"Risyad! Jangan membantah lagi. Jangan berbicara satu kata pun hanya untuk mengelak semua apa yang telah ditetapkan!" Risyad terpaksa diam sebab ancaman sang ayah yang tampak serius. Dia hanya bisa menahan erang dalam dada, yang mana membuat napasnya terasa sesak. Mendadak saja darahnya serasa mendidih, tidak terima semua apa yang dikatakan. Terlalu hina fakta yang dia terima ini. Tidak! Mari meralat. Bukan fakta yang terlalu hina, tapi fitnah yang terlalu menjijikkan. Dan dia juga harus terluka dua kali karena fitnah itu muncul dari istrinya sendiri. Sosok yang sampai detik ini dia harapkan cinta dan kasihnya, sosok yang terus saja menjadi alasan kenapa Risyad tetap memilih menjadi orang yang patuh. Dan sosok itu jugalah yang kini berhasil menancapkan satu luka yang kali ini begitu terasa pada Risyad ."Shama, besok ada pertemuan yang sudah kita sepakati. Apa kau tidak keberatan mengatakan pada kolega kita nanti, kalau masalah datangnya penerus Al Maktoum akan menjadi pusat perhatia
"Apa-apaan ini, Shama? Aku tidak pernah berpikir kau akan sampai sejauh ini?" sergah Risyad menghentikan langkah sang istri. "Menyingkir kau! Kau tidak dengar apa kata ayah tadi? Aku harus mengatur pertemuan dengan dewan direksi. Pemindahan saham akan terlaksana. Jadi jangan ganggu aku!" desis Shama seraya menarik tangannya dari genggaman Risyad. Pria itu membuang napas tawa pahit, tak menyangka kalau Shama sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah atau mungkin rasa malu terhadapnya. Jangankan untuk merasa bersalah, Shama bahkan tak segan-segan menatap nyalang mata sang suami meski 'badai' yang dia ciptakan telah mengorek luka di dalam hati Risyad. "Aku belum selesai bicara. Shama!" erang Risyad, geram. Shama berjalan begitu saja, abai akan percakapan yang mereka bahas. "Ada apa denganmu? Lepaskan aku!"Tak tahan, Risyad menarik paksa tangan Shama dan membawa gadis itu mengikuti langkahnya. Meski berontak, Risyad tetap menahan hingga mereka tiba di lorong tangga darurat. Sengaja
Risyad gemetar. Dia benar-benar linglung akan tujuannya. Rasa getir, khawatir, dan bersalah menyatu dalam satu membentuk suatu gerakan yang pasif. Dia mengemudi, akan tetapi raganya seakan beku, membatu, ketika melihat lagi keadaan Andara di sebelahnya yang sudah menyerupai orang yang habis kena pembantaian.Satu-satunya tujuan yang ada dibenak Risyad saat ini adalah rumah Sasa. Dia tidak memikirkan untuk pergi ke rumah sakit besar, atau ke tempat dokter-dokter kolega perusahaannya. "Astaga! Andara!" Nyaris saja jantung Sasa ikut melompat saat dihadapkan potret Andara yang babak belur digendongan Risyad. "Tolong... tolong dia...," lirih Risyad. Wajahnya memucat. Secepat mungkin bala bantuan yang diberikan Sasa didapati Andara. Kamar kemarin masih tetap yang utama untuk menampung gadis itu. Sasa ikut getir, takut-takut. Dalam gerakannya yang memberikan pertolongan pertama, menuturkan dalam dada 'Tuhan tolong yang ini. Kau sudah mengirimkannya kepada kami. Bukankah seharusnya kami me
"Aku tidak-""Risyad, sadarlah! Kapan kau akan menemukan dirimu sendiri? Bahkan setelah Andara seperti ini pun kau masih tetap bertahan di zona nyamanmu? Kau masih tetap mempertahankan suatu hal yang kau anggap tameng yang menjagamu dari busur panah musuh? Masihkah tetap itu prinsipmu?" Sasa mulai sentimental. Matanya mulai berembun kala mengingat lagi tentang sikap Risyad yang terlalu penakut.Pria di sana sejenak bergeming, juga ingat tentang dia yang diam saja kala Sasa ditindas secara sepihak. Bahkan setelah sepuluh tahun berlalu pun, Risyad belum juga memberikan Sasa keadilan meski dia memiliki banyak wewenang. "Bukan begitu, Sasa...." Risyad tak tahu harus berkata apa. "Ini adalah jawaban dari semua luka kita, Risyad. Dengan datangnya Andara, takdir ingin mengubah kegelapan yang terus-menerus mengelilingi jalan kita. Aku tahu, kau dan aku adalah atau wadah yang sama. Wadah yang hanya menampung sisa cat kala kuas tengah mengecat kanvas. Dan kau tidak berniat menjadi kuas alih-a
"Tanpa lu harus janji juga gue bakal nuntut. Toh inikan ulah bapak lu. Kenapa juga gue harus ngemis minta tolong kalau lu emang bertanggung jawab atas ini?" tukas Andara, enggan bernada sahabat.Risyad hanya mengangguk tanpa protes. Dia diam memandangi Andara yang membuat gadis itu mendadak merasakan canggung hingga berakhir menjauhkan pandangan. Pria di sana akhirnya berdiri guna meraih beberapa peralatan medis yang dia bawa. Luka di tangan Andara belum di tutup dengan baik. Setelah meraih satu kursi dan kini memegangi tangan Andara, Risyad kemudian bersuara, bertanya, "Kenapa kamu bisa bertemu ayah? Dan ada apa diantara kalian sampai ayah bisa melakukan ini padamu?" Andara tak langsung menjawab. Dia sejenak mengingat bagaimana proses amarah Lukas meluap hingga melayangkan aksi tersebut terhadapnya. Dia masih ingat, bagiamana dengan lantangnya dia menegaskan pada Lukas bahwa dia tidak lagi hanya menginginkan uang Risyad melainkan dirinya. Andara benar-benar terang-terangan pada Luk
Agenda pertemuan yang sudah direncanakan akan segara berlangsung. Hari yang mana Shama harapkan dan nantikan akhirnya terlaksana. Setiap detik menjelang hari itu, tak henti-hentinya detak jantung Shama berirama seolah ikut merasakan kemenangan. Ya, setelah pengorbanan juga kesulitan yang dia alami, akhirnya perusahaan orangtuanya—yang diambil alih Lukas–segera menjadi miliknya.Di sinilah Shama saat ini. Di dalam kamarnya sedang menata wajah. Senyum kemenangannya tak urung luntur. Begitu memuja diri, karena telah sampai dititik yang diharapkan. Sedang fokus mengoles perona wajah, Shama tiba-tiba dikejutkan dengan suara pintu kamarnya yang dibuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Secepat mungkin kepalanya menoleh, lantas mendengus usai mendapati potret Risyad yang muncul. Pria itu mendekat, hampir sampai. Entah kenapa mendadak saja suasana hati Shama berubah. Dia meletakkan kuas make-up tak tertarik lagi. "Sejak kapan kau berani masuk tanpa mengetuk, Risyad? Apa manner yang diajarkan k
Tak akan bisa Risyad tutupi keadaan dirinya kini. Meski akhir-akhir ini dia terbawa arus untuk lebih peduli terhadap Andara, akan tetapi hati kecilnya masih saja terasa sakit saat mengingat lagi hubungannya dengan Shama tak pernah baik. Mencintai seseorang diri itu memang sangat menyakitkan. Dan Risyad sudah menjalani kehidupan kosong itu selama dua tahun, bahkan selama itu dia tidak pernah menemukan bahagia walau hanya satu detik saja. Laki-laki itu enggan untuk kembali pulang. Dia sudah terlanjur sakit hati sehingga menurutnya kalau dia pulang pun hanya akan menambah luka. Tujuan terakhir untuk bernaung adalah rumah Sasa. Di sana juga masih ada Andara yang terluka akibat ulahnya. Mungkin saat ini rumah itu adalah tempat yang paling ampuh untuk menetralisir luka yang dia rasaSementara Risyad sedang melaju menuju rumah Sasa, di sisi lain ada Andara yang kini duduk di meja makan sendirian. Sasa pamit pergi ke luar kota untuk menjadi dokter pribadi salah satu kolega Al Maktoum. Kini t
Mendadak atmosfer menjadi lebih senyap. Risyad benar-benar sedang menyihir Andara sehingga untuk bernapas saja dia harus mencari-cari kesempatan. Senyuman Risyad tak hentinya terbit, hingga lengkungan itu pudar kala matanya turun dan tenggelam pada dua daun bibir kenyal milik Andara. Tiba-tiba saja Risyad meneguk ludah. Damn! Apa kata istrinya kemarin? Dia punya kelainan seksual? Lantas apa yang saat ini yang sedang dia rasakan? Mendapati wajah Andara saja membuat air liurnya berdesir. Andara justru tidak tahan akan situasi ini, dia hendak menyudahi akan tetapi aksi Risyad justru membuat Andara membatu seketika.Risyad akhirnya tergoda oleh gadis yang dia sewa beberapa minggu lalu. Wajahnya semakin mendekat hingga bibir kenyal milik Andara kini sukses dia rasakan. Mengira kalau hasratnya hanya sampai di sana, ternyata dia menginginkan lebih. Pria kaya itu melumat lembut bagian atas dan bawah secara bergantian. Kenikmatan itu mengajak tangannya secara perlahan menaik membelai tangan
Kabar kehamilan Shama sudah beredar luas bahkan sampai ke telinga sang suami. Risyad yang kala itu tengah berjuang sekuat tenaga, langsung saja dibuat gagal fokus karena tidak percaya atas kabar yang sudah beredar. Hendak berlari dari tempatnya, Risyad pun diberhentikan oleh kehadiran sang ayah yang sudah ada didepan mata. "Ayah, apa yang terjadi?""Mari sudahi kesepakatan yang kemarin. Kamu akan tetap menjadi pemenangnya, Risyad," ujar sang ayah. "Apa-apaan ini, Ayah? Aku tidak ingin berlalu curang. tolong jangan buat aku tidak mempercayai kalian lagi!" tekan Risyad."Apa yang kau maksud?" "Shama tidak hamil! Kalau pun dia hamil, yang jelas itu bukan anakku!" "Risyad!" "Apa, Ayah!" balas Risyad ikut berteriak. "Aku sudah sangat cukup sabar menghadapi kalian. Jangan coba-coba usik lagi kebahagiaanku, Ayah. Atau jika memang itu terjadi, maka aku akan meninggalkan mama keluarga ini!" Lukas terkekeh sumbang, tak percaya atas perkataan sang putra. "Apa katamu?" "Apa yang sudah Ayah
Risyad pun mulai menjalani titah dari sang ayah. Bagaimana pun caranya, dia tidak boleh gagal dalam tugas ini. Risyad sudah sangat muak dengan kehidupannya yang kemarin. Itulah kenapa Risyad akan menempuh segala cara agar kesepakatan dengan ayahnya segera berakhir. Di sisi lain, Shama terus saja dibuat tidak tenang dengan segala perencanaan ayah mertuanya. Dia yakin pada kinerja Risyad, sangat tidak mungkin suaminya yang tidak dia inginkan itu kalah dalam pertarungan ini. Mengingat tentang latar belakang Risyad yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya, mana mungkin semudah itu kalah. Tak punya pilihan lain, Shama pun mencari jalan lain untuk menggagalkan rencana suaminya. Dia memang tidak menginginkan Risyad, akan tetapi lebih tidak menginginkan jika dirinya gagal menjadi pemegang saham utama di perusahaan yang sudah dia kelola. Shama pun segera menghubungi lawan dari perusahaan yang akan bersaing dengan Risyad. Setalah sepakat bertemu, Shama pun buru-buru pergi dan siap membua
Emosi, Shama pun melampiaskan amarahnya dengan mencampakkan ponsel sembarang arah. Tidak hanya Risyad, tapi laki-laki yang sempat stau ranjang dengannya kemarin pun ikut-ikutan membuatnya tersulut emosi yang kian membuncah. **Bagi Lukas, memiliki seorang penerus adalah hal yang sangat penting. Dan yang pastinya, seorang penerus itu harus lahir dari rahim yang memang mumpuni dalam hal apa pun juga tentunya dari latar belakang yang paling baik. Itulah kenapa Lukas memaksa Shama untuk tetap memberikannya seorang cucu, walau Lukas sekarang tahu kalau anaknya sudah mulai berpindah haluan. "Siapa gadis yang terus bersama Risyad? Ada hubungan apa mereka?" tanya Lukas pada salah satu ajudan yang baru dia panggil. "Sejauh ini kami hanya bisa memastikan kalau gadis itu hanya sebatas pelayan saja, Pak. Karena sejak kemarin, saya melihat kalau gadis itu di bawa ke mansion pribadi Tuan Lukas untuk dijadikan tukang bersih-bersih." "Kau yakin? Aku akan membekukan seluruh akses apa pun yang meny
Baru saja matahari menyambut, suara nyaring dari arah dapur sudah menyapa telinga Shama. Dia menyempatkan melirik jarum jam dan mendapati hari sudah pukul delapan pagi. Hendak kembali memejamkan mata, suara yang seperti gesekan benda berbahan stainless membuatnya tak tenang lagi untuk melanjutkan tidurnya. Shama segera bangun dan berjalan satu jurus ke arah dapur untuk melihat siapa agaknya yang sedang mengganggu tidurnya. "Kau masih bisa menunggu, kan? Aku akan selesai sebentar lagi." Suara bariton Risyad segera menghentikan langkahnya. Pria yang masih berstatus suaminya itu ternyata dalang di balik suara nyaring itu. Dia sedang sibuk memasak dan terlihat asyik bertukar dialog dengan orang yang dia ajak berbicara. Shama sedikit memiringkan kepalanya guna melihat siapa yang sedang berbicara dengan suaminya. Mendadak dengkusan kecil keluar dari bibirnya saat layar ponsel Risyad menampilkan gambar Andara yang rupanya tengah melakukan panggilan video. Tampak keduanya cukup bahagia te
Risyad kembali aktif di perusahaan setelah sebelumnya dia terkesan acuh tak acuh. Seperti apa janji sang ayah, jika dia bisa mengambil proyek ibu kota, maka Lukas tidak boleh lagi mengurusi hidupnya. Itulah hal yang membuat Risyad bersemangat untuk melanjutkan hidupnya. Ada sebuah tekad yang muncul untuk bahagia yang diujung angan. Berbeda dengan Risyad, Shama justru sedang merasa berjalan di tepi jurang. Apa pun yang dia lihat hanyalah ancaman kematian. Seperti bom yang di atur, hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak. Seperti itulah kira-kira keadaan Shama saat ini. Dia hanya tinggal menunggu waktu kapan Risyad akan membuangnya karena pria itu sudah mulai sadar akan keadaan.Shama melempar berkas perceraian guna meluapkan emosinya. Sedari tadi dia terus saja mondar-mandir hanya untuk menenangkan diri, berusaha menyakinkan dirinya kalau Risyad tetaplah mencintainya. Akan tetapi, satu detik keyakinan itu terus saja melayang kala mengingat lagi bagaimana kini perubahan suaminya itu
Perubahan Risyad benar-benar berpengaruh bukan hanya pada sikapnya, tapi juga pada kemampuan bisnisnya yang mulai kembali terlihat. Sikap karismatik yang kemarin sempat lenyap, kini kembali muncul. Sisi dingin dan terang-terangan menjadi 'harimau' musuh, mulai membuat jajaran petinggi Al Maktoum heran dan meneguk ludah."Saya tidak akan bersikap lembek lagi pada siapa pun. Pastikan proyek ini berpengaruh. Kalau tidak, buang saja. Membuang orang-orang yang tidak berguna lebih baik dari pada membuang waktu. Kalian mengerti?" tegas Risyad. Orang-orang yang mengikuti rapat mengangguk patuh. Sebelum menyudahi rapat tersebut, seseorang mengangkat tangan bertanya, "Bagaimana jika proyek ini gagal hanya karena latar belakang calon partner kita ini tidak terlalu baik?" "Kau di pecat! Tinggalkan Al Maktoum sekarang!" Alih-alih menjawab, Risyad justru memberhentikan pria itu. Sontak saja semua orang tercengang, kaget. Apalagi si pria berkacamata itu. Jantungnya serasa melompat dari tempat, ka
Sebuah mansion megah di lokasi yang cukup tertutup untuk kalangan orang biasa, kini terpampang jelas di depan mata Andara juga Sasa. Gedung megah itu memamerkan keindahan dunia yang sesungguhnya. Sejak tadi kedua kaki mereka melangkah, hanya kemewahan yang terpampang. Dari halaman yang luas, lobi yang megah, hingga isi rumah yang super menakjubkan benar-benar menyapa kedua mata dua perempuan itu. "Aku sudah memastikan semua keamanan rumah ini. Kalian bisa tinggal dengan tenang tanpa harus takut apa-apa. Kalau ada yang kurang, katakan saja padaku sekarang. Aku kubuat seperti yang kalian mau," ujar Risyad pada dua perempuan di depannya. Tentunya yang masih tercengang tak percaya. "I-ini buat kami? Maksudnya, kami tinggal di sini?" tanya Andara, malah gugup. Risyad mengangguk, mengiyakan, "Kenapa? Ada yang tidak kau suka? Katakan sekarang."Andara dan Sasa yang masih saja berdiri dengan pancaran tatap tak percaya, tiba-tiba satu hati untuk saling memandang. Jika Sasa saja masih kaget,
Satu hari penuh Shama berdiam diri di dalam kamarnya. Semua keadaan yang sedang terjadi benar-benar merusak suasana hati juga pikirannya. Entah angin apa yang menerpanya hingga semua terasa begitu mengkhianati. Perempuan itu bahkan enggan membuka tirai jendela kamarnya walau mentari sudah di puncak kepala.Kejadian kemarin masih saja menjadi alasan kenapa Shama merasa stres berkepanjangan. Dia tidak yakin kalau dia bisa tidur dengan pria asing bahkan saingannya di dunia bisnis. Ah, itu benar-benar menjengkelkan! Saat sedang merutuki diri di atas ranjangnya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar. Dengan tatapan malas dominasi kilat jengkel Shama menatap pintu cokelat tersebut. "Kalau tidak terlalu penting, jangan mengetuk!" hardiknya, berteriak. "Ah ... maaf, Nyonya. Tapi ini ada kiriman dari Tuan Risyad. Beliau berpesan untuk langsung memberikannya pada Anda," jelas seseorang dari balik pintu. Hal yang membuat Shama segera melepaskan selimut yang membungkusnya lantas berlari
Bunyi dentuman kecil dari barang yang terjatuh mengajak atmosfer yang tadinya masih terasa sensual, kini canggung kala suara barusan berasal dari tas selempang Sasa yang sudah tergeletak di lantai. Begitu mendapati Sasa berdiri di ambang pintu dengan pandangan ke arah mereka, buru-buru keduanya bangun dan berdiri kini saling menatap. "Sasa, kamu sudah pulang?" tanya Andara jadi terdengar sedikit lebih garing. Dia meringis kecil, sambil sesekali melirik Risyad di dekatnya. Bagaimana bisa keduanya tidak merasa malu, saat Sasa melihat mereka sedang berciuman. Itu hal yang paling ditutupi Andara apalagi dengan Risyad yang notabenenya adalah partner kerja juga sahabat perempuan di sana. "Ka-kalian ...." Sasa justru lebih kaget. Dia bahkan tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Jangan berlebihan seperti itu." Risyad bersuara sambil berjalan menghampiri. "Bagaimana perjalananmu, apa semuanya baik-baik saja?" lanjutnya berusaha mengalihkan pembicaraan. "Oh iya, semua baik-baik saja ta