Hanya dalam waktu singkat, para prajurit kerajaan Bumi sudah berhasil melumpuhkan para prajurit Rawamerta yang jumlahnya memang tidak terlalu banyak. Ada sebagian dari mereka yang secara sukarela menyerahkan diri kepada pihak prajurit kerajaan Bumi.
Sementara itu, para pemimpin dari kelompok tersebut berhasil dibinasakan oleh Yamadaka dan para prajuritnya. Karena mereka tidak mau menyerahkan diri, dan terus melakukan perlawanan terhadap para prajurit kerajaan Bumi."Bawa mereka, dan kita segera kembali ke perkemahan!" perintah Yamadaka setelah berhasil melumpuhkan kelompok prajurit Rawamerta.Dengan demikian, pasukan tersebut langsung kembali bergerak keluar dari hutan tersebut. Ada sekitar tiga puluh prajurit musuh yang sudah menyerahkan diri langsung mereka bawa dan akan dijadikan sebagai tawanan sementara sebelum mereka diambil sumpah untuk bergabung menjadi bagian prajurit kerajaan Bumi.Menjelang tengah malam, pasukan yang dipimpin oleh Yamadaka dan SonajiSatu hari berikutnya, berdasarkan keterangan dan informasi dari para prajurit yang ditugaskan untuk melakukan penyelidikan terkait kasus penculikan itu. Maka sudah dapat dipastikan bahwa pelaku dari penculikan tersebut adalah kelompok pemberontak dari kalangan rakyat pesisir pantai utara yang masuk ke dalam wilayah kuta utama.Mereka ditunggangi oleh sebagian besar mantan para prajurit kerajaan Rawamerta, dan didanai sepenuhnya oleh pihak kerajaan Jantara. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan para prajurit Rawamerta yang melakukan teror di wilayah kuta Astuka."Hari ini kita jangan bertindak dulu! Biarkan mereka menghirup udara segar sebebas-bebasnya. Dua hari ke depan barulah kita akan segera bergerak melakukan penyerbuan terhadap mereka, jangan biarkan mereka lolos begitu saja!" perintah Senapati Jomara tampak geram dengan aksi teror yang sudah dilakukan oleh para pelaku penculikan tersebut."Baik, Gusti Senapati. Kami akan segera bersiap dalam melakukan
Menjelang tengah hari, Senapati Jomara dan kedua pengawalnya sudah tiba di tempat para prajurit pasukan khusus yang kala itu hendak melakukan serangan terhadap para pemberontak yang bermukim di sebuah desa yang ada di pesisir pantai utara wilayah kuta utama."Bagaimana dengan para prajurit kita? Apakah sudah siap semuanya?" tanya Senapati Jomara mengarah kepada para prajurit seniornya."Sudah, Gusti Senapati." Prajurit itu menjura sambil membungkukkan badan seraya memberi salam hormat kepada sang pemimpinnya."Perintahkan kepada semuanya untuk segera bergerak sekarang!" kata sang senapati. Lantas, ia pun segera naik ke atas kudanya sambil mengamati barisan prajurit khusus yang berjumlah sekitar seratus orang itu.Dengan demikian, salah seorang prajurit senior langsung memerintahkan kepada seluruh prajurit untuk segera bergerak menuju markas para pemberontak yang jaraknya tidak jauh dari lokasi tersebut.Setibanya di lokasi yang dituju, Senapati Jomara langsu
Sesaat kemudian, Senapati Jomara berhasil melumpuhkan Ranggasetya dengan sebuah sabetan pedang yang mengenai pundak Ranggasetya. Disusul dengan sebuah tendangan keras menghantam wajah lawannya itu, hingga menyebabkan Ranggasetya jatuh mengerang kesakitan."Apakah kau akan melanjutkan pertarungan ini?" bentak Senapati Jomara meluruskan pandangannya ke arah Ranggasetya yang sudah terpuruk di hadapannya.Ranggasetya meringis menahan rasa pedih dan sakit di sekujur tubuhnya. Ia hanya diam saja tidak dapat menjawab pertanyaan dari lawannya itu. "Senapati Jomara benar-benar telah menyerangku dengan kekuatan yang sangat dahsyat, aku tidak mungkin bisa bangkit lagi untuk melawannya," desis Ranggasetya berkata dalam hati.Sebuah jurus yang dikerahkan oleh Senapati Jomara memang dapat membingungkan lawannya. Bahkan, jika dirinya berkehendak, maka dengan sangat mudah ia akan membinasakan Ranggasetya. Namun hal tersebut tidak ia lakukan, karena sang senapati ma
Raja Wanara hari itu menetapkan posisi kedudukan para pejabat kerajaan yang akan bertugas di berbagai kepatihan yang ada di seluruh wilayah kedaulatan kerajaan Bumi."Hari ini aku akan memindahkan tugas Patih Sumadra untuk memimpin wilayah kuta utama Rawamerta dengan gelar Senapati Bumi Bagakasa. Sementara yang akan menggantikan posisinya di kepatihan Waraya barat yakni Patih Jomara dengan gelar Senapati Waraya Jaya Diningrat!" tutur sang raja mengukuhkan dua senapati andalannya.Sementara itu, untuk wilayah kepatihan Waraya timur, sang raja mempercayakan jabatan patih di wilayah kepatihan tersebut kepada Panglima Burma. Namun. Panglima Burma tampak ragu dan tidak percaya dengan kemampuan dirinya sendiri dalam menerima mandat tersebut. Ia merasa bahwa dirinya masih belum cukup pengalaman dalam memimpin sebuah daerah. Apalagi suatu wilayah yang berkedudukan tinggi sebagai kepatihan."Maaf, Baginda Raja. Bukan hamba menolak titah Baginda, Tapi, hamba merasa ba
Ketika sang raja dan permaisuri sedang beristirahat. Senapati Jasena dan enam orang prajurtnya langsung bersiap hendak berangkat berburu rusa sesuai permintaan Ratu Sekar Widuri dan Ratu Santika. Kedua permaisuri menginginkan rusa panggang, sehingga ia meminta kepada sang senapati untuk melakukan perburuan di hutan tersebut."Radika!" panggil sang senapati kepada seorang prajurit senior."Iya, Gusti Senapati," sahut Radika melangkah menghampiri."Aku dan enam prajurit hendak melakukan pemburuan di hutan ini. Sebaiknya kau perintahkan kepada para prajurit lain, agar mereka tidak lengah dalam berjaga!" titah sang senapati kepada prajurit seniornya itu."Baik, Gusti Senapati. Hamba akan melaksanakan tugas ini dengan baik. Hamba akan memperketat pengawasan terhadap perkemahan ini!" tegas Radika menjura hormat kepada Senapati Jasena.Dengan demikian, Senapati Jasena dan enam orang prajurit pilihan langsung bergerak menuju ke arah timur dari lokasi perke
Setibanya di perkemahan, Senapati Jasena dan enam orang prajuritnya langsung menyerahkan empat ekor rusa hasil buruannya itu, kepada para pelayan untuk segera di masak sesuai keinginan dua permaisuri raja."Ratu meminta rusa ini untuk dipanggang guling dengan bumbu rempah di dalamnya!" kata sang senapati."Baik, Gusti Senapati," jawab salah seorang kepala pelayan yang ada di tenda tersebut.Setelah itu, Senapati Jasena langsung memerintahkan enam prajuritnya untuk beristirahat sejenak."Kalian boleh istirahat!" kata sang senapati mengarah kepada enam prajuritnya."Baik, Gusti Senapati. Kami akan segera beristirahat, setelah itu kami akan kembali berjaga," sahut salah seorang prajurit tersebut menjura kepada sang senapati.Setelah para prajurit itu berlalu dari hadapannya, maka sang senapati pun langsung berlalu dari tempat para pelayan yang tengah menyembelih rusa hasil buruan tersebut.Tiba di perkemahannya, Senapati Jasena meminta Radit
Beberapa orang pemimpin dari kelompok prajurit pemberontak tersebut, tampak seperti ragu-ragu menghadapi keganasan Yamadaka dan Panglima Yandradipa yang bertarung dengan begitu cepatnya. Seakan-akan, setiap gerakan yang mereka peragakan memiliki kekuatan yang luar biasa.Di antara gerakan jurus yang mereka kerahkan, maka terlihat jelas kemampuan yang dimiliki oleh Panglima Yandradipa dan Yamadaka sangat menentukan keberhasilan pasukannya dalam memenangkan pertempuran tersebut.Ditambah lagi dengan hadirnya Yanadak yang memiliki kemampuan yang sangat luar biasa. Ia merupakan seorang prajurit senior yang memiliki kesaktian cukup tinggi, dan mempunyai ketangguhan dalam melakukan pertempuran. Sudah barang tentu menjadi sebuah bobot bagi kekuatan pasukannya dan sangat berpengaruh bagi peta kekuatan pasukan yang dipimpinnya itu.“Mereka itu sangat yakin dengan kemampuan para prajuritnya. Tetapi bagaimana dengan prajurit kita?” desis seorang pimpi
Pagi itu, Panglima Yandradipa dan Yamadaka sudah berada di ruang utama istana kerajaan Bumi. Mereka datang memenuhi undangan dari sang raja, bahkan dijemput langsung oleh utusan istana yang diperintahkan oleh sang raja menjemput kedua punggawanya ke istana kepatihan Waraya timur."Aku sangat senang mendapat kabar tentang keberhasilan kalian," ujar sang raja tampak semringah. "Oleh sebab itu, kalian aku minta untuk datang ke istana ini. Karena, sang guru sepuh memintaku untuk menganugerahkan gelar kepada kalian berdua," sambung sang raja menyampaikan maksud dan tujuannya dalam mengundang kedua punggawanya tersebut.Panglima Yandradipa dan Yamadaka saling berpandangan, raut wajah mereka tampak semringah. Dengan kompaknya mereka menjura kepada Raja Wanara dan Maha Patih Ramanggala."Terima kasih, Baginda Raja. Ini merupakan bentuk penghormatan Baginda terhadap kami berdua," sahut Panglima Yandradipa sambil membungkukkan badan di hadapan sang raja.Raja Wan
Setelah berhasil mengalahkan siluman-siluman tersebut, Raja Wanara langsung mengajak para senapatinya untuk kembali ke tenda saat itu juga. Sementara itu, kedua permaisurinya pun sudah terjaga dari tidur mereka, dan tengah menunggu kedatangan suami mereka dengan perasaan cemas. Setibanya di perkemahan, sang raja segera memerintahkan kepada para prajuritnya agar tidak lengah dan bersiaga penuh secara bergiliran. Karena, sang raja khawatir akan datang kembali teror dari para siluman utusan Raja Nainggolo. "Sebaiknya, kalian tetap bersiaga dan berjaga secara bergiliran!" kata sang raja mengarah kepada salah seorang prajurit senior yang bertanggung jawab atas tugas keamanan di perkemahan tersebut. "Baik, Baginda Raja. Hamba akan segera mengaturnya," jawab prajurit senior itu. Malam terasa semakin dingin, suasana pun sudah mulai sepi. Tidak terlalu gaduh oleh hilir-mudik para prajurit, karena sebagian dari mereka sudah terlelap tidur. Dan hanya men
Siluman itu sangat tangguh. Ia dapat bertarung dengan sebaik-baiknya. Meskipun usianya sudah tua, namun ia memiliki pengalaman dan kemampuan memancing Raja Wanara dengan gerak tipu yang diperagakannya."Kau telah melumpuhkan kawanku, maka terimalah pembalasan dariku ini!" bentak siluman itu bersuara keras dan terdengar parau."Berhentilah! Jangan kau menganggu kami!" Raja Wanara pun balas membentak sambil meloncat tinggi dan memukul keras kepala makhluk tersebut.Sontak tubuh siluman itu terhempas jauh hingga membentur batu padas yang ada di sekitaran tempat tersebut. Akan tetapi, ia tidak menyerah begitu saja. Siluman itu bangkit dan menggeram sambil menatap tajam wajah sang raja, dari mulutnya menyemburkan api bak seekor naga."Hati-hati, Baginda Raja!" teriak Senapati Jasena tampak khawatir melihat pemandangan seperti itu.Raja Wanara hanya tersenyum sambil meloncat tinggi demi menghindari serangan dari siluman tersebut yang menyemburkan api dar
Pada malam harinya, Raja Wanara dan ketiga senapatinya tengah berbincang santai di depan tenda sambil menikmati sajian sederhana yang tersedia di hadapan mereka.Sementara itu, Santika dan Sekar Widuri sudah terlelap tidur di dalam tenda dengan dikawal ketat oleh para prajurit wanita yang menjadi pengawal pribadi sang ratu."Susana malam ini sangat dingin sekali. Akan tetapi, langit sangat cerah dan bulan pun bersinar terang. Sungguh indah luar biasa," desis Senapati Yandradipa mengangkat wajahnya menatap keindahan langit yang tampak cerah itu."Mungkin ini pertanda akan datangnya musim kemarau, setelah lama kita mengalami musim Siak," sahut sang raja sambil menikmati hidangan sederhana yang disajikan oleh para pelayannya.Kemudian, Senapati Jasena menyahut pula, "Iya, Baginda. Sepertinya ini memang sudah waktunya pergantian musim."Raja Wanara menghela napas dalam-dalam, kemudian mengangkat wajahnya dan memandangi langit yang tampak cerah itu, ser
Ketika matahari sudah terik dan terasa panas menyengat. Maka, Senapati Jasena langsung menyeru kepada para prajuritnya untuk segera beristirahat dan mendirikan tenda di sebuah hutan yang ada di bawah perbukitan dekat dengan lembah Kalen Laes yang masih masuk ke dalam wilayah kerajaan Bayu Urip bagian timur."Sebaiknya kita beristirahat saja dulu! Ini adalah tempat yang bagus, sang raja pasti menyukai tempat ini!" seru Senapati Jasena. "Kalian segera dirikan perkemahan dan persiapkan makanan untuk sang raja dan permaisurinya!" sambung Senapati Jasena kepada para prajurit dan juga para pelayan yang ikut dalam rombongan tersebut."Baik, Gusti Senapati," sahut salah seorang pimpinan pelayan tersebut menjura kepada sang senapati.Setelah itu, mereka pun langsung membagi tugas dengan mendirikan tenda terlebih dahulu untuk dijadikan tempat penyimpanan bahan-bahan makanan. Setelah itu, mereka segera mempersiapkan kebutuhan untuk memasak dengan dibantu oleh puluhan p
Setelah kematian Rosapati, akhirnya para pendekar dari gerombolan tersebut, merasakan bahwa mereka telah dikelilingi oleh beberapa prajurit yang kuat. Mereka menyerang dengan begitu semangat dari berbagai penjuru.Demikian pula dengan Senapati Yamadaka dan Senapati Yandradipa, mereka memiliki ketangkasan dalam memainkan pedang mereka. Sehingga lawan-lawannya tidak pernah berhasil menyentuh tubuh kedua senapati itu dengan ujung senjata mereka."Kita sudah akal dan cara untuk mengalahkan para prajurit itu, kita tidak bisa lagi melanjutkan perlawanan terhadap mereka. Sebaiknya kita lari saja dari tempat ini! Kau lihat sendiri, Rosapati pun sudah binasa!" ujar salah seorang pendekar dari kelompok pemberontak itu. Ia mulai ragu melihat pemandangan seperti itu.Kawannya itu hanya dapat menggeram dan menahan kemarahan karena ia dan kawan-kawannya tidak dapat membebaskan diri dari cengkraman para prajurit kerajaan Bumi. Lawannya yang mereka hadapi ternyata memiliki
Ketika rombongan Raja Wanara sudah tiba di sebuah hutan yang berada di luar wilayah kerajaan Bumi. Tepatnya di sebuah alas yang masuk ke dalam wilayah kedaulatan kerajaan Bayu Urip, tenyata rombongan tersebut sudah dihadapkan dengan sebuah ancaman dari kelompok kecil yang sering melakukan teror di wilayah kerajaan Bayu Urip. Mereka berusaha untuk melakukan tindakan penghadangan terhadap rombongan Raja Wanara.Para prajurit yang mengawal sang raja tampak siap dalam menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Karena mereka sudah diberi tugas secara langsung oleh Senapati Jasena pada setiap kelompok yang ada di bawah pimpinan panglima masing-masing. Senapati Jasena telah memerintahkan para prajuritnya untuk melawan siapa saja yang dianggap berbahaya terhadap keselamatan sang raja dan kedua permaisurinya."Siapa mereka?" tanya sang raja mengerutkan kening sambil mengamati puluhan orang bersenjatakan pedang berbaris rapi menghadang di tengah jalan.Kemudian,
Keesokan harinya, Senapati Jasena dan para prajuritnya langsung melakukan persiapan jelang keberangkatan mereka pada hari itu menuju ke wilayah kerajaan Buana Loka, dalam rangka kunjungan persahabatan dari pihak kerajaan Bumi kepada pihak kerajaan Buana Loka yang merupakan sebuah kerajaan sahabat yang kini menjadi sekutu kerajaan Bumi.Dengan gagahnya, ia melangkah menuju ke barak para pelayan yang berada di belakang barak prajurit. Sang senapati langsung menghampiri salah seorang kepala pelayan yang hendak ikut dalam rombongan Raja Wanara."Selamat datang di barak kami, Gusti Senapati," ujar seorang pria berusia sekitar 30 tahun dengan sikap ramahnya menjura kepada sang senapati.Senapati Jasena hanya tersenyum, lalu berkata, "Sebaiknya pedati yang mengangkut barang logistik kebutuhan makanan dan lainnya langsung dikeluarkan sekarang! Tunggu di depan istana, sebentar lagi kita akan segera berangkat!" perintah Senapati Jasena kepada para pelayan istana dan kusir yang
Satu hari menjelang keberangkatan rombongan sang raja. Maka, Senapati Jasena dan dua senapati lainnya yang hendak ikut mengawal sang raja sudah mempersiapkan segalanya yang tentu akan dibutuhkan dalam melakukan perjalanan jauh tersebut."Apakah kita perlu membawa pasukan panah, Senapati?" tanya Senapati Yandradipa mengarah kepada Senapati Jasena yang merupakan panglima senior di kerajaan Bumi."Aku rasa mereka sangat penting untuk dilibatkan dalam pengawalan ini. Kau siapkan 50 prajurit panah yang benar-benar memiliki kemampuan tinggi! Sisanya bawa saja para prajurit campuran dan jangan lupa sertakan lima orang kusir pedati yang akan membawa barang-barang keperluan logistik dan peralatan lainnya!" jawab Senapati Jasena menuturkan.Dengan demikian, Senapati Yandradipa dan Senapati Yamadaka langsung meluncur ke barak prajurit yang berada di belakang istana utama, untuk menyiapkan para prajuritnya yang akan diperintahkan untuk mengawal sang raja dan kedua perma
Pagi itu, Panglima Yandradipa dan Yamadaka sudah berada di ruang utama istana kerajaan Bumi. Mereka datang memenuhi undangan dari sang raja, bahkan dijemput langsung oleh utusan istana yang diperintahkan oleh sang raja menjemput kedua punggawanya ke istana kepatihan Waraya timur."Aku sangat senang mendapat kabar tentang keberhasilan kalian," ujar sang raja tampak semringah. "Oleh sebab itu, kalian aku minta untuk datang ke istana ini. Karena, sang guru sepuh memintaku untuk menganugerahkan gelar kepada kalian berdua," sambung sang raja menyampaikan maksud dan tujuannya dalam mengundang kedua punggawanya tersebut.Panglima Yandradipa dan Yamadaka saling berpandangan, raut wajah mereka tampak semringah. Dengan kompaknya mereka menjura kepada Raja Wanara dan Maha Patih Ramanggala."Terima kasih, Baginda Raja. Ini merupakan bentuk penghormatan Baginda terhadap kami berdua," sahut Panglima Yandradipa sambil membungkukkan badan di hadapan sang raja.Raja Wan