"Mas ..., Dokter mengatakan kalau Elza sudah membaik. Kemungkinan besok ia sudah boleh pulang." terang Clara dengan mata berbinar. Alvian menatap sang istri dengan ekspresi datar. "Baguslah!" Melihat itu, Clara menjadi bertanya-tanya. Apakah kabar tersebut bukanlah kabar yang membahagiakan untuk Alvian, sehingga tak ada raut kebahagiaan di wajahnya. "Kamu itu kenapa sih, Mas? Mendengar anak kita sudah bisa pulang bukanya senang, kamu malah terlihat biasa saja." "Aku itu pusing! Memikirkan tagihan rumah sakit yang cukup besar!" bisiknya penuh penekanan. "Sudah! Kamu jangan banyak bicara. Aku pusing!" tambahnya lagi. Tak ingin memperparah keadaan. Wanita yang masih berdiri di depan ruang NICU itu terdiam. Yang terpenting untuknya saat ini adalah Elza sehat dan bisa kembali ke rumah. Keesokan harinya, Elza sudah diperbolehkan pulang. Clara mengabarkan pada Alvian jika dirinya bersama Ambar sedang berada di rumah sakit. Menunggu Alvian melunasi tagihannya, agar Elza bisa segera pul
Di dalam ruang apartemen yang tidak terlalu luas itu. Ambar mengajak Alvian dan Clara berbincang. "Aku ingin berpisah dengan Clara, Bu! Aku sudah tidak mencintainya." "Apa?!" Ambar terbelalak. Ia benar-benar tak menyangka jika Alvian berpikir demikian. Mendengar itu, Clara merekatkan kepalan tangannya. Darah seolah tiba-tiba naik membuat wajahnya menjadi merah padam. "Mas ..., mengapa kamu berkata begitu?! Aku sudah memberikanmu keturunan. Lantas apa kurangnya aku, Mas?" matanya mulai berkaca-kaca. "Apa semua ini karena Sofia? Kamu ingin kembali padanya, hah?!" "Apa?! Sofia?" Ambar menatap Alvian dengan tatapan menyelidik. "Jawab! apakah benar yang dikatakan Clara? Jawab!!" Teriak ambar. Alvian terdiam, walaupun dirinya berkata "iya" tapi, dari pihak Sofia belum ada kejelasan. Apakah Sofia bersedia kembali bersamanya atau akan menolaknya. "Jawab!" Sekali lagi Ambar berteriak. "Saya memang ingin kembali padanya, Bu! Tapi, kami belum ada kesepakatan apapun!" jawab Alvian tanpa r
Suara tangisan bayi terdengar memekakan telinga. Alvian yang sedang tidur di dalam kamarnya mendadak bangun. Menggerutu karena merasa terganggu. "Cepat susui Elza! Berisik sekali," sentaknya pada Clara. "Kamu itu kenapa sih, Mas? Mengapa harus emosi pada Elza. Dia itu anakmu! Dia tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia. Justru, kamulah yang menginginkannya!" teriak Clara. "Aaah sudah, sudah! Kepalaku pusing!" Alvian beranjak dari ranjang, berjalan, berpindah tempat. Merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang televisi. Melanjutkan tidurnya di sana. Clara menggelengkan kepala. Ia benar-benar tak habis pikir dengan sikap Alvian. Andai saja tidak ada Elza di hidupnya. Sepertinya ia tidak akan berpikir dua kali untuk meninggalkan lelaki buruk seperti Alvian. ***Matahari mulai mengintip di balik dinding kaca. Di dalam kamar benuansa minimalis namun mewah, Sofia membuka mata perlahan. Menggeliat manja dalam pelukan Reyfaldi. "Rey ..., Sayang ..., hari ini kita harus ke kantor!" bis
Sofia merasa harus segera menghentikan permainan yang telah ia ciptakan sendiri. Sore itu ia memutuskan untuk pergi bersama Alvian membicarakan tentang hubungannya dengan lelaki brengs*k itu. Reyfaldi menatap tajam Alvian yang berada di dalam mobil. Sebenarnya, ia merasa khawatir ketika mengetahui Sofia pergi bersama Alvian. Tentu saja bukan karena cemburu, tetapi karena ia takut Alvian akan berbuat jahat pada wanita yang sekarang sudah menjadi istrinya. "Mengapa si sombong itu menatap kita?" gerutu Alvian. "Entahlah! Sebaiknya kita pergi!" ujar Sofia seraya melajukan Mobilnya. Mobil sedan putih itu melewati Reyfaldi begitu saja. Sengaja Sofia bersikap acuh tak acuh ketika melintas di hadapannya. "Maafkan aku, Sayang! Aku akan segera menghubungimu!" ucap Sofia dalam hati. Reyfaldi mengernyitkan dahi. Eko langsung mendekatkan tubuhnya pada Bosnya. "Maaf, Tuan. Apakah anda ingin saya mengikutinya?" bisiknya. Pria yang masih menatap arah laju mobil Sofia itu langsung mengangkat te
"Maaf, Tuan. Menurut saya, sebaiknya kita berputar balik. Memantau, Nona Sofia dari kejauhan," ucap Eko seraya mengemudikan mobil. "Baik! Putar balik sekarang!" Reyfaldi memantau dari kejauhan. Memandangi mobil Sofia yang terlihat tidak ada pergerakan apapun. Eko, yang merupakan Sopir sekaligus orang kepercayaan Reyfaldi, sudah mengetahui jika Alvian adalah mantan suami Sofia. Ia turut khawatir pada istri dari Bosnya tersebut. "Apa sebaiknya kita lebih mendekat lagi, Tuan?" tanya Eko sembari terus memperhatikan mobil berkaca gelap yang ada di depannya dengan jarak beberapa meter. "Tidak! Sudah cukup. Disini saja." Tak lama berselang, wanita bertubuh ramping itu keluar dari mobil. Berjalan menuju pintu sebelahnya, membuka lalu menarik Alvian turun. Reyfaldi tersenyum sinis. "Sudah saya katakan. Istri saya pasti bisa mengatasi lelaki itu sendirian!" gumamnya. Pria yang duduk di kursi belakang mobil mewah itu masih menatap tajam sosok Alvian yang kemudian termenung di pinggir jala
Sore itu, di taman yang asri, dengan angin yang berhembus sepoi-sepoi menggerakan semua dedaunan. Juga, bunga-bunga anggrek yang cantik menjuntai. "Cantik ya?!" Sofia menatap lekat bunga warna-warni yang tergantung di dinding taman."Iya ..., cantik sepertimu, Sayang." imbuh pria tampan di hadapannya.Reyfaldi beranjak dari duduknya, menarik pelan tubuh Sofia. "Mau kemana?" tanya Sofia. "Mandi, aku sudah gerah!" "Rey ..., ini masih sore!" "Memangnya kalau mandi harus malam, hah?!" ucapnya seraya mendorong tubuh sofia, berjalan menuju kamar. "Kamu itu suka modus! Aku tidak percaya kalau hanya mandi." Pria yang masih mengenakan jas itu terpingkal. "Tuh, kan. Malah tertawa, berarti memang benar. kamu mau modus, ya?!" ucapnya lagi. "Kalau kamu tidak mau, saya tidak akan memaksa!" Reyfaldi membuka jas, kemudian melemparnya ke atas Sofa kamar. Sofia berdiri menatap pria tampan di hadapannya. Terkadang, ia merasa tak percaya jika Reyfaldi, sosok yang tampak sempurna itu adalah suamin
Di atas meja makan, berjejer makanan kesukaan Sofia yang mampu membangkitkan selera makannya. Ditambah dengan keadaan perutnya yang sudah kelaparan. Wanita yang mengenakan piyama berwarna biru navy itu melahap habis nasi beserta lauk pauk yang tersaji di atas piring makannya. Setelah semua nasi masuk ke dalam perutnya, tiba-tiba ia merasa mual, kepalanya pun sedikit pusing. "Rey ..., aku mual!" keluhnya seraya menutup mulut menggunakan kedua tangannya. Merasa isi lambungnya akan segera meluncur keluar, Sofia berlari menuju toilet yang ada di dekat dapur. Ia mengeluarkan semua makanan yang telah ia makan barusan. "Sayang ..., kamu kenapa?" Reyfaldi sangat panik, ia berusaha membantu dengan cara memijit pelan tengkuk wanita itu. Wajah cantiknya terlihat memucat seketika. Tubuhnya pun menjadi lemas. Tak ingin membuang waktu, Reyfaldi menggendongnya masuk ke dalam mobil. Mbok Nah yang baru saja tiba dari kegiatan belanjanya terlihat kebingungan. "Ada apa ini, Tuan?" "Bantu saya, M
"Ayo, cepat! Kita ikuti mobil itu!" "Hah? Memangnya kenapa?" Clara benar-benar bingung dan tidak tau apa-apa. "Sudah cepat naik!" perintah Alvian. Lelaki yang sangat penasaran itu memacu mobilnya dengan cepat. Tak ingin sampai kehilangan jejak mobil sport berwarna hitam mewah yang ada di depannya. Clara tampak kebingungan. Namun, ia tak banyak bicara, juga tak bertanya mengapa suaminya itu mengikuti kendaraan yang ada di depannya. Ia lebih memilih diam daripada membuat lelaki yang ada di sebelahnya marah. Reyfaldi beserta sang sopir tidak menyadari jika ada mobil yang sedang mengikutinya. Pria tampan itu hanya fokus pada Sofia. Ia terus mengusap pucuk kepala seraya memandanginya di kegelapan. Ia merasa sangat khawatir pada istrinya itu. Mobil hitam yang ada di hadapan Alvian memasuki kawasan elite. Berjejer rumah-rumah mewah di sisi kanan dan kirinya. Hingga, mobil milik musuh sekaligus Bos nya itu berhenti di hadapan pintu pagar yang terbuat dari besi tinggi menjulang. Tak ter
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be