers ..., terima kasih sudah membaca ceritaku hingga bab ini. Terima kasih juga untuk dukunganya dengan cara vote, memberi ulasan positif, serta memfollow akun saya. Semoga kalian semua terhibur dengan cerita yang saya suguhkan .... :) Salam Author - Merisa -
"I love you, Sofia!" Wanita yang tertindih tubuh atletis itu menggeliat manja. Reyfaldi menghela napas panjang. Kemudian, menjatuhkan tubuhnya ke samping dan terlentang. "Kamu benar-benar keterlaluan, Sayang! Selalu saja menguji kesabaranku!" ucapnya dengan masam. Sofia menoleh ke sebelahnya. Menatap penuh rasa bersalah. Pria yang menahan gejolaknya itu beranjak dari posisi terlentang. "Mari kita bersiap untuk pulang," ajak Reyfaldi. "Loh ... mengapa terburu-buru?" "Apa kamu belum puas menyiksaku, Sayang?" Wanita yang masih terlentang terlihat pasrah itu kemudian duduk. Tersenyum pada Reyfaldi. Namun. Pria itu mendelikan matanya. Mengubah arah pandang."Kamu marah, Rey ...?" "Saya tidak marah," Reyfaldi berdiri menghadap dinding kaca. Menatap pemandangan pegunungan. "Sudahlah ..., kamu tidak akan mengerti bagaimana rasanya ketika lelaki menahan hasratnya!" "Maaf, Rey ...," ucap Sofia sendu."Berapa hari lagi tamu bulananmu itu pergi?" tanyanya dingin."Sekitar 5 hari!" "Baik
"Percayalah, Sayang!" Wanita yang duduk di atas batu itu merasa kedinginan. Kedua kaki menekuk dan memeluk lututnya. Tubuhnya terlihat gemetaran. Wajahnya pun pucat. Reyfaldi yang semula duduk di samping beringsut mundur. Memeluk Sofia dari arah belakang. "Rey ...!" "Iya, Sayang ...," "Sebaiknya kamu jangan berharap banyak padaku!""Apa maksudmu?" "Aku dan Alvian menikah selama lima tahun. Tapi, hingga sampai kami berpisah, aku belum juga hamil. Aku tidak bisa memberinya keturunan! Bagaimana jika denganmu juga aku tidak bisa memberikannya." Reyfaldi tersenyum. "Kita bisa mencoba program bayi tabung atau sejenisnya. Jika tidak berhasil di Indonesia, kita bisa mencobanya di luar negri. Yang penting kita berusaha!" "Jika tetap gagal?" Reyfaldi terdiam beberapa saat sebelum akhirnya memeluk Sofia lebih erat."Jika berbagai cara sudah kita lakukan, namun Tuhan belum memberikannya. Mungkin, pilihan terakhir adalah mengadopsi anak!" Mendengar itu, Sofia menoleh. Membalikan tubuhnya
Kedua kening saling menempel setelah tautan bibir terlepas. Reyfaldi menatap bibir basah milik Sofia seraya mengatur napas. Sementara, satu tangan melingkar di pinggangnya."Sayang ..., aku sangat mencintaimu!" Sofia bergerak tak nyaman. "Ayo, Rey .... Kita bisa kemalaman tiba di rumah.""Tidak ingin membalas kata-kataku?" Menatap dalam. Wanita yang duduk bersandar di kursi mobil itu terdiam. Reyfaldi merasa sedikit kesal karena Sofia tidak membalas cintanya. Reyfaldi memberi jarak, menjauhkan tubuhnya dari Sofia. Pria tampan itu menyalakan mesin. Melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tidak ada yang memulai perbincangan di sana. Reyfaldi fokus menyetir menatap lurus ke depan. Sementara Sofia tertidur di sebelahnya. Sesekali, ketika mobilnya terhenti di trafic light. Reyfaldi menoleh ke arah Sofia. Memandanginya tanpa mengerjap. Entah mengapa sebabnya, ia sangat mencintai dan menyayangi wanita itu."Sayang, saya berjanji tidak akan menyia-nyiakanmu!" gumamnya dalam hati. Kin
Sofia terdiam. Otaknya sibuk mencari alasan agar Alvian tidak datang mengunjunginya. Namun, ia tak mendapatkan alasan yang benar-benar masuk akal. "Tidak usah khawatir, Mas. Nanti siang juga sembuh. Aku hanya butuh istirahat saja!" "Baiklah ..., jika terjadi sesuatu. Segera hubungi aku!" Sofia membanting pelan benda pipih yang ia genggam ke atas kasur setelah menutup sambungan teleponnya. Tak sedikit pun dirinya merasa tersanjung oleh perhatian yang diberikan Alvian. Wanita yang masih merasa ngantuk itu menarik selimutnya sembari meringkuk di atas ranjang. Ia berniat untuk melanjutkan tidurnya. Namun, ketika matanya hampir terpejam. Pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. "Siapa ...," seru Sofia. Tak mendapat jawaban dari pengetuk pintu. Sofia bangkit dari tidurnya. Berjalan membukakan pintu kamar. "Pagi, Sayang!" Wanita berpenampilan kusut, bermuka bantal itu langsung terbelalak. Segera ia menutup pintu dan menguncinya. "Sayang ..., mengapa malah ditutup?" teriak Reyfaldi sam
Di halaman depan kantor, Sofia berdiri menatap dengan kagum perusahaan milik Reyfaldi. Sama sekali tak menyangka jika pria yang dianggapnya aneh dan misterius itu adalah pria yang sangat luar biasa. Seorang pria muncul dari balik pintu otomatis berjalan dengan gagah menghampiri Sofia yang sedang termangau. "Sayang ...," sapa pria bersetelan jas silver. "Hai, Rey! perusahaanmu ternyata besar juga," ujar Sofia terkesima."Masih lebih besar milik Kakek Edward," jawab Reyfaldi tersenyum malu. "Oya ..., mengapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya jika akan pergi ke sini?" Tanya Sofia memukul dada Reyfaldi dengan manja. "Bagaimana saya bisa memberitahumu. Kamu malah menutup pintu lalu menguncinya!" Wanita berambut panjang itu tersenyum, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ia benar-benar malu dan tidak ingin terlihat jelek sedikit pun di hadapan Reyfaldi. CEO tampan itu mengajak Sofia masuk ke dalam ruangannya. Terlihat kantor yang begitu ekslusif. Tak kalah mewah dengan ruangan yang
Di ruang televisi, Clara masih menimang Elza. Matanya terbelalak setelah dirinya melihat histori panggilan di aplikasi hijau. "Ternyata, selama ini diam-diam Mas Alvian masih sering menghubungi Sofia," gumamnya dalam hati. Lelaki yang berbalut handuk sebatas pusar itu keluar dari kamar mandi. Kemudian, menoleh ke arah Clara yang memasang raut marah."Mengapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Alvian ketus. Clara meraih ponsel milik Alvian yang tergeletak di atas meja. "Jelaskan apa ini, Mas? Jadi, selama ini kamu masih sering berhubungan dengan Sofia?!"Alvian menatap tajam. Ia sama sekali tidak suka jika Clara memeriksa benda pribadinya. Lelaki itu melangkah mendekati Clara, merampas ponsel yang ada di dalam genggaman wanita itu. "Lancang sekali kamu membuka ponselku!" teriak Alvian. Mendengar suara keras. Bayi yang ada di dalam gendongan Clara tiba-tiba menangis histeris. Wanita itu sibuk menimang menenangkan sang anak. Sementara, Alvian tidak peduli dengan tangisan bayinya. "
Sore menjelang malam, pria yang seharian beraktivitas di perusahaan miliknya itu membersihkan diri di bawah siraman air shower. Setelah selesai, ia mengeringkan tubuh Atletis menggunakan handuk, lalu membalutkannya sebatas pusar. Mengetahui Sofia sudah berada di dalam kamar. Reyfaldi tak peduli dengan tampilannya yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk berukuran mini. "Rey ...," Sofia menutup kedua mata menggunakan telapak tangan ketika melihat pemandangan dada bidang dan otot perut bagai roti sobek yang siap untuk di santap. Tak hanya itu, ia langsung berbalik badan tak ingin melihat bentuk tubuh Reyfaldi yang sangat menggoda. "Mengapa menutup mata dan berbalik?" "A- aku ..., Eum ...." Sentuhan tangan yang terasa dingin menyegarkan, mendarat di kedua sisi lengan atas Sofia. Pria yang berdiri di balik tubuh Sofia itu tersenyum seraya mencium tengkuk, membuat Sofia langsung merinding. "Diam, Rey! Lekas pakai pakaianmu!" Sofia mengedik, melangkah menjauh da
Di dalam suatu ruangan yang terlihat eksklusif. Seorang pria tampan dan juga berwibawa duduk di kursi kejaannya. Balutan jas berwarna hitam pekat dipadu dengan dasi berwarna abu-abu mix hitam bermotif salur miring. Di hadapannya, duduk barisan para staff yang tengah menyimak arahan dari sang CEO. Semua mata tertuju padanya. Memfokuskan pikiran agar tidak ada kesalahan dalam tindakan kerja. Kecuali, Sofia. Wanita yang tengah memandang intens itu menjadi tidak fokus karena membayangkan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. "Nanti malam, apakah aku sanggup melayaninya?" ucapnya dalam hati. "Tapi, jika tidak menurutinya. Aku akan berdosa," lanjutnya lagi. Pasalnya, saat ini tamu bulanannya telah selesai. Ia menjadi tidak memiliki alasan lagi untuk menolak Reyfaldi. Ditambah, perasaanya yang semakin hari semakin tumbuh, dan ia pun telah yakin bahwa pria yang berbeda dengan pria kebanyakan itu tidak akan pernah menyakitinya. Reyfaldi memerintahkan seluruh staff untuk meny
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be