"Pukul 06.30, aku jemput kamu. Kita sarapan bersama!" Tulis Rizky di pesan chat untuk Inara. Dia langsung mandi, dan bersiap-siap untuk sarapan dan mengajak Inara berjalan-jalan. Mengunjungi tempat wisata di Singapura. Sebelum mereka kembali ke Jakarta. Ada meeting penting yang tak bisa Rizky tinggalkan. Inara selalu terlihat cantik secara alami, dia hanya mengoleskan lipgloss di bibirnya. Agar terlihat lebih segar. Semua yang dia gunakan di tubuhnya, adalah pemberian Rizky. Dia yang selama ini membiayai Inara dan orang tuanya. Tapi, apa yang Rizky dapatkan dari Inara? Inara masih saja terus menolaknya. Padahal, sudah banyak yang Rizky korbankan untuknya. "Ra, udah siap belum?" Rizky mengetuk pintu kamar Inara dan memanggilnya. Inara bergegas membuka pintu kamarnya. "Sudah siap? Kita berangkat sekarang. Setelah sarapan, aku ingin mengajak kamu jalan-jalan," ucap Rizky. "Wah, serius kamu? Makasih ya!" Inara spontan memegang tangan Rizky. Menunjukkan rasa bahagianya. "Iya. Yuk k
"Iya, aku mau. Tapi, apa bisa ditunda nanti? Setelah urusan aku dengan Bram selesai. Aku ingin membuat dia menderita, membuat dia jatuh miskin, dan menjebloskan dia ke penjara.""Kenapa harus ditunda? Kita akan tetap menjalankan rencana kita. Sebagai bentuk cinta aku kepada kamu. Aku akan menghadirkan bunda kamu, di pernikahan kita," Rizky meyakinkan Inara. Mata perempuan cantik itu langsung membulat sempurna, dia begitu terkejut mendengar penuturan Rizky. Tentu saja dia tak akan menolaknya, dia sudah sangat merindukan sang bunda. "Aku akan mengatur waktu, untuk mempertemukan kamu dengan bunda kamu. Sebelum, kita menikah. Aku ingin membuat kamu bahagia," jelas Rizky."Benarkah? Terima kasih ya!" ucap Inara. "Tentu saja! Untuk apa aku membohongi kamu. Apapun akan aku lakukan demi kamu," sahut Rizky membuat wajah memerah. Inara berharap, Pak Susilo pun segera pulih. Agar bisa menjadi saksi di pernikahannya dengan Rizky. Inara terpaksa mendekati Bram, demi bisa melancarkan rencananya.
Keduanya pamit pulang kepada Pak Susilo, karena Rizky ingin mengajak Inara dinner malam ini. Dia akan mengajak Inara ke restoran yang sudah dia pesan. "Kita makan malam dulu ya, sebelum kembali ke hotel," ucap Rizky, Inara tampak menganggukkan kepalanya. Mereka kini sudah dalam perjalanan menuju restoran. Inara tak merasa curiga, kalau Rizky sudah menyiapkan sebuah surprise untuknya. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah restoran mewah yang berada di sana. Keduanya langsung turun dari mobil, dan memasuki restoran itu. Rizky tampak menggandeng tangan Inara dengan mesra, menuju tempat yang sudah di reservasi untuknya. Tempat itu berada di rooftop restoran itu. Inara dibuat tak mampu berkata-kata. Dia begitu terharu mendapatkan surprise dari Rizky. Belum sempat dia berkata, Rizky langsung berlutut di kakinya sambil memegang bucket bunga Mawar putih yang begitu indah. Dia juga terlihat memegang sebuah kotak kecil berwarna merah. "Ya ampun Ki, pakai begini segala sih? Udah ah bangun
Hari ini Inara dan Rizky akan kembali ke Indonesia. Dia pamit kepada Pak Susilo. Pak Susilo menaruh harapan besar kepada Inara dan Rizky. Dia berharap, bisa segera sehat, dan kembali ke Indonesia. Diana sampai saat ini masih menjadi sasaran empuk Romeo. Sampai saat ini, mereka masih menjalin hubungan. Sedangkan Monika saat ini masih berada di rumah sakit jiwa, kondisi mentalnya belum stabil. "Pi, Inara pulang dulu ya! Semoga papi bisa segera sehat kembali. Inara sayang papi," ucap Inara. Dia juga mencium tangan Pak Susilo. Menghormati Pak Susilo layaknya seorang anak kepada ayahnya. "Iya, Ra. Terima kasih atas bantuannya dan doanya. Semoga rencana pernikahan kalian berjalan lancar. Papi juga bisa menghadiri acara pernikahan kalian," ucap Pak Susilo. Inara dan Rizky pergi meninggalkan rumah sakit, menuju bandara. Mereka kini sudah dalam penerbangan menuju Jakarta. "Aku ingin segera mempertemukan kamu dengan kedua orang tuaku, dan kita bisa segera menikah. Rasanya, aku sudah tak ta
"Sayang, hari ini aku gak ke kantor dulu ya. Aku mau ke kantor Pak Dimas dulu. Biar dia bisa segera tahu, kalau Pak Susilo sebenarnya masih hidup," ucap Rizky di panggilan telepon dengan Inara.Inara mengiyakan ucapan laki-laki yang sudah resmi menjadi kekasihnya. Singapura menjadi tempat kenangan untuk mereka berdua. Di negara itu mereka resmi menjalin hubungan kembali. Rizky sudah bersiap-siap untuk berangkat. Kini mereka sudah dalam perjalanan menuju sana. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam, Rizky akhirnya sampai di sana. Setelah memarkirkan mobilnya, Rizky langsung turun memasuki kantor itu. "Sebentar ya Pak, saya hubungi Pak Dimas dulu! Bapak silakan duduk dulu!" Rizky dipersilahkan masuk. Dia berjalan menuju ruangan Dimas. "Maaf, kalau saya boleh tahu. Ada perlu apa ya, bapak ingin menemui saya? Apa bapak ingin memakai jasa saya?" tanya Dimas dengan ramah. Rizky melebarkan senyumannya. "Apa Anda mengenal Pak Susilo?" tanya Rizky. Dimas tampak mengerutkan
Wajah Inara terlihat tegang. Tangannya pun terasa begitu dingin. Jantungnya berdegup kencang. Dia begitu gugup. "Rileks, Sayang! Nanti yang ada kedua orang tua aku curiga. Ingat, sekarang kamu datang sebagai Felisa. Nanti, setelah semuanya selesai, dan Pak Susilo sembuh. Barulah aku akan mengungkap, siapa kamu sebenarnya. Kita masih harus menutupi identitas kamu!" ucap Rizky dan Inara mengikuti saja apa rencana Rizky. Mereka sudah sampai di parkiran rumah orang tua Rizky. Sebuah rumah yang sangat mewah. Wajah Inara berubah pucat dan keringat dingin membasahi wajahnya. Dia begitu panik. Bayangan beberapa tahun silam, Tiba-tiba saja hadir. Inara teringat saat papanya Rizky mengusir dia, dan menghinanya. "Tidak!" Inara tampak berkata demikian, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Rizky sambil menggenggam tangan Inara erat. "Bisa gak kita batalkan saja makan malam hari ini? Aku takut mengecewakan kamu," ungkap Inara yang kini memandang wajah Rizky denga
"Aku langsung pulang ya, Sayang. I love you."Rizky hanya mengantarkan Inara sampai depan pintu kamar apartemen Inara. Setelah itu, dia langsung pulang. Berbeda halnya dengan Inara dan Rizky yang kini sedang berbahagia. Bram justru menjadi kacau. Saat ini dia sedang berada di sebuah club malam. Dia terlihat mabuk, sejak tadi terus meracau. "Aku langsung pulang ya, Sayang. I love you."Rizky hanya mengantarkan Inara sampai depan pintu kamar apartemen Inara. Setelah itu, dia langsung pulang. Berbeda halnya dengan Inara dan Rizky yang kini sedang berbahagia. Bram justru semakin hari menjadi semakin kacau. Dia semakin berkuasa. Saat ini dia sedang berada di sebuah club malam. Dia terlihat mabuk, sejak tadi terus meracau. Hidupnya menjadi tak karuan. Sikapnya tak berubah. Padahal dia sudah membuat perusahaan papinya bangkrut, dan kini hanya menyisakan perusahaan besar papinya. Kini berakhir di ranjang. Kondisinya saat ini, membuat dia tak sadar. Melia-wanita malam yang mengambil kesem
Inara dan Rizky akan menikah secara tertutup. Hanya di hadiri oleh sang adik yang akan menjadi wali, dan juga sang Bunda. Orang tua Rizky tak akan hadir pada acara sakral mereka. Rizky begitu kecewa kepada kedua orang tuanya, yang tak mempedulikan dia. Sang mami pun kini seperti berpihak kepada papinya. Rizky merasa hidup sebatang kara. "Maaf ya, aku belum bisa mewujudkan keinginan kamu. Tapi aku yakin, suatu saat nanti pasti kedua orang tuaku akan merestui hubungan kita. Yang terpenting sekarang, kita resmi menikah dulu saja," ucap Rizky dan Inara mengiyakan. Mereka baru saja sampai di Mall, dan langsung menuju toko perhiasan untuk membeli satu set perhiasan untuk pernikahan mereka nanti. Rizky juga ingin membelikan Inara perlengkapan yang dibutuhkan. Setelah resmi menikah, Inara akan tinggal di apartemen Rizky. Mereka berharap, kebahagiaan selalu menyertai hubungan mereka. Meskipun tanpa restu orang tua Rizky. "Tunjukkan kepada kami. Produk terbaik di toko kalian. Kami ingin m
"Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol
"Sayang, sepertinya aku besok harus berangkat ke Yogyakarta untuk beberapa hari. Ada pekerjaan yang gak bisa aku tinggalkan," ucap Gio yang kini masih memeluk istrinya. Sita memiliki wajah yang cantik. Dia juga memiliki body dan juga kulitnya yang putih mulus. Tentu saja Gio tak sembarangan memilih seorang istri. "Jadi, aku di tinggal lagi?" Sita terlihat kesal, memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi dia harus di tinggal kembali. Padahal, baru hari ini suaminya pulang, dan besok harus pergi lagi meninggalkan dia. "Sabar ya, Sayang! Seperti biasa, aku tak akan lama ke sananya. Setelah urusan selesai, aku akan segera pulang. Aku pun tak akan kuat berpisah dengan kamu," rayu Gio. "Sebagai permintaan maaf aku. Aku akan memberikan kamu uang 100 juta. Kamu bisa gunakan uang itu, untuk shopping atau apapun. Bebas terserah yang kamu mau," ucap Gio lagi. Tentu saja mata Sita langsung berbinar-binar mendengarnya. Dia merasa senang, karena suaminya akan memberikan dia uang, untuk membeli yang dia
"Kapan gue bisa hidup enak lagi sih? Cape gue hidup susah terus," gerutu Monika. Setelah diusir dari rumah Arsyila, kini Monika bekerja menjadi ART di tempat lain. "Monika," teriak sang majikan. "Bisa gak sih, gak usah teriak-teriak. Mentang-mentang orang kaya, sombong banget," umpat Monika dalam hati. Dia tak ingat dirinya dulu. Begitu sombongnya dia. Bahkan dia dulu begitu menghina Inara, dengan sebutan "orang kampung." "Ya Nyonya, sebentar," sahut Monika. Dia pun langsung lari menghampiri majikannya. Jika dia tak segera mendatangi majikannya itu, pastinya Sita akan mengomel padanya. Kini Monika sudah berdiri di hadapan sang majikan. Sita menatapnya tajam. "Ada apa ya Nyonya, memanggil saya?" tanya Monika dengan wajah menunduk. "Kamu tanya ada apa? Ini baju saya kenapa bisa begini? Kamu itu bisa kerja gak sih? Kalau memang gak bisa. Lebih baik kamu saya pecat. Saya butuh pembantu yang berpengalaman," ucap Sita sombong.Monika dibuat tak berdaya. Mungkin, ini balasan untuknya.
Baik Rizky maupun Inara sudah terlihat bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Rizky memilih menunggu sang istri, di depan ruang TV. Setelah selesai memakai hijabnya, Inara berjalan keluar menghampiri suaminya. "Ayo Mas, kita berangkat sekarang!" Inara mengajak sang suami. Dia langsung keluar bersama. Rizky meminta sang supir mengantarkan mereka ke rumah sakit. Kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kali ini Rizky memilih menggunakan supir pribadi. "Semoga, kedua anak kita dalam keadaan sehat. Aku khawatir sekali," Rizky membuka pembicaraan. "Aamiin. Aku juga berharap demikian, Mas," sahut Inara.Mobil yang membawa mereka sudah sampai di rumah sakit. Rizky dan Inara turun di lobby rumah sakit, dan mereka langsung masuk ke dalam menuju tempat administrasi pendaftaran. "Kamu duduk aja di sana! Biar aku yang urus pendaftaran," ucap Rizky dan Inara mengiyakan. Inara langsung mencari tempat duduk, menunggu suaminya selesai mendaftar. Seperti biasanya, Rizky yang a