“Kau sudah bertemu dengan Jinhee?” Dokter Kim Ki Beom menelepon dan datang menemui Hasung di jam kerja hingga Hasung hanya bisa menyajikan teh panas di dapur perusahaan.
“Dia menghindariku,” jawab Hasung singkat.
Dokter Kim mengangguk mengerti karena sebelumnya Hasung sudah pernah menjelaskan masalahnya dengan Jinhee. Setelah membahas beberapa masalah yang tak terlalu penting, akhirnya Dokter Kim mulai ke inti permasalahan yang membuat ia datang menghampiri Hasung di jam kerja seperti ini.
Dokter Kim menceritakan semua hal yang terjadi padanya sebulan terakhir. Hidupnya tak tenang karena kematian pasiennya sebulan yang lalu. Dokter Kim juga menjelaskan menyangkut Lian dan Jinhee. Mulai dari kedatangan Jinhee yang melabrak Lian tiba-tiba dan kesalahannya saat menangani pasien hingga Adelian terpaksa mendapatkan masa meditasi dari rumah sakit dan hampir saja dipecat.
“Kau meminta Lian yang tidak melakukan kesalahan apa pu
Jiwoo, Jiyul, dan Adelian memutuskan untuk keluar mencari makan malam. Mereka masih memeluk lengan satu sama lain saat melangkah dengan diiringi tawa sesekali. Satu tangan Lian berusaha meraih gagang pintu dan membukanya dengan susah payah. Baru saja kaki ketiga sahabat itu akan melangkah keluar dari pintu, Lian lebih dulu terpaku karena menemukan tiga orang lelaki yang melangkah mendekat. Giseok, Youngmin, dan… Hasung.Jiwoo dan Jiyul segera menarik tubuh Lian mendekat kepada tiga lelaki yang tampak melihat Jiyul dengan tatapan tak percaya itu.“Jiyul!” seru Hasung. “Sudah lama sekali!”Jiyul tersenyum sembari mengangguk. “Bagaimana kabar kalian?” tanya Jiyul pada Youngmin, Hasung, dan Giseok yang tampak senang bertemu dengannya kembali.“Kami baik-baik saja.” Giseok yang menjawab, mewakili kedua temannya.“Kami tidak menyangka akan bertemu seperti ini,” sambung Youngmin.&l
Beberapa mobil mulai melintasi lapangan bersalju di lereng bukit. Mobil yang dikendarai Hasung juga ikut terparkir dengan baik disusul dengan mobil Giseok dan Youngmin. “Jiwoo-ya, Lian-ah.” Jiyul yang sudah lebih dulu tiba dengan pasangannya melambai-lambai dari depan mobilnya menyambut kedatangan teman-temannya. Jiwoo dan Lian bersorak lalu berlari dan memeluk satu sama lain. Lee Ga Eun, istri dari Jang Giseok, menyaksikan tiga wanita itu dengan senyuman. Sedangkan Jiyul, menyaksikannya dari balik pelukan Lian dan Jiwoo. “Itu tunanganmu?” tanya Lian berbisik, sedangkan Jiwoo hanya berkedip geli, melihat lelaki yang menjadi tunangan Jiyul ternyata sangat tampan.&
Sepanjang perjalanan pulang, Lian tertidur. Sedangkan Hasung tetap fokus di balik kemudi. Sepertinya, Lian kelelahan karena menghabiskan waktunya untuk bermain voli seharian. Ditambah lagi, mereka terpaksa menerima kekalahan dan pergi mencari CU untuk membeli makanan yang dipesan oleh teman-temannya sesuai perjanjian.Senja sore menemani mereka selama dalam perjalanan. Namun, entah kenapa wajah Hasung terlihat pucat pasi dan pelipisnya dibanjiri keringat dingin. Padahal, penghangat dalam mobil Lian bekerja normal. Namun, Hasung tetap terlihat kedinginan.Sesampainya di rumah, Hasung membawa tubuhnya dengan gontai dan diam-diam Lian menyadarinya.“Kau sakit?” selidik Lian.Hasung mengangguk seadanya. “Iya, aku sudah menduga akan seperti ini.”“Kau selalu seperti ini. Kau akan demam di musim dingin hanya karena melakukan banyak kegiatan di luar ruangan?”Hasung mengangguk sekali lagi dan melangkah masuk ke d
Lian terkejut bukan main begitu mendengar berita bahwa Dokter muda Kim Ki Beom mengundurkan diri dari beberapa hari yang lalu. Lian benar-benar tak habis pikir. Lian memang tahu ada kekeliruan yang sempat dilakukan Dokter Kim. Namun, ia tetap tak menyangka. Meninggalkan pekerjaan yang telah membesarkan namanya dan membuat impiannya terwujud, tentu saja bukan keputusan yang mudah. Terutama bagi Dokter Kim yang kabarnya baru saja akan dipromosikan menjadi Profesor Muda.Begitu Lian mendapatkan waktu break, ia buru-buru mengemas barang-barangnya dan mengganti seragamnya dengan pakaian biasa. Ia berniat untuk menemui Dokter Kim dan mendengar penjelasan tentang apa yang terjadi sebenarnya sebelum pulang. Namun, sebelum benar-benar bisa menghubungi Dokter Kim, Lian sudah lebih dulu mendapatkan dokter muda itu berdiri tegak menunggunya di luar gedung RS. Lian hanya mendesah dan mengikuti langkah dokter muda itu untuk mencari tempat yang nyaman untuk berbicara. Sepertinya Do
To; Shin Hasung. Hormat! Prajurit Shin ^_^Bagaimana kabarmu? Kuharap kau baik-baik saja. Karena akupun baik-baik saja di sini. Maaf, baru sempat mengabarimu. Karena jika menghubungimu terlalu cepat, aku khawair hanya akan mengganggumu. Kau menyelesaikan tugas militermu dengan baik, bukan? ….&nb
Hasung sedang termanggu di balkon rumahnya sama seperti biasa, menikmati panorama Sungai Han. Ia mamalingkan wajahnya dan menemukan Adelian yang melangkah keluar ke balkon menyusulnya. Kali ini Lian tak terlihat bersama dengan gelas kopinya.“Selamat malam!” sapa Hasung dibumbui senyuman.“Selamat malam!” balas Lian dengan wajah berseri. “Aku kira kau lembur.”“Aku baru pulang,” jawab Hasung santai.Sudah beberapa hari Hasung tak pernah sempat muncul di hadapan Lian karena ia lembur setiap malam.“Aku akan ke rumahmu,” celetuk Lian tiba-tiba.Hasung segera menggeleng. “Tidak usah. Biar aku yang ke sana.”Lian pun mengangguk. “Kau mau minum the atau kopi?” tawarnya sebelum Hasung benar-benar beranjak.“Kopi.”Lian mengangguk paham sekali lagi. Mer
Seoul, 2010.Pada istirahat pertama, Hasung memantapkan hatinya untuk pulang ke Seoul. Dengan masih berseragam Militer, Hasung mendatangi rumah kontrakan di mana ia tinggal bertetangga dengan Lian. Meskipun Jaehan sudah mengatakan tentang kepindahan Lian, tapi Hasung ingin membuktikannya sendiri.Benar saja. Kombinasi kunci yang biasa sudah tidak bisa digunakan. Sekian kali Hasung menekan bel, tak ada Lian yang keluar. Bahkan, rumah itu sudah kosong tak berpenghuni.Hasung mencari pemilik kontrakan dan menanyakan perihal itu. Namun, lagi-lagi informasi yang ia dapatkan hanyalah kepindahan Lian, ke mana dan dengan siapa? Tak ada yang mampu menjelaskannya.Hasung juga menyempatkan diri pergi ke kampus Lian, menanyakan tentang wanita itu pada mahasiswa keperawatan yang sempat sekelas dengannya. Namun, jawaban mereka sama saja. Tak ada yang mengetahui pasti ke mana Lian. Bahkan, tentang kedua temann
Lian menyantap menu pilihannya, begitu pula dengan Ki Beom. Mereka menyantap makan malam tanpa kata selama beberapa saat.“Padahal aku berniat mentraktirmu di restoran yang lebih baik,” tukas Kibeom.Lian menggeleng. “Tidak apa-apa. Di sini makanannya enak.”Restoran sederhana yang terletak di lobi gedung apertemen tempat Lian tinggal ini memang memiliki menu yang enak. Lian sering menyantap makanan di sini ketika ia merasa jenuh mengonsumsi makanan siap saji di rumahnya.“Kalau begitu, kau masih tak mau berkencan denganku?” tanya Ki Beom setelah menyelesaikan makannya.Lian sama sekali tak terkejut karena ini bukan pertama kalinya ia mendengar tawaran Ki Beom soal itu. Dulu saat Ki Beom masih menjadi mentornya di rumah sakit, Ki Beom juga pernah menyatakan hal yang sama. Jadi, Lian tidak terlalu terkejut sama sekali. Hanya saja profesionalitas yang dimiliki Ki Beom memang benar-benar membuatnya kagum.&ld