Wanita yang tengah sibuk menenangkan bayinya, turut menitikan air mata. Sedih, kesal, marah, bercampur menjadi satu. Ia benar-benar tak menyangka jika sang suami akan terjerat kasus hukum. "Lantas, apa yang harus kita lakukan, Mas?" tanya Clara terisak. Alvian tak menjawab pertanyaan dari Clara. Untuk beberapa saat, ia hanya menunduk, diam, dan termenung. Samasekali, ia tak tau apa yang kini harus ia lakukan. Pasalnya, untuk menyewa jasa seorang pengacara pun, ia merasa tak sanggup. "Maafkan aku, Clara. Aku benar-benar menyesal." Belum selesai mereka berbincang. Bapak berseragam cokelat yang berdiri di pojokan, melangkahkan kakinya menghampiri Alvian. "Waktu Anda telah habis. Silahkan kembali ke tempat semula!" Alvian beranjak dari duduknya. Begitupun juga dengan Clara. "Tenang, Mas. Aku akan berusaha membebaskanmu!" seru Clara yang berusaha memberikan semangat pada suaminya. Alvian menunduk. Ia terlihat lesu dan muram. Raut kesedihan tergambar dengan jelas di wajahnya. Kemudia
Ambar menatap laki-laki yang tengah duduk dengan posisi kedua tangan terborgol. Raut penuh penyesalan tergambar dengan jelas di wajahnya. Tak sedikitpun terbayangkan oleh Ambar jika Alvian akan ditahan. "Maafkan aku, Bu. Aku benar-benar menyesal," imbuhnya seraya menundukkan wajah. "Jelaskan pada ibu, apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya dengan penasaran. "Aku ...," Alvian merasa tak kuasa untuk menceritakan yang sejujurnya. Bahkan untuk menatap wajah ambar pun ia merasa tak sanggup. "Ayo, ceritakan! Ibu harus tau apa yang sebenarnya terjadi."Ambar merasa sangat penasaran. Sedangkan Clara hanya berdiam diri di belakang Ambar, menatap sang suami dengan raut kesedihan. "A- Aku melakukan kecurangan di perusahaan, Bu. Aku ..., memalsukan laporan produksi," ucapnya dengan terbata. "Loh ..., Ibu tidak mengerti, bagaimana maksudnya?" tanya Ambar yang semakin penasaran. "Aku merekayasa laporan hasil produksi sehingga merugikan perusahaan. Aku mengambil uang perusahaan itu untuk biay
Tok. Tok. Tok. "Permisi, Nona!" Seru Mbok Nah dari balik pintu kamar. "Masuk, Mbok!" Pelayan yang mengenakan seragam khas itu masuk membawakan teh hangat. Ia berdiri di samping Sofia yang tengah merebahkan tubuhnya bersandar di sandaran dipan. "Silahkan diminum, Nona!" Mbok Nah menyodorkan gelas berisi teh manis hangat. Sofia meraih gelas kemudian menyeruput minuman yang terlihat masih mengeluarkan asap tipis. "Enak sekali, Mbok!" ucapnya tersenyum. "Nona, sebaiknya anda membeli alat tes kehamilan. Siapa tau kali ini Anda tengah hamil." Sofia menggeleng cepat. "Tidak mungkin, Mbok. Ini pasti karena asam lambung!" "Tolong jangan minum obat sembarangan ya, Non. Kita kan tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Sebaiknya anda segera menemui dokter!" Sofia diam termenung. Ia merasa tidak mungkin dirinya hamil walau pun sudah terlambat datang bulan selama dua hari. Ketika menjadi istri Alvian pun dirinya sering terlambat beberapa hari, namun tetap tidak hamil. Malah, melihat hasil
"Anda tidak bisa masuk seenaknya! Silahkan keluar!" teriak Bapak Sekuriti pada Ambar. "Lepaskan saya. Saya harus menemui Bapak Reyfaldi!" Ambar meronta dan berteriak. "Loh, Ibu ...?! Sedang apa Ibu disini?" Mendengar suara yang sudah tidak asing lagi, Ambar langsung menghentikan rontaanya. Ia menoleh ke arah sumber suara, kemudian menautkan kedua alisnya. "Sofia? Sedang apa kamu disini?" tanya Ambar keheranan. "Tolong sopan sedikit Anda pada majikan saya, ya!" sentak Bapak Sekuriti pada Ambar. Sofia mengangkat telapak tangannya. "Sudah, tidak apa-apa, Pak. Lepaskan dia, saya mengenalnya!" perintah Sofia pada sang penjaga rumah. "Majikan? Kamu ...?!" kata-kata Ambar terhenti menggantung di udara. Raut bingung penuh tanda tanya tergambar dengan jelas di wajahnya.Reyfaldi berdiri menatap tajam wanita tua di hadapannya. Walaupun ia belum pernah bertemu dengannya sebelumnya, tapi ia yakin jika wanita yang memaksa masuk itu adalah mantan mertua Sofia. Yang tak lain adalah ibu kandung
Wanita yang masih merasakan sedikit mual berjalan menuju ruang makan. Wajah cantiknya tampak pucat. Perutnya terasa lapar, namun jabang bayi di perutnya seolah menolak makanan yang akan diberikannya. "Ayolah, Sayang. Kasihan bayi kita jika kamu tidak makan. Ia sedang membutuhkan banyak nutrisi. Kamu harus makan banyak supaya anak kita sehat dan pintar." Reyfaldi terus membujuk Sofia. Menyodorkan sesendok nasi ke depan mulut wanita yang tengah hamil itu. Namun, Sofia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. Aroma makanan yang menyeruak terasa mengocok perutnya. Tak tahan dengan baunya, Sofia beranjak berjalan cepat menuju toilet. Tak ada makanan yang meluncur dari mulutnya. Hanya saliva yang ia jatuhkan ke dalam closet. Wajahnya kian pucat. Reyfaldi dan Mbok Nah sangat khawatir. "Tuan, mari kita bawa Nona Sofia ke Rumah sakit! Ia sudah tidak makan sedari tadi siang. Jika dibiarkan, saya khawatir kondisinya akan semakin memburuk," ajak pelayan yang sudah seperti ibunya itu. "Ba
Ambar benar-benar merasa sudah buntu. Ia tetap pada pendiriannya. Tak sudi memohon maaf pada Sofia.Raut wajah berubah sinis. Wanita tua itu mendengus kasar dan tersenyum miring. "Apa kamu tau, wanita yang dulu gendut dan mandul itu, sekarang adalah istri dari Bosmu yang bernama Reyfaldi?!" terang Ambar. Alvian terbelalak. "Tidak mungkin. Jangan mengarang cerita, Bu!" "Tanya saja Clara jika tak percaya!" Alvian menautkan kedua alisnya. Kecurigaanya ketika melihat Reyfaldi di rumah sakit satu minggu yang lalu ternyata benar adanya. Sofia yang dimaksud oleh wanita yang mengaku pelayan itu adalah Sofia mantan istrinya. Mengetahui fakta itu, ia merasa harapannya pupus seketika. Merasa tidak mungkin bisa merebut Sofia kembali jika saingannya adalah Reyfaldi. Sedari duduk di bangku sekolah, ia memang sudah merasa kalah jika dibandingkan dengan Reyfaldi. Rasa iri menjadikannya menghasut teman-teman satu gengnya untuk membully Reyfaldi. Alvian terdiam beberapa saat. "Daripada ibu menjami
"Lepas! Lepaskan saya!" teriak Ambar di depan pintu lobi. Wanita tua itu meronta ketika dua sekuriti berusaha menyuruhnya untuk pergi. "Siapa Anda? Mengapa membuat keributan disini?!" tanya Robi dengan nada meninggi. "Saya ingin bertemu dengan Pak Reyfaldi!" Tidak berhasil mendatangi Reyfaldi di kediamannya, wanita yang mengenakan kerudung merah itu memaksa masuk ke dalam kantor untuk bertemu dengan sang CEO. "Ada kepentingan apa anda ingin bertemu dengan Pak Reyfaldi? Robi menatap tajam. "Ini masalah pribadi. Saya harus berbicara secara langsung dengannya. Atau, berapa nomor telepon Pak Reyfaldi? Biar nanti saya sendiri yang menghubunginya!" Tak ada satupun orang di sana yang berani memberikan nomor ponsel pemilik perusahaan itu tanpa persetujuannya. "Silahkan tunggu! Saya akan menghubunginya!" ucap Robi. Pria berumur 40 tahun itu merogoh saku celanannya, meraih ponsel guna menghubungi Reyfaldi. "Perintahkan sekuriti untuk memaksanya keluar dari kantor. Saya tidak suka jika
"Jadi, bagaimana? Bisakah diproses secepatnya? Karena saya butuh cepat!" tanya Ambar pada temannya yang merupakan kepala bagian di salah satu Bank swasta. "Bisa ...! secepatnya akan saya proses!" Tanpa berpikir panjang, Ambar menjaminkan sertifikat rumah kepada Bank untuk membayar kerugian perusahaan Reyfaldi. "Bu ..., apakah ibu sudah memikirkanya matang-matang?" tanya Clara. "Bagaimana jika ibu tidak bisa membayar cicilannya? "Ibu kan masih punya uang pensiun, jd Ibu bisa membayarnya," jawab Ambar. "Tapi, Bu-," Belum selesai Clara berbicara, Ambar sudah menyela. "Sudahlah ..., itu urusan Ibu, kamu tidak perlu repot-repot memikirkannya." Clara yang sedari kecil tinggal bersama Nenek karena Ayah dan Ibunya berpisah, saat ini tidak mengetahui keberadaan orang tua kandungnya. Setelah sang nenek meninggal dunia, Clara hidup seorang diri dan bekerja sebagai ladies karaoke hingga dirinya bertemu dengan Alvian. Rumah yang pernah ia tinggali bersama Neneknya sudah disita oleh bank ka
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be