"Saya permisi dulu, Pak!" pamit Visha dengan segera. Dia melangkah dengan kaki gemetar, saat bertatap muka kembali. Sedangkan Calvin terus menatap dirinya. Visha berusaha membuang tatapan wajahnya enggan menatap pria yang telah menghancurkan seluruh kehidupannya. "Dion, wanita yang tadi akan elo ajak juga saat pesta perusahaan?" tanya Calvin. "Maksud elo, Visha?" Dion berbalik tanya. "Ya, Visha," ucapnya, seolah nama itu telah bersemi dalam hatinya. "Ya, Visha pasti ikut. Tenang, elo nggak usah khawatir, Visha rajin orangnya dan masalah cacat kakinya, dia bisa tetap bekerja," jelas Dion. Selesai berbincang, Calvin pamit pergi. Namun, matanya tertuju pada Visha yang sedang berjalan menuju ruangan peristirahatannya. Calvin berdeham, saat ia bertatap muka dengan Visha, jantungnya kembali berdegup kencang. Visha tampak gugup, matanya justru mencari keberadaan Kai yang entah pergi ke mana. "Ya Tuhan... aku mohon jangan pertemukan Kai dengan pria ini, aku tak sanggup jika ini
Sore ini, Asih datang untuk mengunjungi anak dan cucunya. Kai yang sedang bermain dengan mainannya, sontak langsung menyambut Neneknya dengan riang “Bunda, Kai boleh ikut menginap di tempat Nenek lagi?” Awalnya Visha nampak ragu, namun setelah melihat wajah Kai yang nampak memohon, Visha menjadi tidak tega, “Boleh Nak, tapi, ingat pesan Bunda, Kai jangan nakal yah?” “Oke Bunda,” sahut Kai bersemangat. Kai berlonjak girang dia pun segera mengajak Asih untuk pergi ke rumah Calvin dengan semangat. “Ayok Nek, kita pergi” Kai segera menggandeng tangan Asih dan berjalan dengan penuh semangat. Dirinya tidak sabar ingin bertemu lagi dengan Om Superman. Setibanya di rumah Calvin, Asih langsung mengajak Kai ke kamarnya. “Kai, jangan ke mana-mana yah? Nenek mau ke dapur dulu masak, Kai diam di kamar Nenek ya!” “Baik Nenek. Oh yah Nek, Om Superman udah pulang?” tanya Kai dengan polos. “Om Superman biasanya pulang malam, ya sudah Nenek ke dapur dulu yah?” Kai mengangguk dan memili
Visha menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan cemas. Pasalnya pagi ini, dirinya baru dikabari oleh ibunya, Asih, bahwa semalam Kai masuk rumah sakit karena alergi susu sapinya kembali kambuh. Asih memang sengaja mengabarkan Visha pagi ini, karena dirinya tidak ingin membuat Visha khawatir dan pergi ke rumah sakit malam-malam sendirian. Saat tiba di ruangan Kai, Visha bernapas lega melihat Kai sedang duduk sambil disuapi oleh Asih. “Sayang, maafkan Bunda, Bunda baru datang ke mari.” Kai yang melihat kehadiran Bundanya, langsung tersenyum menyambut kedatangannya. “Bunda telat, Om Superman baru saja keluar, katanya ada kepiting di kantor Om Superman.” “Kepiting?” Visha berusaha menahan tawa, dia pun mencubit hidung Kai dengan gemas. “Bukan kepiting, Sayang, tetapi meeting!” Kai mengangguk dan tersenyum. “Sama saja Bunda!” ujar Kai tak mau mengalah. “Iya, iya... sama kok!” balas Visha sembari tertawa lega. “Bunda, dari semalam Om Superman jagain Kai, loh. Tanganny
Sudah dua hari ini, Visha kembali menitipkan Kai pada Asih, sebab Nyonya besar dikabarkan sudah pulang dari luar negeri dan akan datang kembali ke kafe. Nyonya besar itu tak lain adalah Maya, Ibu Dion. Visha hanya sempat bertemu dengan Maya beberapa kali, karena memang Ibu Dion cukup sibuk. Dan bagi Visha, Ibu Maya terlihat menakutkan dan tidak menyukai dirinya. Sehingga Visha takut untuk mengajak Kai datang ke kafe. Sementara itu, di rumah Calvin, Kai merengut, menatap pintu masuk dengan tatapan penuh tanya. "Nek, Om Superman mana? Kenapa aku tidak pernah melihat Om Superman lagi" tanyanya, suaranya sedikit bergetar. Asih tersenyum lembut, mengelus rambut Kai. Dan menjelaskan, "Sayang, Om Superman lagi kerja.” “Kerja lagi? Orang dewasa selalu terus kerja. Kai besar nanti tidak mau kerja dan akan duduk nemenin Bunda,” cetusnya dengan polos. Kai mencebik, matanya berkaca-kaca dengan kesal. Asih menghela napas. “Nanti sore Om Superman pasti pulang.” Kai mengangguk pelan,
Di kediaman Calvin, tak terasa sudah larut malam. Kai begitu senang bermain di kamar Calvin. Keduanya tampak semakin dekat seolah ikatan batin mereka semakin kuat. Asih yang merasa tak enak hati kembali mengetuk pintu kamar Calvin dan mengajak Kai untuk tidur di kamarnya. "Nenek, Kai mau tidur sama Om Superman boleh?" tanyanya penuh harap. Asih menatap wajah Kai dan menggeleng perlahan. "Sayang, Om Calvin harus istirahat, ayok kita kembali ke kamar Nenek?" Namun, Kai berbalik menatap wajah Calvin. "Om, apa Kai boleh tidur di sini?" tanya Kai kembali. Calvin mengangguk perlahan, memberikan tatapan pada Asih untuk membiarkan Kai tidur di kamarnya. "Hore! Kai tidur sama Om Superman!" serunya bersemangat. Asih tersenyum haru, dalam hatinya ikut merasa senang melihat Kai seakan memiliki sosok Ayah yang selama ini ia sangat rindukan. Di sisi lain, Asih tidak dapat menutupi perasaan bingungnya setiap melihat kemiripan di wajah Kai dan Calvin. Namun, mengingat status mereka yang jauh be
Menjelang acara ulang tahun perusahaan Calvin yang akan diselenggarakan malam ini, di perusahaannya, Visha kembali menitipkan Kai pada Asih, ibunya. “Anak tampan Bunda, Kai sama Nenek lagi yah? Bunda ada kerjaan penting dan tak bisa membawa kamu ke sana.” “Baik Bunda, Bunda tetap semangat ya. Kai sayang Bunda.” “Terima kasih anak tampan Bunda, Bunda juga sangat sayang sama Kai, kalau Bunda sudah tidak sibuk, Bunda akan ajak Kai jalan-jalan.” “Baik Bunda. Oh ya, Bunda. Kai boleh kan ajak Om Superman bermain?” “Eumm, tentu boleh. Asal Om Superman nya mau dan jangan dipaksa ya.” “Asikk ....” Kai berseru dan melonjak dengan girang. Asih kembali membawa Kai menuju kediaman Calvin. "Ayok masuk?" titah Asih, Kai langsung pergi ke kamar Asih. Saat sore tiba, Kai datang menghampiri Calvin yang sedang bersiap menuju pesta di perusahaannya. "Om Superman mau ke mana?" tanya Kai dengan polos. "Om mau ke pesta, apa kamu pernah pergi ke pesta?” tanya Calvin dengan nada pen
Calvin meninggalkan Greta yang masih diliput oleh beberapa media, dia memilih untuk mendekati Kai kembali. "Ya, Om. Katanya mau tahu Bunda Kai, pergi terus!" gerutu Kai sembari mengembungkan pipinya. "Ya sudah, sekarang di mana Bunda Kai?" tanya Calvin mengulang. Kai menunjuk pada Visha yang sedang berdiri sembari menghadap belakang. Calvin mengernyitkan dahi, hatinya diliputi penasaran. Ia memandang sekumpulan orang yang berbaur di ruangan besar itu, mencoba menemukan sosok yang digambarkan oleh Kai. "Bunda Kai pakai baju apa?" tanyanya lagi, mencoba mendapatkan petunjuk lebih jelas. Kai, dengan mata berbinar penuh harap, menoleh ke arah tempat terakhir kali ia melihat ibunya. "Bunda pakai baju hitam, Om," jawab Kai dengan antusias. Namun, saat jari kecilnya terulur untuk menunjuk kembali, ia melihat Calvin yang sebelumnya berdiri di sampingnya, kini sedang menyapa kembali para kliennya yang datang menghambat. Calvin bergerak cepat ke arah yang berlawanan, meninggalkan K
Kai menatap bingung ke arah meja tempat ia yakin melihat ibunya terakhir kali di sana. Matanya berkilat kekhawatiran saat tidak menemukan sosok Visha yang dicarinya. “Di mana? Om nggak lihat siapa-siapa!” kata Calvin, matanya kembali mencari sosok ibunya Kai. “Di sana Om, tadi Bunda ada di sana!” jawab Kai bersikukuh. “Ya sudah, ayo kita temui Bunda kamu” ajak Calvin sambil menggandeng tangan Kai. Calvin, dengan langkah gontai, mengikuti arahan telunjuk Kai yang melihat Visha di dekat meja makanan. Mereka berdua mendekati meja tersebut, langkah mereka semakin cepat saat mendekat. Namun, yang mereka temui hanyalah Ayu, sahabat Visha, yang tersenyum lebar menyambut mereka. "Hai, Kai?" sapa Ayu dengan suara gugup. Kai, masih dengan rasa penasaran yang tinggi, segera menanyakan keberadaan ibunya. "Tante Ayu, Bunda di mana?" "Bunda... Bunda tadi ke kamar mandi," jawab Ayu, sambil mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Kai menghela napas, kekecewaan jelas terlihat di
Calvin memejamkan mata perlahan, air mata luruh membasahi pipinya. Rasa sesal dan penyesalan begitu dalam mencengkeram hatinya. “Mas tahu hatimu masih cinta sama Mas, Sha. Maafin Mas, jika mengecewakan kamu.”“Mas,” ucap Visha akhirnya, suaranya bergetar menahan tangis.“Yah sayang,” jawab Calvin, suaranya terdengar parau.“Berjuanglah, luluhkan dan ...” Visha terdiam, kalimatnya terhenti di tengah jalan. Dia tidak tega untuk melanjutkan kalimatnya. Dia tahu, apa yang dia harapkan dari Calvin sangatlah sulit.“Mas akan berusaha,” jawab Calvin, suaranya terdengar lemah. Dia tahu, dia harus berjuang untuk mendapatkan kembali hati Visha. Namun, dia juga tahu, jalan yang harus dia tempuh tidaklah mudah.“Mas, aku percaya kamu bisa,” ucap Visha, tangannya menggenggam erat ponsel. Dia memberikan dukungan penuh kepada Calvin, meskipun hatinya terluka.“Terima kasih sayang,” ucap Calvin, dengan lega. Dia bersyukur memiliki Visha, wanita yang selalu ada di sisinya, mendukungnya dalam s
Calvin terkejut dengan suara Asih, ibu mertuanya yang meninggi. “Turun!” perintah Asih. “B-baik, Bu.” Calvin menjawab, dia pun membuka pintu dan menghampiri Asih. “Bu, Visha ...” “Mulai sekarang, jangan kamu temui lagi Visha dan Kai. Mereka bahagia meski tanpa kamu, pria pengecut yang selalu termakan hasutan mantan kekasihmu.” Calvin lagi-lagi terkejut dengan ucapan Asih. “Bu ... tapi Visha dan Kai, bagian dari keluarga Calvin.” “Bagian dari keluarga kamu? Lalu ke mana saja saat anakku tadi menangis, bahkan dengan tega kamu mengusirnya?” “Bu, Calvin benar-benar minta maaf! Calvin janji tidak akan mengulangi hal ini lagi.” Calvin berusaha meminta maaf pada Asih, tetapi Asih tak luluh begitu saja. “Cukup! Tinggalkan anak saya sekarang juga!” “Bu,” panggil Visha, dia berdiri dengan tegak, bibirnya gemetar. “Sha, ayok pulang? Maaf, jika Mas tadi ...” “Mas, pulanglah!” Visha menunduk, air matanya menetes. Calvin terdiam, hatinya terasa sesak. Dia mencintai Visha dan
Greta tersenyum licik. Dia pun menambahkan kata-kata lagi untuk meracuni pikiran Calvin. “Oh, jangan-jangan kamu sengaja menggoda Pak Cokro?”Visha tersentak. “Tutup mulutmu!” teriaknya. “Calvin ... Calvin, kamu mau saja ditipu oleh wanita ini! Padahal aku sudah mengantarkan Visha ke depan ruanganmu, tetapi kenapa dia malah pergi ke ruangan Pak Cokro!”“Hentikan ucapanmu, Mbak Greta!” Visha kesal. “Aku bahkan tidak mengenal pria itu!”“Owh yah?” Greta mencemooh. “Aku tidak yakin. Jangan-jangan kamu ...” “Greta, sebaiknya kamu pergi ke ruanganmu!” perintah Calvin, suaranya dingin.Calvin meleraikan pelukannya. Dia berjalan selangkah, hatinya cemburu dan terhasut oleh ucapan Greta. Pandangannya tertuju pada Visha yang berdiri terdiam, wajahnya memerah menahan amarah.“Visha, sebaiknya kamu pulang. Biar Bara yang antar kamu,” ucap Calvin, suaranya terdengar dingin.“Mas, aku ke sini hanya untuk bertemu dengan kamu. Aku bawain ...” Visha mencoba menjelaskan, tetapi Calvin langs
Tanpa merasa curiga, Visha masuk ke dalam ruangan itu. Dia duduk di sofa, sesekali menatap satu per satu ruangan yang tampak mewah. "Jadi ini ruangan kerja Mas Calvin," ucapnya bangga.Visha berjalan menuju jendela, menatap indahnya pemandangan dari atas gedung bertingkat lima. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, membawanya pada lamunan tentang masa depan bersama Calvin."Semoga saja dengan kedatanganku kemari, Mas Calvin akan sangat bahagia," gumam Visha, matanya berkaca-kaca.Pada saat Visha sedang melamun, pintu ruangan terbuka dengan suara berderit. Seorang pria gendut berwajah garang terkejut dengan pemandangan wanita yang berbaju merah berdiri dengan anggunnya di dekat jendela."Wow, bukannya aku baru beberapa menit memesan wanita cantik? Rupanya Carles cepat sekali mendapatkan wanita cantik!" katanya sembari melangkah mendekati Visha.Visha yang sedang melamun tak menyadari gerakan langkah kaki yang mendekat. Dia tersentak kaget saat merasakan tangan kekar itu melingka
Visha berjongkok di depan Kai, puteranya yang polos. Tangannya menggenggam erat tangan mungil Kai, mencoba menenangkan. "Sayang, Jangan berbicara seperti itu yah, Nak. Papah Calvin—""Stop Bunda, Om Superman bukan Papah Kai!" teriak Kai, suaranya bergetar menahan tangis."Nak!" Visha terkesiap, hatinya tersayat mendengar kata-kata putranya.Kai menghempaskan tangannya, dia berbalik mendekati Asih, neneknya. "Nek, Kai mau tinggal di sini sama Nenek, Kai tidak mau bertemu dengan Om jahat."Asih memeluk erat Kai, tangannya mengusap perlahan rambut Kai. "Sayang, ayok sekarang Kai cuci kaki dan kita berangkat sekolah. Nanti Nenek yang antar kamu ke sekolah."Kai mengangguk, matanya berkaca-kaca. Dia pun bergegas pergi meninggalkan Visha yang berdiri terpaku, air matanya menetes perlahan."Bu?" panggil Visha, suaranya terengah-engah. "Kamu harus bersabar, Kai masih trauma pada Ayahnya, biarkan dia tenang dulu!" kata Asih, lembut.Visha hanya bisa mengangguk, hatinya pedih meliha
Visha berdecak kesal, matanya menatap layar ponsel yang menampilkan pesan dari Calvin. Jari-jarinya menekan tombol Power, mematikan layar yang menampilkan pesan yang membuatnya geram.“Menyebalkan, apa kamu pikir aku butuh uangmu!” gerutu Visha, suaranya meninggi. Dia melempar ponselnya ke atas ranjang, kepalanya tertunduk lesu.Visha enggan untuk menelepon kembali Calvin, apalagi menjelaskannya. Perasaannya campur, antara kesal, kecewa, dan sedikit takut.“Huhh! Kenapa jadi seperti ini?” gumam Visha, lelah. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.Asih kembali mendekati Visha. “Bagaimana, apa suami kamu mengizinkannya?” tanyanya, matanya penuh harap.Visha menggigit bibirnya, ragu untuk mengatakan yang sebenarnya. “Iyah Bu, Mas Calvin sudah mengizinkan Visha untuk menginap di rumah Ibu,” jawabnya berbohong.“Ya sudah, ayok bantu Ibu membereskannya rumah ini?” Asih tersenyum, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Visha.Keduanya seharian membereskan ruma
Visha mengecup pipi Kai yang Chubby, meski hatinya terasa resah akan kelangsungan pernikahannya dengan Calvin. “Kenapa ini bisa terjadi di saat bulan madu kami?” gumam Visha tak mengerti.Di perusahaan Calvin, sang ayah, Pak Mahessa, memutuskan untuk memantau perkembangan para klien di rumah mereka. “Kita harus selalu memantau saham perusahaan, Calvin. Situasi perusahaan sedang tidak baik,” ujar Pak Mahessa. Calvin, Bara, bahkan Greta pun ikut pulang ke rumah mereka. Setibanya di sana, Kai berlari saat melihat Calvin. “Papah, sudah pulang? Adik bayinya mana?” tanya Kai, “Papah, ayok kita bermain?” ajak Kai dengan riang. Calvin yang sedang emosi langsung membentak Kai. “Kai, diam! Jangan ganggu Papah!”“Mas!” teriak Visha, “Kenapa kamu marahin Kai? Dia tidak tahu apa-apa Mas!”Calvin menatap wajah Visha kesal, “Harusnya kamu jaga anakmu. Sudah tahu Mas sedang pusing memikirkan perusahaan!”“Anakku? Oh, kamu benar, dia anakku.” Visha terdiam, matanya berkaca-kaca.“Astagh
Selesai bersih-bersih, saat Calvin akan mencium bibir Visha, ponselnya berdering.“Mas, angkat dulu teleponnya, siapa tahu penting!” ucap Visha.“Huhh! Mengganggu saja, harusnya tadi Mas matikan dulu teleponnya!” keluhnya kesal, tangannya masih terulur hendak meraih Visha.Visha terkekeh pelan, menarik hidung Calvin gemas. “Angkat dulu, kita bisa memulainya nanti bukan.”“Hmm, baiklah! Mas angkat telepon dulu yah, kamu tunggu di tempat tidur.” Calvin berusaha menahan gejolak di hatinya, mencoba fokus pada panggilan yang mengusik ketenangannya.Visha mengangguk, Calvin meraih ponselnya yang di simpan di atas meja. Saat nama ‘Bara’ muncul di layar ponsel, dia mendengus kesal.“Ah, sial! Mengganggu saja!” pekiknya kesal, sembari tetap mengangkat panggilan itu.“Hallo, bos?” sapa Bara.“Ya, ada apa? Apa kamu tidak punya kerjaan mengganggu saya?” Nada Calvin terdengar dingin, penuh kekecewaan.“Cal, ini Papah!” ucap Mahessa.“Papah!” Calvin terkejut, jantungnya berdebar kencang.
Calvin tertawa saat melihat wajah Visha yang gugup. "Apa kamu takut?" Visha mengangguk perlahan, meski begitu dia tak mau membuat Calvin kecewa. "Aku siap Mas!" jawab Visha, akhirnya. Calvin tersenyum, dia mengecup kening Visha perlahan. "Hemm, sayangnya Mas tidak akan melakukannya sekaranh. Oh yah, sayang... nanti siang persiapkan barang-barang Mas dan kamu yah, Mas akan ajak kamu pergi bulan madu!" "Bulan madu? Kai bagaimana Mas?" tanya Visha. "Sayang, Kai sementara sama orang tua kita dulu yah!" jawab Calvin, "Jangan khawatir, mereka pasti akan senang menjaga Kai." Visha terdiam sejenak, memikirkan hal itu. Dia tahu bahwa orang tua mereka sangat menyayangi Kai dan akan merawatnya dengan baik. Namun, tetap saja ada sedikit keraguan di hatinya. "Mas, apa kedua orang tua Mas nggak akan keberatan?" tanyanya. "Tentu tidak sayang," jawab Calvin, "Lagipula, kita tidak akan pergi terlalu lama. Hanya beberapa hari saja." Visha mengangguk, lega. "Baiklah Mas, aku persiapkan d