Sore itu, di taman yang asri, dengan angin yang berhembus sepoi-sepoi menggerakan semua dedaunan. Juga, bunga-bunga anggrek yang cantik menjuntai. "Cantik ya?!" Sofia menatap lekat bunga warna-warni yang tergantung di dinding taman."Iya ..., cantik sepertimu, Sayang." imbuh pria tampan di hadapannya.Reyfaldi beranjak dari duduknya, menarik pelan tubuh Sofia. "Mau kemana?" tanya Sofia. "Mandi, aku sudah gerah!" "Rey ..., ini masih sore!" "Memangnya kalau mandi harus malam, hah?!" ucapnya seraya mendorong tubuh sofia, berjalan menuju kamar. "Kamu itu suka modus! Aku tidak percaya kalau hanya mandi." Pria yang masih mengenakan jas itu terpingkal. "Tuh, kan. Malah tertawa, berarti memang benar. kamu mau modus, ya?!" ucapnya lagi. "Kalau kamu tidak mau, saya tidak akan memaksa!" Reyfaldi membuka jas, kemudian melemparnya ke atas Sofa kamar. Sofia berdiri menatap pria tampan di hadapannya. Terkadang, ia merasa tak percaya jika Reyfaldi, sosok yang tampak sempurna itu adalah suamin
Di atas meja makan, berjejer makanan kesukaan Sofia yang mampu membangkitkan selera makannya. Ditambah dengan keadaan perutnya yang sudah kelaparan. Wanita yang mengenakan piyama berwarna biru navy itu melahap habis nasi beserta lauk pauk yang tersaji di atas piring makannya. Setelah semua nasi masuk ke dalam perutnya, tiba-tiba ia merasa mual, kepalanya pun sedikit pusing. "Rey ..., aku mual!" keluhnya seraya menutup mulut menggunakan kedua tangannya. Merasa isi lambungnya akan segera meluncur keluar, Sofia berlari menuju toilet yang ada di dekat dapur. Ia mengeluarkan semua makanan yang telah ia makan barusan. "Sayang ..., kamu kenapa?" Reyfaldi sangat panik, ia berusaha membantu dengan cara memijit pelan tengkuk wanita itu. Wajah cantiknya terlihat memucat seketika. Tubuhnya pun menjadi lemas. Tak ingin membuang waktu, Reyfaldi menggendongnya masuk ke dalam mobil. Mbok Nah yang baru saja tiba dari kegiatan belanjanya terlihat kebingungan. "Ada apa ini, Tuan?" "Bantu saya, M
"Ayo, cepat! Kita ikuti mobil itu!" "Hah? Memangnya kenapa?" Clara benar-benar bingung dan tidak tau apa-apa. "Sudah cepat naik!" perintah Alvian. Lelaki yang sangat penasaran itu memacu mobilnya dengan cepat. Tak ingin sampai kehilangan jejak mobil sport berwarna hitam mewah yang ada di depannya. Clara tampak kebingungan. Namun, ia tak banyak bicara, juga tak bertanya mengapa suaminya itu mengikuti kendaraan yang ada di depannya. Ia lebih memilih diam daripada membuat lelaki yang ada di sebelahnya marah. Reyfaldi beserta sang sopir tidak menyadari jika ada mobil yang sedang mengikutinya. Pria tampan itu hanya fokus pada Sofia. Ia terus mengusap pucuk kepala seraya memandanginya di kegelapan. Ia merasa sangat khawatir pada istrinya itu. Mobil hitam yang ada di hadapan Alvian memasuki kawasan elite. Berjejer rumah-rumah mewah di sisi kanan dan kirinya. Hingga, mobil milik musuh sekaligus Bos nya itu berhenti di hadapan pintu pagar yang terbuat dari besi tinggi menjulang. Tak ter
"Baik, Pak! Akan saya proses secepatnya!" ucap Irwan, pengacara Reyfaldi. Berkas bukti kecurangan Alvian dimasukkan ke dalam tas jinjing sang pengacara. Hari itu, Reyfaldi menyerahkan perkara Alvian pada Irwan untuk segera diproses. Tak berselang lama, setelah melakukan pelaporan. Dua orang Polisi datang ke perusahaan milik Reyfladi untuk menangkap Alvian. "Bapak Alvian bagian kepala produski?" tanyanya pada Alvian yang tengah duduk di kursi kerja. "Maaf, Guna penyidikan. Anda akan kami tangkap dengan tuduhan pemalsuan laporan!" seru Pak Polisi sembari memperlihatkan kartu identitas kepolisian, juga surat perintah penangkapan. "Tunggu! Apa-apaan ini! Apa salah saya?" Alvian terlihat sangat panik dan ketakutan. "Silahkan nanti anda jelaskan di kantor polisi!" terang Polisi yang memegang dan menarik lengannya.Lelaki itu tak berkutik, ketika dua orang pria berseragam cokelat menyergap dan memborgol kedua tangannya . Semua mata mengarah pada Bapak kepala bagian produksi itu. Para ka
Wanita yang tengah sibuk menenangkan bayinya, turut menitikan air mata. Sedih, kesal, marah, bercampur menjadi satu. Ia benar-benar tak menyangka jika sang suami akan terjerat kasus hukum. "Lantas, apa yang harus kita lakukan, Mas?" tanya Clara terisak. Alvian tak menjawab pertanyaan dari Clara. Untuk beberapa saat, ia hanya menunduk, diam, dan termenung. Samasekali, ia tak tau apa yang kini harus ia lakukan. Pasalnya, untuk menyewa jasa seorang pengacara pun, ia merasa tak sanggup. "Maafkan aku, Clara. Aku benar-benar menyesal." Belum selesai mereka berbincang. Bapak berseragam cokelat yang berdiri di pojokan, melangkahkan kakinya menghampiri Alvian. "Waktu Anda telah habis. Silahkan kembali ke tempat semula!" Alvian beranjak dari duduknya. Begitupun juga dengan Clara. "Tenang, Mas. Aku akan berusaha membebaskanmu!" seru Clara yang berusaha memberikan semangat pada suaminya. Alvian menunduk. Ia terlihat lesu dan muram. Raut kesedihan tergambar dengan jelas di wajahnya. Kemudia
Ambar menatap laki-laki yang tengah duduk dengan posisi kedua tangan terborgol. Raut penuh penyesalan tergambar dengan jelas di wajahnya. Tak sedikitpun terbayangkan oleh Ambar jika Alvian akan ditahan. "Maafkan aku, Bu. Aku benar-benar menyesal," imbuhnya seraya menundukkan wajah. "Jelaskan pada ibu, apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya dengan penasaran. "Aku ...," Alvian merasa tak kuasa untuk menceritakan yang sejujurnya. Bahkan untuk menatap wajah ambar pun ia merasa tak sanggup. "Ayo, ceritakan! Ibu harus tau apa yang sebenarnya terjadi."Ambar merasa sangat penasaran. Sedangkan Clara hanya berdiam diri di belakang Ambar, menatap sang suami dengan raut kesedihan. "A- Aku melakukan kecurangan di perusahaan, Bu. Aku ..., memalsukan laporan produksi," ucapnya dengan terbata. "Loh ..., Ibu tidak mengerti, bagaimana maksudnya?" tanya Ambar yang semakin penasaran. "Aku merekayasa laporan hasil produksi sehingga merugikan perusahaan. Aku mengambil uang perusahaan itu untuk biay
Tok. Tok. Tok. "Permisi, Nona!" Seru Mbok Nah dari balik pintu kamar. "Masuk, Mbok!" Pelayan yang mengenakan seragam khas itu masuk membawakan teh hangat. Ia berdiri di samping Sofia yang tengah merebahkan tubuhnya bersandar di sandaran dipan. "Silahkan diminum, Nona!" Mbok Nah menyodorkan gelas berisi teh manis hangat. Sofia meraih gelas kemudian menyeruput minuman yang terlihat masih mengeluarkan asap tipis. "Enak sekali, Mbok!" ucapnya tersenyum. "Nona, sebaiknya anda membeli alat tes kehamilan. Siapa tau kali ini Anda tengah hamil." Sofia menggeleng cepat. "Tidak mungkin, Mbok. Ini pasti karena asam lambung!" "Tolong jangan minum obat sembarangan ya, Non. Kita kan tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Sebaiknya anda segera menemui dokter!" Sofia diam termenung. Ia merasa tidak mungkin dirinya hamil walau pun sudah terlambat datang bulan selama dua hari. Ketika menjadi istri Alvian pun dirinya sering terlambat beberapa hari, namun tetap tidak hamil. Malah, melihat hasil
"Anda tidak bisa masuk seenaknya! Silahkan keluar!" teriak Bapak Sekuriti pada Ambar. "Lepaskan saya. Saya harus menemui Bapak Reyfaldi!" Ambar meronta dan berteriak. "Loh, Ibu ...?! Sedang apa Ibu disini?" Mendengar suara yang sudah tidak asing lagi, Ambar langsung menghentikan rontaanya. Ia menoleh ke arah sumber suara, kemudian menautkan kedua alisnya. "Sofia? Sedang apa kamu disini?" tanya Ambar keheranan. "Tolong sopan sedikit Anda pada majikan saya, ya!" sentak Bapak Sekuriti pada Ambar. Sofia mengangkat telapak tangannya. "Sudah, tidak apa-apa, Pak. Lepaskan dia, saya mengenalnya!" perintah Sofia pada sang penjaga rumah. "Majikan? Kamu ...?!" kata-kata Ambar terhenti menggantung di udara. Raut bingung penuh tanda tanya tergambar dengan jelas di wajahnya.Reyfaldi berdiri menatap tajam wanita tua di hadapannya. Walaupun ia belum pernah bertemu dengannya sebelumnya, tapi ia yakin jika wanita yang memaksa masuk itu adalah mantan mertua Sofia. Yang tak lain adalah ibu kandung
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be