Maka dari pihak pasukan kerajaan tinggal Panglima Jaya Wiguna bersama Senapati Karama serta lima panglima saja yang memimpin perang. Sementara yang lainnya sudah kabur meninggalkan arena pertempuran.
Wanara dalam pertempuran itu, sudah membuktikan kegagahan dirinya. Hingga akhirnya Senapati Karama dan lima panglima lainnya kabur dari arena pertempuran itu.
Tiba-tiba muncul pula Sumadra yang ikutan menyerang Panglima Jaya Wiguna dari udara. Ia tidak segan-segan langsung menyabetkan pedangnya ke arah Panglima Jaya Wiguna yang tengah berhadap-hadapan dengan Wanara.
Dengan gerakan cepat, Panglima Jaya Wiguna segera menghindar dari terjangan pedang yang hampir mengenai tubuhnya. Sehingga serangan dari Sumadra hanya mengenai angin kosong saja.
Panglima Jaya Wiguna berdiri sambil memandang sinis ke arah Sumadra dan Wanara yang ada di hadapannya. Sedikitpun ia tidak merasa gentar menghadapi kedua pendekar itu.
"Semua prajurit sudah meninggalkan dirimu send
Senapati Karama dan para prajurit seniornya langsung menghadap Prabu Bagaskara setelah mereka gagal dalam perang. Raut wajah mereka tampak mendung, seakan-akan merasa sangat bersedih karena mengalami kekalahan dalam perang tersebut.Raja Bagaskara merasa kebingungan hingga bertanya, "Hai! Kalian kenapa? Kenapa kalian bersedih? Apa yang ada dalam pikiran kalian?""Maaf, Gusti Prabu. Kami menangis karena kami sudah kalah perang, dua senapati andalan kita telah binasa dan juga dua panglima kita pun tewas oleh keganasan pasukan Wanara. Hal inilah yang membuat kami berduka dan merasa bersedih, Gusti Prabu," jawab Senapati Karama tertunduk di hadapan sang raja.Prabu Bagaskara geleng-geleng kepala melihat sikap senapatinya. Lantas, ia pun berkata, "Yang namanya pertempuran itu, mau kalah ataupun menang. Itu adalah persoalan biasa, kau tidak boleh larut dalam suasana duka! Kau ini seorang pemimpin prajurit, harus kuat dan berani!" tegas sang raja.Mendengar perk
Tujuh hari setelah terbentuknya kerajaan Bumi yang sah. Dewa Kilat Narasoma diutus oleh Dewa Petir untuk menemui Wanara sang raja bumi, ada hal penting yang hendak disampaikan oleh Dewa Kilat Narasoma kepada sang raja bumi atas titah dari pimpinan tertinggi di kerajaan langit.Pada saat itu, Dewa Kilat Narasoma pun terbang melayang bersama dua pengawalnya. Saat Dewa Kilat Narasoma turun dari langit, mereka menjadi heran ketika melihat istana kerajaan masih dalam bentuk sebuah bangunan barak sederhana yang dikelilingi pagar yang terbuat dari batangan kayu hutan saja yang sebagian sudah tampak rapuh.Sejumlah prajurit berdiri berkelompok tengah membahas sesuatu, mereka teramat kaget dengan kehadiran tiga sosok misterius yang tiba-tiba meluncur menembus kegelapan malam dan mendarat di hadapan mereka.Sontak semua prajurit yang tengah berjaga itu langsung menghunus pedang mereka masing-masing."Siapa kalian? Dan ada urusan apa kalian datang ke tempat kami?" tan
Dewa Kilat Narasoma tersenyum lebar dan sangat percaya dengan ucapan Wanara. "Aku percaya sepenuhnya dengan apa yang kau katakan kepadaku Raja. Karena kau adalah manusia pilihan yang tepat untuk menjadi raja bumi!" tandas Dewa Kilat Narasoma. Setelah itu, ia pun langsung menyampaikan pesan dari Dewa Petir kepada Wanara. Yakni, mengenai kekuasaan yang telah diberikan oleh sang Dewa kepada Wanara dan ada sedikit penyampaian lain selain itu."Raja tentu tidak akan menduga jika yang mulia Dewa Petir telah memberikan anugerah ini bukan hanya gelar saja. Akan tetapi, sang Dewa telah mengutus prajurit langit untuk membantu perjuangan Raja dan rakyat kerajaan bumi di masa yang akan datang. Seperti yang sudah tertulis dalam kitab Jala, bahwa pulau ini akan menjadi pusat kerajaan bumi yang disegani oleh kerajaan-kerajaan lain!" tandas Dewa Kilat Narasoma menuturkan.Mendengar keterangan dari Dewa Kilat Narasoma, Wanara lalu memberi isyarat kepada sang Dewa agar ikut dengannya pergi
Wanara pun tak mau sembarangan menerobos masuk. Sehingga, ia lebih memilih kembali untuk mengabarkan hal itu kepada para prajuritnya agar mereka berhati-hati ketika bertugas di perbatasan.Wanara dan Guliwang kembali memacu derap langkah kudanya menuju pulang. Baru beberapa langkah saja, mereka sudah dikejar oleh belasan prajurit musuh entah dari mana datangnya? Mereka berteriak lantang, "Berhentilah! Kami akan memeriksa kalian!" seru salah seorang prajurit dari kerajaan Rawamerta.Mendengar seruan tersebut, Wanara dan Guliwang pun segera menghentikan laju kuda mereka, dan segera berpaling ke arah belakang. Tampak beberapa prajurit kerajaan Rawamerta tengah berdiri dengan posisi memegang senjata masing-masing sambil menatap tajam ke arah Wanara dan Guliwang."Kalian siapa?" bentak prajurit itu mulai mengepung Wanara dan Guliwang."Kami adalah pengembara, memangnya kalian ada urusan apa dengan kami?" jawab Wanara balas bertanya. Ia menutupi identitasnya sebagai ra
Ketika melihat korban dari pihak musuh berjatuhan dalam jumlah yang cukup banyak, maka terbersit pula dalam benak Wanara untuk mengendorkan serangannya itu, agar mengurangi jumlah korban yang banyak lagi akibat terkena jurus darinya.Akan tetapi, bersamaan dengan munculnya niat tersebut, justru para prajurit musuh malah semakin gencar melakukan serangan terhadap dirinya. Sehingga Wanara berpikir ulang dan mengurungkan niatnya."Kalian memang bodoh, tidak mau menyerah," desis Wanara geram sambil mengepalkan kedua telapak tangannya."Hai, Raja! Kami bukan anak kecil yang dengan mudah menyerah begitu saja. Kami sudah bersumpah atas nama Dewa, bahwa kami tidak akan surut melawan para pemberontak seperti kalian!" sahut salah seorang prajurit senior, berkata lantang sambil membusungkan dada.Wanara tampak geram mendengar perkataan dari prajurit tersebut. "Kau memang kesatria yang berjiwa patriot, namun kau sudah keliru langkah!" kecam Wanara.Dengan demikian, ia p
Dalam kesempatan itu pertempuran tersebut kembali berjalan semakin sengit. Semakin lama, maka para prajurit kerajaan Bumi itu pun berhasil menempatkan diri mereka di posisi paling diunggulkan.Mereka bertempur satu lawan satu pada tingkat kemampuan bela diri yang tidak terpaut jauh dengan lawan yang mereka hadapi.Ada pula di antara mereka yang bertempur secara berkelompok antara dua, tiga sampai belasan orang menghadapi prajurit lawan yang sedikit lebih unggul kemampuan bela dirinya dari mereka, yang tidak dapat diimbangi dengan cara lain."Kejar mereka, dan hancurkan saung penjagaan milik mereka!" seru Wanara yang kala itu sudah menaiki kudanya.Para prajuritnya tampak bersemangat mendengar seruan dari sang pemimpin mereka. Sehingga, para prajurit itu pun langsung memburu para prajurit musuh yang sudah berhamburan meninggalkan arena pertarungan tersebut."Mundur! Selamatkan diri kalian!" seru sang pemimpin prajurit dari pihak pasukan kerajaan Raw
Dari saung penjagaan paling terdepan, prajurit yang berjaga langsung menyampaikan kepada prajurit yang berjaga di saung penjagaan yang ada di dalam.Dengan demikian, para prajurit yang ada di dalam langsung memberi tahukan kepada Prabu Bagaskara tentang kedatangan tamu kehormatannya itu.Maka, Prabu Bagaskara langsung memerintahkan para prajuritnya agar membuka pintu gerbang istana, dan segera mempersilahkan tamunya untuk menghadap dirinya di ruang utama yang ada di dalam istana.Pagi hari itu, di ufuk timur cahaya terang sudah mulai terlihat, pertanda matahari akan segera menampakkan diri menghangatkan bumi dan seisinya.Setelah mendapatkan izin dari Prabu Bagaskara. Maka, Tuan Raja Nainggolo pun langsung masuk dan menjura hormat kepada Prabu Bagaskara yang sedang berada di ruang sidang, membahas perundingan perang bersama para prajurit senior dan juga bersama Senapati Karama."Selamat datang, Tuan Raja," sambut Prabu Bagaskara tersenyum hangat balas menjur
Istana megah kerajaan Bumi telah berdiri kokoh di bibir hutan yang biasa disebut sebagai Alas Dewa. Santika dan Sekar Widuri telah resmi menjadi dua orang permaisuri raja–Wanara yang diberi gelar orang sang Dewa Petir sebagai raja bumi.Tujuh hari yang lalu, ia baru saja menikahi dua wanita cantik dalam waktu yang bersamaan. Yakni, Santika dan Sekar Widuri atas izin dari ketiga guru sepuh yang menjabat sebagai penasihat istana kerajaan Bumi.Senyuman manis melekat dari kedua wanita cantik itu, kala sang raja tiba di ruang utama berjalan menuju kursi singgasana, dengan diiringi para punggawanya."Salam kebajikan. Dewata agung senantiasa memberikan kesehatan bagi sang Raja!" seru Wora Saba menyambut kehadiran Wanara di ruang utama istana kerajaan.Semua yang ada di ruangan tersebut, serentak menjura kepada sang raja. Mereka berdiri dengan sikap hormat merapatkan kedua telapak tangan di atas dada.Wanara tersenyum lebar, kemudian duduk di kursi utama yang