Alenta mengangkat alisnya dengan aneh melihat sikap Rafael. Padahal sedari tadi Rafael sangat bersemangat untuk memberi kesan baik padanya, tapi sekarang pria itu malah menghindar. Ia menghela nafasnya panjang, sepertinya ia harus mencari tahu soal ini nanti. Sekarang sebaiknya ia mencari tempat tinggal untuknya. Ia tidak mau lagi berada satu tempat dengan manusia brengsek seperti Rafael. Bisa-bisa sepanjang malam Alenta akan merasakan mual yang parah mengocok perutnya.Alenta segera mengambil kopernya lalu memasukkan beberapa barang yang sudah ia keluarkan kemarin. Ia sudah mencari beberapa apartemen dan dengan uang yang diberikan Rafael, ia rasa ia harus mencari apartemen yang mahal dan sangat mewah. Dengan penuh semangat Alenta membawa kopernya lalu turun melalui lift. Tidak ada salahnya menghabiskan uang manusia brengsek itu kali ini, bukan?"Ara?"Langkah Alenta terhenti saat mendengar panggilan dari arah belakangnya. Ia segera membalikkan badan lalu terkejut saat melihat sosok L
"Terimakasih karena sudah mengantar saya mencari tempat tinggal, Pak Leon," ucap Alenta dengan senyuman lebar. Akhirnya Alenta dapat dengan mudah mencari apartemen yang cocok untuknya. Berkat bantuan Leonard, ia bisa mendapatkan apartemen yang mewah dan mahal. Masa bodoh dengan harga sewanya, ia tidak perduli jika harga sewa tempat ini akan menguras seluruh dompet Rafael. Leonard menganggukkan kepalanya mendengar perkataan dari Alenta, ia ikut mengulas senyum."Tidak masalah, aku juga senang membantumu.""Berkat saran Anda saya mendapatkan tempat yang sangat bagus sekarang. Anda baik sekali mau meluangkan waktu untuk saya," balas Alenta kembali penuh arti."Kau tidak perlu sungkan dengan bantuanku, Ara,"Alenta sedikit tersentak saat Leonard mendekat ke arahnya. Pria itu menarik tangannya dengan penuh kehati-hatian lalu berkata dengan senyuman penuh, "Jika Rafael meninggalkanmu lagi, aku akan datang untuk menemanimu."Alenta kembali tersenyum, rupanya pria ini merasa sangat puas denga
Setelah mengambil apa yang dibutuhkan, Rafael kembali ke tempat dimana Alden berada. Harum aroma kopi mulai menguar, ia tidak menyangka rupanya Alden benar-benar membuatkannya kopi.Alden yang menyadari kedatangan Rafael segera mengangkat cangkir kopi lalu ia berikan ke arah Rafael. Melihat Rafael yang hanya terdiam sambil memandang cangkir kopinya, Alden berdecak, "Meski aku sangat ingin meracunimu, aku tidak membubuhkan apapun disana." komentar Alden kesal.Rafael memberikan senyuman tipis, ia mengangkat cangkirnya lalu menyesap kopi itu perlahan. "Rupanya Kakak iparku cukup pandai membuat kopi," ucap Rafael.Alden hanya memutar matanya jengah mendengar ucapan Rafael, ia memilih terdiam enggan menanggapi apapun."Ngomong-ngomong Kakak ipar, aku sempat heran, kenapa tidak ada foto keluarga di rumah kalian?"Alden tertegun mendengar pertanyaan dari Rafael. Sebenarnya ada banyak foto keluarga yang ia ambil bersama ibunya, namun Alden memilih menyimpannya di kamar. Ia tidak mungkin memb
Setelah bertemu dengan Kimmy Ara, Rafael segera bergegas menemui Lauren."Aku sudah membawa semua barang yang dibutuhkan."Rafael menaruh helaian rambut Kimmy Ara dan juga sikat gigi milik Alden diatas meja. Lauren terlihat antusias, ia mengambil kedua barang itu lalu berkata dengan penuh semangat, "Hebat sekali, kau mendapatkan semua barang itu hanya dalam satu hari.""Aku harus membongkar kebohongan mereka secepatnya, begitu bukan? Jadi berapa lama prosesnya?" Tanya Rafael tidak sabar.Lauren menyimpan kembali kedua barang itu lalu berkata, "Satu minggu."Rafael terlihat terhenyak, "Apa? Satu minggu? Tapi, itu terlalu lama. Apa tidak bisa dipercepat?""Satu minggu itu merupakan waktu minimal untuk mendapatkan hasil tes DNA. Semua proses itu tidak bisa dipercepat." Jelas Lauren.Rafael memukul tepi kursi di hadapannya dengan kesal, "Sial."Lauren mengangkat alisnya melihat reaksi dari Rafael yang terlihat kesal, "Memangnya kenapa? Apa ada masalah?""Aku akan menggelar pertunangan res
Alenta menatap dua garis merah di hadapannya dengan mata terbelalak, ia menggigit bibirnya melihat kenyataan yang baru saja ia terima.Dia hamil, dia hamil disaat kariernya tengah berada di atas angin!Alenta Serafine merupakan aktris terkenal berumur dua puluh tiga tahun. Di usianya yang masih teramat muda, Alenta telah menjadi bintang pendatang baru yang terkenal. Para sutradara banyak yang memuji bakat aktingnya yang sangat mempesona, namun sekarang disaat kariernya tengah melambung dia hamil?Alenta memegang alat test kehamilan dengan gemetar, bagaimana ini? Bagaimana setelah ini?"Alenta, kau baik-baik saja? Kita harus kembali ke lokasi syuting sekarang,"Pintu toilet diketuk oleh Hanna, sang manager, Alenta tergeragap lalu menyimpan testpack itu ke dalam sakunya. Ia harus menyimpannya untuk meminta pertanggungjawaban pria itu."Iya Kak, aku segera kesana,"****"Ada apa Sayang? Kenapa kau menga
"Seperti yang saya bilang tadi, saya mengandung anak dari putra Bapak, Rafael," jelas Alenta pada orang di hadapannya.Direktur Richard, Ayah dari Rafael yang merupakan pemilik perusahaan Number One membetulkan letak kacamata lalu menatap Alenta dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.Richard terlihat berpikir sejenak mendengar perkataan Alenta, "Jadi, berapa usia kandunganmu?" Tanya Richard.Alenta membuka tas tangannya lalu mengambil foto USG yang kemarin lusa ia lakukan di tempat Jenny, "Sekitar tiga minggu," tukas Alenta singkat. Dibanding dengan Rafael, Richard terlihat lebih tenang menanggapi perkataan Alenta.Richard menganggukkan kepalanya, ia melirik foto USG itu dengan kening berkerut, "Apa Rafa sudah mengetahuinya?"Alenta balas mengangguk lalu kemudian menghela nafasnya berat, "Ya, tapi Rafa meminta saya untuk menggugurkannya,""Jadi, kau ingin mempertahankannya?" Tanya Richard memastikan.Alenta menganggukkan kepalanya d
Richard tersenyum puas mendengar laporan preman yang ia bayar untuk mengawasi Alenta.Semuanya berjalan sesuai rencana, wanita itu sudah terkena jerat yang ia pasang untuknya tanpa mencurigai apapun.Ia tinggal mengeksekusi segala yang menghalangi rencananya dan semua akan kembali ke semula.****Alenta memijat kaki ibunya, Helenna, dengan penuh perhatian. Hari ini ia memutuskan menjenguk ibunya sekaligus memberikan sebuah kabar gembira.Setelah mendapat telepon dari Richard, Alenta memberanikan diri untuk berbicara dengan sang ibu, tentu saja ia tidak akan mengungkit tentang keadaan dirinya yang tengah hamil muda, bisa-bisa ibunya akan mengalami serangan kembali.Selama dua tahun terakhir, ibunya dirawat di rumah sakit karena mengalami gagal jantung, sedikit saja ibunya merasa terkejut atau stress maka itu akan mengancam jiwanya. Ayahnya telah meninggalkan Alenta saat ia masih belia dan hanya ibunya yang berjuang membesarkan d
Alenta mengerjapkan matanya, ia melihat sekelilingnya yang berwarna putih, kepalanya terasa makin berat. Samar-samar ia melihat Richard berdiri disana."Dimana ini Ayah?" Tanya Alenta dengan suara serak."Rumah sakit," jawab Richard singkat.Alenta mengerjapkan matanya, pusing di kepalanya tidak juga membaik, "Kenapa Ayah membawaku ke rumah sakit? Bukankah tadi kita sedang membicarakan pernikahan?" Tanya Alenta, ia mencoba bangkit namun pusing di kepalanya semakin menyerangnya."Siapa yang akan menikah? Tidak akan ada pernikahan, bayi itu tidak akan lahir ke dunia ini,"Alenta terperangah mendengar perkataan Richard. Ia menatap bingung pada Richard. Apa maksudnya? Rumah sakit? Sebentar, sebelum pingsan ia tadi meminum juice bersama dengannya. Mata Alenta membulat saat menyadari sesuatu."Anda menjebak saya?" Tanya Alenta saat otaknya mulai memahami kemana arah pembicaraan Richard.Richard memasang senyuman licik lalu menatap Alenta de
Setelah bertemu dengan Kimmy Ara, Rafael segera bergegas menemui Lauren."Aku sudah membawa semua barang yang dibutuhkan."Rafael menaruh helaian rambut Kimmy Ara dan juga sikat gigi milik Alden diatas meja. Lauren terlihat antusias, ia mengambil kedua barang itu lalu berkata dengan penuh semangat, "Hebat sekali, kau mendapatkan semua barang itu hanya dalam satu hari.""Aku harus membongkar kebohongan mereka secepatnya, begitu bukan? Jadi berapa lama prosesnya?" Tanya Rafael tidak sabar.Lauren menyimpan kembali kedua barang itu lalu berkata, "Satu minggu."Rafael terlihat terhenyak, "Apa? Satu minggu? Tapi, itu terlalu lama. Apa tidak bisa dipercepat?""Satu minggu itu merupakan waktu minimal untuk mendapatkan hasil tes DNA. Semua proses itu tidak bisa dipercepat." Jelas Lauren.Rafael memukul tepi kursi di hadapannya dengan kesal, "Sial."Lauren mengangkat alisnya melihat reaksi dari Rafael yang terlihat kesal, "Memangnya kenapa? Apa ada masalah?""Aku akan menggelar pertunangan res
Setelah mengambil apa yang dibutuhkan, Rafael kembali ke tempat dimana Alden berada. Harum aroma kopi mulai menguar, ia tidak menyangka rupanya Alden benar-benar membuatkannya kopi.Alden yang menyadari kedatangan Rafael segera mengangkat cangkir kopi lalu ia berikan ke arah Rafael. Melihat Rafael yang hanya terdiam sambil memandang cangkir kopinya, Alden berdecak, "Meski aku sangat ingin meracunimu, aku tidak membubuhkan apapun disana." komentar Alden kesal.Rafael memberikan senyuman tipis, ia mengangkat cangkirnya lalu menyesap kopi itu perlahan. "Rupanya Kakak iparku cukup pandai membuat kopi," ucap Rafael.Alden hanya memutar matanya jengah mendengar ucapan Rafael, ia memilih terdiam enggan menanggapi apapun."Ngomong-ngomong Kakak ipar, aku sempat heran, kenapa tidak ada foto keluarga di rumah kalian?"Alden tertegun mendengar pertanyaan dari Rafael. Sebenarnya ada banyak foto keluarga yang ia ambil bersama ibunya, namun Alden memilih menyimpannya di kamar. Ia tidak mungkin memb
"Terimakasih karena sudah mengantar saya mencari tempat tinggal, Pak Leon," ucap Alenta dengan senyuman lebar. Akhirnya Alenta dapat dengan mudah mencari apartemen yang cocok untuknya. Berkat bantuan Leonard, ia bisa mendapatkan apartemen yang mewah dan mahal. Masa bodoh dengan harga sewanya, ia tidak perduli jika harga sewa tempat ini akan menguras seluruh dompet Rafael. Leonard menganggukkan kepalanya mendengar perkataan dari Alenta, ia ikut mengulas senyum."Tidak masalah, aku juga senang membantumu.""Berkat saran Anda saya mendapatkan tempat yang sangat bagus sekarang. Anda baik sekali mau meluangkan waktu untuk saya," balas Alenta kembali penuh arti."Kau tidak perlu sungkan dengan bantuanku, Ara,"Alenta sedikit tersentak saat Leonard mendekat ke arahnya. Pria itu menarik tangannya dengan penuh kehati-hatian lalu berkata dengan senyuman penuh, "Jika Rafael meninggalkanmu lagi, aku akan datang untuk menemanimu."Alenta kembali tersenyum, rupanya pria ini merasa sangat puas denga
Alenta mengangkat alisnya dengan aneh melihat sikap Rafael. Padahal sedari tadi Rafael sangat bersemangat untuk memberi kesan baik padanya, tapi sekarang pria itu malah menghindar. Ia menghela nafasnya panjang, sepertinya ia harus mencari tahu soal ini nanti. Sekarang sebaiknya ia mencari tempat tinggal untuknya. Ia tidak mau lagi berada satu tempat dengan manusia brengsek seperti Rafael. Bisa-bisa sepanjang malam Alenta akan merasakan mual yang parah mengocok perutnya.Alenta segera mengambil kopernya lalu memasukkan beberapa barang yang sudah ia keluarkan kemarin. Ia sudah mencari beberapa apartemen dan dengan uang yang diberikan Rafael, ia rasa ia harus mencari apartemen yang mahal dan sangat mewah. Dengan penuh semangat Alenta membawa kopernya lalu turun melalui lift. Tidak ada salahnya menghabiskan uang manusia brengsek itu kali ini, bukan?"Ara?"Langkah Alenta terhenti saat mendengar panggilan dari arah belakangnya. Ia segera membalikkan badan lalu terkejut saat melihat sosok L
Alenta yang tersentak dengan keberadaan Alden segera menjauh. Tangisnya secara otomatis berhenti. Ia melihat Alden dengan sorot mata yang terbelalak lebar, "Kau? Kenapa kau kembali kemari?"Alden terlihat menghela nafas, ia kembali mendekati Alenta lalu menghapus air matanya. Alenta yang terlalu terkejut hanya bisa terdiam pasrah saat Alden melakukan hal itu."Seharusnya aku yang bertanya padamu Alenta, kenapa kau terus berbohong di depanku?"Alenta kehilangan kata-kata. Ia telah ketahuan, ia tidak mungkin mengelak atau menolak perkataan Alden saat ini."Tidak usah hiraukan aku. Aku bisa menghapus air mataku sendiri." balas Alenta mencoba mengalihkan pembicaraan.Dengan cepat Alenta mengambil saputangan yang tengah dipakai Alden lalu mengusap air matanya sendiri. Alden kembali menghela nafas, bahkan saat Alden telah memergokinya menangis, Alenta masih saja menyembunyikan perasaannya. Alden mengambil tangan Alenta membuat Alenta yang tengah mengalihkan pandangannya seketika tersentak.
Alenta tidak menyangka bahwa Alden akan menyusulnya kemari. Raut wajah Alden terlihat begitu marah dengan sorot mata yang menyala-nyala. Alden mencengkram tangannya dengan kuat seolah-olah seluruh perintahnya saat ini adalah ultimatum yang harus Alenta turuti.Hatinya seolah tersayat melihat Alden yang seperti ini. Aldennya yang ceria, sekarang pergi kemana?Lamunannya terhenti saat Rafael tiba-tiba maju ke hadapan mereka, ia memutus tangannya dengan Alden yang tengah terhubung secara paksa. Sejenak, Alenta merasa kehilangan. Sial, kenapa ia bisa lupa bahwa masih ada Rafael di tempat ini?Sorot mata Alden semakin menyala-nyala melihat keberanian Rafael. Alenta menghela nafasnya panjang, pria bodoh ini hanya bisa menambah masalah saja."Minggir, jangan menghalangi!" Gertak Alden.Rafael terlihat menggelengkan kepalanya lalu menggenggam tangannya dengan erat, "Tidak, Ara akan tetap disini. Aku sudah membohongi pihak berwajib dan mereka akan datang kemari." Rafael menolehkan kepalanya ke
Tok... Tok... Tok...Alenta terbangun saat merasakan ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ia segera terjaga hendak membuka pintu dengan cepat. Raut wajahnya berubah kecewa saat melihat sosok Rafael yang berdiri disana dengan senyumannya yang cerah. Ah, ia lupa semalam ia sudah pergi dari rumah Alden dan memilih menghubungi pria menyebalkan ini."Bagaimana? Kau sudah baikan sekarang?"Alenta mengangguk dengan lesu meski anggukannya sama sekali berbanding terbalik dengan yang ia rasakan. Sama sekali tidak, ia tidak merasa baik-baik saja setelah meninggalkan Alden tanpa pesan seperti ini."Jadi, apa kau mau sarapan? Aku sudah memesan makanan untukmu tadi.""Aku akan mandi terlebih dulu. Dimana handuknya?""Ah, ada di lemari. Semuanya baru,"Alenta mengangguk lalu beralih mengambil handuk. Ia segera berjalan ke arah kamar mandi, namun seketika tersentak saat Rafael tiba-tiba memeluknya dari belakang. Sial! Perasaan hatinya yang tengah buruk, semakin buruk saja."Rafa, aku harus mandi." ujar
Alden tersentak saat merasakan sebuah guling tergeletak di pelukannya. Ia melempar selimut yang menutupi tubuhnya ke sembarang arah. Firasatnya memburuk saat melihat keadaan kamar itu setengah kosong. Alden segera bangkit dari ranjang namun urung saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. Dengan cepat, Alden mencari celananya lalu segera memakainya sembarangan. Ia bangkit berdiri memeriksa lemari pakaian Alenta. Kosong. Semuanya kosong. Alden berdecak keras saat mendapati seluruh isi pakaian Alenta telah lenyap tak bersisa.Ia segera berlari mencari jejak Alenta di seluruh area rumah, namun batang hidung gadis itu tidak jua ia temukan. Tubuhnya terasa lemas. Tidak mungkin, Alenta tidak mungkin pergi meninggalkannya setelah percintaan mereka semalam.Ponsel. Ya, ponsel. Alden segera berlari kembali ke arah kamar Alenta. Ia mengacak-acak seluruh pakaiannya yang masih berserakan guna mencari keberadaan ponselnya. Benda elektronik itu akhirnya ia temu
Setelah mencecap habis manisnya bibir Alenta, Alden beralih ke ceruk leher gadis itu. Menyesap aroma memabukkan yang menguar dari dalam diri Alenta. Aroma yang hanya dimiliki oleh Alenta seorang, aroma yang selalu membuatnya candu, yang membuatnya ingin menyesapnya lagi dan lagi. Pakaian yang dikenakan Alenta ia lempar ke sembarang arah dan hanya meninggalkan dua buah benda bulat yang menggantung indah di kedua dada Alenta. Pakaiannya sendiri entah sudah tanggal sejak kapan, Alden tidak perduli kemana pakaian itu telah pergi.Tidak membuang waktu, Alden menangkup buah itu dengan penuh kelembutan. Ia memperlakukannya sangat lembut dan teratur, dengan hati-hati dan penuh kelembutan, Alden meremasnya perlahan. Ia mendongakkan wajahnya menatap Alenta, ia khawatir jika gadis itu merasa tidak nyaman dengan segala sentuhan yang ia beri."Jangan membuat dia merasa tidak nyaman." Lagi. Alden terus mendoktrin dirinya sendiri untuk memberi kenyamanan pada gadis itu.Alenta