Di dalam suatu ruangan yang terlihat eksklusif. Seorang pria tampan dan juga berwibawa duduk di kursi kejaannya. Balutan jas berwarna hitam pekat dipadu dengan dasi berwarna abu-abu mix hitam bermotif salur miring. Di hadapannya, duduk barisan para staff yang tengah menyimak arahan dari sang CEO. Semua mata tertuju padanya. Memfokuskan pikiran agar tidak ada kesalahan dalam tindakan kerja. Kecuali, Sofia. Wanita yang tengah memandang intens itu menjadi tidak fokus karena membayangkan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. "Nanti malam, apakah aku sanggup melayaninya?" ucapnya dalam hati. "Tapi, jika tidak menurutinya. Aku akan berdosa," lanjutnya lagi. Pasalnya, saat ini tamu bulanannya telah selesai. Ia menjadi tidak memiliki alasan lagi untuk menolak Reyfaldi. Ditambah, perasaanya yang semakin hari semakin tumbuh, dan ia pun telah yakin bahwa pria yang berbeda dengan pria kebanyakan itu tidak akan pernah menyakitinya. Reyfaldi memerintahkan seluruh staff untuk meny
Di dalam mobil milik Alvian. Drama keributan itu terjadi. Clara benar-benar sudah tidak dapat membendung amarahnya. "Tidak! Kamu tidak boleh melakukannya! Pokoknya tidak!" Wanita yang baru menjadi seorang ibu itu menangis semakin tak terkendali. Tangannya memukul-mukul bahu Alvian yang tengah menggendong Elza. Ia benar-benar tak terima jika Alvian sampai menceraikannya. "Dulu, kamu bilang menyesal telah menikahi dia karena mandul dan tidak bisa memberimu keturunan," tunjuknya pada Sofia. "Sekarang, Aku sudah memberimu anak, lalu apalagi kurangnya aku, hah?!" teriak Clara. "Kamu berubah. Mudah marah dan menjadi tidak menarik!" "Apa kamu bilang? Aku marah pasti ada penyebabnya! Dan, jika saat ini aku tidak terlihat menarik, itu semua gara-gara aku melahirkan anakmu!" maki Clara."Sudahlah .... Lebih baik kalian selesaikan dulu masalah ini berdua. Aku akan kembali ke rumah memakai taxi online," ucap Sofia dengan santai. "Tidak! Aku akan mengantarkanmu!" sanggah Alvian. "Biarkan di
Setelah perbincangan untuk menghancurkan Alvian selesai. Reyfaldi memacu mobilnya menerobos kemacetan kota Jakarta. "Sudah makan, Sayang?" Saking bahagianya karena telah berhasil membuat Alvian dan Clara berseteru. Sofia sampai lupa jika perutnya sedari siang belum diisi. "Belum! Mengapa setelah kamu bertanya baru terasa lapar, ya?!" Sofia terkekeh. Pria yang duduk di balik kemudi itu tertawa pelan. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita mampir makan di resto?" "Eum ... tapi-, sepertinya masakan Mbok Nah lebih lezat jika dibanding resto." "Kalau begitu, kita makan dirumah saja, ya!" Sofia mengangguk pelan. Sementara, satu tangan Reyfaldi sibuk menggenggam ponselnya. Mencari nama Mbok Nah di layar ponsel. "Hallo, Mbok!" "Ya, Tuan. Ada apa?""Tolong siapkan makan untuk kami. Sebentar lagi, kami akan pulang dan makan malam di rumah!" perintah Reyfaldi diiringi dengan menutup sambungan teleponnya. Tak butuh waktu lama. Kini, mobil yang dikemudikan Reyfaldi sudah terparkir di halama
Sofia terbaring tampak pasrah di atas ranjang. Malam ini, dirinya akan menyerahkan seluruh hidup dan cintanya hanya untuk Reyfaldi. Yaitu, suami pura-pura yang telah menikahinya secara sah dimata hukum dan juga agama. "Rey ..., mau apa kamu?" tanya Sofia ketika Reyfaldi hendak melepas pakaianya. "Memangnya ada yang bercocok tanam tanpa melepas celananya?" sahut pria yang terlihat sudah tidak sabar. Pakaian yang ada di genggaman tangan Reyfaldi, kini sudah tergeletak di lantai. Entah itu miliknya atau milik Sofia. Mereka sudah tidak peduli helayan itu mendarat di sebelah mana. Keduanya hanya fokus pada permainan di atas ranjang. "Ash ..., pelan-pelan Rey!" Keluh Sofia lirih. Pria yang baru pertama kali melakukan itu, merasa sangat bersemangat. Dengan tempo yang cepat, membuat permainannya menjadi tidak tahan lama. "Shh, Sayang ...," Reyfaldi mendesis seraya memejamkan mata. Tak berselang lama, lenguhan panjang lolos dari bibirnya. Diiringi dengan semburan yang terasa hangat di
Di sebuah kamar dengan nyala lampu temaram. Sofia menggeliat manja dalam dekapan pria tampan dan perkasa. Mata hazelnya sedikit terbuka. Menengok jam dinding yang tergantung di tembok kamar. Jam menunjukan pukul 7 pagi. Sofia terperanjat. Pasalnya, ia harus segera pergi ke kantor untuk menyiapkan meeting jam 9. Baru saja dirinya bergerak akan duduk. Lengan pria yang terasa sedikit berotot itu langsung mempererat dekapannya. Karena kondisinya yang baru saja bangun tidur, sehingga darah belum mengalir sempurna menuju otak. Sofia hampir lupa, jika semalam ia telah melakukan pertempuran hebat bersama Reyfaldi. Sofia menoleh, membelai rambut Reyfaldi dengan lembut. Kemudian, mengecup pipinya dengan mesra. "Rey ..., Sayang ..., ayo bangun!" bisiknya dengan suara khas bangun tidur. Mendapat perlakuan yang romantis. Pria tampan tanpa busana itu bukannya bangun, ia malah mempererat pelukannya lalu naik ke atas tubuh Sofia. Menindih dan menciumi leher jenjang wanita itu. "Ash Sayang, geli!
Dari dalam mobil, Sofia mengedarkan pandang. Memastikan jika saat ini tidak ada karyawan yang sedang berada di sana. Setelah dirasa yakin. Ia membuka pintu mobil kemudian turun dengan mengendap-endap. Ia sangat hati-hati agar tidak ada satu orang pun yang melihatnya. Setelah menurunkan Sofia di sana. Mobil Reyfaldi berputar arah, melaju menuju pintu lobi. Namun, setelah beberapa saat Sofia turun dan berjalan. Sesorang mendaratkan tangan di bahunya. "Hai ..., mengapa kamu turun dari mobil Reyfaldi?" tanya seseorang bersuara bariton. Deg!! Mendengar itu. Sofia langsung mengehentikan langkahnya. Padahal, sebelumnya ia sangat yakin kalau tadi, di sana, tidak ada satu orang pun. Tapi, diluar dugaan, ternyata ada orang yang melihatnya. Wanita yang berdebar itu menoleh perlahan. "Mas ...?" tatapnya sembari memamerkan deretan gigi putih. "Sedang apa kamu disini?" tambahnya lagi. "Kamu belum menjawab pertanyaanku, mengapa tadi kamu datang bersama pria sombong itu?!" "Hah, pria sombong? O
Dari dalam mobil, Sofia mengedarkan pandang. Gedung tinggi yang saat ini berada di hadapannya merupakan sebuah hotel berbintang lima. Ia tak menyangka jika Reyfaldi akan membawanya ke tempat tersebut. Ia pikir, Reyfaldi akan membawanya pulang ke rumah. Mobil sport berwarna hitam kini telah terparkir di area basement. Tak langsung turun, Reyfaldi membuka jas beserta dasi yang melingkar di lehernya, hingga menyisakan kemeja putih yang ia kenakan.Dengan santai, pria itu menggulung lengan kemeja hingga sebatas sikut. Tangannya meraih topi hitam andalan yang tergeletak di kursi belakang. Kemudian, menyimpannya di pucuk kepala. "Mau apa kamu membawaku ke sini?" ujar Sofia keheranan. Pria yang masih menggebu itu melempar senyum tipis. Mendekatkan bibirnya pada telinga Sofia."Saya ingin suasana yang berbeda, Sayang!" Sentuhan bibir itu mengenai kulit telinga, sehingga membuat bulu kuduk Sofia berdiri seketika. "Reeey ..., tadi pagi kan sudah. Masa sekarang mau lagi?" rengek Sofia yang
"Mas ..., Dokter mengatakan kalau Elza sudah membaik. Kemungkinan besok ia sudah boleh pulang." terang Clara dengan mata berbinar. Alvian menatap sang istri dengan ekspresi datar. "Baguslah!" Melihat itu, Clara menjadi bertanya-tanya. Apakah kabar tersebut bukanlah kabar yang membahagiakan untuk Alvian, sehingga tak ada raut kebahagiaan di wajahnya. "Kamu itu kenapa sih, Mas? Mendengar anak kita sudah bisa pulang bukanya senang, kamu malah terlihat biasa saja." "Aku itu pusing! Memikirkan tagihan rumah sakit yang cukup besar!" bisiknya penuh penekanan. "Sudah! Kamu jangan banyak bicara. Aku pusing!" tambahnya lagi. Tak ingin memperparah keadaan. Wanita yang masih berdiri di depan ruang NICU itu terdiam. Yang terpenting untuknya saat ini adalah Elza sehat dan bisa kembali ke rumah. Keesokan harinya, Elza sudah diperbolehkan pulang. Clara mengabarkan pada Alvian jika dirinya bersama Ambar sedang berada di rumah sakit. Menunggu Alvian melunasi tagihannya, agar Elza bisa segera pul
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be