"Hm, ingat keputusan berada ditanganku nanti. Apa kamu bersedia menerima tantanganku?" Tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali, Sherkan menjawab pertanyaan Naila.Sebelum memberikan tanggapan, Naila menarik napas dalam dan berharap tantangan yang diberikan Sherkan tidaklah sulit. "Bersedia, Kek."Sekali lagi Sherkan menyeringai tipis membuat Naila sedikit ketakutan."Hmm, untuk tantangan pertama, aku ingin kamu memasak rendang jengkol untukku sekarang!" seru Sherkan tiba-tiba. 'Rendang jengkol? Apa aku tidak salah mendengar?' Mendengar tantangan yang terlontar dari bibir Sherkan, kening Naila berkerut kuat sekarang. "Rendang jengkol, Kek?" "Iya, buatkan aku sekarang! Jika masakanmu enak, aku akan mempertimbangkan apa kamu layak jadi menantu di keluarga kami atau tidak!" titah Sherkan sambil mengambil kembali teh di atas meja. "Baik Kek." Dengan raut wajah bingung Naila bangkit berdiri kemudian pergi ke dapur hendak memasakkan Sherkan rendang jengkol. Sementara itu, Sherkan dari ke
Sherkan memutus kontak mata seketika kemudian mengalihkan pandangannya ke arah mangkuk kembali dan menatap rendang jengkol tersebut dengan seksama. 'Enak sekali rendang ini, aku jadi rindu masakan istriku.' Sherkan tak dapat berbohong rasa rendang jengkol mengingatkannya dengan masakan mendiang sang istri. Sementara Naila, dengan sabar menunggu jawaban Sherkan. Sedari tadi keringat sudah menjalar di telapak tangannya, cemas dan takut bila dia gagal. "Kek?" Sekali lagi Naila memberanikan diri membuka suara. Dengan raut wajah datar Sherkan melirik Naila lagi. "Tidak enak!" katanya, ketus. Lalu Sherkan menyantap rendang jengkol kembali. Hal itu membuat dahi Santi berkerut hingga tiga lipatan, keheranan. Sementara Naila tampak murung karena masakannya tidak enak. Saat melihat perubahan raut wajah Naila, Santi mulai menggerakkan bibir. "Maaf menyela Kek, jadi Nona Naila gagal ya?" Dengan mulut penuh makanan, Sherkan menanggapi. "Iya, gagal. Cepat sana ambil lagi rendang jengkolnya.
"Sepertinya anda salah orang Tuan, namanya Talitha, hehe," jawab Santi cepat dengan detak jantung berdegup kencang saat ini.Santi membenarkan kacamata hitamnya dan sesekali melirik-lirik para pengunjung yang kini memusatkan perhatian ke arah mereka. Selama menjadi manager Naila di agency, penampilan Santi sangatlah berbeda, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Jika berada di luar dia selalu memakai wig pendek berwarna pink. "Iya, kamu benar Santi. Sepertinya anda salah orang, Tuan." Naila melempar senyum lebar kepada Sherkan. Ya pria di hadapannya saat ini adalah Sherkan. Entah bagaimana Sherkan bisa ada di sini, tapi yang jelas Ali maupun Roni tidak memberitahu mereka. Tetapi, Naila sangat heran mengapa Sherkan bisa mengenalinya, bukankah sejak kemarin wajahnya sudah ditutupi dengan make-up.Sherkan tak langsung menjawab. Sedari tadi melayangkan tatapan datar kepada Naila."Iya, sepertinya aku salah orang, maafkan aku ya," ucap Sherkan kemudian. Naila menyungging senyum lebar samb
Naila tersentak, tak menyangka bila Ali berada di belakangnya saat ini. Secepat kilat ia memutar kepala, melihat Ali, melangkah cepat menghampirinya dengan raut muka merah padam.Ali langsung berdiri di samping Naila kemudian melingkarkan tangannya di pinggang sang istri. "Tantangan apa lagi yang Kakek berikan kepada istriku?!"Sherkan malah menyeringai tipis. Sementara Naila melebarkan mata seketika."Sayang, mengapa kamu bisa tahu kalau Kakek memberikan aku tantangan?" Dengan tatapan menyelidik, Naila bertanya. Ali melirik Naila. Kemarin Roni dan Santi, ia tugaskan untuk melapor kepadanya tentang apa saja yang dilakukan Sherkan di mansion, meskipun Naila memberi mereka perintah agar menutup mulut. "Apa yang tidak aku tahu Sayang, walaupun kamu menyembunyikannya dariku, aku pasti akan tetap tahu," ujarnya lalu kembali menatap Sherkan. Sejak pagi perasaannya tak menentu, Ali pun menyuruh Roni menyelesaikan sisa perkerjaannya dan memilih pulang lebih awal. Sekarang, Naila dapat mene
'Ya ampun, mengapa mereka seperti kucing dan tikus sih?' Naila reflek melirik Ali, yang kini wajahnya semakin merah padam. Dia berharap Ali tak mengucapkan kata-kata kasar lagi kepada Sherkan. Naila lantas duduk di samping Ali dan mengelus dada sang suami, hendak menenangkannya. "Sabar ya, Kakek masih makan," kata Naila sambil mengulas senyum tipis. Ali menoleh, secara perlahan raut wajahnya mulai kembali seperti semula. Dengan sabar dia pun menunggu Sherkan menyantap brownies. Cukup lama Sherkan mengunyah brownies hingga pada akhirnya Ali mengambil brownies dari tangannya secara paksa.Sedari tadi Ali menahan sabar, namun kesabarannya ada batasnya juga. Sementara Naila terkejut, melihat pergerakkan Ali. Gurat kepanikan terpatri di wajahnya saat ini. "Al! Apa yang kamu lakukan?!" seru Sherkan tersulut emosi kala Ali merebut browniesnya tiba-tiba. Ali menyeringai tipis sejenak lalu memasukkan brownies ke dalam mulutnya. "Aku mengambil brownies milik istriku, kenapa?" sahutnya de
Mendengar perkataan Salman, Anya tak langsung menjawab. Saat ini wanita berpenampilan glamor itu tampak berpikir keras. "Salman, apa kamu gila? Aku tidak mau mengotori tanganku dengan darah! Nanti kalau Naila dibunuh, nama kita akan terseret!" celetuk Anya pada akhirnya.Salman menghela napas kasar. "Lalu apa yang akan kita lakukan, hanya rencana itu saja yang bisa membuat Naila pergi dari hidup anak kita!"Bibir Anya mencebik seketika. "Ish, cari lagi rencana yang lain, Salman! Ya ampun, wanita itu benar-benar membuat kepalaku pusing!" serunya sambil memegang kepalanya yang mulai berdenyut kuat.Salman terdiam, lantas mulai mencari rencana lain di benaknya. Sementara Anya menyenderkan kepala ke bantalan sofa sambil memijit-mijit kepalanya."Sayang, aku punya ide lagi!" jerit Salman seketika hingga membuat Anya kaget.Anya reflek mengelus dada. "Salman, kamu mau membuat aku mati terkejut apa?" tanyanya dengan mata melotot keluar sedikit."Hehe, maafkan aku, Sayang. Aku terlalu berse
Keesokan harinya, seperti yang telah dikatakan Ali, ulang tahun perusahaan akan diselenggarakan, pagi-pagi sekali Ali dan Naila sudah bersiap-siap. Semalam mereka sudah meminta izin kepada Sherkan dan Syeikh untuk datang terlebih dahulu ke perusahaan, guna memeriksa persiapan acara.Saat ini Naila sudah rapi dengan memakai pakaian biasa. Wajah di sisi kirinya terlihat sudah dibubuhi eyeshadow hitam agar terlihat hitam, seperti ireng. Naila akan menghapus make-upnya nanti di dalam mobil. Sekarang, Naila tengah melihat penampilannya di cermin."Kamu sudah siap, Sayang?" tanya Ali sambil melingkarkan tangannya di pinggang Naila.Naila tersenyum simpul lalu berkata,"Sudah Sayang, ayo kita turun dan sarapan terlebih dahulu, kamu hari ini pasti sibuk menyambut para tamumu kan."Ali malah mengendus perlahan leher jenjang Naila dan menghirup aroma tubuh sang istri. "Hmm."Membuat Naila terkikik geli seketika. "Sayang, hentikan, ayo kita turun sekarang.""Nanti saja, kita buat dedek yuk." Ali
Sontak para pengunjung terdiam. Lantas menghentikan pergerakkan tangan kemudian melemparkan pandangan satu sama lain. Sementara Salman dan Anya berdecak kesal, melihat kedatangan Sherkan sekarang. Syeikh mendorong kursi roda Sherkan. Keduanya baru saja sampai di perusahaan."Berani sekali kalian dengan menantuku!" seru Sherkan, menggelegar, membuat para model berbisik-bisik pelan. Tadi, para model tak sepenuhnya percaya bila Naila alias Talitha adalah istri Ali. Namun, mendengar perkataan kakek Ali barusan, mereka mulai ketakutan. Pasalnya sebagian dari mereka melempari Naila dengan telur juga. Berbeda dengan Shakira, hanya terkejut sedikit saja tadi. Saat ini Shakira berdiri di pojok dan lumayan jauh dari kerumunan. Wajah wanita itu tampak pucat pasi dari tadi. Tak ada ekspresi sama sekali yang terukir di wajahnya saat ini. Naila melirik Sherkan sekilas. Malu, karena pria yang dihormatinya, melihat keadaannya sekarang. Sejak tadi air mata sudah menggenangi bola matanya, Naila teri
"Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say
Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di
Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata
Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl
Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "
Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi
"Maksud Tante dengan kekasihku ya?"Anna memaksa tersenyum meski jantungnya sudah dag dig dug, seperti genderang perang. Dia menerka-nerka apa Anya sudah mengetahui kejadian semalam, entahlah. Anna berharap tidak.Anya tersenyum lebar, senyumannya membuat Anna panik. "Tentu saja dengan anak Tante, masa dengan kekasihmu."Anna menelan ludah berulang kali, terlihat gugup. "Tapi Tante mengapa harus menikah sama Adnan, aku punya kekasih, Tante?"Anya tersenyum penuh arti. "Kamu pikir Tante tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian semalam."Sekarang, senyum wanita paruh baya di hadapannya membuat Anna menarik napas panjang. "Memangnya semalam ada apa, Tante?"Anna masih mencoba mengelak. Meski keringat dingin menjalar di telapak tangannya saat ini. "Sudahlah, tak usah banyak tanya, ayo ikut Tante sebentar!" Tanpa mendengarkan balasan Anna, wanita yang wajahnya masih terlihat segar itu menarik tangan Anna keluar dan menyeretnya ke suatu tempat.Anna nampak panik, bertanya pada Anya mau
Demi mengatasi rasa gugupnya, Anna meneguk ludah berulang kali. Bagaimana tidak, Anya sedang melayangkan tatapan menyelidik padanya sekarang. "Anna, Green, siapa yang tidur dengan Adnan?" Anya mengulangi pertanyaan kala Anna maupun Green terdiam. Anne melirik Green sekilas lalu terkekeh hambar. "Bukan Adnan anak Tante kok, Adnan kekasihku, nama belakangnya Adnan juga, hehe.""Iya, Adnan pacar Anna, Tante." Green menyenggol cepat lengan Anna sambil melempar senyum kecut pada Anya pula. Selama ini, Anya mengira Anna memiliki kekasih. Anna dipaksa Naila unfuk berbohong. Naila sangat tak setuju bila Anna menikah dengan pria seperti Adnan. Meskipun begitu, Anya kerapkali meminta Anna membawa pacarnya ke rumah sekadar ingin tahu. Dan pada akhirnya ia berbohong lagi mengatakan jika kekasihnya berkerja menjadi abdi negara di perbatasan dan hanya pulang di waktu tertentu. Semenjak saat itu, Anya tak pernah lagi bertanya."Nama kekasihmu Adnan juga, Anna?" tanya Anya."Iya, Tante," balas Anna
"Anna, kamu ada di dalam 'kan?" kata Naila lagi dari luar. Anna semakin gusar. Tampak panik sekaligus kebingungan. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Namun, kepalanya semakin pusing. Matanya berkeliling sejenak di ruangan, melihat dress yang dikenakan saat menghadiri bridal shower Green nampak robek. Lalu melihat juga pakaian seorang pria berserakkan di mana-mana. Siapalagi kalau bukan punya Adnan. Anna yakin bila terjadi sesuatu di antara mereka semalam. Apalagi tubuh keduanya dalam keadaan polos sekarang. Di seberang ranjang, Adnan pun terlihat bingung. Sedari tadi mengamati keadaan kamar. "Anna?" Suara Naila terdengar lagi. Lamunan Anna buyar."I-ya Naila, tunggu sebentar!" balasnya setengah berteriak. Lantas dengan cepat menoleh ke arah Adnan. Matanya langsung menutup, melihat Adnan belum menutup burungnya."Adnan, cepat sembunyi dan pakai bajumu itu!" perintah Anna lalu mengambil celana dalam Adnan sambil menahan jijik. Kemudian tanpa melihat ke belakang, dia